HAGIA

By riniamelios

255K 12.8K 171

Hagiaku.. Kamu memang ada karena kesalahanku sebagai ayahmu... Tapi percayalah nak, Setelah kamu ada di rahim... More

Blurb
Hagia 1 - Tanpa Sehelai Benang
Hagia 2 - Menangis Bersama di Pohon Pinus
Hagia 3 - Dua Barang Bukti
Hagia 4 - Job Seeker
Hagia 5 - Drama Di Rumah Wisnu
Hagia 6 - Yoga As Secretary
Hagia 7 - Our Wedding Day
Hagia 8 - Menantu & Mertua
Hagia 9 - Ngidam Tengah Malam
Hagia 10 - Bimbingan Pertama
Hagia 11 - Barbeque Di Rumah Ibu
Hagia 12 - Trio Cabe
Hagia 14 - Pertengkaran Sebab Khawatir
Hagia 15 - Sikat Cabai Sampai Bersih
Hagia 16 - (Not) Sharing
Hagia 17 - Staycation Di Ruang Persalinan
Hagia 18 - Graduation
Hagia 19 - Dari Kami Untuk Hagia
New Writer's Note

Hagia 13 - Kebenaran Dalam Toilet

8.7K 513 6
By riniamelios


Tuhan memang punya cara sendiri untuk menunjukan kebenaran.

Itu terjadi ketika Debi, Sarah, Ana dan Dina berada di toilet kampus. Keempatnya kompak kebelet buang air kecil. Masuklah mereka ke bilik kamar mandi secara serentak. Saat keempatnya di dalam toilet, ada yang masuk lagi ke dalam toilet. Sepertinya numpang ngaca aja.

"Lo semua pada tau gak kalo Andien masuk rumah sakit?" suara Laudia memecahkan keheningan dalam toilet.

Sarah tau itu suaranya Laudia. Dia hafal banget! Dia gak mungkin salah dengar atau keliru. Apalagi dia menyebut nama Andien. Langsung saja Sarah mengeluarkan ponselnya dan merekam obrolan Laudia.

"Lo gak takut kalo sampe dilaporin macem-macem sama Andien, Sa?" tanya Laudia pada Sasa. "Omongan lo kejam banget lagi waktu itu ke Andien. Sampe ngatain kalo Andien udah hancur karena udah gak punya harga diri. Kacau sih kalo semuanya tau! Lo yang abis, Sa!"

"Kalo gue khawatirin baby yang ada di dalam perut Andien. Waktu itu lo neken perutnya gak kenceng kan, Sa? Dorongnya juga? Sumpah, itu doang yang gue takutin." tambah Farah, membuat Laudia makin panik.

Sarah terkejut mendengar obrolan mereka. Astaga, jadi mereka sekejam itu sama Andien. Sampai-sampai perutnya Andien di tekan dan di dorong. Gila emang tiga cabai ini. Tidak ada suara pintu terbuka. Sarah yakin kalau Debi, Dina dan Ana ikut mendengarkan juga obrolan tiga cabe ini.

"Santai aja sih! Gakpapa pasti si Andien. Lo berdua gak perlu takut!" komen Sasa. "Kalo Andien ngelaporin, emang dia punya bukti? Kalo bukti yang dia keluarin hasil tes dari rumah sakit, kita bisa ngelak kalau itu bukan karna kita. Andien gak bisa apa-apa selain diam. Karena dia gak punya bukti yang konkrit!" kata Sasa dengan gagah berani.

"Siapa bilang Andien gak punya bukti?"

Suara Debi terdengar menantang. Pintu bilik toiletnya sengaja dia buka secara kasar. Agar tiga cabe ini tau kalau sekarang merekalah yang akan hancur. Tentu, mendengar suara Debi, tiga cabe ini langsung kalang kabut ketakutan. Apalagi Farah dan Laudia yang awalnya memang sudah ketakutan.

Sarah, Ana dan Dina pun ikut keluar. Debi lalu mengeluarkan ponselnya dan memainkan rekaman suara tiga cabe jahat ini. Debi, Sarah, Ana dan Dina mengulum senyum ketika memandangi wajah Sasa, Laudia dan Farah yang pucat.

"Lo bertiga emang gak punya hati sama sekali ya! Tega banget berbuat jahat sama Andien. Padahal lo semua tau kalo sekarang Andien lagi hamil." ujar Ana berang.

"Gue bakal kasih ini ke Yoga. Lo bertiga tunggu aja apa yang bakal Yoga lakuin ke kalian!" seru Debi.

Sarah mengeluarkan ponselnya dan menunjukan rekaman miliknya. "Kalo Debi bakal ngasih rekamannya ke Yoga. Gue beda. Gue bakal sebarin rekaman ini ke sosial media. Biar lo dapet hukuman yang setimpal!"

Sasa menarik sudut bibirnya. Kedua tangannya dia simpan didepan dada. Menatap satu-persatu keempat cewek yang mengancamnya lewat rekaman suara. "Lo pikir gue takut?" Dia terkekeh geli. "Gue gak takut sama anceman kalian! Gue bahkan gak peduli sama sekali."

Farah dan Laudia menatap Sasa tidak percaya. Mereka tidak menyangka kalau Sasa tidak takut sama sekali dengan ancaman Debi dan Sarah. Padahal Farah dan Laudia sudah takut dan panik sekali. Apalagi kalau Sarah benar-benar ingin menyebarkannya di sosial media. Abislah mereka! Bayangan bully langsung menghantui mereka.

"Sa, lo gila ya! Kalo sampe mereka sebarin rekaman itu kita bisa abis tau gak! Bahkan kita bisa langsung di keluarin dari kampus!" kata Farah. Tatapannya beralih dari Sasa ke Sarah. "Sar, gue mohon jangan sebarin rekaman itu. Gue mohonn!!"

"Gue gak bakal sebarin rekaman ini kalau ketua genk lo minta maaf sama Andien!"

"Gak usah mimpi!" Lagi-lagi Sasa menarik sudut bibirnya. Kemudian, dia keluar dari toilet. Farah dan Laudia bingung harus terus memohon pada Sarah agar rekaman itu tidak disebar atau ikut keluar bersama Sasa. Namun, memohon pada Sasa kayaknya lebih penting sekarang! Maka, keduanya keluar juga dari toilet.

Debi mendengus kesal. Bisa-bisanya Sasa bertindak seperti itu! Dasar! wanita tidak punya hati. Apa sih yang membuat hatinya jadi sekeras itu! Debi sangat-sangat tidak terima atas tindakan yang telah dilakukan Sasa pada Andien. Apalagi ketika mengetahui Sasa sampai menekan dan mendorong Andien. Astagaa.. gak sanggup Debi membayangkannya.

"Terus kita harus gimana? Kita kasih ke Yoga isi rekaman ini?"

"Harusnya tadi gue jambak aja rambutnya si Sasa!" maki Debi. Tangannya mengepal sakit kesalnya.

"Untung lo gak ngelakuin itu, Deb! Kalo sampe lo ngelakuin itu, lo sama aja kayak dia!" seru Ana. "Mending sekarang kita kasih tau rekaman itu sama cowok-cowok kita. Kali aja mereka punya saran yang lebih bagus."

"Bener. Gue setuju sama Ana."

**

Di rumah Wisnu.

Tempat mereka berkumpul. Tempat di mana cewek-cewek memberitahu isi rekaman tersebut. Sama halnya dengan reaksi cewek-cewek ketika mendengar obrolan Sasa dan teman-temannya, para cowok pun juga terkejut dan tidak menyangka kalau tiga cewek itu tega menyiksa Andien. Tega sekali mereka menyiksa Ibu hamil. Padahal mereka sama-sama cewek! Kelak Sasa, Laudia dan Farah juga akan hamil. Apa mereka mau ketika sedang hamil diperlakukan seperti itu?!

"Rekaman ini beneran??"

"Ngapain kita bohong sih, Ben! Ini beneran suara Sasa, Farah sama Laudia." ujar Sarah. "Kita mau kasih rekaman ini ke Yoga. Menurut kalian gimana?"

"Gue setuju. Kita harus kasih tau Yoga." seru Dimas. "Gue yakin, Andien pasti gak mau kasih tau soal ini ke Yoga. Kayak waktu itu."

"Kok gue ragu ya..." Dina menginterupsi. "Gimana kalo kita tanya Andien dulu. Kalau benar dia gak mau Yoga tau, pasti Andien nyimpen alasan sendiri kenapa dia gak mau Yoga tau." Dina melirik teman-temannya. "Mungkin salah satu alasannya karena Andien gak mau ribut sama Yoga. Kalian inget gimana marahnya Yoga waktu tau Sasa ngomong begitu ke Andien. Mungkin Andien gak mau itu terjadi."

"Tapi Yoga harus tau, Di!" sela Dimas pada pacarnya.

"Iya, aku tau. Tapi sebelum kita ngasih tau Yoga lebih baik kita ngomong dulu sama Andien." tukas Dina lagi.

"Kalo kita ngomong sama Andien, pasti dia gak bakal bolehin kita ngomong soal ini ke Yoga. Dia akan ngelarang kita dan Yoga gak akan pernah tau itu!" kali ini Marsel bersuara.

"Udah, udah, kenapa kita yang jadi ribut!" lerai Debi. "Gue setuju sama Dina. Lebih baik sekarang kita ngomong dulu sama Andien. Tapi kita juga harus kasih tau Yoga. Oke?" Mau tidak mau mereka harus sepakat. Ini semua mereka lakukan demi Andien dan Yoga.

**

Debi yang kebagian nanya sama Andien. Alasannya, karena kalau ramai-ramai takut Andien malah tidak mau cerita. Kenapa yang dipilih Debi pun alasannya karena Andien lumayan terbuka padanya. Dia juga punya jiwa-jiwa ngulik seperti Feni Rose. Jadi, cincailah!

Saat Debi datang, Andien sedang sendirian. Ibunya Yoga yang bertugas menjaga Andien hari ini sedang membeli makan sebentar di kantin rumah sakit. Andien langsung bangun ketika melihat Debi datang.

"Haii, Ndien. Gimana keadaannya? Udah mendingan?" sapa Debi riang. Dia duduk di kursi sebelah tempat tidur Andien.

"Udah kok, Deb." sahut Andien. "Kok sendirian aja? Pada kemana yang lain?"

"Lagi ada urusan katanya." Andien ber-oh-ria. "Ndien, boleh gak gue pegang perut lo? Kayaknya gue belum pernah deh kenalan sama anak lo."

Andien terkekeh lalu memperbolehkannya. Debi sedikit ketakutan memegangnya. Setelah memegang serta mengelusnya pelan, Debi merinding geli. Ketika mengelus perut ibu hamil memang selalu menimbulkan sensasi berbeda untuk Debi. Entah, seperti bayinya gerak-gerak dalam perut.

"Pas gue pegang, apa yang lo rasain, Ndien?"

"Biasa aja. Kalo dipegang Yoga tuh baru kerasa! Mungkin si Baby tau kalo yang pegang bapaknya." kekeh Andien.

"Tapi kalo diteken sama Sasa, beda dong rasanya." Andien mematung seraya menatap Debi bingung. Bagaimana Debi bisa tau kejadian itu. "Gue udah tau semuanya, Ndien."

Andien semakin panik. Lalu, dia memohon pada Debi agar tidak menceritakan apapun pada siapapun. Jangan sampai ada yang tau persoalan ini. Apalagi Yoga. Namun, Debi kekeuh untuk memberitahu Yoga. Namun, goyah ketika Andien memohonnya sudah pakai tangisan.

"Kenapa Yoga gak boleh tau, Ndien? Dia berhak tau. Dia berhak marah. Gak akan ada suami yang rela istrinya di kata-katain gitu. Apalagi Sasa dan teman-temannya udah sampe main fisik."

"Gue mohon, Deb. Jangan kasih tau Yoga. Gue gak mau ribut sama dia. Gue juga gak mau Yoga marah-marah sama Sasa."

Debi benar-benar tidak habis pikir dengan Andien. Masih sempat-sempatnya dia mikirin Sasa. Padahal cewek itu sudah jahat padanya. Apa ini yang namanya naluri Ibu? Karena Andien dulu tidak begini. Berani menegur atau berani memberikan pelajaran pada orang yang memang salah. Bukan pemaklum dan pemaaf kayak sekarang gini!

"Tapi Yoga harus tau Andien! Dia suami lo. Sasa juga harus di kasih pelajaran. Kalau sikap buruknya terus-terusan didiemin. Akan banyak Andien selanjutnya." serunya. "Lo mau itu terjadi?"

Andien menangis. Tentu saja Debi langsung memeluknya. "Gue bukannya gak mau Yoga tau, Deb. Cuma, untuk menceritakannya membuat gue kesakitan sendiri. Soalnya apa yang di bilang Sasa waktu itu bener-bener buat gue down. Apa gue semurah itu? Apa bener gue udah gak punya harga diri? And then, ini bener anak Yoga, Deb. Gue cuma tidur sama Yoga. Gue gak tidur sama cowok lain. Lo percaya gue kan, Deb?"

Nyeri hari Debi mendengarnya. Benar-benar gila emang Sasa. Tega sekali dia sampai-sampai berani meragukan anak yang ada dalam kandungan Andien.

Sasa, lo punya hati gak sih?!

"Mana mungkin gue gak percaya sama lo, Ndien?! Tentu, gue, Sarah, Dina, temen-temen semua, kita percaya sama lo." kata Debi. Tak kuasa, Debi ikutan menangis. "Jangan nangis dong. Nanti gue ikutan nangis nih, Ndien."

"Akhirnya lo lagi orang pertama yang tau, Deb." kekehnya.

"Selanjutnya, Yoga yaa yang harus tau soal ini."

"Iyaa. Bantu gue yaa."

"Pasti, Ndien. Kami pasti bantuin lo."

**

Continue Reading

You'll Also Like

4.7M 174K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
5.4K 199 63
Berat jika ditanya pasti apakah Sarah memiliki perasaan lebih dari teman untuk Vino, begitu juga sebaliknya. Hingga tiba di usia dewasa, diusia yang...
782K 96.8K 103
Ibu Negara season 2. Disarankan membaca Ibu Negara terlebih dahulu. *** Hadirnya keluarga baru, ternyata cukup mengobati luka di hati Candra. Ditamb...
9.2K 630 34
Octa, seorang wanita karir yang tiba-tiba diangkat menjadi sekretaris pribadi bos barunya yang tak lain adalah teman masa SMAnya, Rasyid. Bukan tanpa...