DIA (BANYAK DIHAPUS)

By qiaqiya

3.5M 228K 3.8K

"Dia adalah sekretaris Dirjen yang aku kenal saat acara penandatanganan kesepakatan kerjasama antara perusaha... More

prolog
bag 2
bag 3
bag 4
bag 5
bag 6
bag 7
bag 8
bag 9
bag 10
bag 11
bag 12
bag 13
bag 14
bag 15
bag 16
bag 17
bag 18
bag 19
bag 20
bag 21
bag 22
bag 23
bag 24
bag 25
bag 26
bag 27
bag 28
bag 29
bag 30
bag 31
bag 32
bag 33
bag 34
bag 35
bag 36
bag 37
bag 38
part 39
part 40
part 41
part 42
part 43
part 44
part 45
part 46
part 47
part 48
part 49
part 50
part 51
part 52
part 53
part 54
part 55
part 56
part 57
part 58
epilog
extra part (1) - satria
extra part (2) - sasti
extra part (3) - wedding's life
extra part (4) - surprise
extra part (5) - Satria Jr
spesial part

bag 1

125K 6.3K 64
By qiaqiya

Sabtu pagi selalu menjadi saat yang paling membahagiakan untuk Sasti, ia tak perlu berangkat gelap untuk ke kantor dan juga pulang larut malam untuk kembali ke rumahnya.

Suatu kebiasaan bagi Sasti di hari sabtu dan minggu yaitu meregangkan tubuhnya dibawah terpaan sinar mentari pagi, membiarkan hangatnya menyelimuti serta menghirup dalam udara pagi yang sedikit lebih baik ketimbang siang hari.

Setelah puas berdiri di balkon apartmentnya, Sasti masuk ke dalam lalu menuju ke salah satu kamar yang ia sulap menjadi ruang wardrobe. Ia membuka salah satu pintu lemari pakaiannya, mengambil legging dan kaos lalu mengenakannya. Setelah itu Sasti mengambil salah satu running shoes yang ia miliki.

Sasti berdiri di depan sebuah cermin besar yang menampilkan bayangan tubuhnya dari atas hingga ke bawah, ia tersenyum melihat penampilannya. Tak lupa menjinjing tas gym yang ia dapatkan dari salah satu tempat gym di jakarta, Sasti pun keluar dari apartmentnya menuju tempat gym yang terletak di lantai GF tower 1 tempat apartmentnya berada.

--

Bulir keringat terus keluar dari pori-pori kulit Sasti bahkan nafasnya mulai terdengar ngos-ngosan, namun tak membuat perempuan itu berhenti berlari di atas treadmill.

Sedikit lagi batin Sasti saat matanya melihat ke arah jarak tempuh yang telah ia capai yaitu 9,7 km. Sasti terus berlari hingga saat Distance menunjukkan angka 10 km ia pun menekan tombol panah ke bawah agar kecepatan treadmillnya berkurang perlahan, hingga akhirnya ia menekan tombol stop.

Sasti menenggak infus water yang berisi potongan buah lemon dari botolnya, samar ia mendengar nada panggil handphonenya yang berbunyi. Ia pun mengacak isi tas nya, begitu handphonenya ditemukan Sasti langsung menyentuh gambar telpon yang berwarna hijau.

"Mamiiiii....mamiiiiiii" terdengar seruan dari balik telpon.

Sasti tersenyum mendengar suara tersebut, "Ayesh jangan teriak-teriak, kuping mami sakit".

"Mamiii Ayesh udah syiap nih, mami udah jalan belum?" tanya anak kecil itu.

"Satu jam lagi mami sampai, ayesh udah makan belum?"

"Ayesh nda mau maem, ayesh tundu mami ja yah" rajuk Naresh.

"Loh kalo ayesh engga makan mami engga jadi jemput" ancam Sasti.

Tak ada balasan dari balik telpon, "iya ayesh maem tapi maem loti ja yah" anak kecil itu pun mengalah.

"Iyaa makan roti aja" sahut Sasti lembut.

"Tapi satu ja yah mi" tambah Naresh.

"Iyaa satu, tapi harus habis nanti mami tanya ke nenek loh ya ayesh abis apa engga rotinya" ucap Sasti dengan nada digalak-galakkan.

Naresh tak menjawab ia malah cekikikan, tak lama suara di telpon itu berubah. "Sas..." terdengar suara ibu-ibu yang tak kalah lembut dari suara Sasti.

"Ibu, ayesh tolong diliatin ya itu bener makan roti apa engga" ucap Sasti.

"Iya, kamu mau ke sini jam berapa? Naresh udah mandi itu dari jam 7 pagi" ujar Rukmini.

"Iya bu sedikit lagi Sasti ke sana, Sasti mandi dulu baru habis olahraga" balas Sasti.

"Ya sudah, hati-hati ya nak"

"Iya bu.."

--

Baru saja selesai mandi, handphone Sasti kembali berbunyi.

Bapak!

Sasti mengerutkan kening saat melihat nama penelpon, pliss jangan ada panggilan hari ini batinnya.

"Hallo selamat pagi pak" Sasti membuka pembicaraan dengan sopan.

"..........."

"Iya pak"

"............"

"Ohh tidak mengganggu pak, siap pak siap"

"............."

"Iya pak nanti setelah check in saya antar boarding-passnya ke rumah bapak"

"............."

"Iya pak"

Begitu sambungan terputus Sasti langsung mencari kontak Apriyani di handphonenya, ia langsung menghubungi sahabatnya tersebut.

Tak perlu menunggu lama untuk panggilan tersebut diangkat.

"Halo pri, lo ke kantor?"

"............"

"Tolong dong penerbangan ke jogja, business class ya untuk sore ini"

"............."

"Iya Garuda, atas nama Sumedi Rajasa ya"

"............."

"Iyaa kirim ke email gue"

"............."

"Oke makasih ya, gabungin sama penerbangan yang terakhir"

"............"

Sambungan terputus, Sasti bernafas lega inilah untungnya punya sahabat yang memiliki travel ia bisa meminta tolong kapan saja untuk pembelian tiket, bahkan pembayarannya pun bisa disusul kemudian.

Selesai berpakaian Sasti langsung mengambil handphonenya, membuka aplikasi Uber. Kebetulan sekali driver yang akan menjemputnya berada tak jauh dari apartementnya. Tak lama Sasti sampai di lobi, mobil Avanza hitam berplat B 4476 KEH terlihat memasuki lobi apartment.

"Selamat pagi mbak" sapa driver ramah.

"Pagi pak" balas sasti tak kalah ramah.

"ke Bekasinya mau lewat mana mbak?" tanya driver.

"Terserah bapak, yang engga macet pokoknya" jawab Sasti terkekeh.

"Siap mbak" balas driver yang kemudian melajukan mobilnya meninggalkan kawasan apartment.

Tring!

Sebuah pesan masuk, dari Apriyani.

From Apriyy : cek email ya udah gue kirim tiketnya 😊

Dengan cepat sasti membalas pesan tersebut,

To Apriyy : makasih sayangkuh.

Setelah membalas pesan Apriyani, Sasti langsung mengirim pesan untuk Pak Dirjen yang memberitahukan bahwa e-tiketnya sudah dia kirim ke email bosnya tersebut. Setelah pesan terkirim Sasti memasukkan handphonenya ke dalam tas, pandangannya beralih ke luar jendela. Mobil yang berlalulalang mulai memadatkan jalanan Jakarta di sabtu pagi ini. Apalagi dengan adanya pembangunan di sepanjang jalan Fatmawati, membuat laju mobil menjadi terhambat di beberapa titik.

--

"Mamiiiiii daten yeeeyyy" Naresh berteriak girang saat melihat Sasti yang muncul dari balik pintu.

Kaki kecilnya melompat-lompat menghampiri Sasti dengan kedua tangannya mengangkat ke udara. Minta digendong.

"Uuww.. kesayangannya mami" ucap Sasti yang langsung memggendong Naresh.

"Mmuaachh...mmuacchh...mmuacchh" Sasti menciumi pipi dan kening Naresh menyisakan lipstick kemerahan di wajah bocah lelaki yang baru berusia 3 tahun itu.

Naresh pun membalas ciuman Sasti, ia menciumi pipi Sasti berulang kali hingga pipi Sasti basah.

"Ayesh udah makan?" tanya Sasti dengan mata menyipit.

"Udah mi tadi ayesh maem loti" jawab Naresh sambil memainkan rambut Sasti.

"Bener?" tanya Sasti dengan nada suara tak percaya.

"Benel, tanya nene aja" jawab Naresh sambil menunjuk Rukmini dengan dagunya.

"Ibu.." Sasti menurunkan Naresh dari gendongannya, lalu menghampiri Rukmini yang baru saja keluar dari dapur, ia mencium tangan ibunya itu.

"Kamu mau kemana sama Naresh?" tanya Rukmini.

"Mau ke ragunan, terus aku pulang ke apartment ya bu. Biar Ayesh sama aku, kan bapak keluar kota jadi Ayesh bisa aku bawa ke kantor" jelas Sasti panjang.

"Emang engga apa-apa bawa anak kecil ke kantor?" Rukmini terdengar tak yakin dengan niat Sasti.

"Engga apa-apa kok bu, udah ibu tenang aja" ucap Sasti mencoba meyakinkan ibunya.

"Yasudah, biar ibu rapihkan baju-baju Naresh" Rukmini pun berlalu menuju kamar Naresh.

Sasti melirik Naresh yang sedang bermain dengan robot Iron Mannya, senyuman pun tersungging di bibirnya saat melihat pola tingkah Naresh yang menggemaskan.

"Mi kita mau kemana?" Naresh menarik celana kulot yang dikenakan Sasti.

"Hm..ke Ragunan" jawab Sasti sumringah.

"Lagunan itu apa?" Naresh yang baru pertama kali mendengar Ragunan pun bertanya.

"Ragunan itu kebun binatang sayang, nanti disana Ayesh bisa lihat gajah, harimau, burung, jerapah, monyet pokoknya banyak deh" jelas Sasti.

Seketika mata Naresh membulat, wajahnya tampak begitu tertarik dengan penjelasan Sasti. Naresh pun menarik tangan Sasti ke arah pintu rumah, "Ayo mami kita ke lagunan shekalang" ucapnya semangat.

--

Di Ragunan...

"Ayesh jangan lari-larian sayang" seru Sasti yang berlari kecil mengikuti Naresh dari belakang.

"Mami bulungnya walnanya banyak ihh, itu liat itu" Naresh menunjuk burung kakatua dan nuri yang berwarna-warni.

"Iya.. ayok sini mami foto, ayesh diri deket kandangnya" Sasti mengeluarkan handphonye dari dalam tas lalu mengambil beberapa foto Naresh yang sedang bergaya di dekat kandang burung Kakatua dan Nuri tersebut.

Waktu makan siang sudah terlewati setengah jam, namun tenaga Naresh seolah tak ada habisnya. Ia masih bersemangat melihat orang utan sehingga Sasti harus memaksanya untuk makan siang terlebih dahulu.

Sore hari.....

Puas seharian berkeliling melihat binatang yang ada di Kebun Binatang Ragunan, akhirnya Naresh mulai kelelahan. Ia mulai merajuk minta agar Sasti menggendongnya.

Baru saja melewati pintu keluar, tiba-tiba terdengar gemuruh dari langit. Awan mendung mulai terlihat, anginpun mulai berhembus kencang.

Sasti mencoba mempercepat langkahnya menuju halte bus Ragunan, namun dengan keadaan menggemblok tas milik Naresh, mencangklong totebag miliknya dan juga menggendong Naresh yang mulai mengantuk membuat dirinya kesusahan.

Beruntung sekali, tepat Sasti menginjakkan kakinya di Halte, hujan pun turun dengan derasnya menciptakan tampiasan yang membasahi kaki Sasti.

Dengan susah payah akhirnya Sasti bisa mengeluarkan handphonenya, ia mencoba membuka aplikasi Uber namun tidak bisa, hujan yang sangat deras sepertinya telah membuat jaringan Uber bermasalah. Sastipun pasrah menunggu taksi yang lewat, namun seperti sedang sial tak ada satupun taksi yang lewat di depan Halte.

Sesekali Sasti melirik ke arah Naresh yang sudah terlelap di gendongannya, ia mengusap-usap punggung Naresh agar bocah lelaki tersebut merasa sedikit hangat.

Haduh masa iya naik angkot, kasian ayesh batin Sasti yang mulai kesal karena tak kunjung mendapatkan taksi untuk pulang ke apartementnya.

--

*Satria Pov*

Aku benar-benar tak habis pikir dengan Jakarta.... engga hujan aja macetnya luar biasa, apalagi dengan situasi hujan deras seperti sekarang ini. Tidak bergerak!

Entah sudah berapa lama mobil yang ku kendarai ini berhenti seolah terparkir di tengah jalan. Wiper mobilku bergerak ke kanan dan ke kiri secara bergantian untuk menyapu derasnya air dari langit yang menghalangi pandanganku saat menyetir.

Entah kenapa perhatianku terarahkan kepada halte bis Ragunan yang lumayan ramai.

Beriringan dengan wiper yang terus bergerak di kaca mobil, aku seperti mengenali salah satu sosok yang turut serta berdiri di bawah atap halte.

Mungkinkah itu sekretarisnya Pak Dirjen? batinku saatnya melihat perempuan yang tengah menggendong anak batita.

Mobil di depan ku bergerak maju tak cukup jauh memang, tapi itu membuat mobilku semakin mendekat ke halte dan membuat jarak pandangku ke arah perempuan itu semakin jelas.

Dan aku yakin sekali sekarang kalau perempuan itu adalah Sasti.

Apa yang dia lakukan disini? Apakah itu anaknya? Jadi dia sudah menikah?

Ahh kenapa aku harus memikirkan hal itu, anaknya atau bukan, menikah atau tidak tentu itu bukan urusanku.

Aku mengalihkan pandanganku dari halte tersebut, kembali melihat ke depan berharap mobil yang ada di depanku melaju jauh hingga aku bisa terlepas dari kemacetan ini.

10 menit berlalu, dan aku masih disini. Di dalam mobilku yang terjebak macet tapi posisi mobilku hampir di depan halte.

Entah kenapa hatiku ingin kembali melihat ke arah halte, kepalaku mulai berpikir apakah Sasti masih disitu atau dia sudah pergi.

Tapi kutahan keinginanku, tak perlu menengok sebuah bisikan di kuping kiriku. Menengok saja tidak ada salahnya sebuah bisikan lain di kuping kananku.

1 menit..

2 menit..

3 menit..

4 menit..

5 menit..

Kaki kiriku mulai bergoyang sendiri tak tenang, ahh tidak ada salahnya menengok.

Anak yang berada di dalam gendongan Sasti sepertinya menangis, ia berontak ke kanan dan ke kiri. Dapat ku lihat Sasti berusaha menenangkan anak itu.

Dan aku.... kenapa aku jadi sedikit khawatir? apa aku perlu menelponnya dan menyuruhnya masuk ke dalam mobilku? Lalu apabila sudah masuk apa yang harus kulakukan? Mengantarnya pulang?

Aku kembali berpikir...

Mungkin itu tidak perlu, belum tentu dia mau kami juga tidak begitu mengenal satu sama lain.

Tapi hatiku, hatiku ingin agar aku menghubunginya. Mungkin karena hatiku ini kasihan melihat perempuan seperti dia menggendong anak kecil dibawah hujan.

Tapi apa urusannya denganku?

Jariku mulai mengetuk-ngetuk stir mobil.

Mobil di depan ku kembali berjalan, aku memindahkan persneling dari N ke angka 1 lalu menginjak pedal gas pelan.

Posisi mobilku sekarang sudah sedikit melewati halte.

Mungkin memang aku tak perlu menghubunginya dan menyuruhnya masuk ke dalam mobilku.

*Satria Pov End*

--

23/06/2016

ZMSKIA

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 135K 22
"tante aku mau ngelamar tante" "hah...? gimana?" "iya, tante mau nggak jadi mama aku?" "hah?" "aku nggak nakal kok tante, aku juga punya uang artinya...
29.2M 2.5M 70
Heaven Higher Favian. Namanya berartikan surga, tampangnya juga sangat surgawi. Tapi sial, kelakuannya tak mencerminkan sebagai penghuni surga. Cowo...
6.1M 325K 14
Ketika lelaki yang ia cintai menolak pernyataan cintanya, Caca bertekad untuk menaklukkan hati lelaki itu. Lagipula, sebelum janur kuning melengkung...