Hagia 8 - Menantu & Mertua

12.7K 655 7
                                    


Besok Yoga sudah mulai kembali kerja. Maka dari itu, dari malam, Andien sudah menyiapkan segala keperluannya. Gak banyak sih, cuma siapin baju untuk besok Yoga kerja aja. Setelahnya, Andien naik ke tempat tidur. Mengganggu Yoga yang sedang nulis-nulis di notes.

"Serius banget. Lagi nulis apa?"

Yoga memberikan notes yang baru saja dia tulis-tulis. Ternyata Yoga baru saja menyusun target beserta kurun waktunya. Begini target yang ingin dicapai oleh Yoga.

Tahun ini YOGA SABDA PRASETYO udah harus sarjana!

Do & Time

Nyari Judul Skripsi : 2 Minggu dari sekarang udah harus ketemu!

Bimbingan Ke Bu Yesi : Min. 1 Minggu Sekali Sampai Sempro

Bimbingan Ke Bu Yesi : Min. 2 Minggu Sekali Dari Sempro Ke Skripsi

Nabung Buat Biaya Lahiran : Tiap Bulan Nabung!

"Aku baru bikin target untuk aku sendiri. Gimana kalo sekarang kita buat target buat kamu?" Yoga mengambil notesnya lagi. "Pertama, target kamu apa?"

"Lahiran dulu." jawab Andien, santai. "Yo, untuk urusan skripsi, aku gak mau terlalu ngebut ngerjainnya. Kalo mood ya ngerjain. Kalo enggak mood ya gak mau maksain juga. Kalo aku gak lulus semester ini gakpapa?"

"Kamu mau fokus ngurusin si baby dulu?" Andien menganggukan kepala. "Gakpapa. Terserah kamu aja. Aku dukung selagi itu buat kamu happy."

"Makasih suamii, udah ngertiin keputusan aku!!" ujar Andien, seraya memeluk Yoga. "Kayaknya kita setelah nikah malah gak pernah sayang-sayangan ya, Yo."

"Iya ya," Yoga terkekeh geli. "Trauma, sekalinya sayang-sayangan malah menghasilkan."

**

Marez memang tidak berbohong ketika mengatakan kalau dia bukanlah boss yang galak tapi rese. Itu benar! Benar sekali! Karena Yoga masih baru banget di dunia persekertarisan, maka dia masih sering membuat salah. Baiknya, Marez tidak marah dan memakluminya. Bahkan, dia mengajarkan bagaimana yang benar. Resenya, setelah Yoga mau mengerjakan kerjaannya yang salah, yang caranya baru di kasih tau sama Marez, cowok itu malah memberikan kerjaan baru untuk Yoga. Begitu terus! Rese banget! Tapi Yoga tidak berani membantah atau ngomel ke Marez. Di kantor, Marez bossnya. Jadi yang dia lakukan hanya fast learning agar pekerjaan yang lainnya tidak keteteran.

"Yo," Marez kembali lagi ke mejanya. Padahal belum lama dia baru balik ke ruangannya. Udah nyamperin lagi aja. "Coba tolong tanyain Rani, tiket gue buat ke Surabaya udah di pesen apa belum sama dia." Rani itu sekertaris Marez yang dulu.

"Buat tanggal 19 bukan, kalo iya, udah di pesen kok sama Mbak Rani. Kemaren dia udah ngomong." jelas Yoga.

"Yaudah, forward ke email gue deh."

"Okee."

Yoga langsung mengerjakan apa yang di minta Marez. Setelah mengirim email, Yoga melanjutkan pekerjaannya lagi yang sempat tertunda. Saking seriusnya bekerja, dia tidak menyadari kalau sudah waktunya makan siang. Marez keluar dari ruangannya. Sebelum dia pergi makan siang, mampirlah dulu dia ke meja Yoga.

"Yo, abis makan siang gue langsung meeting di Kokas yaa sama Pak Redi."

"Okee."

"Makan. Nanti tipes lo!" ledek Marez, kemudian pergi.

Tak lama Marez pergi, Yoga pun ikut pergi untuk makan siang. Waktu itu Mbak Rani pernah bilang kalau warteg belakang gedung enak dan murah. Maka, hari ini dia akan makan di sana. Selagi menunggu lift, Yoga membuka ponselnya. Ada chat dari Andien dan mengatakan kalau hari ini dia pergi ke kampus untuk bertemu dengan pebimbingnya.

Ada kejadian lucu! Semalam, Andien mengatakan kalau dia tidak ingin ngebut mengerjakan skripsi. Tapi dini hari tadi, habis muntah, Andien tidak lanjut tidur seperti biasanya. Mau tau dia ngapain? Dia ngambil laptop lalu nyari judul skripsi sekaligus nyari jurnal-jurnal sebagai acuannya. Makanya, hari ini dia ke kampus untuk konsultasi judul dengan pebimbingnya.

Yoga melewati waktu makan siang dengan cepat. Sehabis makan dia langsung shalat. Masih ada sisa waktu, Yoga kembali nyari-nyari judul untuk skripsinya sekaligus jurnal sebagai acuannya. Dia ingin mengejar targetnya. Dua minggu dari sekarang sudah harus dapat judul dan mengkonsultasikannya pada Bu Yesi. Ketika waktu makan siang habis, Yoga kembali kerja hingga waktu pulang.

Begitu sampai rumah Andien, mobil Papanya sudah ada di garasi. Tumben sekali beliau sudah ada di rumah pukul setengah enam sore. Biasanya Papa dan Mama Andien baru sampai rumah sehabis Maghrib atau sekitar jam tujuh malam. Yoga memberi salam lalu masuk ke dalam rumah. Ada yang menjawab salamnya walau suaranya sangat pelan. Yoga menghampiri Papa yang sedang tiduran di sofa ruang tengah. Berbeda dengan biasanya, sore ini tubuh Papa di balut oleh sweater tebal dan celana hangat. Di sampingnya juga ada selimut tebal.

"Papa sakit?" tanya Yoga, ketika melihat wajah mertuanya terlihat pucat.

"Badannya lagi gak enak, Yo. Makanya tadi pulang cepet dari kantor." jelas Papa. "Andien sama Mama lagi beli bubur untuk Papa. Sebentar lagi juga pulang."

"Naik apa perginya?"

"Mobil. Andien yang bawa." jawab Papanya. Yoga langsung panik. Takut ada apa-apa dengan istrinya. Tapi sebisa mungkin dia sembunyikan rasa panik itu di depan Papanya agar beliau juga tidak ikut khawatir dan merasa tidak enak.

"Papa mau Yoga pijit?" tawar Yoga.

"Kamu bisa?"

"Sedikit-sedikit bisa. Tapi gak ahli kayak tukang pijit." candanya. Papanya lalu tersenyum dan mempersilahkan Yoga untuk memijatnya.

Memang benar, tidak seenak pijatan tukang pijat. Tapi lumayan juga rasa pijatan Yoga. Dia cukup menikmatinya. Bahkan, beberapa kali dia sempat bersendawa yang menurut teorinya sendiri kalau angin yang ada dalam tubuhnya keluar.

"Gimana rasanya berumah tangga?" tanya Papa, tiba-tiba pada Yoga.

Yoga tertawa sebentar. Dia berpikir sejenak, mengingat-ingat apa saja yang telah dia rasakan selama beberapa hari berumah tangga. "Karena masih awal-awal, jadi belum terlalu banyak yang dirasain. Tapi sejauh ini, masih seru dan gemes." katanya diselingi kekehan.

"Semoga sampai nanti-nanti masih seru dan menggemaskan ya."

"Aminn."

"Yoga, Papa titip Andien ya. Tolong, anak Papa dijaga baik-baik. Cukup Papa dan Mama aja yang kecolongan. Tolong, bimbing dia jadi manusia yang lebih baik lagi. Andien itu sebenarnya anak yang penurut dan mau belajar. Jika kita mengajarkannya yang baik-baik, pasti dia akan mengikutinya. Papa yakin dia akan jadi istri dan ibu yang baik. Papa juga yakin kalau kamu bisa jadi suami dan ayah yang hebat." tukas Papanya. "Kesalahan kemarin biarlah berlalu. Sekarang kita fokus lihat ke depan dan belajar dari kesalahan. Kita semua bisa melalui ini semua."

Ini pertama kali mertuanya bicara sepanjang ini padanya. Senang rasanya, Yoga bisa sedekat ini dengan Papa. Dia kira, Papanya tidak akan mau berdekatan dengannya karena peristiwa kemarin. Nyatanya, dia salah. Orang tua Andien sangat pemaaf dan bisa menerima kehadirannya dengan lapang dada. Dia jadi yakin kalau orang tuanya juga akan melakukan hal yang sama. Menerima Andien seperti anak sendiri.

**

HAGIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang