ROSE QUARTZ

By renitanozaria

2.8M 301K 43K

[Completed] (sebagian chapters diprivat untuk followers, follow untuk membaca) Cerita ini bukan apa-apa. H... More

#00
#01
#02
#03
#04
#05
#06
#07
#09
ear:gas:m
#10
#11
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#19
#20
#21
#22
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
#30
#31
#32
#33
epilog
Extra - Happy Now?
Extra - Crybaby
Extra - From Daddy With Love

#08

72.7K 8.5K 530
By renitanozaria

Faris melangkah masuk ke dalam sebuah kafe dengan salah satu tangan menenteng kantung plastik bertandakan simbol sebuah jaringan supermarket ternama. Matanya teredarkan ke segala arah sebelum cowok itu mengedikkan bahu, lantas mendekati salah satu meja terdekat dari pintu. Sesaat setelah duduk dan meletakkan kantung plastik di tangannya ke atas kursi di sisinya, Faris menarik ponselnya keluar dari saku. Bukan untuk menghubungi Aries, melainkan Cleo.

Hanya butuh dua deringan sampai Cleo mengangkat ponselnya. Begitu mendengar suara Cleo dari seberang sana, senyum Faris langsung tertarik. Semua kedongkolan karena Aries memaksa bertemu pada jam-jam yang enak dipakai nyantai seperti sekarang langsung hilang tanpa bekas.

"Halo?"

"Hai."

"Faris," Tanpa melihat pun, Faris bisa membayangkan bagaimana ekspresi wajah Cleo tatkala gadis itu menyebut namanya. Ringan. Diiringi senyuman tertahan. Samar, Faris bisa mendengar suara dengung hairdryer.

"Baru mandi?" Faris menebak.

"Kok tau?"

"Karena lo nggak pernah memakai hairdryer selain buat ngeringin rambut lo setelah mandi."

"You are indeed the best male friend I've ever have."

"I am the only one, Am I right?"

"Not really."

"Nah, don't try to make me jealous, baby girl, cause you know it won't work."

Cleo tertawa keras. "Alright. Lo satu-satunya yang selalu ada buat gue. Puas?"

"Nggak juga."

"You greedy little thing."

"Mine is everything but little."

"What do you mean?"

"Tergantung lo memaknainya gimana."

"Oh, gross."

"Do you miss me?"

"Em... Gue harus jawab apa?" Cleo justru balik bertanya.

"Jawab aja kalau lo kangen. Dipikir-pikir, udah lama banget sejak terakhir kali gue main ke apartemen lo. I'm so sorry. University life is killing me."

"Kalau gue jawab gue kangen, lo bakal apa?"

"Main ke apartemen lo."

"Oke. Gue kangen." Cleo menyahut, membuat Faris sempat terdiam sebentar. Well, cewek itu merindukannya. Dan itu mungkin adalah kalimat paling intim yang pernah Cleo ucapkan padanya. Senyum pahitnya terlukis, namun dengan cepat terbasuh pergi ketika matanya menangkap sosok semampai Aries yang melangkah memasuki kafe.

"Oke. Habis ini gue kesana."

"Lo lagi di luar?"

"Emang kenapa?"

Iris mata cokelat Aries menemukan meja tempat Faris berada, lantas gadis itu berjalan mendekat tanpa kata-kata.

"Mau nitip. Beliin Samyang. Plis?"

"I did."

"You what?"

"Udah gue beliin." Faris tertawa kecil, lalu buru-buru menyambung. "Call you later, kay? See you."

Cleo menjawab dengan kalimat 'see you too' pendek dalam gumaman bernada ceria sebelum Faris benar-benar mematikan hubungan telepon. Bertepatan dengan Aries yang tiba di depannya, cowok itu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Aries sempat terlihat ragu, namun kemudian dia menarik kursi yang berada di hadapan Faris.

"Kenapa?"

Mata Aries menyipit. "Cowok-cowok kayak kalian emang selalu to the point atau gimana sih?"

"Gue nggak merasa gue perlu berbasa-basi, Aries. Kenapa?"

"Ini soal Adrian."

"Udah bisa gue tebak. Kenapa?"

Senyap sebentar.

"Did I do something wrong to him?"

"Emangnya kenapa?"

"Dia mendadak menghilang. Begitu saja. Gue nggak ngerti. Am I no longer interesting? Apa gue melakukan kesalahan sama dia."

"Seharusnya lo bertanya sama Adrian, bukan sama gue. Bagaimanapun juga, meskipun gue temennya, kita nggak berpikir dengan cara yang sama."

"Gue tau. Cuma, gue nggak mau bikin dia ngerasa ilfil."

"Adrian bukan tipe orang yang kayak gitu." Faris menarik napas. "Menyakiti cewek adalah sebuah tindakan yang nggak akan pernah dia lakukan... secara sengaja. Just ask him. Tapi gue boleh nanya sesuatu nggak?"

"Tentang apa?"

"Lo sama Adrian, apa kalian udah punya hubungan?"

"Well, we went out more than twice... so..."

"Kalau begitu, bukan pada tempatnya lo bertanya-tanya kenapa dia tiba-tiba menghilang atau apalah itu." Faris menatap Aries seolah tengah mencoba membesarkan hati gadis itu. "Adrian memang jarang temenan sama cewek. Tapi dia baik sama siapapun."

"Tapi..."

"Tapi apa?"

"Cara dia memperlakukan gue... terlalu baik. Gue yakin cowok manapun nggak akan bersikap begitu sama seseorang yang hanya mereka anggap teman."

"Adrian selalu baik sama siapapun. Cewek atau cowok. Seperti yang gue bilang sebelumnya, dia bukan tipe orang yang bisa menyakiti orang lain secara sengaja. Sometimes, dia bisa aja ngerasa keganggu. Ngerasa nggak suka. Namun jelas, Adrian bukan orang yang bakal mengungkapkan itu secara blak-blakan." Faris menerangkan. "And here's a little secret. He is kind, but it doesn't mean he is into you, right? Mungkin dia mau berteman. Seharusnya lo nggak berpikir lebih pada seorang cowok kecuali dia benar-benar bilang ke lo kalau dia suka sama lo."

Aries menggigit bibirnya.

"Aries?"

Gadis itu menghela napas. Panjang.

"I saw him with that girl."

"Maksud lo?"

"Anak FISIP itu. Cewek dari departemen HI. Azalea. Akhir-akhir ini, Adrian deket banget sama dia." Aries berujar dengan wajah tanpa ekspresi yang terkesan dingin nan membekukan. "Apa karena cewek itu? Karena dia mendadak Adrian jadi melupakan gue?"

"As far as I know, they are only friends." Faris mengangkat bahu. "Sama aja kayak lo dan Adrian."

"Faris,"

"Aries, please understand. Gue nggak tau gimana hubungan lo sama Adrian, but when he told us both of you girls are only his friends, I believe him. Gue rasa, Adrian nggak pernah menjanjikan apapun sama lo. Iya kan?"

"Gue ngerti. Tapi lo tau, rasanya nggak segampang itu." Aries menyergah cepat. "He treated me like a queen. Gimana bisa ada cewek yang nggak baper dengan apa yang dia lakukan?"

"That is a thing about Adrian. Seperti yang udah gue bilang, dia emang baik sama semua orang. Meskipun begitu, kalau lo ngerasa butuh penjelasan, tanya sama dia. Bukan sama gue. Gue mungkin memang temannya, tapi lo tau, kita nggak pernah saling mengurusi kehidupan percintaan masing-masing."

Aries menatap Faris dengan lekat.

"Bros before hoes. But bros are bros. We don't do our bestfriends' lovers and exes. We don't really care about it, honestly." Faris menambahkan, lalu dia kembali meneruskan. "Sori, kalau gue pamit sekarang nggak apa-apa kan ya? Gue punya urusan lain."

Aries tetap saja terbungkam, namun Faris tidak mau repot-repot menunggu jawaban. Cowok itu menggeser kursinya ke belakang, bangkit lantas melenggang santai dengan kantung plastik di tangan kanan. Tujuannya tentu saja sudah pasti. Dia akan pergi ke apartemen Cleo, meskipun tidak diragukan lagi dia akan terjebak macet di jalan.

***

"Tuh yang namanya Alamanda, kalau lo mau tau." Mata Adrian mengikuti arah dimana jari telunjuk Abu bermuara, sebelum menoleh pada cowok itu dan mengucapkan terimakasih. Abu adalah juniornya, berada satu tingkat di bawah Adrian dan sempat bertugas menjadi anggota panitia pendidikan karakter untuk mahasiswa baru. Sebetulnya bukan berarti Adrian tidak benar-benar tahu bagaimana Alamanda terlihat. Semalam, ketika mengantar Azalea ke rumahnya, dia sempat mampir sejenak walau hanya sampai teras depan. Rumah Azalea melewati sebuah gang sempit yang hanya bisa dilalui oleh satu sepeda motor, membuat Adrian harus turun dari mobil dan menyertai gadis itu berjalan kaki. Azalea sempat menolak, tentu saja. Tapi Adrian tidak bisa membiarkan seorang gadis berjalan sendirian, terutama kala langit sudah gelap.

Dalam penerangan yang cukup, Adrian bisa melihat bahwa Alamanda punya kemiripan dengan kakak perempuannya. Mata mereka serupa. Perbedaan ada pada postur Alamanda yang lebih mungil dan kesan ramah khas anak kecil yang tersirat di wajahnya. Adrian sengaja menunggu Abu pergi lebih dulu sebelum memutuskan mendekati gadis itu.

"Halo, Manda."

Alamanda menoleh, sontak matanya melebar begitu dia mengenali sosok Adrian. "Kak Adrian?"

"Lagi apa?" Adrian bertanya sambil menarik bangku kantin yang berada tepat di depan Manda. Kantin FSRD tidak sebesar dan seramai kantin teknik. Daripada nongkrong di kantin, kebanyakan anak-anak seni lebih suka berada di taman terbuka di sisi timur fakultas, duduk bersama teman atau hanya sekadar bengong memandangi rerumputan menanti ilham.

"Ngegambar."

Iris hazel Adrian bergerak mengikuti satu arah, pada kertas dalam buku sket yang terbuka di depan Alamanda. Ada guratan abu-abu pensil disana, membentuk siluet seorang pria yang sedang menggandeng anak kecil. Keduanya memunggungi sudut pandang gambar, menatap pada bukit dimana matahari terlihat menyembul malu-malu di baliknya. Ada kerinduan yang mengalir. Adrian menghela napas. Berbeda dengan Azalea yang terlihat benar-benar tak mau lagi mengingat ayahnya, Alamanda justru sibuk menguntai keping rindu untuk lelaki itu.

"Gue denger lo bener-bener pengen ketemu gue, sampai-sampai kakak lo sibuk ngejar-ngejar gue biar mau diajak ketemu sama adiknya." Adrian mengawali, membuat rona merah menyebar seketika di wajah Alamanda. "Gue pernah denger juga kalau katanya lo sempat nggak ngampus karena sakit. Sakit apa?"

"Bukan sakit."

"Hm, terus?"

"Ceritanya panjang."

"You just don't want me to know, do you? It's okay."

"Bukan gitu." Alamanda terlihat ragu sejenak. "Aku rasa Kak Adrian nggak akan mengerti. Atau Kak Adrian justru akan memandang aku aneh."

"Nevermind. Gue menghormati keputusan lo kok. Sejujurnya, gue juga mau minta maaf. Maaf udah ngejutekin kakak lo. Maaf udah bikin dia pulang kelewat malem. Sebenarnya, setelah bertemu langsung sama lo sekarang, gue jadi agak menyesal."

"Menyesal kenapa?"

"Because now I realized that you are as lovely as your name."

Lagi-lagi, wajah Alamanda bersemu.

"Lo mungkin akan bilang gue gombal. Sama seperti gimana kakak lo selalu bereaksi."

"Enggak juga." Alamanda tersenyum lebar hingga deretan giginya tampak. "Aku tau Kak Adrian baik. Dan kalau Kak Adrian jago gombal, Kakak mungkin udah punya pacar disana-sini. Juga reputasi sebagai playboy. Tapi faktanya nggak. You are blessed with words and sense of art, one of my friend said. Aku juga baru sadar sesuatu."

"Hm? Apa? Gue harap bukan sesuatu yang jelek."

"Bukan. Kak Adrian baik. Bahkan terlalu baik dari apa yang dibilang orang-orang. Makasih udah nolongin kakakku. Makasih juga udah bikin dia jadi... lebih sering senyum." Mata Alamanda punya kemampuan membungkam Adrian dalam sekali tatap. Jika mata Azalea disesaki oleh kumpulan emosi dan beragam spektrum warna yang sulit diterjemahkan, mata Alamanda adalah kebalikannya. Mata itu begitu sederhana, innocent. Mirip mata kanak-kanak yang belum sepenuhnya mengenal dunia. Tidak ada luka. Hanya ada kepolosan.

"Well, she said I'm her first friend."

"Itu benar. Dari dulu, Kak Lea hampir nggak pernah membawa teman ke rumah. Orang-orang bilang dia terlalu jutek. Tapi nggak. Kak Lea baik banget. Dia cuma sedikit tertutup."

"I know. Anyway, I have something for you." Seraya berkata begitu, Adrian menarik risleting tas punggungnya hingga terbuka. Dia mengeluarkan sebuah kotak hadiah cantik yang dihiasi pita berwarna ungu. Alamanda sempat terlihat kaget, tapi senyumnya tak urung merekah.

"Ini apa?"

"Buka aja."

"Boleh?"

"Gue kasih ini ke lo. Jadi ini punya lo. Apa gue tetap masih punya hak untuk larang?"

Alamanda tertawa kecil, lantas tangannya bergerak membuka kotak itu. Di dalamnya ada satu set cat air dan lembaran kertas tebal disertai sebuah kartu dengan bercak warna watercolor paint di atasnya. Gambar itu indah, membentuk siluet seorang gadis yang membuat Alamanda tercekat. Di bawahnya, ada serangkaian kata-kata dalam tulisan tangan rapi yang memberikan kesan vintage.

What's the greatest lesson a woman should learn?

that since day one, she's already had everything

she needs within herself. it's the world that

convinced her she did not.

- Rupi Kaur

Happy birthday.

Alamanda Primavera.

Alamanda mengangkat wajah. Matanya yang bening terlihat berkaca-kaca, membuat senyum Adrian tertarik sepenuhnya. Dengan suara yang hanya bisa didengar oleh mereka berdua, cowok itu berujar perlahan.

"Happy birthday, Alamanda."

"Kak Adrian..." Alamanda tampak sulit berkata-kata. "Makasih. You are too kind."

"Nah, to be honest, I'm not that kind. You have to pay for your present."

"Maksud kakak?"

"Buatin gue sebuah artwork dengan watercolor paint itu."

"Yakin mau nerima gambar dari aku?"

"You have that talent, Manda," lirikan mata Adrian jatuh pada buku sket Alamanda yang masih terbuka. "Gue bakal sangat beruntung bisa punya salah satu dari karya lo sebelum lo jadi... seniman internasional."

Alamanda tergelak. "Ngaco. Jelas-jelas Kak Adrian lebih berbakat daripada aku."

"Don't underestimate yourself, young lady." Adrian bangkit berdiri masih dengan wajah yang diliputi senyuman. "Kasih tau Lea kalau lusa dia harus menghubungi gue. Benang sintetis di jahitan lukanya harus dilepas, sebelum benar-benar melekat dan malah ninggalin bekas. Oke?"

Alamanda mengacungkan ibu jarinya. "Oke."

"Good. I'll see you next time then. Jangan lupa. Lo berhutang satu artwork ke gue."

"Tenang aja."

Adrian terkekeh, lantas tangannya terulur mengacak rambut di puncak kepala Alamanda. Gerakan yang sempat membuat Alamanda terdiam sepersekian detik sebelum dia sibuk menyembunyikan kegugupannya dalam tawa. Lantas Adrian berjalan menjauh, membiarkan Alamanda terdiam di tempat sembari menatapi punggungnya. Gadis itu membisu sejenak, sebelum menyentuh dadanya dengan tangan. Ada yang hangat disana, seolah kerinduan yang telah lama mengkristal untuk ayahnya perlahan terbasuh oleh sikap manis Adrian. Disaat yang sama, terdapat sebentuk kelegaan yang mengalir.

Adrian seperti lilin. Benak Alamanda bergumam. Cowok itu mampu membawa kehangatan pada mereka yang berada di dekatnya. Lalu matanya bergerak pada kotak hadiah di atas meja, sebelum bibirnya kembali tertarik ke dalam sebuah lengkung senyum. Alamanda merasa senang bukan karena Adrian baru saja mengacak rambutnya, atau memberikan hadiah terbaik yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Tetapi karena dia baru menyadari bahwa kini, ada orang lain yang peduli dengan apa yang terjadi pada Azalea. Ada orang lain yang mengerti apa yang mereka rasakan. Dan yang terpenting, kini kakak perempuannya itu punya satu alasan tambahan untuk tersenyum.





Bersambung.

[][][] 

a/n : Tuhkan, Adrian tuh emang semanis itu sama semua orang wkwk 

Dia nggak punya.. hm lebih tepatnya belum punya perasaan apapun untuk Lea. Masih hanya sebatas kagum gitu karena Lea strong banget wkwk. Kalau sama Aries.. awalnya emang ada interest, tapi yah gitu lah, ternyata Aries punya karakter kayak cewek-cewek pada umumnya, jadi nggak memicu rasa penasaran Adrian wkwk. 

Sori juga disini nggak ada chatroom cowok-cowok laknat maupun Azalea. 

Anyway, di konten mulmed ada visualisasi Dio. 

Oke deh kalau gitu, daripada kebanyakan bacot udahin aja lah ya. 

Btw makasih buat yang udah komen dan baca huhuhu ai lov yu wo ai ni sarange ich liebe dich daisuki desu mwah mwah mwah 

Sampai ketemu di chapter berikutnya. 

Ciao. 

Continue Reading

You'll Also Like

68.3K 12.2K 55
🏅1 in Teenlit Indonesia [8/11/19] (Follow sebelum baca) Di Brazil ada sebuah kota bernama Nao-me-Toque yang artinya "Don't touch me". Bagiku, kota...
328K 47.5K 34
R: 16+ (Terdapat beberapa umpatan kasar dan adegan ciuman) PART LENGKAP ✓ #1 BADASS LOVE SERIES *** Memiliki paras menawan, tubuh indah, serta daya...
1.6M 168K 31
[Sudah terbit, untuk pemesanan novel bisa WA ke nomor : 0857 9702 3488 dan e-book sudah tersedia di Google Play] SEQUEL SATU ATAP DAN GARIS TANGAN ...
1.5M 94.2K 17
-----SPLASH----- Pekerja keras, rajin, dan mudah bergaul. Begitulah Malki menurut setiap orang. Namun tidak untuk Sacha. Semenjak kembalinya Sach...