Mocca Hallow

By MelindaAdelia

291K 22.8K 2.4K

[15+] Pada hari yang menyenangkan sekaligus hari ulang tahun, bagaimana jika hari istimewa itu menjadikan seb... More

Prolog
Chapter 1 : Labu
Chapter 2 : Gerbang
Chapter 3 : Kasur
Chapter 4 : Kamar
Chapter 5 : Pakaian
Chapter 6 : Langit
Chapter 7 : Dapur
Chapter 8 : Es Krim
Chapter 9 : Tangga
Chapter 10 : Tidur
Chapter 11 : Jawab
Chapter 12 : Makan
Chapter 13 : Malu
Chapter 14 : Diam
Chapter 15 : Teman
Chapter 16 : Kelas
Chapter 17 : Violet
Chapter 18 : Egois
Chapter 19 : Perpustakaan
Chapter 20 : Reaksi
Chapter 21 : Lixadian
Chapter 22 : Maaf
Chapter 23 : Surat
Chapter 24 : Hukuman
Chapter 25 : Kue
Chapter 27 : Vampir
Chapter 28 : Sisi
Chapter 29 : Pasir
Chapter 30 : Jahat
Chapter 31 : Lezat
Chapter 32 : Harapan
Chapter 33 : Bukan
Chapter 34 : Kembali
Chapter 35 : Cokelat (1)
Chapter 36 : Cokelat (2)
Chapter 37 : Cokelat (3)
Chapter 38 : Sakit
Chapter 39 : Lucu
Chapter 40 : Kenapa
Chapter 41 : Alunan
Chapter 42 : Kejutan
Chapter 43 : Gagal
Chapter 44 : Hadiah
Chapter 45 : Phrygian
Chapter 46 : Malam
Chapter 47 : Merah
Chapter 48 : Dingin
Chapter 49 : Api
Chapter 50 : Kuasa
Chapter 51 : Pengikut
Chapter 53 : Cinta
Chapter 52 : Terakhir
Chapter 54 : Salah
Chapter 55 : Jangan
Chapter 56 : Damai
Chapter 57 : Debat (1)
Chapter 58 : Debat (2)
Epilog
CERITA BARU

Chapter 26 : Kesal

3.5K 294 27
By MelindaAdelia

Hallow's PoV

Tubuhku terasa berat sekali. Aku merasakan diriku telah berbaring di atas kasur. Kedua mataku aku buka secara paksa. Kalau tidak dipaksa, aku tidak dapat membuka mataku untuk melihat keadaan luar. Setelah sepenuhnya terbuka, aku ingin mendudukkan diriku tetapi rasanya susah sekali. Kepalaku terasa pusing. Ditambah lagi perutku terasa perih. Aku lupa apa yang sudah terjadi. Apa yang sudah membuat diriku berada di kamarku? Seingatku aku duduk di halaman belakang dengan Mocca dan tertidur di sana.

"Ah! Yang Mulia Raja sadar! Ratu! Yang Mulia Raja sudah sadar!!" teriakan dari Hella membuatku ingin sekali beranjak dari tempat tidur. Namun yang bisa aku lakukan hanya setengah terduduk sambil menahan sakitnya kepala.

Tak lama kemudian setelah teriakan Hella, aku mendengar suara pintu dibuka dengan terburu-buru dan mendengar suara Mocca yang terdengar begitu mengkhawatirkanku.

"Hallow!" Panggilan darinya selalu membuatku rindu akan suaranya yang tegas tapi lembut.

Dia mendaratkan lututnya ke lantai dan menyambar tangan kiriku. Aku menolehkan kepalaku melihat ekspresinya yang tampak baru saja selesai menangis, tapi senyumannya berdampingan dengan ekspresinya itu.

"Mocca." Aku membalas memegang tangannya yang dingin dan sedikit berkeringat.

"Hallow, maafkan aku sudah berlebihan menggelitikmu. Reo yang membawamu ke kamarmu. Tapi, saat aku periksa keadaanmu, aku menemukan kalau kau pingsan bukan karena tak tahan dengan gelitikanku," kata Mocca menjelaskan.

Aku tahu kalau dia ahli dalam bidang kesehatan. Tapi, hei, apa katanya? Gelitik? Sejak kapan dia menggelitikku? Apa ada yang aku lupakan? Aku ingin berucap, namun Mocca kembali bersuara.

"Kau terkena Gasitris atau bisa juga disebut maag. Itu karena kau jarang makan pagi dan siang. Pola makan yang tidak teratur. Itu pun malamnya kau hanya makan lebih sedikit porsinya dibandingkan dengan porsi seekor kucing. Hh ... padahal aku sudah pernah berpuluh-puluh kali mengatakan padamu untuk makan secara teratur! Lihat. Kau jadi sakit begini! Rasakan!" kata Mocca tampak emosi sambil memijat-mijat dahinya yang mengerut. "Untuk bisa sembuh, kau harus makan makanan yang bervitamin, bersih, dan teratur. Saat kau belum sadar, aku sudah memberikanmu obat multivitamin dengan cara menyuntikkan obat itu padamu. Obat itu berguna menambah vitamin, menjaga daya tahan tubuh, serta menambah nafsu makanmu. Selanjutnya, kau harus mengisi perutmu yang kosong. Lambung harus digunakan dengan baik jika tidak ingin mengalami maag terus-terusan."

Aku yang mendengar penjelasan itu seakan sedang mendengarkan seorang dokter mengatakan keluhan tubuhku yang terdengar tidak bagus. Gasitris atau apalah itu aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang penyakit.

"Sejak kapan kau menggelitikku?" tanyaku.

Mocca menatapku kaget. "Hah? Kau tidak ingat? Saat aku mengejarmu karena kau tidak mau makan kue? Lalu, aku menggelitikmu habis-habisan sampai kau pingsan."

Aku memutar memoriku untuk mengingat-ingat. Ah! Sekarang aku ingat. Kejar-kejaran itu. Menyenangkan sekaligus menegangkan. Bagaimana aku tidak bisa lari? Dia menyodorkan semua kue itu sedangkan aku tak punya selera makan yang bagus. Dan juga, Mocca menggelitikku sampai aku tidak tahan lagi merasakan kegelian yang Mocca berikan. Rasanya pinggangku masih geli jika kejadian itu diingat lagi. Lalu, aku teringat penjelasan Mocca yang tadi.

"K-kau memberikan obatmu dengan cara apa tadi? Menyuntikku??" tanyaku lagi dengan perasaan yang tidak enak.

"Iya. Kau disuntik pakai alat suntik ini," jawab Mocca sembari mengeluarkan sebuah alat suntik di tangan kanannya. Ujung jarum itu terlihat tajam dan mengilap.

Aku terdiam sebentar melihat alat suntik itu. Kini, mataku benar-benar terbuka lebar. Rasa takut akan alat suntik membuatku ingin segera mnghindari alat itu. Tapi, tubuhku tetap tidak bisa bangkit.

"AAAA!!!!" erangku begitu takutnya dengan jarum suntik.

Buru-buru Mocca menyimpan alat suntiknya dan kembali memegang tanganku. Aku merasa seperti berada di rumah sakit. "Hallow! Jangan berteriak! Itu hanya suntikan. Itu tidak akan membunuhmu. Malah akan menyembuhkanmu. Lagi pula, tak ada rasa sakit padamu, kan? Tenanglah."

Aku merinding. "T-tapi, jarum suntik itu terlihat seperti ingin menusukku lagi. Aku takut."

Mocca menghela napas berat. Menepuk-nepuk punggung tanganku. "Tidak apa-apa. Yang penting aku sudah mengobatimu. Sekarang, kau harus makan. Ai dan Lof sudah membuatkanmu bubur yang aku taburi obat vitamin. Itu akan membuat tubuhmu kembali pulih. Aku akan mengatur posisi dudukmu dulu."

Mocca menarik bantal dan mendirikan bantal itu untuk aku sandari. Lalu dia mengangkat kepala dan punggungku dengan hati-hati. Aku memundurkan diriku ke bantal yang Mocca berikan, bersandar di sana. Aku meringis merasakan perutku sakit. Entah ada apa di dalam sana, seperti ada yang terluka.

"Pasti itu lambungmu. Kau jarang menggunakan lambungmu untuk pencernaan sehingga lambungmu terluka. Itulah maag," kata Mocca menjelaskan keluhanku seraya mengambil semangkok bubur yang ada di nakas dan duduk di sampingku. "Dan waktunya kau menggunakan lambungmu untuk mengisi perutmu yang kosong. Makanlah ini. Aku akan menyuapimu."

"Tapi ..."

"Aku tidak ingin mendengar alasanmu menolak makanan lagi, Hallow. Aku sangat sedih melihatmu jatuh sakit seperti ini. Hanya karena pola makanmu tak teratur, kau harus minum obat dan beristirahat. Aku melihat tubuhmu juga lebih kurus dibandingkan tubuhku. Makan atau besok kau tidak bisa ikut sekolah denganku."

"Hiks. Baiklah. Maafkan aku, Mocca. Aku akan menjaga pola makanku dengan baik. Aku menyesal sudah membuatmu khawatir."

"Hentikan pura-pura menangis itu dan terima sendok pertama buburmu ini. Kau terlihat bego. Tapi baguslah kalau kau menyesal."

"Hehehe."

Aku menerima suapan pertama buburku setelah Mocca meniupkan bubur di sendok itu agar mulutku tidak kepanasan. Hangat dan tekstur lembut dan lunak ini membuat lidahku merasakan rasa asin dan manis yang tidak buruk. Intinya, bubur ini enak. Aku suka. Aku pikir bubur itu rasanya tidak enak.

"Bagaimana rasanya?" tanya Mocca.

"Enak," jawabku masih mengunyah makanan yang ada di dalam mulutku.

"Obatnya sudah berkerja. Selera makanmu menjadi kembali stabil. Besok pagi kau juga akan aku berikan obat yang sama selama 3 hari sampai nafsu makanmu menjadi normal. Jangan khawatir, aku tidak akan menyuntikmu lagi. Obatnya akan aku buat berbentuk pil. Jadi kau bisa telan obat itu tanpa merasakan jarum menusukmu," jelas Mocca. "Suapan keduamu."

Aku membuka mulutku menerima makanan itu masuk. Rasa lapar aku rasakan saat memandang makanan itu. Juga nafsu makanku sudah membaik. Senang sekali perutku mau menerima makanan. Apalagi dokter yang merawatku adalah Mocca. Aku tersenyum di sela kunyahanku. Mulutku ingin mengatakan sesuatu, tapi tiba-tiba saja aku tersedak bubur. Mocca meletakkan mangkok buburnya dan mengambil segelas air minum. Menyodorkan gelas itu padaku membantuku untuk sampai ke mulutku.

"Makanya, kalau mau bicara selesaikan dulu makannya," kata Mocca setelah memberikanku minum.

"Hehe, aku lupa," balasku agak malu.

"Jadi, apa yang ingin tadi kau katakan?" tanya Mocca seraya mengambil mangkok bubur itu kembali.

Aku mengangkat tangan kananku meraih sebelah pipinya. Mocca menurunkan mangkok bubur di atas kedua pahanya memegang punggung tangan kananku. Matanya memejam damai menerima tangan kananku berada di sebelah pipinya. Juga senyuman manis itu membuatnya terlihat bercahaya.

"Mocca, aku mencintaimu. Ayo, katakan juga untukku!"

"Hh ... baiklah," kata Mocca dengan helaan. Dia menggeser diri duduk lebih dekat. Membalas memegang sebelah pipiku. Menatapku lekat. "Hallow, aku mencintaimu."

Aku memegang punggung tangan kanan Mocca yang tengah memegang wajahku. Menerima tangan yang mulai menghangat dan lembut.

"Makan lagi."

Mocca terkekeh. Mengangkat sendok yang sudah diisi bubur. "Suapan ketigamu segera datang, Yang Mulia."

Walaupun sedikit lambat aku menghabiskan semua buburku, akhirnya buburku habis. Aku memakan semua buburku tanpa ada yang tersisa. Saatnya kami tidur untuk besok.

"Mocca, jangan tidur dulu!" kataku sambil menarik selimutnya.

"Ada apa, Hallow?" tanya Mocca mengalihkan posisi rebahannya ke arahku. "Besok sekolah. Aku tidak mau mengantuk di dalam kelas."

"Sebentar dulu. Ada yang ingin aku ceritakan."

"Kau kebiasaan, Hallow. Besok saja ceritanya."

Mocca menarik selimut dan mendekatkan diri ke tubuhku. Aku meraih dirinya ke dalam rengkuhanku.

"Tapi ..."

"Tidur!"

🎃

Paginya, aku bisa kembali berdiri. Perut dan kepalaku juga tidak merasa sakit lagi. Sebelum itu, Mocca memeriksa keadaanku. Suhu, detak jantung, dan warna lidah. Aku tidak paham tentang kedokteran, jadi aku biarkan Mocca melakukan apa yang harus dilakukannya.

Mocca tersenyum. "Kau sehat. Kau bisa melakukan aktivitas seperti biasanya. Tapi, kau harus rutin meminum obat dan makan yang teratur."

Mocca seperti seorang dokter saja. Aku mengangguk mengiyakan perkataannya. "Jadi, aku bisa ikut sekolah denganmu, kan?"

"Yap. Hm, karena waktu kita masih banyak sebelum bersiap-siap dan sarapan, kau bisa ceritakan sesuatu yang ingin kau ceritakan kemarin malam," kata Mocca.

Aku menatap bingung seraya menggaruk kepala. "Cerita? Cerita apa?"

Mocca menghela napas berat. Menggelengkan kepala. "Sudahlah, lupakan. Nanti kau juga ingat sendiri. Dasar pikun."

"Ah! Iya, sekarang aku ingat. Kau harus tahu ini. Kerajaan Ferlendian menyatakan perang padaku," kataku langsung ke inti.

"Apa?! Apa yang sudah kau lakukan sehingga kerajaan itu menyatakan perang pada kerajaanmu??" pekik Mocca langsung emosi.

"Hei! Dengarkan aku dulu. Aku belum selesai bercerita. Jadi, kerajaan Ferlendian tidak sama seperti kerajaan lainnya. Mereka itu berbeda dari kita karena mereka adalah bangsa vampir," jelasku melanjutkan.

"Lalu, kau akan berperang melawan para vampir itu?" tanya Mocca.

"Mungkin akan berbeda dibandingkan perang sebelumnya. Mulai sekarang, aku akan memperketat penjagaan istana. Dan aku akan selalu melindungimu dari mereka. Tidak akan aku biarkan Ratu vampir itu menyentuh dirimu," jawabku menggenggam kedua tangan Mocca. "Oh iya, hari ini Beethov dan Greethov akan ikut bersama kita ke sekolah."

Tok tok tok!

Suara ketokan pintu membuatku dan Mocca menolehkan kepala ke arah pintu. Aku mempersilahkan orang yang mengetok pintu itu masuk ke dalam. Rupanya yang mengetok adalah Beethov dan Greethov. Mereka sudah siap dengan seragam dan tas sekolah mereka. Mereka terlihat berbeda dibandingkan saat memakai seragam pelayan.

Mocca beranjak dari kasur dan berjalan cepat ke arah mereka. "Wah!!! Kalian keren sekali!" puji Mocca untuk mereka. Hei! Mocca tidak pernah memuji penampilanku ketika aku berseragam sekolah. Kenapa mereka yang malah mendapat pujian dari Mocca?? Ini tidak adil.

"Hehe, terima kasih, Ratu. Hari ini, kami juga akan ikut ke Akademi Housran untuk ikut melindungi Raja dan Ratu," kata Beethov sedangkan Greethov hanya mengangguk-angguk mengiyakan perkataan Beethov.

"Baiklah. Itu tugas kalian dari Raja. Aku juga akan beri kalian tugas. Selama di sekolah, kalian juga harus belajar serius sepertiku. Memperhatikan guru dan melakukan aktivitas di sekolah lainnya. Bisa?"

Beethov dan Greethov tersenyum dan membungkukkan badan untuk Mocca. Aku beranjak dari kasur. Tersenyum melihat mereka.

"Laksanakan, Yang Mulia Ratu."

Aku dan Mocca segera bersiap untuk menuju Akademi Housran. Selesai mandi dan memakai seragam sekolah, kami pergi menuju ruang makan istana untuk sarapan. Ai, Lof, dan Chino sudah siap melayani kami di ruang makan. Reo menarik kursiku mempersilahkanku duduk. Aku pun duduk di kursiku dan melihat Mocca menghampiri adiknya.

"Selamat pagi, Chino," ucap Mocca lalu mengecup kening adiknya.

Hei! Aku juga ingin Mocca melakukan itu padaku! Kenapa aku tidak??

"Selamat pagi juga, Yang Mulia. Anda tidak perlu mengecup kening saya. Sekarang saya telah menjadi pelayan Anda," kata Chino begitu formal.

Mocca mengernyitkan alis. "Hm, aku pikir kau tidak bisa bicara dengan formal. Tapi, kalau Hallow yang menyuruhmu begini, apa boleh buat. Jika hanya kita berdua saja, kau boleh bicara tak formal denganku."

"Saya yang mengajarkan dia berbicara formal, Yang Mulia Ratu," kata Lof tiba-tiba saja ada di belakang Chino. "Untunglah, Chino mudah mengerti."

Mocca menghampiri Lof dan menepuk-nepuk kedua pundak Lof. Untuk apa dia melakukan itu? "Mungkin, akan cocok kalau aku akan menitipkan adikku padamu. Jaga dia, bisa? Kalau dia melakukan sesuatu yang merepotkanmu dan Kakakmu, kau bisa hukum saja dia."

"Hah?" Aku menggerutu setelah mengunyah makananku. Melihat mereka bertiga.

"Saya bersedia melakukan segala yang Anda perintahkan," balas Lof membungkuk kepada Mocca.

"Tapi, aku ingin kau tidak terpaksa melakukan itu. Aku tidak suka menyuruh orang lain. Tapi, aku butuh bantuanmu, Lof. Chino memerlukan pelajaran yang lebih darimu. Dan juga, aku mau kau menjaganya."

"Dengan senang hati, Ratu."

"Terima kasih, Lof!!"

Mocca memeluk tubuh Lof hingga Lof hampir saja terjatuh. Aku tetap memakan makananku dengan perasaan bete. Tanganku tak sengaja menghentakkan pisauku ke piring, mengeluarkan suara yang kencang mengisi ruang makan ini. Mocca melepaskan pelukan dan menoleh padaku. Hella menarikkan kursi untuk Mocca. Lalu Mocca pun duduk di sampingku.

"Hallow, kenapa kau terlihat cemberut begitu? Caramu memakai alat makan juga kasar sekali. Makananmu sampai keluar dari piringnya," kata Mocca heran.

"Tidak apa-apa! Cuma kesal!" jawabku setengah berteriak. Membuang muka dan menyuap makananku lagi.

"Kesal atau marah?"

"Kesal!"

"Kesal kenapa?"

"Huh!"

"Hm?"

"Pokoknya aku kesal!"

Mocca menghela napas. Dia pun memakan sarapannya juga. Mataku melirik ke arahnya lalu membuang muka lagi. Mocca memalingkan kepalanya ke piringku.

"Kau telah memakan semuanya? Wah! Hallow hebat, ya!" puji Mocca bertepuk tangan dan tersenyum.

"Hah?" Aku menoleh melihat piringku sudah kosong tak terisi makanan lagi. Sepertinya aku memang sudah menghabiskannya. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal dan menundukkan wajah. "Mm ... tidak jadi kesal, deh!"

Mocca menatapku bingung. Lalu dia tersenyum dan tertawa lembut. "Kau kenapa, Hallow? Karena aku memuji pelayan-pelayanmu, kau merasa cemburu? Lucu sekali! Hallow cemburu!"

Aku merengut. "Kau juga tidak mengucapkanku selamat pagi ataupun mengecup keningku! Dasar tidak peka!"

Mocca tertawa lagi. Karena sarapanku sudah habis, aku beranjak dari kursiku dan meninggalkan Mocca bersama pelayan-pelayanku. Masih kesal? Iya! Aku masih kesal! Memangnya kenapa?? Aku manja? Terserah!

Saat di kereta kuda menuju Akademi Housran, aku masih merengut kesal. Tanpa melihat Mocca yang memilih duduk berhadapan denganku, Reo duduk di sampingku, Greethov duduk di samping Reo, dan Beethov duduk di samping Mocca. Aku melihat pemandangan di luar jendela kereta kuda tanpa mau membicarakan apapun. Suasana yang senyap.

Belum sampai di kota Mejiktron, tiba-tiba saja kereta kuda kami bergoyang-goyang berjalan tak seimbang. Kami semua terhuyung-huyung di dalam kereta kuda hingga akhirnya kereta kuda berhenti berjalan dengan posisi yang begitu miring ke kiri. Aku menggunakan sihirku untuk keluar dari kereta kuda ini. Kami berlima keluar dari kereta dengan bantuan sihirku dengan selamat tanpa ada luka. Sejak guncangan itu, aku dan Mocca saling berpegangan.

"Yang Mulia Raja dan Ratu baik-baik saja?" tanya Reo, Beethov, dan Greethov serempak dengan cemas sembari membungkuk di depanku dan Mocca.

"Mocca, apa ada yang terluka?" tanyaku kepada Mocca seraya menyentuh kedua tangan, mengecek tubuhnya, lalu berakhir menyentuh wajahnya.

"Jangan khawatir. Aku tidak apa-apa," jawab Mocca kepada kami berempat.

"Hah. Syukurlah kau tidak apa-apa. Kalian bertiga juga tidak apa-apa, kan?" kataku begitu bersyukurnya Mocca baik-baik saja sampai aku memeluk dirinya.

"Kami tidak apa-apa, Yang Mulia. Tetapi, sepertinya yang menyerang kereta kudanya adalah mereka. Pengemudi kereta kudanya tengah disihir oleh mereka," kata Beethov menunjuk ke suatu titik yang tak jauh dari kami.

Aku mengalihkan mataku ke depan. Melihat lima orang asing berseragam hitam. Aku tahu logo apa yang ada di jubah hitam mereka. Mereka berlima mengangkat wajah seraya membuka topi mereka masing-masing. Memamerkan wajah mereka ke arah kami. Aku kenal mereka. Tidak salah lagi.

"Siapa mereka, Hallow?" tanya Mocca beranjak dari rengkuhanku. Namun aku mendorong dia kembali ke dalam rengkuhanku tanpa mau melepaskannya. Aku menatap bengis kepada mereka.

"Mereka adalah lima kesatria kerajaan Ferlendian. Dan mereka semua adalah vampir," jawabku. "Tetaplah berada di dekatku, Mocca. Mereka gesit dan juga cepat. Kalau lengah sedikit saja, mereka bisa menghisap darah kita sampai mati."

"Mereka terlihat tidak menyeramkan. Aku pikir rupa para vampir itu mengerikan," kata Mocca dengan tampang biasa saja saat melihat kelima vampir itu. "Ternyata, rupa mereka sama saja seperti kita."

Mereka berlima adalah lawan yang lumayan kuat. Aku pernah mengalahkan mereka 2 tahun yang lalu. Mocca terlihat tidak takut melihat mereka. Padahal para vampir itu sangat berbahaya untuk di dekati. Hebat sekali.

Reo, Beethov, dan Greethov maju membelakangiku dan Mocca dengan senjata mereka masing-masing. Reo bersenjatakan pedang dan Beethov dan Greethov bersenjatakan buku mantra. Sebagai pelayan sekaligus penjagaku dan Mocca, mereka bertugas melindungi Raja dan Ratu mereka.

Vampir berambut putih yang berdiri di tengah-tengah teman-temannya melangkah maju sebanyak dua langkah. Dia tersenyum ramah kepada kami namun aku tahu bahwa senyumannya itu bukan untuk bermaksud ramah. Dia membungkuk begitu juga dengan keempat vampir itu. Lalu kembali tegak dan mengeluarkan suara pria khasnya yang sudah tidak asing. Dialah orang yang memimpin kelompoknya.

"Sudah lama sekali kita tidak bertemu, Yang Mulia Raja, Hallow Mixolydian. Kau terlihat sehat-sehat saja. Ah, aku mencium aroma cinta di sini."

🎃 TO BE CONTINUE ...

Continue Reading

You'll Also Like

298K 30.1K 26
Di bawah laut terdapat Kerajaan putri duyung bernama "Seashania" yg agung. Namun terdapat satu putri duyung yang berbeda dari yang lain.
38.9K 4.4K 61
Sistem perbudakan, peringkat kekuatan, hukum rimba, makan atau dimakan, dijatuhkan atau menjatuhkan, persaingan yang ketat. Kami setia, hanya pada ka...
149K 22.9K 65
[High Fantasy : Book I] "History will repeat itself." •Epic fantasy, adventure, kingdom, magic, action• Wilayah tanpa nama, disebuah pulau yang berdi...
126K 6.2K 13
☑️ tanda chapter yang sudah direvisi *bila terdapat perbedaan dengan cerita sebelum revisi itu dikarenakan perubahan beberapa adegan. Tapi tidak mer...