30 DAYS FOR LOVE

Por yerinneri_jk

118K 5.7K 214

Resivia Ruth Cordelia. Seorang cewek yang sangat anti dengan yang namanya "JATUH CINTA", mendadak dikabarkan... Más

PROLOG
CHAPTER 1 : Who Are You ? (1)
CHAPTER 2 : Who Are You ? (2)
CHAPTER 3 : Perjanjian Alvia
CHAPTER 4 : Nano-Nano
CHAPTER 5 : Pemberontakan Sivia
CHAPTER 6 : Awal cerita dimulai
CHAPTER 7 : Alvin vs Cakka (Salah sasaran)
CHAPTER 8 : Peduli
CHAPTER 9 : Absurd Moment
CHAPTER 10 : Journey to the Camp (In the Bus)
CHAPTER 11 : Insiden tak terduga
CHAPTER 12 : Are you okay ?
CHAPTER 13 : Worried
CHAPTER 14 : Hujan dan Pelangi
CHAPTER 15 : Pajamas Party
CHAPTER 16 : Quality Time (1)
CHAPTER 17 : Quality Time (2) - The real fact
CHAPTER 18 : Trouble
CHAPTER 19 : Heal the hurt
CHAPTER 20 : Guardian Angel (1)
CHAPTER 21 : Guardian Angel (2)
CHAPTER 22 : Perseteruan sengit
CHAPTER 23 : Yang sesungguhnya
CHAPTER 24 : Perjanjian? Lagi? - Complicated
CHAPTER 25 : Melted
CHAPTER 26 : She's not your girlfriend?
CHAPTER 27 : Bimbang
CHAPTER 28 : A Choice
CHAPTER 29 : Bertemu
CHAPTER 30 : Jealous?
CHAPTER 31 : Wedding Party
CHAPTER 33 : Crazy and Protective boy
CHAPTER 34 : Man in Love
CHAPTER 35 : Hari ke-30
CHAPTER 36 : Dibalik alasan
CHAPTER 37 : Cinta yang rumit
CHAPTER 38 : Kesalahan tak disengaja
CHAPTER 39 : A Trap? (1)
CHAPTER 40 : A Trap? (2)
CHAPTER 41 : Not fine at all
CHAPTER 42 : Sadness, Hurt, and Hope
CHAPTER 43 : Luapan emosi dan Sebongkah penyesalan
CHAPTER 44 : Are the reason to start again (Last Chapter)
CHAPTER 45 : EPILOG
JUST INFO!!! (Sequel 30DFL)

CHAPTER 32 : Shocked!

2.1K 96 0
Por yerinneri_jk

Kala rasa cinta itu mulai tumbuh, kau malah bersembunyi.
Seperti halnya burung beo yang tak bisa berbicara.
Hatimu bersuara, tapi tidak dengan mulutmu.

Matahari muncul di balik peraduannya. Burung - burung mulai bercicit bersiap menyongsong kehidupan di mulai dari pagi ini. Sama seperti halnya Alvin yang sangat bersemangat menantikan hari ini, setelah hari kemarin ia merasakan hal yang terindah dalam hidupnya. Ia menjadi gila hanya karena seorang gadis yang telah menghuni dalam hatinya selama beberapa tahun. Dan mulai hari ini, ia yakin bahwa gadis itu sudah jatuh cinta padanya.

Sejak semalam, Alvin tidak bisa tidur. Bukan karena ia mengidap insomnia, melainkan Via lah yang menjadi virus dalam otaknya. Sensasi lembut dari bibir Via, terus terngiang - ngiang dalam otaknya. Yang lebih membahayakan lagi, sensasi itu membuatnya kecanduan. Semua orang dapat mengatakan jika Alvin mungkin salah satu penyamun atau orang mesum. Tapi itulah faktanya. Siapa sih yang tidak kecanduan dengan sensasi menggairahkan itu?

"WOOOYYY!!" teriak Gabriel tepat di telinga Alvin yang duduk di kursinya. Menginterupsikan agar Alvin tersadar dari lamunannya. Gabriel sendiri gemas sekaligus penasaran apakah yang ada di pikiran Alvin hingga tak menyadari kehadirannya sejak tadi. Entah apa yang di lamunkannya.

Alvin terlonjak kaget dan kakinya refleks membentur meja, membuat ia terpaksa meringis menahan sakit akibat ulah Gabriel. Setelah itu, ia menatap Gabriel penuh murka.

"KAMPRET LO IEL! LO MAU BIKIN GUE JANTUNGAN YA!" Balas Alvin berteriak lantang. Kesal.

Gabriel mengernyit heran, "Adanya lo tuh yang nakutin gue pagi - pagi. Ngapain lo senyum - senyum gak jelas kayak orang kesurupan begitu? Gue kan jadi ngeri kali mas!" Sungut Gabriel tak mau kalah. Tas ranselnya ia lemparkan begitu saja di sebelah kursi yang Alvin duduki . Bukannya lekas duduk di kursinya, ia malah lebih memilih duduk di meja seberang. Menunggu Alvin menjawab pertanyaannya.

"Lo itu sama aja kayak Rio. Kepo!"

Bukannya kesal, Gabriel tersenyum menyeringai, "Gimana rasanya nyium bibir pacar sendiri? Enak gak?" Godanya menaik-turunkan alisnya.

Alvin melotot kaget. "Uhuk.. uhukk.. uhukk!" Ia terbatuk mendengar sensitif Gabriel.

Secepat kilat Alvin langsung menatap skeptis Gabriel, "Darimana lo tau?!" Tanyanya dengan nada mendesak.

"Lo itu sama aja kayak Rio. Kepo!" Sahut Gabriel mengulang ucapan Alvin beberapa menit yang lalu. Alvin memutar bola matanya, lalu mendecakkan lidahnya.

"Gue serius Gabriel!"

"Jadi lo pengen tau banget ya gue tau darimana?"

"SEKALI LAGI LO NANYA, GUE JAMBAK RAMBUT LO IEL!" Tekan Alvin setengah berteriak dengan nada sarkatisnya. Terus mendesak cowok itu agar menjawab pertanyaannya. Maklum, sudah kepalang tanggung karena rasa penasarannya.

"Oke oke, gue jawab. Sebenernya gue gak sengaja sih liat lo sama Via itu.. ehem.. ya itu..." Gabriel menyatukan jari telunjuk kanan dan kirinya dan memonyongkan bibirnya membuat wajah Alvin memerah menahan malu. Sial!

Alvin memutar bola matanya malas, "Oke.. intinya, selain lo.. apa ada orang yang liat gue sama Via gituan?"

"Gue gak tau sih. Tapi kayaknya enggak deh. Eh btw, gimana?"

"Gimana apanya?"

"Rasanya ituu.."

"Itu apa?"

"Huft! Gimana rasanya kissing sama cewek yang lo cintai?"

Alvin terdiam sesaat. Pikirannya kembali melayang ke peristiwa malam tadi. Sial! Gabriel mengingatkannya lagi!

"Kecanduan.. mungkin?" Jawab Alvin ragu.

"Wow! Kayak narkoba dong!"

"Ya mana gue tau buaya! Gue kan belom pernah nyobain barang haram kayak gitu. Eh atau jangan - jangan.. lo--" selidik Alvin menatap skeptis kearah Gabriel.

"Yee gila lo! Gue tau kalo gue itu playboy dan termasuk golongan badboy terganteng seantero sekolah. Tapi masalah nyoba - nyoba barang haram sejenis narkoba, gue sih BIG NO yaa! Gue gak mau masa depan gue hancur kali," belanya percaya diri.

"Eh pada ngomongin apa nih? Ngomongin gue ya? Ngomongin Ify? Kak Rio? Atau... ngomongin Via yang lagi ke rumah neneknya di Bandung?" Sergah Prissy yang sudah berdiri di sebelah Gabriel menatapnya kedua cowok itu bersamaan sambil bergurau.

Alvin terkesiap dan langsung melotot tajam kearah Prissy. Apa tadi dia bilang? Sivia ke rumah neneknya yang ada di Bandung? Lalu.. kenapa gadis itu tidak memberitau dirinya?

"HAH?! SIVIA KE BANDUNG? Hahaha... lo bercanda ya, Prissy?"

"Gak kok, beneran deh. Via yang nge-Line gue tadi pagi. Katanya dia ke Bandung. Kalau gak percaya, tanya aja tuh si Ify. Ye gak fy?"

"Fy?"

"Iya vin bener. Via emang lagi ke Bandung."

"Ta-- tapi tadi pagi, waktu gue ke rumahnya.. kata Bi Wati, Sivia udah berangkat kok,"

"Nah itu.. berangkat apa? Ada lanjutannya gak?"

"Gue gak tau. Soalnya gue langsung cabut waktu Bi Wati bilang udah berangkat." Ucap Alvin menyesal. Coba saja jika dirinya sedikit lebih sabar mendengarkannya secara keseluruhan. Pasti ia akan nekat menyusul Via ke Bandung saat ith juga.

"Yah vin. Mungkin maksud Bi Wati itu, berangkat ke Bandung. Bukan berangkat ke sekolah." Sahut Prissy menebak - nebak. Tapi malah dirinya yang semakin mendramatisir keadaan.

Alvin mengacak rambutnya frustasi lalu menoleh cepat ke arah ketiganya. Ia seperti mendapat ilham. "Eh, hari ini kita gak ada pelajaran kan? Kita sekolah cuma buat dengerin pengumuman kan?"

Ketiganya serempak mengangguk.

"Ya gitu deh. Soalnya kan kelas XII kan nanti siang kelas kita di pake buat UN. Kan kemarin Rio yang bilang," sahut Gabriel.

"Oke kalo gitu, gue cabut izin ya. Gue mau pulang cepet!" Ucap Alvin lalu menyambar tas ranselnya dan menyampirkannya di sebelah kiri bahunya dan segera bangit dari duduknya.

"Jangan bilang kalo lo mau nyusul Via?" Selidik Ify kali ini.

"Exactly Ify! Kali ini lo smart juga ya, hahaha..." kekehnya lalu keluar dari mejanya.

"Lo gila!" Tukas Gabriel menggelengkan kepalanya.

"100 point for you, ex mr. Playboy! Good bye all! See yaaaa~" Alvin segera melenggang pergi dari hadapan ketiganya sambil melambaikan tangannya memunggungi ketiganya. Hingga akhirnya ia menghilang di ambang pintu kelasnya dan menyisakan ketiga teman - temannya yang geleng - geleng kepala melihat aksi nekat Alvin.

"Gila tu anak!"

^_^

@Bandung

Hampir 15 menit lamanya Via mendorong kakinya ke depan dan belakang di atas ayunannya, hingga ia melambung tinggi seperti melayang di udara. Kedua tangannya menggenggam erat tali ayunan dengan mata terpejam. Membiarkan angin menyentuh lembut wajahnya. Harus diakui bahwa hatinya lebih tenang saat ia berada di tengah - tengah daerah pengunungan dengan sejuta keindahan pemandangannya. Sangat kontras dengan hiruk pikuk Ibukota Jakarta.

Flashback

Begitu Via sampai di rumahnya setelah pulang dari pesta diantar Alvin, ia dikejutkan dengan kehadiran kedua orangtuanya secara lengkap tengah duduk santai di sofa, tepat di ruang keluarga. Tiba - tiba saja kakinya terasa berat untuk sekedar melangkah. Ia takut jika insiden beberapa hari lalu kembali terjadi. Ia takut menghadapi kenyataan bahwa kedua orangtuanya berpisah dengan cara tidak baik.

"Ma? Pa?" Lirih Via ketika ia sudah berada di hadapan kedua orangtuanya.

Tanpa diduga, kedua orangtuanya merespon dengan cepat. Menoleh kearahnya. Kedua orangtuanya pun menatapnya dengan tatapan lembut. Tatapan yang telah lama Via rindukan.

"Via? Are you okay baby?" Tanya mama Via menghampirinya dan menangkupkan wajahnya dengan kedua tangannya. Lalu tangan itu beralih merengkuh kepalanya erat sehingga kepala Via nampak bersandar di dada mamanya.

Via mengangguk ragu. Padahal dalam hatinya menjerit haus akan kasih sayang seperti ini. Benar - benar haus. Sejujurnya dirinya sedang tidak baik - baik saja.

Di lain sisi, mata Via tanpa sengaja menangkap dua koper berukuran sedang di sisi sofa. Ia juga menangkap pandangan papanya yang begitu rapuh. Sepertinya ia mencium ketidakberesan di sini. Ada apa sebenarnya?

"Ma, kenapa ada dua koper di sana? Emangnya mama mau kemana lagi?" Tanya Via skeptis sambil mendongkakkan kepalanya.

Sejurus kemudian, mamanya beralih menatap Via lembut namun tidak terbaca apa makna dari tatapan itu.

"Bukan cuma mama.. tapi kita. Mama dan Via. Kita akan ke Bandung malam ini. Mama sudah mempersiapkan segalanya di koper. Termasuk pakaian sampai barang - barang yang kamu butuhkan."

Mata Via melebar, "A-- Apa?!" Pekiknya tak percaya.

"Via.. dengerin papa nak. Maaf jika mama dan papa membuat hatimu hancur dan kecewa. Jadi untuk menebus kesalahan kami, kamu pergilah ke Bandung, ke rumah nenekmu bersama mamamu, Via. Kamu akan tenang selama sehari di sana."

"Ta-- tapi papa--"

"Jangan khawatirkan papa nak, papa baik - baik saja. Lagipula papa tidak bisa ikut dikarenakan urusan papa dan client papa yang belum selesai. Jadi.. Via mau kan?" Rayu papanya dengan nada selembut mungkin.

Setelah beberapa menit berkutat dengan pikirannya untuk menimbang hal ini, dengan sekali nafas Via akhirnya menganggukkan kepalanya pasrah. Selain mempertimbangkan keputusan orangtuanya, ia juga memutuskan untuk mulai berusaha menghindar dari Alvin. Hanya dengan cara itulah mungkin tidak akan terlalu menyakiti hatinya. Pelan - pelan, tapi pasti.

"Oke, Via mau."

Via menghela nafasnya kasar begitu ayunannya terhenti. Matanya perlahan terbuka dengan kaki yang yang masih betah menggantung di ayunan. Mendadak ia teringat dengab kejadian semalam dimana Alvin menciumnya. Mencuri first kiss-nya, atau... itu adalah second kiss-nya?

Tanpa sadar tangannya menyentuh pelan bibirnya sehingga membuat pipinya mendadak blushing seketika. Jantungnya berdebar. Padahal hanya membayangkannya saja, tapi sukses membuat dirinya salah tingkah.

"Duh Viaa! Lo kok mendadak mesum gini sih?!" Rutuknya setengah berteriak.

"Ehem! Siapa tuh yang mesum neng?"

Suara itu sukses membuatnya tersentak lalu menoleh cepat ke sumber suara. Ia refleks bangkit dari ayunan itu dan menunjuk kearah cowok itu dengan tatapan terkejut.

"Astaga! Lo-- lo-- Brandon?!" Pekiknya histeris.

Perlu diketahui, Brandon adalah teman masa kecil Via saat ia masih sering mengunjungi neneknya setiap dua kali dalam seminggu. Tepat saat weekend. Namun karena sekarang dirinya sudah menginjak kelas XI SMA, ia jadi jarang mengunjungi neneknya. You know what lah kehidupan anak SMA seperti apa.. Terakhir ia ke Bandung, ia masih menginjak kelas VIII SMP. So, saat ini Via baru menyadari ternyata ia sudah lama tidak mengunjungi neneknya selama 3 tahun. Astaga!

Brandon hanya tersenyum manis hingga lesung pipinya muncul, membuat Via terkesima selama beberapa detik.

"Hai Res, Apa kabar?"

Via langsung tersadar dari lamunan dan kembali ke dunia nyata. Ia tersenyum kikuk lalu mengangkat tangannya seperti melambai, "Eh-- Hai Brand! Gue-- eh aku baik - baik aja kok. Hehehe. Kamu?" Tanya Via balik.

"Aku baik kok Res. Hehehe.. udah lama ya kita gak ketemu. Udah hampir tiga tahunan deh kayaknya. Terkahir kali kamu ke sini, kamu itu masih kecil. Tapi sekarang-- udah makin cantik aja gedenya."

Via tersenyum tipis mendengar ocehan Brandon. Diam - diam ia juga merindukan panggilan masa kecilnya yang sering di panggil "Res" oleh Brandon. Hanya cowok itu yang memanggilnya dengan sebutan itu.

"Ah Brand.. kamu itu ya masih aja nge-gombal. Gak berubah sama sekali tau. Sama aja waktu terakhir kita ketemu." Kekeh Via meledek Brandon. Sedangkan Brandon hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Duduk yuk, Res!"

Via mengangguk dan mengikuti jejak Brandon yang sudah duduk terlebih dahulu di kursi taman yang hanya berjarak beberapa senti dari posisinya.

"Gimana sekolah kamu? Seru gak di Jakarta? Terus... kamu udah punya pacar?" Tanya Brandon santai.

Entah mengapa, mendengar kata 'pacar', Via tersendak ludahnya sendiri. Hal ini kembali mengingatkannya pada Alvin dan peristiwa tadi malam yang mungkin tidak akan pernah dilupakannya seumur hidupnya.

"Nanya satu - satu dong Brand!"

"Hahaha maaf - maaf. Oke, gimana? Kamu udah punya pacar sekarang?"

"Udah.. kayaknya..."

"Yah sayang banget! Pupus sudah harapanku untuk mendaftar menjadi calon pacar kamu," sesal Brandon mulai mendramatisir.

Via terkekeh geli, lantas memukul pelan lengan cowok itu, "Apaan sih Brand! Hahaha.. eh kamu sendiri gimana? Udah berapa banyak cewek yang kamu gombalin? Eh salah.. maksudnya udah berapa cewek yang jadi pacar kamu?"

Mata Brandon mengadah ke atas, seperti berpikir. "Eumm... satu, dua, tiga, empat, li--" Brandon terus menghitung jarinya membuat Via memutar bola matanya kesal.

"Braannnd!!"

"Sepuluh!"

"HAH?! WHAT?!"

"Hahaha.. aku cuma bercanda Res,"

"Dasar!" Via mencubit lengan Brandon tanpa ampun membuat cowon itu hanya dapat meringis menahan sakitnya cubitan ibu tiri.

Setelah itu, keduanya tertawa renyah. Saat itu juga ia merasa bebannya sejenak terlupakan.

"Jadi.. siapa cowok yang buat kamu jatuh cinta? Siapa nama pacar kamu itu?"

"Ah.. eumm.. Alvin. Namanya Alvin,"

"Oh Alvin ya," Brandon mengangguk - anggukkan kepalanya. Entah apa yang ia pikirkan.

"Terus kapan kamu mau ngenalin Alvin ke aku?"

"Mungkin kalau matahari terbit di sebelah barat?"

^_^

Setelah ia mendapatkan informasi perihal keberadaan Via di Bandung melalu Bi Wati, Alvin langsung bergegas pulang ke rumahnya. Ia saat ini tengah bersiap - siap memasukkan segala macam barang yang di butuhkan untuk di bawa hendak menyusul Via di Bandung. Ia tak mempedulikan anggapan teman - temannya yang menganggapnya kehilangan akal. Yang lebih menguntungkan lagi, kedua orangtuanya tengah berada di Malang bertemu dengan keluarga besarnya. Jadilah Alvin sementara sebatang kara di rumahnya dan bebas kemana saja.

Alvin sudah rapi dengan jaket kulit coklatnya yang menutupi kaos hitamnya yang menutupi lehernya dan celana jeans berwarna hitam. Jangan lupakan juga dengan sepatu kulit senada dengan warna jaketnya. Membuatnya begitu cool, begitu tampan. Tas ransel yang berisikan barang - barang pun sudah siap. Terakhir ia tinggal menyiapkan motornya.

Sebelum ia hendak berangkat, Alvin memeriksa ponselnya. Ia berharap besar pada Via yang membalas Line-nya. Tapi ternyata harapan tinggalah harapan. Jangankah di balas, di-read saja pun tidak.

Alvin menghela nafasnya panjang, lalu naik ke atas motornya dan memakai helm full-face nya. Men-starter motor itu selama beberapa menit, lalu melesat cepat meninggalkan tempat.

Alvino D_Varega : Kamu beneran ke Bandung Vi? (Read)

Alvino D_Varega : Vi, kenapa kamu ke Bandung gak bilang ke aku? (Read)

Alvino D_Varega : Tunggu ya, aku akan nyusul kamu ke Bandung! :* (Read)

Resivia R_Cordelia : Jangan nyusul!

^_^

"....Maka dengan ini, pihak sekolah akan meliburkan seluruh anak kelas X dan XI selama tiga hari terhitung dari sekarang. Kalian akan belajar di rumah masing - masing dan mohon doakan kakak kelas kalian yang hari ini tengah mengikuti UN. Sekian dan terimakasih."

'Prok! Prok! Prok! Prok!"

Seluruh siswa - siswi VHS kelaa X dan XII bertepuk tangan tanda bahagia. Adapula yang bersiul - siul mengekspresikan kegembiraan di tengah kecemasan anak kelas XII yang siap bertempur dengan soal UN yang berpotensi membunuh mereka secara pelan - pelan.

"Kenapa fy? Kok ekspresi lo kayak gak semangat gitu sih?" Tanya Prissy melihat Ify yang sejak awal terlihat murung daripada bahagia.

"Gimana gue gak semangat, Priss. Kak Rio lagi harap - harap cemas ngerjain soal UN terkutuk itu. Masa iya gue bahagia di atas penderitaannya? Via juga pergi ke Bandung. Alvin juga ikut nyusul. Lo sama Gabriel pasti ada plan jalan - jalan berdua. Lah gue apa kabar, Priss?" Cerocos Ify panjang lebar serasa makluk paling mengenaskan di Bumi ini.

Prissy menggaruk pelipisnya, bingung. Ucapan Ify semuanya benar. Sepertinya ia menyesal memberikan pertanyaan mengenaskan itu pada sahabatnya. Ia merasa bersalah. Namun beberapa detik kemudian, sebuah nama muncul dalam otaknya.

"Aha! Lo sama Ray aja, fy. Hunting kemana kek gitu,

"Menurut lo gitu ya? Eumm.. gimana ya Priss. Gue gak enak aja sama Ray karena terlalu banyak ngerepotin dia,"

"Halah, biasanya juga lo ngerepotin gue sama Via kok!"

"Priss!"

"Hahaha.. oke oke, gue bercanda. Peace sista! Gak ada salahnya kali fy hunting sama Ray. Mumpung Ray masih di sini, lagi jomblo kayaknya."

"Apaansih Priss! Hati gue itu cuma milik Kak Rio seorang!" Sungutnya mantap atas pendirinnya.

"Yayaya, whatever. Tapi asal lo tau ya fy... setiap orang berhak memasuki hati orang lain. Jadi, jangan pernah tutup hati lo demi sesuatu yang belum pasti. Karena hidup itu gak semudah yang lo perkirakan. Karena cinta, gak semudah yang lo bayangin. Lo harus bandingin mana yang nyata dan mana yang samar."

Ify tertegun. Ia kembali mencerna kata - kata Prissy, "Mana yang nyata, mana yang samar. Itu sama aja dengan mana yang bisa gue miliki, dan mana yang gak bisa gue miliki."

---

Bel pintu rumah nenek Via berbunyi. Secepat kilat ia bergegas membukakan pintu depan.

"Iya, tunggu seben--" ucapannya tertahan. Nafasnya mendadak tercekat begitu sosok yang amat familiar baginya sudah bersandar di dinding sambil menggesek - gesekkan kakinya di lantai. Meskipun ia harus mengakui ketampanan cowok itu, matanya sudah melebar. Shock attack!

"A-- Alvin?!"

***

Thank for reading guys! ^_^
Jangan bosen-bosen sama cerita ini, oke?

Jangan lupa tinggalkan jejak juga~

*TBC






Seguir leyendo

También te gustarán

68.1K 3.7K 42
Amazing cover by @Ekaaadewi "Kalian ini selalu aja ya kalo di bilangin bandel, sekarang kalian mau keluar atau saya yang keluar" kata Bu Tutik penuh...
ALZELVIN Por Diazepam

Novela Juvenil

5.3M 294K 33
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
3K 168 5
Menjadi Karyawan tidak menjamin kalo anda akan sukses. Disini saya akan membagi beberapa cerita dan beberapa pemikiran logic. Karena sukses itu berpr...
143K 7.2K 40
#4 dalam HORROR (21/08/2017) [SELESAI] - Buku pertama dari Ify baru berpindah sekolah. Hari-harinya kini tak setenteram dulu. Karena suatu ke ganjila...