SERPIHAN USANG

widyahadi द्वारा

98.8K 9.6K 2.3K

Masa lalu adalah sebuah kenangan yang akan selalu ada dalam ingatan dan tak pantas untuk dicemburui, karena y... अधिक

SERPIHAN USANG #1- Mendadak Jadian
Serpihan Usang #2 - Rasa itu mulai tumbuh
Serpihan Usang #3 - Oh Ellya
SERPIHAN USANG#4 -Bad Boy
SERPIHAN USANG#5 - Hurts
Serpihan Usang#6 - Surat Kanji dan Troublemaker
SERPIHAN USANG#7 - Terjemahan Surat Ali
SERPIHAN USANG#8 - Hati yang Memilih
Serpihan Usang# 9 - Khayalan yang Menjadi Nyata
Pilih Cover
SU #10 - Salah Paham
SU#11 - Aku Pulang Ai ...
SU #12 - Dilema
SU #13 - Selamat Tinggal, Batam

SU# 14 - Pertemuan

5.7K 696 198
widyahadi द्वारा

Bukan Prilly namanya jika tidak bisa mendapatkan teman dalam waktu kurang dari satu jam. Seperti yang tampak pada pemandangan beberapa menit setelah pesawat landing, Prilly bergandengan tangan dengan seorang gadis menyusuri lorong di antara para penumpang yang baru saja turun dari pesawat. Keduanya tampak berjalan sambil bersenda gurau akrab sekali, tidak terlihat jika mereka baru saja berkenalan di dalam pesawat.

"Duh Nis, berhenti dulu sebentar ya, jantungku rasanya seperti nggak bisa dikendalikan nih, sumpah aku deg-degan banget!!" Pinta Prilly pada teman barunya yang bernama Annisa sembari bersandar di tembok sambil memegang dadanya.

"Memangnya kamu dijemput sama siapa sih sampai deg-degan gitu? Aku aja yang dijemput sama pacar biasa aja!" Heran Annisa pada Prilly.

"Dijemput sama pacar juga, tapi ini beda Nis, aku sebelumnya belum pernah ketemu dan bicara langsung sama dia, kami hanya berkomunikasi melalui telepon dan surat," jawab Prilly seraya mengatur napasnya, mencoba menormalkan detak jantungnya perlahan-lahan.

"Wah, kisah cinta yang menarik, seperti sinetron, kira-kira apa ya judul sinetron yang tepat buat kisah cinta kamu?" Annisa tampak berpikir sejenak, "nah iya judul sinetronnya 'Antara Batam dan Jakarta' cocok Pril!" Lanjut Annisa  menepuk pundak Prilly, tak lama kemudian meluncur suara merdu Annisa menyanyi lagu 'Antara Anyer dan Jakarta' dengan mengganti kata Anyer menjadi kata Batam.

Sontak Prilly pun tertawa mendengar nyanyian Annisa, "itu bukan judul sinetron tapi judul lagu Annisa ...."

"Apapun itu," sahut Annisa di sela nyanyiannya, rasa grogi Prilly pun perlahan sirna tanpa Prilly sadari.

"Ya udah yuk kita jalan lagi," ajak Prilly menarik tangan Annisa saat ia sudah bisa menenangkan perasaannya. Mereka pun kembali melanjutkan langkah menuju ke tempat pengambilan bagasi.

Setelah sampai di tempat pengambilan bagasi dan mereka sudah mendapatkan kopernya masing-masing, Prilly dan Annisa pun kembali meneruskan langkahnya. Prilly yang sebentar lagi akan bertemu dengan Ali pun kembali diserang rasa nervous. Entah bagaimana nanti pertemuannya dengan Ali, Prilly tak berani membayangkannya.

"Lewat sini saja Pril, lebih mudah ditemukan daripada bersama rombongan penumpang yang lain, kita melawan arah!!" Ajak Annisa menarik tangan Prilly mengambil langkah ke kiri, sementara orang-orang berjalan ke arah kanan.

"Kalau kita kesasar gimana Nis? Yang lain pada jalan ke arah sana," khawatir Prilly seraya menunjuk ke arah rombongan yang berlawanan arah dengan telunjuk tangan kanannya. Tentu saja Prilly khawatir, karena ia sama sekali tidak mengenal seluk-beluk bandara apalagi Jakarta.

"Nggak bakalan!" Sahut Annisa kembali menarik tangan Prilly. Baru beberapa langkah mereka berjalan Annisa telah bertemu dengan kekasih serta keluarga yang menjemputnya.

"Ya udah, kamu pulang duluan deh Nis, aku nggak apa-apa kok, nggak enak sama pacar dan keluarga kamu, mereka udah nunggu kamu lama," ujar Prilly mengelus lengan Annisa.

"Beneran nih? Berani?" tanya Annisa mengkhawatirkan Prilly yang masih sendirian.

"Iya, kamu hati-hati ya, makasih untuk semuanya. Senang berkenalan denganmu." Prilly dan Annisa kemudian saling berjabat tangan dan berpelukan sejenak.

"Jaga diri baik-baik ya, salam buat pacar kamu, aku pergi dulu," pamit Annisa lantas melepaskan pelukannya, perlahan melangkah bersama kekasih dan keluarganya meninggalkan Prilly.

Prilly menatap punggung Annisa yang semakin jauh meninggalkannya. Kini, hanya tinggal ia seorang diri, ditemani oleh suara detak jantungnya sendiri yang berdetak semakin kencang. Digosok-gosokkannya kedua telapak tangannya demi mengurangi rasa gugup yang menyerangnya. Setelah merasakan sedikit nyaman, Prilly pun meraih kopernya kembali dan siap melangkah, namun di hitungan ketiga langkahnya sebuah suara memanggilnya.

"Ai!!"

Deg! Jantung Prilly serasa berhenti detik itu juga, nama yang dipanggil itu adalah nama panggilan kesayangan dari Ali untuk dirinya, dan suara yang baru saja memanggilnya begitu akrab di telinga. Suara yang hampir tiap hari mencumbu pikirannya, mirip seperti suara Ali, ataukah memang benar itu suara Ali?

Perlahan Prilly membalikkan badannya, menghadap ke arah sumber suara yang memanggilnya tadi. Benar saja, dari kejauhan tampak seorang pemuda yang tengah berjalan tergesa ke arahnya dengan senyum mengembang di bibirnya, Ali.

Prilly pun berjalan sambil menyeret koper menuju ke arah Ali yang juga sedang berjalan ke arahnya, senyum mengembang di bibir keduanya. Saat jarak mereka tinggal tiga langkah, Prilly pun mengulurkan tangannya menyalami Ali, sementara Ali yang hendak merentangkan kedua tangannya ingin memeluk Prilly mau tidak mau mengurungkan niatnya dan menyambut uluran tangan Prilly.

"Ditunggu di sebelah sana, malah jalannya lewat sini, dasar cari perhatian," kata Ali kemudian menarik hidung Prilly.

"Ih! Mas Ali sakit!" Pekik Prilly mengelus hidungnya kemudian memukul pelan lengan Ali sembari mencebik.

"Salah sendiri bikin gemes orang, aku dari tadi menunggumu di sebelah sana Ai," kata Ali sambil menunjuk ke arah dimana rombongan yang tadi bersama Prilly lewat, "mencari-cari orang dengan baju warna putih dan celana biru dongker, nggak tahunya malah jalan sendiri di sini," lanjut Ali menggelengkan kepalanya.

"Sengaja, biar mudah dikenali," sahut Prilly nyengir, padahal kalau bukan karena ide Annisa tadi mungkin Prilly sudah ikut berjubel bersama rombongan yang lain.

"Kita duduk dulu sebentar yuk di bangku," ajak Ali menarik tangan Prilly, sementara tangan satunya lagi telah mengambil alih koper Prilly. Mereka pun kemudian berjalan bergandengan tangan menuju ke sebuah bangku yang tersedia di bandara.

Prilly menghempaskan tubuhnya, menyandar ke sebuah bangku disusul oleh Ali di sebelahnya. Prilly terdiam sejenak, sementara Ali tanpa sepengetahuan Prilly, memerhatikan wajah kekasihnya itu sambil tersenyum penuh arti. Betapa bahagianya Ali saat itu, orang yang selama ini hanya ia dengar suaranya, kini telah menjelma nyata di hadapannya. Saat Prilly menyadari Ali tengah memerhatikan wajahnya, reflek kedua tangannya menutupi wajahnya.

"Mas Ali! Berhenti nggak memandangiku seperti itu? Aku malu Mas ... malu ...," rengek Prilly di balik kedua telapak tangan yang masih menutupi wajahnya sembari menghentak-hentakkan kakinya ke lantai.

Ali yang melihat tingkah Prilly yang lucu malah tertawa, kemudian perlahan tangannya memegang kedua telapak tangan Prilly yang masih menutupi wajahnya, berusaha membukanya namun Prilly menahan tangannya begitu kuat.

"Selamat ulang tahun Ai," bisik Ali di telinga Prilly membuat Prilly perlahan membuka tangannya dan menatap mata Ali, "semoga panjang umur, sehat selalu dan tercapai apa yang kamu cita-citakan selama ini, dan semoga hubungan kita ke depan lancar. I love you Ai ...," lanjut Ali menatap dalam mata Prilly, sejenak kemudian ia menempelkan jari telunjuk dan jari tengah kanannya bersamaan ke bibirnya lantas mengecupnya, setelah itu ia pindahkan dua jari itu ke bibir Prilly hingga membuat wajah gadis itu merona merah, jantungnya berdegup dua kali lebih kencang dari biasanya.

Ali dan Prilly memang baru saja bertemu, namun pertemuan mereka tak ubahnya seperti melanjutkan kisah mereka di telepon maupun surat, jadi di antara Ali maupun Prilly bahkan tak ada rasa canggung sedikit pun dalam berbicara, hanya untuk hal-hal yang belum pernah mereka lakukan di telepon mereka sedikit sungkan.

"Aamiin, makasih Mas," jawab Prilly tersenyum memegang tangan Ali, sungguh seandainya di tempat itu tidak ramai oleh orang yang berlalu-lalang di bandara, mungkin Prilly sudah memeluk Ali, walau bagaimanapun, Prilly juga sangat merindukan Ali sama seperti Ali merindukan dirinya.

"Kamu mau kado apa dari aku?" tanya Ali mengelus tangan Prilly lantas tersenyum mengulum bibirnya, matanya tak lepas memandang kedua bola mata Prilly.

"Bagiku, pertemuan kita ini sudah menjadi kado terindah buatku Mas." Prilly tersenyum membalas tatapan Ali, "tapi kalau Mas Ali mau traktir, aku terima dengan senang hati," lanjut Prilly tertawa riang.

"Boleh, kamu mau makan apa nanti? Biar aku traktir, sekalian merayakan pertemuan kita sekaligus hari ulang tahun kamu,"sahut Ali menyelipkan anak rambut Prilly ke sela telinga.

Prilly tersenyum sejenak, tak berapa lama kemudian ia pun berbisik di telinga Ali tentang makanan yang ingin ia makan, sontak Ali membulatkan matanya saat mendengar permintaan Prilly.

"Serius kamu mau makan itu Ai?" heran Ali saat tahu makanan yang diingini oleh Prilly.

"Emangnya kenapa? Mas Ali nggak suka ya?"

"Bukan begitu Ai, heran aja permintaan kamu sesederhana itu, aku kira ...."

"Aku ini asalnya dari kampung Mas, selera makan aku juga selera lokal bukan eropa, Mas Ali cukup ajak aku makan di kaki lima, asalkan makanannya enak dan membuat perutku kenyang, aku sudah sangat senang," ungkap Prilly memotong perkataan Ali.

"Ya udah yuk, kita jalan lagi, perjalanannya masih jauh." Ali bangkit dari duduknya sementara tangan kirinya menarik tangan Prilly.

"Jauh? Memangnya Mas Ali mau bawa aku ke mana?" tanya Prilly mengikuti langkah Ali yang mulai melangkahkan kakinya sambil tangan kanannya menyeret koper Prilly.

"Ada deh, nanti kamu juga tahu!" Jawab Ali tanpa menoleh pada Prilly, langkahnya yang begitu cepat membuat Prilly kewalahan mengikutinya.

Saat Prilly sudah tak sanggup lagi mengikuti langkah Ali ia kemudian melepaskan pegangan tangannya pada tangan Ali sembari mencebik. Ali yang merasa genggaman tangannya terlepas lantas menghentikan langkahnya. Dilihatnya Prilly yang tengah berjongkok di belakangnya.

"Kok malah jongkok sih Ai?" tanya Ali melangkah mendekati Prilly.

"Capek! Mas Ali jalannya cepat banget, jalan sama pacar tapi kayak orang kebelet!" Sahut Prilly bersungut-sungut.

Ali tertawa mendengar perkataan Prilly, dirangkulnya pundak Prilly sembari berjongkok.

"Maaf ... maaf ... maaf, aku terbiasa jalan cepat, lupa kalau aku lagi jalan sama pacar." Ali tersenyum menggigit bibirnya sembari menoleh pada Prilly, sementara Prilly menanggapinya dengan memanyunkan bibirnya kesal.

"Awas saja kalau besok masih seperti ini, aku nggak mau jalan bareng Mas Ali, tapi aku maunya digendong!" Rajuk Prilly kemudian berdiri dan melangkah lebih dulu meninggalkan Ali yang masih dalam posisi jongkok.

"Ai!" Panggil Ali pada Prilly namun Prilly terus saja melangkah tanpa memedulikan panggilan Ali. "Yah ... ngambek," gumam Ali berdiri kemudian bergegas menyusul Prilly.

Prilly menghentikan langkahnya saat sudah sampai di pinggir jalan, dibalikkannya tubuhnya ke arah belakang dimana Ali masih berjalan sembari menyeret kopernya, dalam hati Prilly tertawa, "pura-pura ngambekmu, nggak lucu Pril!"

"Teganya, aku ditinggal sendirian," keluh Ali ketika ia sudah sampai di samping Prilly, "tapi lucu juga ternyata ya kalau kamu ngambek, menggemaskan," goda Ali pada Prilly yang sedari tadi masih mencebikkan bibirnya, menyilangkan tangannya bersedekap menghadap ke arah Ali.

"Siapa juga yang ngambek! Wlek!" Elak Prilly menjulurkan lidahnya membuat Ali tertawa melihat muka Prilly yang lucu dan menggemaskan.

"Dewi," gumam Ali menyebut nama adik Prilly sembari memerhatikan wajah Prilly disertai decakan kagum membuat Prilly jengah.

"Dewi ... Dewi ... Dewi! Jangan-jangan Mas Ali udah jatuh cinta lagi sama Dewi gara-gara ketemu sama Dewi duluan," sungut Prilly mencebik seraya memutar bola matanya.

"Bukan gitu, maksud aku tuh kamu mirip sama Dewi, cara jalan kamu, postur tubuhmu juga hampir sama, orang bisa salah kira kalau lihat kalian dari belakang," jelas Ali tentang kemiripan antara Prilly dan adiknya, Dewi. Wajar saja, sebelum bertemu dengan Prilly, Ali telah bertemu dengan Dewi saat ia berkunjung ke rumah Prilly sepulangnya dari Taiwan.

Ali melambaikan tangannya saat ada taksi kosong hendak melintas di depannya, taksi itu pun berhenti tepat di depan Ali dan Prilly.

"Udah, ngambeknya diteruskan di dalam taksi, ayo masuk!" Titah Ali pada Prilly sembari membukakan pintu. Prilly pun kemudian masuk ke dalam taksi sementara Ali menaruh koper Prilly terlebih dahulu ke dalam bagasi mobil, setelah itu ia pun menyusul Prilly masuk ke dalam taksi.

"Ke mana Mas?" tanya pengemudi taksi seraya melihat ke kaca spion di dalam mobil.

"Jati Asih Pak!" Jawab Ali memberi tahu arah tujuannya, tangan kanannya meraih tangan kiri Prilly kemudian menautkan jemari tangannya erat.

Ali menoleh ke arah Prilly, gadis itu tidak biasanya diam, bahkan di telepon saja dia tak pernah kehabisan topik pembicaraan, selalu saja nyerocos bercerita tanpa Ali minta.

"Ai ...," panggil Ali pada Prilly, namun gadis itu masih diam seribu bahasa, "kamu masih ngambek gara-gara soal tadi? Aku minta maaf ya?" Tangan Ali meremas jemari kiri Prilly yang sedari tadi dipegangnya. Prilly masih tetap diam namun jemari kirinya membalas tautan tangan Ali yang semakin erat.

"Siapa juga yang ngambek? Aku cemburu!" Sontak Ali tertawa mendengar jawaban Prilly. Suatu hal yang tidak mungkin bagi Ali mencintai orang lain selain Prilly.

"Dengar ya Ai, sebelum aku mengirim surat pertama kali untukmu, aku salat istikharah lebih dulu, minta petunjuk sama Allah tentang perasaanku, jika memang benar kamu adalah jodoh yang Allah siapkan untukku maka aku memohon pada Allah agar kita didekatkan, namun jika kamu bukan jodoh yang Allah siapkan untukku, aku meminta untuk dijauhkan, dan kamu tahu jawabannya Ai? Keinginan untuk mengirimkan surat kepadamu semakin besar hingga aku meminta pada Mama untuk memintakan alamatmu di Batam. Jadi jangan pernah berpikiran jika aku mencintai orang lain, itu tidak akan mungkin." Perlahan air mata haru Prilly meluncur membasahi pipi saat mendengar penuturan Ali, sungguh dalam hati ia sangat menyesal. Seandainya waktu bisa diputar kembali, ingin rasanya hanya ada Ali di hidupnya tanpa ada Rendi, Adit apalagi Guntur. Sayangnya, mereka sudah terlanjur mengguratkan kenangan tanpa bisa dihapus kembali.

"Maafkan aku," lirih Prilly menyandar di pundak Ali, jemarinya pun semakin kuat tertaut di jemari kekasihnya itu, dalam hati tak henti-hentinya Prilly meminta maaf. "Maafkan Aku Mas, maafkan jika aku masih menyembunyikan dia darimu, aku belum siap menceritakannya padamu. Ini terlalu menyakitkan."

***
Tbc

Hayo siapa yang sebelumnya membayangkan pertemuan Ali dan Prilly ala-ala film india? Semoga nggak ada ya?

Oh ya, minal aidin wal faidzin ya, mohon maaf lahir dan batin. Maafkan mommy yang suka update seenaknya sendiri dan suka menggantung cerita hehe
Buat ALIKA Lovers sabar ya, setelah Serpihan Usang selesai, mommy bakal lanjut ALIKAnya lagi.

Peluk dan cium satu satu, muach.

Widya

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

1.4M 118K 147
"You do not speak English?" (Kamu tidak bisa bahasa Inggris?) Tanya pria bule itu. "Ini dia bilang apa lagi??" Batin Ruby. "I...i...i...love you" uca...
245K 619 10
Area 21+++, yang bocah dilarang baca. Dosa tanggung sendiri yap. Jangan direport, kalau gasuka skip.
190K 6.4K 42
menceritakan tentang perjodohan antara laki laki cantik dan seorang CEO tampan namun kasar, tegas, dan pemarah Cerita ini end tanpa revisi jadi ga u...
162K 13.1K 17
🐇🐇🐇