Hagia 10 - Bimbingan Pertama

10.8K 585 2
                                    


Kemarin Andien sempat mengunggah foto selfie mirror dengan memperlihatkan perut buncitnya. Foto itu diunggah di Instastory Instagram dengan tambahan caption, 'baby'. Tak disangkanya, kalau unggahannya itu mendapat banyak respon dari teman-temannya. Rata-rata mereka mengirim direct message. Ada yang memberikan selamat, ada yang memujinya sampai ada yang bertanya kapan dia nikahnya. Diantara pesan-pesan itu, hanya pesan yang mengucapkan selamat untuknya yang dia balas. Malas saja membalas pesan-pesan yang lain.

Sebenarnya ada yang ingin dia ceritakan pada Yoga soal kejadian saat dia ke kampus kemarin. Biasa, mulut cewek! Kejadiaannya saat Andien lagi makan bareng teman-temannya yang lain di kantin. Andien ikut memesan makanan karena perutnya juga lapar. Tapi ketika makanannya datang mual-mual lagilah dia! Melihat itu teman-temannya bertanya-tanya bahkan menggoda-godanya.

Awalnya hanya goda-godain bercanda yang lucu-lucu. Hingga topik bercandaannya jadi menjurus ke hal-hal yang Andien takutkan. Ada salah satu temannya, Sasa, yang ngomongnya bikin hati Andien sakit banget. Fyi, Sasa ini orang yang sering Andien sikat karena kalau ngomong tingginya melebihi Monas! Saat itu, Sasa ngomong begini,

"Wah.. jangan-jangan lo MBA yaa sama Yoga, Ndien?! Buktinya gak lama lo nikah langsung muntah-muntah."

Untungnya saat itu ada Debi dan Sarah yang membantu membela Andien dari Si Micin satu ini. Tapi bukannya jadi diam, Sasa malah tambah-tambah berbicara yang gak jelas.

"Kata orang dulu, kalo MBA bisa sampe tujuh turunan loh. Kasian, kalo nanti anaknya begitu juga. Salah orang tua, anak kena imbasnya." tambah Sasa lagi. "Makanya, kalau bergaul yang bener. Jadi cewek juga yang bener! Jangan mau ditidurin sama siapa aja. Murah banget!"

Ketika mendengar itu kontan membuat Debi dan Sarah murka. "Pantes cowok-cowok suka ngatain lo sambel. Mulut lo pedes banget, Sa!" decak Debi, ketus. "Pantes juga lo gak punya-punya pacar! Mana ada yang mau sama cewek nyinyir kayak lo!"

Prinsip Debi, sambel harus dibalas dengan sambel. Itu yang dia lakukan pada Sasa. Ketika dia menimpuk sambal. Maka dia harus menimpuknya dengan sambal pula. Biar impas, sama-sama kepedesan.

Habis itu, Debi mengajak Andien dan Sarah untuk pergi. Tidak peduli mereka baru makan beberapa suap. Benar saja dugaan keduanya, omongan Sasa sangat kena untuk Andien. Ketika dia ajak pergi, Andien tampak oleng. Wajahnya juga berubah pucat. Tadinya, Sarah ingin menghubungi Yoga. Tapi Andien menolaknya. Dia tidak ingin mengganggu Yoga kerja.

"Lo harus bilang ke Yoga. Biar dia negor si Sambel Micin itu!"

"Yah, jadi tukang ngadu dong gue?!" balas Andien, bercanda. "Kalo gue lagi gak hamil, udah gue sikat deh Si Micin! Sayangnya, gue gak mau dan gak mood ngeladenin orang begitu."

"Tapi kalo udah keterlaluan sikat aja, Ndien. Kalo enggak, kita-kita deh yang nyikatin biar bersih dan suci lagi mulutnya si Sasa." tukas Sarah, ikutan marah.

"Kalo di pikir-pikir, Sasa ada benernya juga." ujar Andien. "Gue murah banget. Mau aja ditidurin sama cowok. Gue cewek yang nakal. Gue cewek yang suka party. Sasa bener, kan?"

"Tuhkan, tuhkan.. mikirnya.." Sarah lalu merangkul Andien. "Gak usah dipikirin lagi, Ndien. Itu udah berlalu. Lagian, dulu lo gak senakal itu kok. Lo nakal bareng kita juga. Party bareng kita juga. Kalo lo murah, kita juga murah dong?"

"Sampe dia gituin lo lagi! Bener-bener gue sambelin tuh mulutnya si Sasa!" dengus Debi, membuat Andien dan Sarah cekikikan. "Pokoknya lo harus cerita tentang ini ke Yoga. Oke?"

"Iyaa. Nanti gue cerita ke Yoga."

Sayangnya, walau kejadian itu sudah beberapa hari berlalu. Tapi Andien belum menceritakannya pada Yoga sampai sekarang. Yoga lagi sibuk-sibuknya. Dari kemarin dia sibuk kerja dan nyusun skripsinya karena beberapa hari lagi mau bimbingan. Andien juga sudah baik-baik saja dan melupakan kejadian mulut sambel Sasa. Rasanya, tidak perlu lagi menceritakannya pada Yoga. Nanti malah Yoga jadi kepikiran lagi kalau dia ceritakan!

**

Hari ini Yoga izin pulang lebih cepat kepada Marez. Dia dan Marsel mau bimbingan hari ini. Karena Bu Yesi tidak ke kampus, maka bimbingan akan dilakukan di Mall yang ada di daerah Bekasi. Kenapa harus di Mall Bekasi, karena Bu Yesi sedang ada meeting di mall itu. Jadi, maksud Bu Yesi sekalian. Sekalian meeting sekalian ngebimbing. Memang pada hakikatnya mahasiswa yang mengerjar dosen!

Waktu bimbingan sama waktu perjalannya bedanya jauh sekali. Karena Marsel menjemputnya di kantor, maka jarak yang ditempuh untuk sampai ke Bekasi hampir satu setengah jam. Sedangkan, waktu bimbingan hanya menghabiskan tiga puluh menit saja.

Udah gitu, pulang-pulang mereka bawa revisian banyak banget. Walau Bu Yesi baik hati, kalau salah tetap salah. Hanya beberapa lembar kertas yang tidak dicoret olehnya. Selebihnya, bye! Dicoret semua karena salah. Entah, datanya kurang, tata bahasanya juga gak bagus untuk dijadikan karya ilmiah atau masalah teknis penulisan. Marginnya kurang ke kiri, line spacing juga salah dan berbagai kesalahan lainnya.

"Ketauan nih, selama kuliah kalo kerja kelompok kalian tim ngeprint aja ya? Masa kayak gini aja masih salah." tebak Bu Yesi. Yoga dan Marsel tertawa malu-malu. "Karena saya minggu depan mau ke luar kota seminggu. Jadi, nanti setelah saya pulang kita bisa bimbingan lagi. Saya harap, proposal kalian sudah lebih baik dari ini ya. Biar kalian juga bisa cepat sidang."

"Iya, Bu." jawab keduanya kompak.

Kemudian, mereka mengucapkan terima kasih pada Bu Yesi lalu pamit untuk pulang. Tidak benar-benar pulang, mereka mampir ke sebuah restoran cepat saji dulu untuk makan. Karena tadi Yoga belum sempat makan siang, sibuk menyelesaikan pekerjaannya dan menyiapkan apa-apa yang harus di bawa ketika bimbingan.

Tidak tanggung-tanggung, mereka beli ayam seember! Keduanya makan dengan lahap. Marsel yang awalnya sudah makan pun jadi laper lagi setelah bimbingan. Saat sedang asik makan, tiba-tiba Marsel menaruh satu dada ayam ke atas piring Yoga.

"Kurus banget badan lo. Kalah sama dada ayam gedenya!" kata Marsel, tanpa melihat Yoga.

"Kalo mau perhatian caranya yang baik dan benar dong!" goda Yoga seraya mengulum senyumnya. "Btw, thanks ya Om Acel!" Om Acel adalah panggilan keponakannya Marsel untuk Omnya itu.

"Jadi, gimana rasanya setelah semesta merubah hidup lo lewat satu malam?"

"Amazing!"

"Tapi kayaknya fisik lo gak se-amazing itu!"

"Tentu!" kekeh Yoga. "Mungkin karena masih awal-awal. Jadi, badan dan otak gue masih kaget. Gimana enggak, tiba-tiba gue harus jadi seorang suami dan calon ayah. Belum lagi gue harus kerja, nyusun skripsi dan jagain ibu hamil. Jujur, capek."

Yoga menegak sodanya sedikit. "Jujur, gue kadang kangen gue yang dulu. Kegiatan gue yang cuma kuliah, nongkrong, main, tidur, makan and repeat! Bener kata orang-orang, masa paling indah adalah saat remaja."

"Lo nyesel nikah?"

Kali ini Yoga tertawa lucu. Bukan, bukan dia nyesel nikah. Bukan dia menyesal karena menikah semuanya jadi berubah. Dia hanya rindu hidupnya yang main-main. Yoga tidak menyesal juga. Toh, hidup terus berjalan. Hidupnya yang main-main itu suatu saat akan berubah juga. Jadi, untuk apa menyesal?

"Gue penasaran deh. Sebenernya lo siap gak jadi suami dan ayah?" tanya Marsel lagi.

"Emang gue punya pilihan lain selain siap?" Yoga balik bertanya. Marsel mati kutu ketika Yoga bilang begitu. "Lo nyadar gak, kalau salah satu faktor kesiapan gue dibantu sama lo?!" Marsel mengerutkan keningnya bingung. "Iya, lo ngebantuin gue nyariin kerja. Itu salah satu faktor gue siap jadi suami dan ayah muda karena itu."

"Wah.. terharu guee." ucap Marsel sambil terkekeh. Lalu keduanya tertawa bersama.

Jasanya Marsel tidak akan pernah Yoga lupakan. Kelak, dia akan ceritakan pada anaknya betapa berjasanya Omnya yang satu ini. Bukan hanya Marsel, tapi orang-orang yang selalu memberikan support padanya dan Andien.

**

HAGIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang