HAGIA

By riniamelios

255K 12.8K 171

Hagiaku.. Kamu memang ada karena kesalahanku sebagai ayahmu... Tapi percayalah nak, Setelah kamu ada di rahim... More

Blurb
Hagia 1 - Tanpa Sehelai Benang
Hagia 2 - Menangis Bersama di Pohon Pinus
Hagia 3 - Dua Barang Bukti
Hagia 4 - Job Seeker
Hagia 5 - Drama Di Rumah Wisnu
Hagia 6 - Yoga As Secretary
Hagia 7 - Our Wedding Day
Hagia 8 - Menantu & Mertua
Hagia 9 - Ngidam Tengah Malam
Hagia 10 - Bimbingan Pertama
Hagia 11 - Barbeque Di Rumah Ibu
Hagia 12 - Trio Cabe
Hagia 13 - Kebenaran Dalam Toilet
Hagia 14 - Pertengkaran Sebab Khawatir
Hagia 15 - Sikat Cabai Sampai Bersih
Hagia 17 - Staycation Di Ruang Persalinan
Hagia 18 - Graduation
Hagia 19 - Dari Kami Untuk Hagia
New Writer's Note

Hagia 16 - (Not) Sharing

8.8K 505 11
By riniamelios


Pulang kantor, Yoga disambut oleh wangi masakan Andien. Istrinya itu sedang memasak bareng mertuanya. Saking asiknya keduanya memasak sampai tidak sadar dengan kedatangan Yoga. Ketika Yoga memberi salam barulah keduanya ngeh dengan kehadirannya.

"Eh, kamu udah pulang?"

"Iyaa." Yoga menyalimi tangan Ibu mertuanya dan Andien menyalimi tangan suaminya. "Lagi masak apa nih?"

"Lagi bikin ayam geprek." jawab Andien. "Sama tadi aku buat tiramisu. Kalo kamu mau cobain tiramisunya ada di kulkas."

"Nanti deh. Aku mau bersih-bersih dulu."

"Okeee."

**

Selama makan, Papa dan Yoga tidak henti-hentinya memuji masakan dua perempuan ini. Ayam gepreknya enak. Sambelnya mantap! Tiramisunya juga enak! Komplit banget! Bahkan Yoga sampai nambah nasi saat makan ayam gepreknya.

Setelah makan, Yoga ikut nonton bersama di ruang TV bersama Papa mertuanya. Tak lama, dia masuk ke dalam kamar. Andien sedang berduaan dengan laptopnya. Katanya, besok dia akan bimbingan. Makanya sekarang dia sedang buru-buru menyelesaikan proposalnya.

"Belum selesai?"

"Sedikit lagi nih." jawab Andien, masih fokus menatap laptopnya. "Ohya, kamu kapan bimbingan lagi sama Bu Yesi?"

"Udah bimbingan kok. Tadi aku izin setengah hari dari kantor karena mau bimbingan sama Bu Yesi." jelasnya. "Proposal aku tinggal revisi soal teknis penulisan aja kok. Abis itu udah bisa ngajuin sidang proposal."

Andien berpaling dari laptop ke Yoga. Tiba-tiba raut wajahnya berubah manyun. "Kok kamu gak bilang kalo hari ini ke kampus?" tanyanya pelan. "Kenapa sih kamu gak mau sharing sama aku? Kata kamu kita harus saling sharing?"

Yoga mendekati istrinya. Ketika dia mengatakan kalau semuanya harus di sharing, kadang dia dan Andien tidak melakukan itu. Banyak cerita yang tidak dibagikan oleh keduanya. Mungkin niat awalnya ingin bercerita tapi ada beberapa faktor yang membuat cerita itu tidak jadi disampaikan hingga akhirnya niat sharing itu jadi terlupakan. Ini memang salah.

"Kayaknya emang ada yang salah, Ndien." Andien menatap Yoga bingung. "Kamu nyadar gak kalau ada beberapa cerita yang gak kita sharing. Awalnya satu cerita, dua cerita, kemudian jadi banyak cerita yang gak kita ceritakan. Nanti, nanti, nanti, kebanyakan nanti jadi lupa. Itu yang buat kita jadi melupakan misi sharing yang udah dibuat."

Andien menelan ludahnya sendiri. "Apa karna kita kurang percaya? Aku kurang percaya ke kamu. Kamu sebaliknya. Iya ya, Ndien?" Andien menggigit bibir bawahnya. "Jujur, waktu kamu gak ceritain tentang apa yang Sasa lakukan, kamu gak kabarin aku saat pulang dari rumah sakit, aku ngerasa kamu gak percaya sama aku. Ada yang kamu tutupi tapi aku gak tau apa itu. Apa aku salah?"

"Maaf yaa, Yo.."

"Ssst! gak perlu minta maaf sayang." Yoga mengusap lengan Andien. "Kita sama-sama salah. Karena itu kita harus bicarain soal ini biar kedepannya kita gak salah lagi." ujarnya pelan. "Apa yang buat kamu gak percaya sama aku?"

Apa yang membuatnya tidak percaya pada Yoga? Bukan, Andien bukannya tidak percaya pada Yoga. Andien hanya takut cerita deritanya membebani Yoga. Karena sejujurnya sampai saat ini Andien masih merasa kalau dia membawa beban untuk Yoga. Padahal Andien sering mensugestikan dirinya kalau dia bukanlah beban untuk Yoga. Suaminya pun tidak merasa dibebani olehnya. Tapi ketika insecurenya datang perasaan itu muncul kembali dan menghancurkan segalanya.

"Salahnya ada di aku, Yo." serunya seraya menatap Yoga. "Entah, kenapa aku masih merasa kalau aku beban untuk kamu. Jadi, ketika aku punya masalah bukan aku gak mau cerita ke kamu. Cuma aku takut kalau itu semua jadi tambah beban untuk kamu. Maaf, Yo.."

Langsung saja Yoga rengkuh tubuh istrinya. Harus berapa kali dia bilang kalau Andien bukanlah beban untuknya? Harus dengan cara apa lagi untuk membuktikan kalau Andien bukanlah beban untuknya? Harus bagaimana?

"Harus dengan cara apa biar kamu percaya kalau kamu bukan beban untuk aku, Ndien?"

"Aku gak tau, Yo. Aku gak tau." kata Andien lirih. Andien sendiri tidak tau harus dengan cara apa agar dia percaya kalau dia bukanlah beban untuk Yoga.

Keduanya lalu diam. Sama-sama membisu. Perkara perasaan dan pikiran orang memang tidak bisa diatur. Makanya, Andien bingung dengan cara apa agar perasaan ini hilang. Pikiran jelek ini berhenti. Karena tidak mau terlalu berlarut-larut, Andien segera menghapus air matanya. Dia lalu melepaskan pelukan Yoga dan menatapnya sambil tersenyum.

"Tapi setelah ini aku janji, aku akan coba pelan-pelan buang pikiran itu." Ujar Andien. "I"ll try my best."

Yoga mengusap air mata Andien yang masih tersisa di ujung matanya. Dia tidak mau terlalu banyak mengeluarkan kata-kata. Menyelesaikan perkara hati dan pikiran memang hanya bisa diselesaikan oleh diri sendiri. Jadi, biarlah Andien memperbaiki sendiri pergulatan itu pada dirinya. Yoga akan bantu lewat doa.

"I'm with you." serunya mengusap rambut Andien. "By the way, aku mau cerita sesuatu ke kamu. Tapi kamu harus janji gak boleh marah karna aku melakukan ini demi kamu. Demi martabat keluarga kita. Okeey?"

"Kamu bikin aku takut deh." rajuk Andien.

Yoga tertawa kecil. Dia akan menceritakan apa yang telah dia lakukan oleh Sasa hari ini. Tentu, minus dia cekek Sasa. Bisa ngamuk Andien kalau tau! Kenapa dia ceritakan, karena dia harus mulai sharing apapun pada Andien. Termaksud cerita buruk sekalipun. Toh, lebih baik Andien tau darinya daripada tau dari orang lain. Lebih baik tau sekarang daripada nanti-nanti.

"Hari ini aku ketemu sama Sasa." Mata Andien langsung melebar ketika mendengar ucapan Yoga. "Santai aja matanya, sayang." candanya.

"Kamu gak aneh-aneh sama Sasa, kan? Maksudnya, kamu gak apa-apain dia, kan?"

"Enggak kok. Aku cuma nanya aja, dia malah jawabnya nyolot banget. Aku tanya lagi, Sasa malah diem aja." jawabnya.

"Bener?" mata Andien memicing.

"Iya, sayang."

"Bener kamu cuma nanya?"

Dicecar Andien seperti itu membuat Yoga sedikit gugup. Kegugupan itu terbaca oleh Andien. Makanya dia terus mencecar sampai Yoga menjelaskan yang sebenarnya. Ketika tidak bisa mengelak lagi barulah dia mengaku.

"Iya, iya, aku gak cuma nanya dia." ujar Yoga sambil melirik Andien. "Tapi aku beneran cuma nanya apa yang Sasa lakuin ke kamu..."

"Setelah nanya terus?"

"Terus tangan aku bergerak ke lehernya. Terus ku teken aja. Gak kenceng kok tekennya. Serius deh! Pelan aja!" jelasnya dengan santai.

Tentu saja kesantaian Yoga membuat Andien berang. Hal yang Yoga lakukan sama aja dengan cekek orang. Namanya cekek, apalagi di leher, bisa menyebabkan kematian. Andien langsung membombardir Yoga dengan pukulan.

"Yo, kamu gila ya! Kalo Sasa mati gimana? Astagaaa...."

"Tapi nyatanya aku gak nyekek dia sampe mati, Ndien."

"Ya, sama aja!" seru Andien gemas. Saking gemasnya sampai dadanya sesak dan membuatnya sulit untuk bernafas.

"Iyaa, aku minta maaf. Aku janji gak akan melakukan itu lagi." Yoga mengacungkan tanda damai. "Abisnya aku gemes banget dia nyolot aku tanya. Padahal aku tanyanya gak pake otot. Dia malah pake urat. Pas lehernya aku tahan dia malah diem aja."

"Gimana dia mau jawab kalo lehernya kamu tahan gitu?? Pasti Sasa gak bisa nafas deh! Pasti kamu nyekeknya kenceng deh?!"

"Enggak, sayang." Yoga merengkuh Andien lagi.

Kata Fiersa Besari peluk itu bisa meringankan pelik. Maka itulah yang dilakukan oleh Yoga sekarang. Memeluknya. "Awalnya aku takut mau cerita ini ke kamu. Tapi kupikir lebih baik aku yang cerita ke kamu daripada kamu tau soal ini dari orang lain. Juga, ini awal dari niat sharing kita. Aku aja bisa sharing tentang hal-hal beresiko kayak gini sama kamu. Aku harap kamu pun pelan-pelan bisa melakukan hal yang sama ya, Ndien."

Andien mengangguk pasti. Ya, dia akan mencobanya sekarang. Sepahit apapun ceritanya. Sesakit apapun rasanya. Dia harus ceritakan pada suaminya. Hal tersebut bisa dicoba pelan-pelan. Pelan-pelan akan jadi terbiasa nantinya. Hal baik yang biasa dilakukan pun nantinya akan ditiru pula oleh anaknya kelak. Bukankah senang bisa saling sharing tentang apapun terhadap keluarga? Suami pada istri. Istri pada suami. Anak pada orang tua.

**

Besoknya sepulang kerja, Yoga mengantar Andien untuk cek kandungan di rumah sakit. Kata dokter sudah terlihat babynya cewek atau cowok. Sebenarnya Andien tidak mau ngecek biar surprise ketika babynya lahir nanti. Tapi Yoga memohon untuk cek aja. Mana tega Andien melihat wajah melas itu!

Setelah diperiksa, kata dokter anak mereka cewek. Tentu saja, keduanya merasa sangat senang. Andien yang awalnya tidak mau periksa pun turut senang. Sudah terbayang apa-apa saja yang ingin dia lakukan pada putrinya nanti. Sudah terbayang anaknya akan dia dandani seperti apa.

"Gak sabar aku main dandan-dandanan sama anak aku. Pasti seru banget!" seru Andien ketika mereka sudah di dalam mobil. "Nanti Ayah Yoga laki-laki paling ganteng deh di rumah." senyumnya.

"Ngadepin satu cewek aja udah pusing. Apalagi dua cewek dalam satu atap! Gak kebayang aku!" gerutu Yoga usil.

Andien buru-buru ketawa. "Sabar yaa, Ayah!"

Namun belum lama dia tertawa riang, tiba-tiba terlintas omongan Sasa. Bagaimana kalau nanti anaknya bernasib sama dengannya. Andien pasti tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Dia pasti akan menyesal seumur hidupnya. Ya Tuhan....

Melihat perubahan Andien, membuat Yoga bingung. Padahal baru beberapa menit lalu istrinya kegirangan setelah mengetahui calon anak mereka perempuan. Tapi sekarang malah membisu.

"Hey, kamu kenapa? Kok mendadak diem aja?" tanya Yoga ketika mobil berhenti karena lampu merah.

"Kalo misalnya anak kita nasibnya sama kayak kita gimana ya, Yo?" tiba-tiba Andien bertanya pada Yoga. "Aku pasti gak akan pernah maafin diri aku sendiri. Aku akan merasa bersalah dan menyesal seumur hidup."

Yoga mengambil tangan Andien. "Husshh! Gak boleh ngomong gitu." sela Yoga. "Jangan pikirin yang enggak-enggak, sayang. Semoga anak kita gak kayak kita nasibnya. Semoga anak kita jauh lebih baik dari aku dan kamu. Kita sebagai orang tua hanya perlu menuntunnya ke arah yang benar. Mengingatkannya, memperhatikannya dan menjaganya."

Walau sempat terbesit rasa itu, Yoga tidak mau berlarut-larut memikirkannya. Garis tangan manusia itu Tuhan yang menentukan. Kelak, Yoga dan Andien hanya perlu berusaha dengan baik, dengan sekuat tenaga untuk menjaga buah hatinya. Yoga selalu berdoa agar rumah tangga dan keluarga kecilnya selalu dilindungi oleh-Nya.

**

Dini hari, Andien terbangun saat dilihatnya Yoga sedang asik bermain I-Pad. Fokus banget lagi main tabletnya. Sampai-sampai tidak sadar kalau Andien bangun. Langsung saja dia dekati dan intip apa yang sedang suaminya lakukan di tabletnya.

"Kamu lagi ngapain?"

"Kamu kebangun?" Yoga balik bertanya. Andien menganggukan kepala. "Aku lagi nyari-nyari nama buat calon anak kita." katanya sambil tersenyum-senyum. "Setelah nyari-nyari, aku nemu satu nama nih. Bagus namanya, bagus artinya juga."

"Apa namanya?"

"Hagia Moundiega Prasetya." sebutnya dengan bangga. "Hagia aku ambil dari Bahasa Jepang, artinya bintang. Moundiega itu gabungan dari mountain, Andien dan Yoga. Soalnya kita waktu itu jadian di gunung. Prasetya yaa nama aku. Gimana bagus gak?"

"Indaah." puji Andien tulus.

Yoga menaruh tabletnya dan mengusap perut Andien. "Sehat-sehat yaa baby dalam perut Ibu Andien."

"Ayah Yoga juga sehat-sehat yaa cari nafkah untuk aku dan Ibu." balas Andien dengan suara lucu.

Mendengarnya, Yoga lantas tertawa. Matanya lalu terkunci pada mata almond milik Andien. Pipinya terasa bersemu ketika Andien mengusapnya. "I love you, Yo."

Kiss! satu kecupan dia berikan di bibir Andien. "I love you to the moon and back."

Kiss! satu kecupan lagi. "I lov..." belum selesai Andien bicaranya. Yoga sudah beri kecupan lagi di bibir Andien. Kali ini dia biarkan bibirnya menempel lama di bibir Andien.

"I love you too, Andien, Ibu, my treasure."

**

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 18.9K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
2.6K 123 18
#4 Kinan menemukan sebuah album foto, berisi dokumentasi dari setiap momen yang tak akan pernah dia dan suami lupakan dalam hidup. Ada yang tak terli...
3.2M 175K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
5.2M 282K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...