After Love

By ShanAFitriani

4.2M 220K 7.7K

[COMPLETE] Sinopsis : Bertemu, berkenalan, saling jatuh cinta kemudian menikah. Klise, tapi manis. Semua men... More

Sinopsis
Prolog
After Love Part 1
After Love Part 2
After Love Part 3
After Love Part 4
After Love Part 5
After Love Part 6
After Love Part 7
After Love Part 8
After Love Part 9
After Love Part 10
After Love Part 11
After Love Part 12
After Love Part 13
After Love Part 14
After Love Part 15
After Love Part 16
After Love Part 17
After Love Part 18
After Love Part 19
After Love Part 20
After Love Part 21
After Love Part 22
After Love Part 23
After Love Part 24
After Love Part 25
After Love Part 27
After Love Part 28
After Love Part 29
After Love Part 30
After Love part 31
After Love Part 32
After Love Part 31 END
My Red Daisy●The Darkest Embrace

After Love Part 26

98.2K 6.2K 444
By ShanAFitriani

"Listen."

Huhuhu telat update ya? Ternyataan kalian tetap nyariin aku hahaha. Sorry, haha aku frustasi ma ujian tengah semester dan cerita-cerita baru hahaha. But, now I'm trying to upload it no matter what.

BTW partnya cukup panjang ini hahaha. Hope you guys enjoy it!

Media : Listen - Beyonce

***

Sambil mengelap kaca etalese untuk kue yang ada di kafe, Aluna terus terbengong. Ia memikirkan akan apa yang baru saja ia lakukan dan katakan pada Louis tadi pagi, sehingga sekarang tangannya mengelap dengan asal di tempat yang sama di kaca itu.

Aluna masih tak percaya ia mengatakan semua itu pada Louis. Ia sekarang sedikit bersyukur karena ia tak mengatakan siapa perempuan yang pernah menikahi Louis. Ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana respon Louis nanti jika Aluna memberitahukan siapa dia sebenarnya.

"Noona, apa kau sedang berusaha membuat jin keluar dari kaca etalase?" Suara itu pun membuat Aluna mengerjap dan mengembalikan pikirannya yang sempat melayang.

"Hah, apa?" tanya Aluna tak fokus pada Jun yang menggeleng-geleng melihat tingkah Noona cantiknya.

"Noona, kenapa sih dari tadi melamun terus? Noona mengelap kaca itu seperti menggosok lampu ajaib berharap sebuah jin keluar dan mengabulkan permohonan Noona." kata Jun lagi.

Aluna hanya terkekeh sebentar menanggapinya. "Seandainya memang akan ada jin yang keluar, sudah lama aku akan menggosoknya," kata Aluna misterius membuat Jun semakin tak mengerti ada apa dengan Aluna.

"Sudahlah, Noona makin aneh saja," kata Jun. "Ngomong-ngomong, ada seseorang yang mencari Noona, dia ada di meja depan kafe."

Aluna yang tadi sempat melanjutkan kegiatannya mengelap kaca itu akhirnya terhenti begitu Jun selesai mengatakan semua itu. Tubuhnya pun seketika menegang. Ia menengok jam kafe dan menyadari bahwa sudah saatnya jam makan siang bagi semua pelanggannya sekarang.

Sudah pasti orang itu Louis. Louis pasti takkan melepaskannya begitu saja seperti tadi pagi. Pria itu pasti menginginkan penjelasan lebih.

Aluna yang menatap Jun segera membuang muka, menyembunyikan raut gugupnya. "Katakan padanya aku sedang tak ada."

"Aku sudah bilang kalau Noona ada. Temui saja dia, kasihan wanita paruh baya abaikan begitu."

"Wanita?"

Jun mengangguk.

Aluna pun menghela napas lega. Tapi ia kemudian berpikir, siapa dia? Aluna pun memutuskan untuk segera menemui perempuan itu. Ia melihat perempuan itu sedang menunggu di meja yang ada di luar kafe, tepatnya beranda kafe.

"Bunda?" panggil Aluna tak pasti.

"Aluna!"

Aluna pun langsung menyambut pelukan hangat perempuan yang sudah menjadi ibunya lainnya, yaitu Rachel, ibu Louis.

"Bunda merindukanmu, Aluna!" seru Rachel begitu mereka memasuki bagian dalam kafe dan duduk di salah satu meja yang dekat dengan pintu masuk kafe.

"Aluna juga, Bunda," kata Aluna membalas.

Terakhir mereka bertemu saat mereka janjian untuk bertemu di taman dulu dan sejak itu mereka tak pernah bertemu lagi karena mereka takut Louis melihat mereka.

"Bagaimana kabarmu, Nak?" tanya Rachel sembari memegang kedua tangan Aluna dengan sayang. Baginya Aluna tetap akan menjadi menantunya sekaligus putrinya. Dan ia sudah terlanjur begitu sayang pada Aluna.

"Baik," kekeh Aluna.

Rachel sendiri merasa begitu senang akhirnya ia bisa menemui Aluna lagi dan berbincang seperti dulu saat mereka berdua berstatuskan anak menantu dan mertua. Bahkan bisa dibilang, dulu Aluna adalah sahabat Nyonya Hendrick sejak saat Aluna berpacaran dengan Louis semasa mereka kuliah. Jadi, tidak aneh jika Rachel begitu tergantung pada Aluna layaknya putrinya sendiri.

"Lain kali kita harus berbelanja bersama lagi, Aluna. Seperti dulu," saran Rachel dengan sedikit kekehan.

"Bunda 'kan bisa pergi sama Louis," balas Aluna dengan senyum ramahnya, persis seperti dulu.

"Louis membosankan sekarang. Dia selalu bermuka masam jika Bunda minta temani jika belanja. Kerjanya hanya akan bilang 'cepat, Bunda.' 'Bunda lama' dan semacamnya."

Aluna pun tertawa. Ia bisa membayangkan dengan sempurna bagaimana wajah datar nan tampan Louis menunggu dengan dongkol ibunya yang sibuk belanja, dengan tangan yang penuh belanjaan ibunya. Aluna bisa membayang itu.

"Jika Louis yang menemani Bunda dia hanya bisa banyak mengeluh. Sedangkan berbelanja dengan Sophia cukup menyenangkan karena ia tidak pernah mengeluh seperti Louis tapi setiap Bunda tanya semua benda 'apa ini bagus?' Sophia hanya mengangguk dan mengatakan 'iya' saja. Bunda seperti berbelanja dengan robot. Jika belanja dengan Louis, menjengkelnya, maka belanja dengan Sophia bisa dibilang sedikit membosankan," kata Rachel antuasias berbagi ceritanya. "Kau tahu? Jika berbelanja bersamamu baru seru. Bunda masih ingat waktu dulu kau pernah belanja sama Bunda. Dulu kau pernah menawar barang hingga benar-benar murah karena harganya tak masuk akal, sampai-sampai kita pernah diusir dari toko karena pemiliknya jengkel melayani kita. Bunda juga masih ingat waktu kau mengajak Bunda ke toko serba diskon dan di sana kita berebutan dan saling menarik barang 'beli satu dapat satu' dengan perempuan berambut palsu," kata Rachel lagi dengan tawa yang pecah. "Bersamamu membuat Bunda menjadi muda lagi."

Aluna sebenarnya akan tertawa lepas seperti Rachel mengingat masa-masa mereka dulu. Namun tawa Aluna tertahan begitu saja saat ia mendengar nama Sophia. Bukannya Aluna tidak suka mendengar nama Sophia, hanya saja setiap ia mendengar nama Sophia, dia akan teringat dengan pernikahan Louis bersama Sophia dalam seminggu itu. Dan setiap mengingat, Aluna menjadi murung seperti saat ini.

Saat di mana Rachel tertawa antuasias dan dirinya hanya bisa tersenyum miris. Rachel pun bisa melihat perubah mimik wajah Aluna. Perubahan wajah yang membuatnya bertanya-tanya akan apa maksud dari perubahan itu.

"Kudengar mereka akan segera menikah," gumam Aluna yang terdengar seperti bisikan, namun Rachel masih bisa mendengarnya dengan jelas.

"Kau sudah dengar?" lirih Rachel. Entah kenapa ia merasa bersalah pada Aluna akan pernikahan itu. Walaupun menurtunya Aluna sudah melupakan Louis, tapi tetap saja. Pasti terasa aneh bagi Aluna.

Namun, Rachel tidak bisa berbohong, ia merasakan bahagia melihat raut wajah Aluna yang sedih bercampur cemburu. Apakah Rachel salah jika ia berharap mendapatkan Aluna sebagai menantunya kembali? Bukannya Rachel tak menyukai Sophia, hanya saja baginya hanya ada satu menantu menurutnya, mengingat ia hanya memiliki satu anak. Dan satu-satunya menantunya itu adalah Aluna Ariana.

"Aku mendapat undangan."

Rachel sedikit tertegun. Dari mana Aluna mendapatkan undangan itu?

"Dan... Bunda, sepertinya aku melakukan kesalahan. Apa Louis takkan kenapa-kenapa? Dia akan baik-baik saja, kan?" lirih Aluna lagi membuat Rachel yang hendak menanyakan perihal undangan itu ia urungakan.

"Apa maksudmu, Nak?"

Aluna pun menceritakannya. Menceritakan bagaimana Louis datang ke rumah dan meminta menceritakan masa lalu pria itu begitu Louis menyadari bahwa Aluna adalah orang yang berasal dari masa lalu Aluna. Aluna bahkan dengan gugup dan malu menceritakan bahwa ia juga mulai kembali jatuh cinta pada mantan suaminya itu.

"Ya ampun, Aluna. Bahkan setelah kalian bercerai, kau tetap saja menderita," kata ibu Louis semakin menggenggam tangan Aluna setelah mendengar semua yang dilalui Aluna bersama Louis yang tak mengingat apa-apa akan dirinya.

"Bunda, apa ini salah kalau aku mencintainya kembali?" tanya Aluna dengan suara bergetar. Berusaha menahan gejolak di dadanya. "Aku memang tidak mengharapkan balasannya tapi aku takut kalau suatu saat aku akan menjadi egois dan menginginkan kembali. Aku tidak mau menyakiti Sophia, Bunda. Dia gadis yang baik."

Rachel pun menggeser kursinya dan memeluk Aluna. "Ini bukan kehendakmu. Bagaimanapun kau tidak bisa menyalahkan cinta yang selalu datang tanpa diduga. Entah ini karena takdir mempermainkan kalian atau apapun. Bunda rasa selalu akan ada jalan."

Rachel pun menatap wajah Aluna yang sedikit memerah menahan tangisnya. Ia tahu, sulit pula bagi Aluna yang merasa cinta yang datang tanpa diduga itu lagi. Ia tak bisa menyalahkan Aluna.

"Maaf, karena bunda terlalu pengecut untuk membuat Louis melihat kebenarannya. Bunda membuat Louis hidup dalam kebohongannya sendiri. Pasti rasanya dilupakan begitu menyakitkan, seolah kau tak pernah ada sebelumnya, apalagi bagi pria yang kau cintai," kata Rachel mengusap punggung Aluna. "Bunda tidak punya keberanian untuk mengatakan bahwa Louis adalah seorang duda yang kehilangan ingatan karena hampir gila ditinggalkan istrinya yang sebelumnya. Bunda selalu dihantui dengan ketakutan akan ingatan Louis yang tiba-tiba kembali dan mencoba membunuh dirinya. Itulah kenapa bunda tak pernah mengatakan bahwa dia mempunyai seorang mantan istri dulu, seorang istrinya yang mungkin masih begitu dicintai oleh Louis yang sesungguhnya. Karena Bunda yakin Louis yang sebenarnya masih sangat mencintaimu, Aluna. Tidak perduli kau mantan istrinya. Louis yang bersembunyi di balik ingatannya yang hilang masih mencintaimu seperti orang gila karena cinta dan rasa bersalahnya. Bunda benar-benar tidak bisa mengatakan itu, bunda hanya takut kalau Lou..."

"Jadi, mantan istriku itu Aluna?" Sebuah suara yang terdengar terkejut sekaligus marah karena merasa telah dibohongi, membuat Rachel dan Aluna terdiam dan ternganga melihat Louis sudah ada di samping mereka, mendengarkan semuanya secara detail.

"Lou?" gumam Rachel tak percaya melihat putranya kini berada di hadapan mereka. Baik Rachel maupun Aluna tak bisa berkata-kata. Mereka berada di situasi yang membuat mereka serba salah.

"Jadi, kalian selama ini mempermainkanku? Membuatku tampak bodoh dan hidup seolah-olah masa laluku indah? Kalian tak seharusnya menyembunyikan semua itu! APAPUN ALASANNYA!!!" kata Louis penuh kemarahan dan ketidakterimaan.

Sejak di kantor, Louis memang berniat untuk datang ke kafe itu di jam makan siang nanti karena dirinya terus-terus terbayang-bayang oleh ucapan Aluna yang mengatakan bahwa ia pernah memiliki istri selama bekerja tadi.

Entah kenapa fakta tentang ia yang telah menikah tidak terlalu mengejutkan dan malah membuatnya terasa bahagia di dadanya begitu ia mendengar dari Aluna bahwa ia pernah menikah, karena itu menandakan ia pernah mencintai seseorang dengan dalam dan tulus hingga menikahinya. Satu-satunya hal yang selama ini membuatnya penasaran sejak awal adalah siapa perempuan itu, perempuan yang bisa merebut hatinya seratus persen karena cinta.

Karena itulah ia datang ke kafe saat jam makan siang telah memperbolehkannya untuk pergi dari ruangan kerjanya yang mewah demi tujuan agar ia mendapatkan jawaban dari Aluna akan siapa perempuan yang pernah menjadi istrinya itu. Dan sekarang akhirnya ia mendapatkan jawabannya walau secara tak langsung.

Entah kenapa ia merasa kecewa karena ibunya menyembunyikan statusnya yang sebenarnya sebagai seorang duda. Serta ia juga marah pada Aluna karena ia merasa Aluna telah mempermainkannya selama ini, padahal Aluna tahu bahwa Louis adalah mantan suaminya tapi perempuan itu seolah-olah tak mengenalnya. Entah kenapa ada kemarahan yang muncul di dalam hatinya memikirkan Aluna tak mengakuinya sebagai mantan suaminya.

Louis hendak pergi dari kafe itu sebelum dua langkah itu terhenti dan ikut terdiam dengan wajah terkejut, diikuti Aluna dan Rachel yang sekali lagi juga ikut terkejut.

"Bunda, apa itu semua benar?"

Perempuan yang berada di ambang pintu kafe itu bertanya dengan lirih, perempuan yang telah mendengar semua masa lalu sang calon suaminya yang cukup membuatnya sedih.

"Kak Aluna benar-benar mantan istri Louis?"

***

Sophia berjalan dengan tatapan kosong dan penuh tanda tanya, menuju ke apartemen yang ia tempati. Tadi ia berniat untuk mengunjungi kafe seperti biasa, tetapi betapa terkejut saat ia mendengar sesuatu yang membuat syok setelah melewati ambang pintu itu. Dan setelah mendengar itu, Sophia menanyakan kebenarannya namun semua orang di sana hanya diam.

Shopia pun terlalu syok sehingga langsung pergi dari tempat itu, ia lihat Louis tak mengejarnya, malah pria itu terus menatap Aluna tajam kembali dan menghilangkan niat pria itu untuk pergi dari kafe

Aluna yang selama ini sudah ia anggap sahabat bahkan hingga seperti saudarinya ternyata adalah mantan istrinya dari tunangan sekaligus calon suaminya, Louis. Hal itu bahkan tak pernah terbayang oleh imajinasinya sekali pun.

Alih-alih marah atau sedih, Sophia malah bingung dan penasaran, bagaimana pun Aluna dan Louis tak punya hubungan sama sekali. Sophia malah bingung memikirkan bagaimana bisa mereka bersama hingga Louis hilang ingatan. Di lain sisi Sophia juga cukup cemburu karena Aluna ternyata pernah menjadi istri dari Louis.

Itu berarti dirinya bukanlah cinta pertama Louis, karena Sophia selalu mengira ia adalah cinta pertama Louis mengingat Louis begitu tertutup pada orang-orang termasuk para perempuan. Itulah sebabnya Sophia sangat terkejut mengetahui Louis pernah memiliki istri sebelumnya.

Sebenarnya sudah sejak lama Sophia melihat tatapan lain dari Aluna saat memandang Louis. Tatapan perempuan itu seperti memandang penuh kerinduan sekaligus kesedihan dan ketakutan kepada Louis membuat Sophia terkadang heran namun ia abaikan. Ia pikir tatapan lembut Aluna memanglah seperti itu bukan karena ada hal lain dalam pandangan itu.

Sekarang yang menjadi beban pikiran Sophia adalah apakah Louis masih mencintai Aluna atau tidak? Bukankah Louis sekarang sedang lupa ingatan? Jadi bisa dibilang Louis yang sekarang adalah bukanlah Louis yang sebenarnya.

Louis yang sekarang seperti sebuah keong yang mempunyai cangkang yang lain. Membuat ia bingung, apakan 'Louis yang tidak hilang ingatan' masih mencintai mantan istrinya? Bagaimana jika iya? Tapi jika mereka saling mencintai kenapa mereka bercerai? Apa sebenarnya masalah mereka? Dan bagaimana dengannya yang juga mencintai Louis?

Memikirkan itu membuat Sophia semakin pusing. Ia mungkin tidak akan bisa menerima kenyataan jika Louis sebenarnya masih mencintai Aluna. Bagaimana pun ia juga mencintai Louis. Ia tak bisa melepaskan Louis, Louis miliknya, tetapi tetap saja hatinya merasa ganjal.

Sophia yang sekarang tak sadar melamun di tengah jalan trotoar yang tidak terlalu ramai, terus terdiam dan berdiri. Hingga sebuah batang permen muncul tepat di depan hidung, membuatnya memandang juling permen yang berada di tengah-tengah wajahnya.

"Hei, gadis manja!"

Sapaan itu membuat Sophia memutar matanya jengah. Hanya satu orang yang sering memanggil dengan embel-embel manja. Tentu saja pria pelayan yang terkenal karena wajah tampan nan manisnya serta tinggi tubuhnya yang lumayan untuk seorang mahasiswa.

"Kau lagi. Kau sepertinya ada di mana-mana." Sophia mendengus melihat Jun sudah ada di samping dengan gaya menjengkelkan di atas sepedanya yang selalu tampak baru karena Jun merawatnya dengan baik. Ia sendirimasih kesal setelah insiden Jun mengangkat roknya.

Sophia kemudian menyadari sesuatu. Ia melihat pakaian Jun yang terkesan bebas layaknya anak muda seumurannya, tapi bagi Sophia itu tampak berandalan. Apalagi topi Jun yang mengarah ke belakang, jaket yang di ikat di pinggang serta batang permen yang berada di mulutnya membuatnya seperti pria pengangguran yang tak terawat bagi Sophia. Apalagi rambut Jun yang berantakan membuat tangan Sophia gatal untuk menyisirnya. Menurutnya model rambut yang patut digunakan oleh pria adalah seperti rambut Louis, rapi menggunakan sisir serta gel yang wangi, layaknya pria bangsawan yang berwibawa da berkharisma, bukan berpakaian dengan asal seperti Jun.

Ia heran, apa yang membuat perempuan-perempuan SMA yang datang ke kafe mereka menjerit kecil melihat Jun?

Melihat Shopia yang menatapnya seperti itu, Jun menjadi terlihat bersalah. "Kau masih marah padaku? Sungguh, aku hanya ingin melihat lukamu sudah baikan atau belum."

Shopia menghela napas panjang. "Aku tahu. Tapi tetap saja kau menyebalkan mengangkat rokku seperti itu di tempat remain."

"Maaf," ucap Jun lagi.

"Iya, tidak apa-apa dan lukaku sudah tertutup dan sebentar lagi sembuh," balas Shopia yang sedikit sebal melihat wajah penuh bersalah Jun. Ia lebih suka Jun menatapannya jahil seperti biasa. "Ngomong-ngomong, kenapa kau di sini? Bukannya tadi kau di kafe? Ini bahkan belum selesai jam makan siang, kau bolos ya?" tuduh Sophia setelah mengambil permen yang disodorkan Jun dan memakannya.

"Aku ada kuliah sore jadi aku pulang lebih awal," jelasnya lalu kemudian berbalik menatap Sophia. "Bagaimana denganmu, tadi aku lihat kau sempat ada di kafe, kenapa sekarang kau di sini? Kau pulang karena tahu aku akan pulang lebih awal? Kau pasti hanya ingin melihatku, kan?" goda Jun menaik turunkan kedua alisnya.

Sophia tertawa sinis seperti biasa setiap menghadapi kejahilan Jun kemudian mendelik. "Kau sedang bermimpi? Jika kau ingin kupandangi perbaiki dulu gaya pengangguranmu itu."

"Apa katamu? Gaya pengangguran? Ini seni! Sangat keren!" kata Jun sambil memiringkan topinya dan memetalkan tangan kanannya penuh bangga memamerkan jiwa bebasnya.

"Gayamu itu seperti tunawisma! Kau seolah hanya punya satu baju saja dengan gayamu yang seperti itu. Kau tahu dengan gaya seperti, kau takkan punya uang. Kau ingin menjadi miskin? Berpakaian rapi akan membuat tampak pintar sehingga kau bisa bekerja dengan perusahaan besar nantinya," kata Sophia mencibir.

Jun terperangah dengan pola pikir Sophia. Sepertinya Sophia terlalu lama hidup di dalam kedipan sosialita sehingga membuatnya memandang orang yang bertampilan rapi adalah orang cerdas dan berpedidikan.

Jun pun akhirnya hanya terkekeh menanggapi perkataan Sophia yang menurutnya lucu karena kurang berbobot. Jun dengan tiba-tiba memajukan wajahnya ke wajah Sophia, membuat perempuan itu spontan memundurkan kepalanya tanpa beranjak dari tempatnya berdiri.

"Jadi maksudmu kau menyuruhku berpakai seperti orang culun? Seperti tunanganmu itu? Kau tahu, itu menurunkan harkat dan martabat jiwa bebasku yang keren. Lagipula, wajah seperti ini akan mendatangkan uang sendiri padaku. Uang akan berlarian padaku melihat wajah tampan ini. Aku sudah dilahirkan untuk menjadi kaya."

"Maksudmu kau mau menjual diri supaya kaya?" Kepercayaan diri Jun yang berlebihan pun disela oleh Sophia begitu saja, membuat Jun tercekat mendengarnya.

Sekali lagi Jun melongo. Entah Sophia memang benar mempunyai pola berpikir yang tidak berbobot atau mungkin otaknya terbuat dari kata aneh, Jun selalu merasa idiot berbicara dengan Sophia. Membuatnya selalu ingin mendelik tajam pada satu-satunya perempuan yang tak terjerat pesona-selain Aluna tentu-nya.

"Yang kumaksud wajahku ini sudah terlahir untuk menjadi wajah orang kaya. Kau tahu, wajah begini banyak dicari oleh perusahaan-perusahaan besar di negaraku. Bukannya ketampananku membuat kaya dengan cara seperti itu!" jelas Jun frustasi melihat perempuan itu hanya ber-oh ria tanpa minat seolah mengejek Jun.

Kemudian tatapan Jun teralih pada segorombolan tiga hingga lima orang berjas yang seolah mencari sesuatu yang jaraknya agak jauh dari mereka. Hingga tatapan pria-pria itu mengarah padanya membuat Jun dengan sigap menarik tangan Sophia hingga bokong perempuan itu terduduk di depannya di sepedanya dengan posisi menyamping.

"HEI, APA YANG KAU LAKUKAN!" pekik Sophia saat Jun langsung mengayuh sepedanya dengan kecepetan tinggi.

"Aku tak percaya dia mencariku sampai ke negara ini," gumam Jun mengabaikan pekikkan Sophia dan fokus terus mengayuh sepedanya menjauh. Sophia yang masih dalam keadaan panik pun menegok ke belakang dan melihat segerombolan pria berkacamata serta jas hitam mengejar mereka dengan kecepatan lari yang cukup mengangumkan.

"Siapa mereka?!" teriak Sophia masih dalam keadaan panik. Ini adalah kali pertamanya menaiki sepeda, bahkan ia tak pernah menaiki sebuah kendaraan yang bernama motor, jadi tak aneh jika ia histeris saat ini. "Kau tuli? Siapa mereka?!!"

Sekali lagi Jun mengabaikannya.

"Hei! Mereka siapa?! Kenapa mereka mengejar kita?!!" teriak Sophia semakin tinggi membuat Jun sedikit kesal dan terganggu.

Jun tak menyangka perempuan yang selalu terlihat anggun dan lembut di kafe ternyata memiliki teriakan melengking yang cempreng jika sedang panik. "Mereka penagih hutang! Jadi jika kau tak ingin babak belur kemudian di culik, maka diamlah dan biarkan aku mengayuh dengan tenang!"

"APA?!!"

***

Tiga orang yang duduk di meja kafe bundar itu dalam keadaan canggung dan mencekam. Sang pria yang satu-satunya berada di tengah kedua perempuan itu terus menatap tajam Louis awalnya ingin pergi dari kafe itu, tapi kemudian sadar, ia butuh penjelasan saat ini.

"Jadi benar kau mantan istriku?" tanya Louis dengan nada dingin yang diangguki dengan gugup dan sedikit takut oleh Aluna, membuat Louis sekali lagi mendengus tak percaya. "Berapa umurmu?"

"29," jawab Aluna tanpa basa-basi.

"Berarti aku setahun lebih tua," gumamnya lebih kepada dirinya sendiri. "Orang tuamu?"

Aluna sekarang merasa seperti diintrogasi sebagai tersangka apalagi ekspresi Louis yang mengancam seperti dengan tatapannya yang tajam menakutkan serta nada yang terdengar dingin namun mencoba datar. Melihat itu, Aluna sedikit takut entah kenapa.Namun, ia tetap mencoba menjawab semuanya, bagaimana pun yang sekarang di hadapan adalah Louis yang berbeda.

"Sudah lama meninggal."

"Jadi kau yatim piatu!" Bukan nada kasihan dalam kalimat itu, melainkan nada frustasi yang seolah tak percaya.

Aluna pun hanya mengangguk.

"Apa kita punya anak?"

Aluna mengangguk sedih diingatkan buah hatinya itu. Buah cintanya bersama Louis yang belum sempat ia lihat ke dunia karena perempuan itu. "Tapi aku keguguran."

Louis semakin menatap percaya. Ia merasa semua ini terlalu mengejutkan sekaligus tak mungkin untuk terjadi padanya. Louis pun menggeram frustasi sebelum kembali bertanya dengan nada tajam dan sedikit amarah entah kenapa. "Bagaimana dengan sekolahmu? Pekerjaanmu sebelumnya?"

"Kita satu universitas. Aku mendapat beasiswa untuk memasuki universitas itu. Dan sebelum ini, aku bekerja di rumah sakit yang kau kelola dan merekomendasikanku sebagai perawat," kata Aluna memegang erat kedua tangan yang berada di pangkuannya.

Sedangkan Rachel hanya bisa diam tanpa berbicara karena menurutnya ini masalah Aluna dan Louis sekarang, ia cukup menjadi penonton tengah.

Sejenak Louis melongo hingga beberapa detik kemudian ia tertawa, tawa yang terdengar sinis, tak percaya sekaligus frustasi. Ia benar-benar tak percaya sekarang bahwa perempuan yang tampak menyedihkan dengan tubuh yang kurus itu adalah mantan istri, mantan perempuan yang katanya pernah sangat ia cintai hingga ia nikahi.

Walaupun jujur Louis merasa hatinya selalu seolah memanggil perempuan itu dan dirinya selalu nyaman di dekat Aluna, ia tetap tak bisa menganggap Aluna sebagai mantan istrinya. Ia bahkan meragukan seratus persen bahwa Aluna adalah perempuan yang pernah ia nikahi di umur mudanya. Ia menyimpulkan bahwa ketertarikan secara tak langsungnya selama ini hanyalah rasa persahabatan tidak lebih, kalaupun memang benar, Louis takkan menangakuinya.

Karna bagi Louis, Aluna bukanlah tipe yang akan ia cintai apalagi dia nikahi. Perempuan itu terlalu menyedihkan baginya. Bukan tipe yang cocok untuk tempat ia berbagi cinta. Entah kenapa ia merasa dilingkupi kemarahan. Kemarahan yang ia rasa pernah ia rasakan.

Dan Louis tak tahu kemarahan itu adalah kemarahan yang muncul secara spontan dari ingatan yang hilang. Kemarahan yang dirasakan Louis dulu saat ia mendengar tuntun cerai dari Aluna tanpa ia ketahui. Membuat mengeluarkan amarah seolah ia sedang dipermainkan.

Rachel dan Aluna pun hanya menatap bingung melihat Louis yang tertawa sinis seolah apa yang dikatakan Aluna adalah semacam lelucon yang sama sekali tidak masuk di akal pria tampan itu.Louis pun berhenti tertawa, lalu memandang tajam Aluna seolah memperingatkan 'jangan main-main denganku'. "

Kau pasti bercanda!" Louis sembali tertawa sinis. "Aku? Dan kau? Kita menikah? Kau pasti bermimpi bahwa aku menikah denganmu."

"Louis!" Kali ini Rachel yang berseru mendengar nada merendahkan dan penghinaan Louis secara tak langsung. Namun, Louis tak mengindahkan seruan marah ibunya dan terus menatap tajam Aluna yang sekarang menunduk menahan air mata yang siap tumpah kapan pun saat ia tak kuat menahannya lagi.

"Tidak mungkin, orang sepertiku, ingin menikah dengan seorang anak yatim piatu yang bersekolah berbekalkan beasiswa dengan alasan cerdas untuk menutupi kemiskinannya dan bekerja dengan atas nama sang suami agar diterima di rumah sakit besar milik sang suami," desis Louis membuat Aluna mengepalkan tangannya di bawah meja, menahan rasa sakit dan amarah yang meminta untuk diluapkan.

"Louis!" Kemarahan ibunya pun ikut memuncak mewakili Aluna yang hanya diam. "Aluna adalah perempuan yang baik dan mandiri. Dia juga memang cerdas, dan dia lolos di rumah sakit bukan hanya sekedar rekomendasimu saja, melainkan karena dia memang lebih dari mampu!"

Namun, sekali lagi Louis tuli, ia hanya memusatkan pandangan tajam pada Aluna yang sekarang benar-benar menundukkan kepalanya, tak ingin menatap Louis. Aluna tak tahu bahwa kehidupannya akan benar-benar serumit itu.

"Apa kau yakin, mantan suamimu itu aku? Apa kau yakin pria yang pernah mencintaimu itu adalah diriku? Karena menurutku sekarang, mungkin aku akan menjadikanmu teman, tapi kekasih? Menurutku itu kelewatan batas," desis Louis. "Dan apapun yang terjadi aku akan tetap memilih Sophia sebagai calon istriku. Karena menurutku dia yang lebih patut dan cocok atas posisi itu. dan juga kurasa aku menikah denganmu saat itu karena aku belum melihat Sophia, jadi aku berpikir kau yang terbaik."

Rachel dan Aluna terdiam. Mereka benar-benar tak menyangka bahwa pria itu akan bertingkah sombong mengatakan hal-hal semenyakitkan itu tanpa tahu apa-pun. Bahkan kalimat Louis benar-benar kejam untuk mantan istrinya.

Melihat tak akan dan balasan dari Aluna, Louis pun mendengus lalu menyeringai. Ia bangkit dari duduk dengan angkuh lalu berjalan keluar kafe.

"Ah satu lagi!"

Louis yang sudah berada di ambang pintu pun kembali berbalik menatap Aluna. Ia menatap sombong dan sinis, semakin merendahkan perempuan yang ada di dalam tatapannya.

Aluna yang berhasil menahan air matanya pun akhirnya mendongak, mewanti-wanti kalimat Louis selanjutnya. Ia sekarang berharap bahwa kalimat selanjutnya itu tidaklah menyakitkan. Namun ia salah, kalimat selanjutnya yang keluar dari bibir Louis benar-benar menyakitkan hingga ke dasar lubuk hatinya. Menyakitinya sedalam-dalamnya.

"Anak yang pernah kau kandung... apa kau yakin itu juga benar-benar anakku?"

To be continue..

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 339K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
1.1M 111K 33
Pertemuan dengan Marsha melalui kejadian yang tidak terduga mengubah hidup Vincent ke arah yang tidak terduga pula. Ketika cinta tumbuh di antara ked...
4.3M 302K 38
COMPLETE Highest rank #3 on chicklit (28102017) ¤ ¤ ¤ This is a work of fiction. Names, characters, businesses, places, events and incidents are eit...
1.8M 139K 44
[CERITA MASIH LENGKAP SAMPAI END] Razita Reeves. Seorang artis cantik yang sedang berada di puncak karir. Sangat dimanja dalam keluarga Reeves, terut...