Violeta

By depurple

669K 51.5K 4.6K

Violeta Diamona, seorang perempuan gemuk yang harus berjuang seorang diri melanjutkan hidupnya. Hinaan, perla... More

Violeta
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7A
Part 7B
Part 8A
Part 8B
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Just share
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19

Part 13

21.5K 1.9K 130
By depurple

"Masuklah, sampai kapan kamu mau berdiri di sana?"

Violeta yang masih berdiri di dekat pintu, akhirnya menuruti ucapan Pak William untuk duduk di meja makan kayu berbentuk bundar yang ada di dekat sofa. Ini pertama kalinya Violeta masuk ke ruangan Direktur Utama. Ia bisa melihat perbedaan yang jelas antara ruangan itu dengan ruangan Dillian. Ruangan Pak William, lebih didominasi warna putih sedangkan ruangan Dillian lebih didominasi oleh warna cokelat tua. Desain antara kedua ruangan itu pun sangat berbeda.

Sebuah suara ketukan terdengar bersamaan dengan Violeta yang hendak duduk. Wangi manis dan harum merasuk di penciuman Violeta saat pintu tersebut terbuka. Melihat perubahan pada ekspresi Violeta, senyuman Pak William semakin melebar.

"Yisak, tolong nanti jika pengacara saya datang, suruh langsung masuk, ya," perintah Pak William pada pria yang baru saja membawa dua buah piring makanan.

"Baik, Pak." Setelah menaruh piring tersebut di meja makan, Yisak, asisten pribadi Pak William, meninggalkan ruangan itu.

Pak William duduk berseberangan dengan Violeta. Tatapan mata Violeta tak berkedip, menatap sebuah piring berisi steak, dengan saus berwarna coklat cenderung hitam di atasnya. Bahkan tiba-tiba nafsu makannya yang sempat hilang, langsung kembali hanya dengan mencium aroma dari makanan itu.

Saking fokusnya Violeta pada makanan tersebut, ia sampai tidak menyadari kalau Pak William sedang menuangkan air ke gelas kosong yang ada di meja.

"Jangan hanya menatapi makanan itu, makanlah," ucap Pak William.

"Ini untuk saya, Pak?" tanya Violeta saat melihat makanan yang ada di hadapan Pak William.

"Makanlah."

"Tapi...." Violeta menatap piring Pak William hanya berisi sepotong ikan salmon dan sayuran.

Seolah mengerti keraguan pada diri Violeta, Pak William tersenyum. "Makanlah, makanan itu untukmu. Atau kamu ingin ikan salmon ini?" tawar Pak William.

Violeta menggelengkan kepalanya. Ia tentu lebih memilih steak yang sedari tadi telah membangkitkan nafsu makannya dibandingkan dengan ikan salmon yang entah kenapa tampak....

"Makanlah, sebelum jam istirahatmu habis."

Violeta menatap Pak William yang sudah mulai memakan makanannya. Ada keraguan di dalam diri Violeta. Ia merasa tidak layak. Dirinya hanyalah seorang sekretaris, tapi Pak William begitu baik memperlakukannya. Bahkan hanya dengan sekali lihat, ia bisa menduga kalau makanan itu pastilah mahal.

Namun rasa ragu dalam diri Violeta lenyap saat rasa lapar di dalam perutnya lebih mendominasi. Baru kali ini ia merasakan kembali nafsu makannya yang hilang dan digantikan oleh rasa mual.

Violeta mengambil pisau dan garpu. Steak itu terlihat sangat lezat, apalagi sausnya yang kental. Violeta memasukkan potongan daging yang dibaluri saus ke dalam mulutnya. Sungguh ia terkejut dengan aroma coklat yang terasa memenuhi mulutnya. Kelembutan daging sapi itu terasa melebur dengan aroma coklat dan rasa saus yang menyisakan rasa manis yang samar dengan sedikit pahit di akhir.

"Bagaimana?" tanya Pak William.

Violeta membuka matanya saat mendengar pertanyaan yang telah mengganggu penjiwaannya.

"E-enak, Pak," ucap Violeta yang merasa malu saat menyadari ia terlalu berlebihan sampai menutup matanya tadi. Suara tawa Pak William terdengar. Bukan tawa yang mengejek, tetapi tawa kepuasan.

"Baguslah kalau kamu suka. Makanan ini adalah makanan kesukaan istri saya—ah, maksud saya, Mommy Dillian," ralat Pak William sebelum Violeta salah tanggap.

"Sausnya dari coklat, Pak?" tanya Violeta.

"Ya, Mommy Dillian pertama kali makan ini saat kami bulan madu di Amerika. Tidak ada yang istimewa saat itu. Bagi kami makanan itu sama saja dengan makanan lainnya, kecuali untuk keunikan dari saus dan bumbunya. Tapi saat Mommy Dillian hamil, ia tidak memiliki nafsu makan dan selalu mual. Hingga tiba-tiba ia ingin makan tenderloin steak with savory chocolate sauce itu. Karena saat itu dokter tidak mengizinkan ia untuk berpergian dengan pesawat, akhirnya kami mencari chef di Jakarta yang bisa membuatnya. Syukurlah, kami bertemu dengan Chef Fritzi yang merupakan pemilik dari Restoran Promdela. Karena kondisinya yang sedang hamil dan dilarang mengkonsumsi alkohol, Chef Fritzi juga mengganti red wine yang seharusnya ditambahkan pada saus dengan kaldu sapi. Sejak saat itu Mommy Dillian rutin datang ke sana untuk sekedar mengembalikan selera makannya."

Red wine? Apa jangan-jangan di makanan ini ada—

"Kamu tenang saja, saya tidak mungkin memberikan alkohol pada karyawan saya di jam kerja seperti ini, walaupun hanya sekedar bahan pelengkap di makanan," ucap Pak Willian yang seolah-olah mengetahui kekhawatiran Violeta.

Violeta menatap Pak William yang sudah kembali mengunyah potongan ikannya. Ada sesuatu yang mengganjal setelah mendengar cerita dari Pak William. Namun Violeta merasa tidak enak jika ia menanyakan hal tersebut. Bagaimana pun, Violeta yakin Pak William tidak mungkin memiliki maksud yang tidak benar.

"Kenapa tidak dimakan?" tanya Pak William.

"Ah, tidak, Pak."

Violeta kembali menyantap makanannya. Kenikmatan dari potongan daging dan saus itu membuat ia mengesampingkan segala pertanyaan dan keraguan di dalam pikirannya. Baru kali ini, ia benar-benar menikmati masakan orang lain kecuali masakan Bunda.

Pak William merasa lega di dalam hatinya, melihat perempuan di hadapannya makan dengan lahap. Ia tahu, jika dirinya tidak punya hak untuk masuk lebih dalam pada kehidupan perempuan itu. Namun, entah kenapa ia tidak bisa lepas tangan begitu saja. Mengetahui jika perempuan di hadapannya tumbuh di panti asuhan, mengetahui perjuangan perempuan itu untuk hidup dan membiayai perkuliahannya, mengetahui perempuan itu harus menerima ketidakadilan dan ejekan dari orang lain, membuat ia tidak mampu melakukannya.

Bahagialah, Violeta. Semoga apa yang kulakukan ini bisa menebusnya....

***

"Terima kasih untuk makanannya, Pak," ucap Violeta setelah selesai menghabiskan makanannya. Akhirnya ia bisa kembali merasakan rasa kenyang yang seakan terlupakan karena rasa mual yang hanya mengizinkan sedikit makanan masuk ke dalam perutnya.

"Sama-sama. Ini, jika kamu ingin makan steak itu lagi, kamu bisa datang ke restoran ini. Katakan saja kamu ingin makan chocolate steak, mereka akan mengerti. Kamu tidak perlu membayar apapun, semua sudah saya bayar. Kamu bisa makan di sana seminggu sekali atau bahkan setiap hari."

Violeta menatap kartu nama berwarna ivory dengan corak coklat yang diberikan oleh Pak William.

"Tidak perlu, Pak. Saya sudah sangat berterima kasih untuk makanan ini." Violeta menaruh kartu itu kembali di sisi meja Pak William.

"Begini saja, kamu pegang kartu ini, kapan saja kamu ingin makan steak itu, kamu bisa datang. Kalau memang kamu tidak mau, tidak apa-apa. Kamu bisa simpan saja kartu ini, bukan?"

Violeta menatap kartu nama yang kini sudah beralih di sisi mejanya. Entah kenapa sekarang ia bisa melihat kemiripan antara Pak William dengan Dillian. Keduanya sama-sama tidak mau kalah. Ia hanya bisa pasrah dan mengambil kartu itu. Mungkin suatu hari ia bisa mengajak Bunda ke sana. Ya ... suatu hari....

"Sekali lagi terima kasih banyak untuk makan siangnya, Pak. Saya permisi—"

Suara ketukan menghentikan ucapan Violeta. Pintu ruangan itu terbuka dan muncul asisten pribadi Pak William dengan seorang pria yang berusia tiga puluhan.

"Kamu selalu datang di saat yang tepat," ucap Pak William yang langsung menghampiri pria itu.

Pria itu tersenyum, membuat Violeta dapat melihat deretan gigi putih yang tersusun rapi. Ini pertama kalinya Violeta melihat pria itu. Melihat Yisak pamit keluar, Violeta pun merasa sudah waktunya ia untuk kembali bekerja.

"Tunggu, Violeta. Duduklah bersama kami," ucap Pak William saat melihat Violeta hendak menuju ke pintu.

Violeta mengerutkan keningnya.

Duduk? Untuk apa? Apakah sekretaris Pak William sedang sibuk sehingga aku harus menggantikannya?

"Violeta," panggil Pak William lagi.

Violeta menatap pada Pak William dan tamunya yang entah kapan sudah duduk di sofa. Ia menatap jam di tangannya sebelum menghela napas dan bergabung duduk di sofa.

Ya, Tuhan. Semoga Pak Dillian tidak mencariku....

###

Terima kasih untuk doa dan perhatian yang kalian kirimkan lewat comment maupun pesan. Maaf membuat kalian menunggu sangat lama ..

Thank you untuk dukungannya, semua. Maaf jika diantara kalian PM nya belum bisa kubalas.

Ah, terima kasih juga untuk quote art yang sudah kalian kirimkan di Instagram dan untuk kalian yang men-share ceritaku baik di Instagram maupun Facebook. Senang membaca kesan kalian sesudah membaca cerita-cerita ini. ^^

Semangat ya, semua.

Love,

Depurple

Continue Reading

You'll Also Like

319K 2.7K 18
WARNING 21+ **** Jeriko mesum, Jeriko sangean, Jeriko nafsuan. Jeriko sudah memiliki lebel yang sangat buruk dalam otak Keyna. Tapi, kenyataan dunia...
524K 41.4K 18
[SEBAGIAN DI PRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU BARU BACA] Dilarang ada hubungan antara senior dan peserta OSPEK, Galen, sebagai Ketua Komisi Disiplin terpa...
520K 26.7K 46
Bagi Elena, pernikahan bersama Kaisar hanyalah sebuah pengorbanan untuk balas budi.
2.6M 11.6K 30
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...