30 DAYS FOR LOVE

By yerinneri_jk

118K 5.7K 214

Resivia Ruth Cordelia. Seorang cewek yang sangat anti dengan yang namanya "JATUH CINTA", mendadak dikabarkan... More

PROLOG
CHAPTER 1 : Who Are You ? (1)
CHAPTER 2 : Who Are You ? (2)
CHAPTER 3 : Perjanjian Alvia
CHAPTER 4 : Nano-Nano
CHAPTER 5 : Pemberontakan Sivia
CHAPTER 6 : Awal cerita dimulai
CHAPTER 7 : Alvin vs Cakka (Salah sasaran)
CHAPTER 8 : Peduli
CHAPTER 9 : Absurd Moment
CHAPTER 10 : Journey to the Camp (In the Bus)
CHAPTER 11 : Insiden tak terduga
CHAPTER 12 : Are you okay ?
CHAPTER 13 : Worried
CHAPTER 14 : Hujan dan Pelangi
CHAPTER 15 : Pajamas Party
CHAPTER 16 : Quality Time (1)
CHAPTER 17 : Quality Time (2) - The real fact
CHAPTER 18 : Trouble
CHAPTER 19 : Heal the hurt
CHAPTER 20 : Guardian Angel (1)
CHAPTER 21 : Guardian Angel (2)
CHAPTER 23 : Yang sesungguhnya
CHAPTER 24 : Perjanjian? Lagi? - Complicated
CHAPTER 25 : Melted
CHAPTER 26 : She's not your girlfriend?
CHAPTER 27 : Bimbang
CHAPTER 28 : A Choice
CHAPTER 29 : Bertemu
CHAPTER 30 : Jealous?
CHAPTER 31 : Wedding Party
CHAPTER 32 : Shocked!
CHAPTER 33 : Crazy and Protective boy
CHAPTER 34 : Man in Love
CHAPTER 35 : Hari ke-30
CHAPTER 36 : Dibalik alasan
CHAPTER 37 : Cinta yang rumit
CHAPTER 38 : Kesalahan tak disengaja
CHAPTER 39 : A Trap? (1)
CHAPTER 40 : A Trap? (2)
CHAPTER 41 : Not fine at all
CHAPTER 42 : Sadness, Hurt, and Hope
CHAPTER 43 : Luapan emosi dan Sebongkah penyesalan
CHAPTER 44 : Are the reason to start again (Last Chapter)
CHAPTER 45 : EPILOG
JUST INFO!!! (Sequel 30DFL)

CHAPTER 22 : Perseteruan sengit

2.2K 108 6
By yerinneri_jk

Untuk yang pertama kalinya dalam sejarah, Prissy menjadi satu - satunya orang yang menempati posisi pertama untuk masuk ke dalam kelasnya. Hari ini begitu ajaib baginya. Prissy yang beberapa bulan telah menjadi penghuni VHS, yang biasanya malas - malasan mendadak bersemangat.

Semalaman suntuk ia tak berhenti memikirkan Via yang tampak menyembunyikan rahasianya sendiri tanpa diketahui oleh orang lain, kecuali Alvin. Inilah motivasi yang membuatnya semangat. Sebagai sahabat, Prissy ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Via. Agar rasa penasarannya terobati, jadilah ia bergegas pergi sekolah pagi - pagi buta demi memperoleh informasi dari Via yang notabene-nya adalah siswi yang paling rajin masuk kelas. Sambil menopang dagu, pikirannya melayang ke kejadian kemarin malam.

Flashback

"Fy.. lo yang sabar ya. Maafin gue karena baru dateng sekarang. Gue baru periksa ponsel, jadi gue gak tau kalo ada pesan dari Prissy," ucap Via berhambur ke pelukan Ify dengan rasa bersalahnya. Sahabat macam apa yang asik bersenang-senang, sementara sahabatnya sendiri sedang dihadapkan dengan ujian yang cukup berat?! Via sungguh merasa gagal menjadi sahabat yang baik bagi Ify.

"Gapapa kok Vi, gue justru seneng dan berterima kasih sama lo karena udah mau dateng ke rumah sakit. Maafin gue juga karena gak bisa menghibur lo, walaupun gue gak tau lo marah kenapa dan sama siapa." Ify menepuk punggung Via berkali - kali seolah semuanya baik - baik saja.

Alvin mengusap telinganya mendengar penuturan Ify barusan. Tanpa sadar kata - kata Ify membuatnya tersindir secara tidak langsung. Alvin jadi merasa bersalah atas semua yang hari ini.

"Maafin gue ya, karena sebenarnya yang buat Via marah itu adalah gue. Dan gue jugalah orang yang menjadi penyebab keterlambatan Via sampai ke rumah sakit," lirihnya.

Via dan Ify melepaskan pelukannya dan menoleh kearah Alvin yang menunduk dalam.

"Gapapa kok Vin. Thanks ya lo udah dateng kesini dan ngaterin Via ke rumah sakit dengan selamat. Lo emang bener - bener gentelman vin! Dan lo beruntung vi, punya pacar kayak Alvin." Ify mengerlingkan matanya menggoda Via yang tampak tersipu malu. Alvin pun tak jauh beda dengan sikap Via.

Suasana yang tadinya menegang selama beberapa jam, kini berubah mencair saat Via dan Alvin datang. Entah mengapa kehadiran mereka menjadi keceriaan tersendiri bagi orang - orang di sekitarnya. Jalinan hubungan mereka sebenarnya sangat kuat tanpa disadari keduanya.

"Terus gimana kondisi bunda lo?" Tanya Via penasaran. Ify tersenyum lebar, "Syukur Alhamdulillah vi, kondisi bunda mulai membaik. Tapi bunda harus menjalani perawatan selama beberapa hari di rumah sakit," ujarnya. Via ikut tersenyum lega akan kabar baik ini.

Prissy yang hanya menyimak percakapan diantara ketiganya lekas membuka suara, "Eh by the way, lo kenapa bisa sama Alvin vi?" Tanyanya menatap penuh selidik pada Via dan Alvin secara bergantiannya.

"Eh itu euumm.. gue sebenernya lagi mau jalan - jalan aja sama Alvin. Iya itu bener! Hehehe." Alibi Via tersenyum hambar. Berkomat-kamit dalam hati agar yang lainnya juga tak mencecarnya dengan berbagai pertanyaan seputar dirinya.

"Lo jalan - jalan sama Alvin? Bukannya hampir seharian di sekolah lo marah sama Alvin ya vi?" Tanya Gabriel tanpa sadar menyudutkan posisi Via. Via menggigit bawah bibirnya gugup.

"Sebenernya pas gue sampai rumahnya Via, gue denger-- Aww!!" Alvin meringis kesakitan saat tangan Via bebas mencubit dirinya seenaknya. Mengedipkan matanya sebagai isyarat agar segera bungkam.

"Denger apa vin?" Timbrung Rio yang mulai tertarik dengan topik pembicaraan itu.

"Denger kalau-- Awww!!" Lagi-lagi Via mencubit lengan Alvin. Namun kali ini lebih kasar dari yang sebelumnya. Matanya mendelik tajam kearah Alvin, seolah mengatakan, 'sekali lagi lo ngomong, gue gak akan segan-segan bunuh lo!'.

"Denger apa vin?" Tanya Ify kali ini.

Melihat Via masih mendelikkan matanya tajam kearahnya, nyali Alvin pun menciut. Bukan karena takut dengan apa yang akan dilakukan Via selanjutkan, melainkan takut Via kembali sedih karena dirinya menceritakan kembali kericuhan di dalam keluarga bidadari hatinya itu. Demi apapun, Alvin akan melakukan semua hal yang membuat Via bahagia meski dirinya harus menjadi sasaran cubitan Via seperti sekarang ini.

Alvin menggeleng, "Gapapa kok, hehehe. Gue cuma alibi aja tadi biar suasananya jadi berwarna." Guraunya disertai kekehan.

PLETAK!

Rio dan Gabriel serempak menoyor kepala Alvin tanpa ampun. Bisa - bisanya mereka berhasil ditipu oleh cowok macam Alvin. Image turun dong!

"Eh lo berdua kenapa sih sensi banget pake noyor kepala gue segala!" Protes Alvin sambil mengusap kepalanya yang nyaris benjol karena saking kerasnya toyoran kedua lelaki itu.

"Bercanda lo itu gak lucu tau!"

"CHILDISH BA-NGET!!"

Ditengah - tengah keributan ketiga sahabat aneh itu, Prissy menatap Via dalam diam. Via tampak ceria melihat adegan tak layak tonton itu. Namun jika diperhatikan lebih teliti lagi, mata cewek itu terlihat sedikit bengkak. Apa sahabatnya itu terlalu banyak menangis? Tapi karena apa?

BRAAAKKKK!!

Tangan Prissy yang digunakannya untuk menopang dagunya tiba-tiba saja mencelos begitu mendengar suara tas dilempar diatas meja. Ternyata Via-lah yang melempar tasnya sendiri diatas meja. Ia memutar tubuhnya ke belakang tepat ketempat duduk Via. Ekspresi Via yang biasanya datang seolah tanpa beban, kini tampak terasa pertahanan cewek itu begitu bobrok.

Via menelungkupkan kepalanya diatas meja. Menenggelamkan wajahnya sedalam - dalamnya.

"Via, lo kenapa? Kusut banget muka lo." Tanya Prissy sehati - hati mungkin. Via tak merespon pertanyaan Prissy. Ia hanya menggelengkan kepalanya tanpa mengubah posisinya.

Prissy mengehela nafasnya panjang. Cewek keras kepala ini harusnya memang diberi perhatian selembut mungkin. Jika masih belum berhasil, berusaha lagi. Jika masih gagal, coba lagi. Jika gagal berkali-kali, mungkin cara 'PAKSA' menjadi jalan satu-satunya menurunkan ego seorang Via.

"Lo kenapa sih Via? Lo sakit? Lo punya masalah? Atau lo marah sama gue? Iya vi, gue emang jauh dari kata sempurna buat jadi sahabat. Gue gak berguna jadi sahabat lo. Gue--"

"Oke oke! Gue akan cerita sama lo!" Via beringsut dari posisinya karena malas mendengar celotehan Prissy yang mendramatisir keadaan. Ia menegakkan tubuh dan wajahnya.

Flashback

Sepulangnya dari rumah sakit, Via dan Alvin yang kini telah sampai di depan pekarangan runah Via, hanya berdiri mematung menatap bangunan megah itu. Jalanan disekitar kompleks perumahan Via amat sepi mengingat waktu sudah hampir larut malam.

"Berapa lama lagi kita mau berdiri disini vi? Ayo gue anterin lo masuk ke rumah." Alvin langsung menarik tangan Via yang bebas. Namun Via malah menahan tangannya, membuat dahi alvin mengernyit heran.

"Kenapa lagi sih vi? Lo takut mama papa lo marah karena lo pulang selarut ini? Kalau itu yang lo takutin, gue bisa jelasin kok ke mereka."

Via menggeleng beberapa kali, "Bukan itu,".

Alvin menurunkan sebelah alisnya, "Terus?".

"Gue takut kalau mama papa gue berantem lagi karena gue penyebabnya," lirihnya sambil menunduk dalam.

Melihat wajah Via yang kembali murung, membuat Alvin mengacak rambutnya serba salah. Ternyata hampir seharian dirinya bersama cewek disebelahnya, belum membuat Via merasa tenang.

Alvin menarik dagu Via dan mendongkakkan wajah itu sejajar dengan wajahnya. "Lo gak sendiri, ada gue disini. Okey? Jadi.. sekarang gue anter lo masuk ya vi?".

Tanpa mengulur waktu lagi, Via mengangguk pelan lalu mencoba tersenyum. Melihat Via yang kembali optimis membuat Alvin tersenyum lebar dan kembali menarik tangan Via untuk segera masuk ke dalam rumah.

Via membuka perlahan pintu rumahnya. Lampu diseluruh ruangan masih menyala terang. Sunyi, sepi, hening.. itulah yang dirasakan oleh Via dan Alvin saat memasuki rumah megah itu.

PRAANGGGG!!!

Suara kegaduhan yang menyebabkan sebuah barang itu pecah membuat tubuh Via mengeng seketika. Suara itu terdengar dari lantai atas kamarnya. Alvin yang terkejut, mengurut dadanya sambil menarik nafasnya panjang. Matanya mengekor kearah Via. Tubuh Via bergetar. Bahunya naik turun, hingga akhirnya terdengarlah isakan tangis cewek itu.

"Vi," Alvin yang hendak menggapai bahu Via, tiba - tiba saja menghentikan gerakannya ketika mendapati Via menatapnya tajam sekaligus nanar.

"LO DENGER SENDIRI KAN VIN ITU SUARA APA?! SEKARANG LO TAU KAN KALAU KELUARGA GUE ITU UDAH HANCUR!" Teriak Via dengan segenap emosi yang menguasainya. Air matanya semakin gencar meluncur bebas di pipinya.

"Vi,"

"Sekarang lebih baik lo pergi dari sini Vin."

"Sivi--"

"GUE BILANG PERGI SEKARANG, ALVIN! PERGI!"

"Enggak! Gue gak akan biarin lo--"

"NOW!!" Bentak Via yang emosinya sudah diambang batas. Mengacungkan telunjuknya dengan tegas kearah pintu. Mengisyaratkan cowok itu untuk segera pergi dari rumahnya. Namun Alvin menggelengkan kepalanya dan keukeuh untuk tidak menuruti apa yang Via perintahkan.

"Gue mohon, Vin. Biarin gue sendiri sekarang," lirihnya dengan nada memohon.

Alvin memejamkan matanya erat selama beberapa saat. Menimbang keputusan yang akan diambilnya untuk tetap stay or go. Maraup wajahnya kasar lalu mondar-mandir seperti orang frustasi.

"Oke! Tapi lo harus janji, apapun yang terjadi lo harus kabarin gue. Dan satu lagi--"

Alvin melangkah mendekati Via. Menyeka air mata Via yang masih mengalir deras. Mengusap puncak kepala cewek itu dan mengecup singkat kening Via.

"Gue paling gak suka liat lo nangis kayak gini." Lanjutnya menatap Via dengan mata sayunya. Via sempat tertegun selama beberapa saat. Sampai ia tak menyadari Alvin sudah berlalu dari hadapannya.

"Jadi gitu Priss. Mama akhirnya pergi dari rumah dan Papa.. entahlah. Gue pusing Priss!" Via mengacak rambutnya hingga kusut sekusut wajahnya saat awal memasuki kelas.

Prissy menepuk bahu Via berkali-kali. Mengucapkan kata-kata bijak sebagai penyemangat sahabatnya, "Gue gak tau harus bilang apa ke lo. Dan gue gak tau harus ngelakuin apa disaat lo ataupun Ify punya masalah yang sama besarnya. Gue cuma bisa bilang ke kalian, sabar, sabar, dan sabar. Tanpa tau berapa batas sabar yang lo maupun Ify miliki. Tapi satu hal yang perlu lo tahu dan lo inget. Tuhan itu adil. Setiap ada ujian, pasti ada jalan keluarnya. Semua pasti ada timbal baliknya. Dan satu lagi yang paling penting.. lo punya gue. Punya Ify. Punya Alvin, dan bahkan punya orang - orang lainnya yang sayang sama lo. So, don't worry baby.".

Via mengangkat wajahnya dan menatap Prissy sambil tersenyum. Memeluk sahabatnya itu erat. Mungkin apa yang Prissy katakan ada benarnya. Setiap ada ujian, pasti ada jalan keluarnya. Dan tanpa ia sadari, banyak orang yang mempedulikannya. Selama beberapa saat mereka berpelukan, akhirnya Via melepaskan pelukannya.

"Tapi Priss.. menurut lo sikap gue yang ngusir Alvin seenaknya, keterlaluan gak sih?"

"Jadi lo merasa bersalah nih?"

"Ya sedikit,"

"Sedikit?! Padahal sikap lo itu udah keterlaluan loh vi. Kalo gue jadi elo sih. Gue peluk tuh si Alvin!"

"Yee modus lo! Gue gak seagresif lo yaa Priss!" Dengus Via nyeletuk menyindir Prissy yang asik ketawa ngakak mendengar respon sahabatnya itu.

"Eh ke kantin yuk! Gue traktir deh!" Tawar Prissy menaik turunkan alisnya. Via mengetuk-ngetukkan jarinya di kepala. Berpikir. Hal itu membuat Prissy geregetan dengan aksi Via dengan wajah datarnya itu.

"Yaelah vi. Gausah kebanyakan mikir deh. Gue tau lo itu cuma pura - pura mikir biar keliatan dramatis. Mana ada sih hari gini orang yang gak mau namanya gratisan?" Prissy memainkan rambutnya sok cantik. Dagunya terangkat layaknya tuan putri dengan segala keangkuhannya.

"Oke cusss!" Seru Via semangat. Ia beranjak dari duduknya lalu menarik tangan Prissy dengan semena-mena keluar dari kelasnya. Prissy menghela nafasnya pasrah. Ia tersenyum dalam hati karena akhirnya dirinya bisa menghibur Via. Ya walaupun itu tak seberapa.

---

Via dan Prissy berlarian kecil disepanjang koridor persis seperti anak kecil. Sesekali mereka tertawa karena aksi saling mengejek satu sama lain. Namun ada keganjilan disini. Beberapa orang yang mereka lewati menatap salah satu dari keduanya dengan tatapan aneh. Adapula yang berbisik - bisik sambil melirik seolah merendahkan.

"Ih gue gak nyangka deh, ternyata masih ada ya kakak kelas yang sok kalem kayak dia!"

"Iya. Gue juga gak nyangka. Padahal dia udah punya pacar yang super ganteng, baik pula. Tapi.. bisa - bisanya selingkuh sama kakak kelasnya."

"Gue kasian deh sama Kak Alvin. Ganteng - ganteng kok mau ya diselingkuhin sama pacarnya."

"Tau deh! Mana selingkuhannya Kak Cakka lagi. Sok kecakepan banget deh tuh cewek!"

Via hanya terdiam membeku begitu bisikan keras itu mengaung di telinganya. Tenggorokannya tercekat, speechless. Matanya memanas menahan amarah dan sedih. Sementara Prissy yang sudah muak dengan semua ejekan merendahkan yang secara tidak langsung ditunjukkan oleh sahabatnya -Via- itu, menggeram kesal. Giginya menggeretak. Tanganya mengepal kuat menahan amarah. Cukup sudah!

Prissy membalikkan tubuhnya dan siap menghadang -lebih tepatnya sih melabrak- dua adik kelasnya itu.

"HEH LO ADIK KELAS TUKANG GOSIP!" Bentak Prissy lantang mengundang perhatian siapa saja yang ada di sekitarnya. Tangannya mengacung tegas kearah adik kelas yang katanya tukang gosip itu. Terpancar kilat kemarahan dari tatapan matanya yang begitu menusuk seolah tak terima. Orang yang dipanggil adik kelas itu seketika menegang. Refleks tubuh kedua orang itu menubruk dinding yang ada di belakangnya.

"Lo bilang apa barusan?! Hah?! Sahabat gue tukang selingkuh dan sok kecakepan?! Ngaca woy! Kalian itu disekolahin bukannya belajar yang bener, malah buat gosip yang gak bener! Masih jadi adik kelas aja udah jadi tukang gosip! Gimana nantinya?!" Maki Prissy habis - habisan tanpa kenal jeda. Masa bodoh jika semua orang meliriknya aneh.

"Priss, udah--" cela Via tertahan karena Prissy kembali nyerocos panjang lebar.

"Udah deh vi! Anak kayak mereka ini harus dinasehatin sebelum jalan mereka tersesat!" Sungut Prissy membuat nyali Via ciut seketika.

Kini mata Prissy kembali menatap kedua adik kelasnya tajam. "Ini peringatan terakhir buat kalian! Sekali lagi gue denger lo berdua koar - koar tentang gosip gak bener itu, gue aduian kalian ke guru BP!" Ancamnya serius.

Kedua adik kelasnya itu berbisik-bisik satu sama lain. Memberengut ketakutan dengan ancaman serius Prissy. "E-- eeh jangan kak! Jangan! Lagian kita juga tau kabar itu dari mading kok. Ada foto Kak Via, Kak Alvin, sama Kak Cakka disana." Ujarnya menunjuk lurus kearah mading yang tak jauh dari posisi mereka berada.

Mata Prissy dan Via menyipit mengikuti arah yang ditunjuk adik kelasnya itu. Benar saja, mading itu dikerumuni hampir puluhan anak melakukan aksi saling dorong-mendorong secara rusuh. Tanpa menghiraukan ucapan adik kelasnya itu, Prissy langsung berlari kecil dengan tangan yang masih mengepal. Via yang tadinya melongo akhirnya mengikuti jejak Prissy yang sudah jauh melangkah didepannya.

Ditengah - tengah kerumunan, dua sahabat itu berusaha sekuat tenaga menerobos untuk mencapai posisi paling depan melihat mading. Meski harus berdesak - desakan dengan kelakuan anak - anak yang sedikit anarkis, akhirnya keduanya sampai di posisi depan mading.

Via menutup mulutnya sendiri melihat isi mading yang menyudutkan dirinya. Begitupula halnya dengan Prissy. Shock!

Beberapa foto Via dan Cakka tengah berpelukan, terpampang jelas disana. Via sadar bahwa insiden itu terjadi pagi kemarin. Pagi dimana Cakka mendekap tubuhnya secara tiba - tiba dan mengungkapkan isi hatinya. Ada juga foto Alvin dan Cakka tengah beradu argumen, sementara Via ada ditengah - tengah perdebatan sengit keduanya. Pagi itu jugalah rahasia hati Via terbongkar oleh Alvin dan jadilah Via marah kepada Alvin.

Namun dibalik fakta yang terjadi pada insiden itu, tidak sesuai dengan caption yang dirasa begitu berlebihan. Atau bahkan memang sengaja dilebih - lebihkan? Entahlah. Caption yang tertulis disana seolah-olah menyudutkan posisi Via.

CINTA SEGITIGA ANTARA ALVIN, SIVIA, DAN CAKKA.

KEMURKAAN ALVIN SAAT SIVIA SELINGKUH DENGAN CAKKA.

"Vi, itu semua.. gak bener kan?" Tanya Prissy hati - hati. Takut perkataannya malah melukai hati sahabatnya.

Via tak mengindahkan ucapan Prissy. Matanya yang mulai memanas, terus menatap foto yang ada dihadapannya dengan tatapan kosong. Meski tangannya sudah mengepal kuat, namun tubuhnya mendadak mati rasa dan sulit digerakkan. Prissy tau bagaimana perasaan dan kondisi yang dialami Via saat ini. Ia tau bahwa batin sahabatnya itu pasti terpukul. Satu hal lagi yang ia ketahui melalui sikap Via yang mendadak apatis ini, ia tau bahwa berita itu tidaklah benar.

Sreeekkk! Srreeeekkk!! Sreeekk!!

Prissy melepaskan foto-foto itu secara paksa, tanpa merobeknya. Hal itu membuat Via kontan terkejut dengan aksi cewek itu. Tangannya mengacung kedepan semua orang dengan beberapa lembar foto yang hampir dienyahkan. Kilat akan kemarahannya terbentang jelas dimatanya.

"SIAPA YANG MENYEBARKAN GOSIP MURAHAN INI HAH?! SIAPA?! CEPET NGAKU! KALO ENGGAK, GUE AKAN--"

"Akan apa hah?!" Sahut seseorang dari balik kerumunan yang membuat Prissy terpaksa menghentikan sejenak kata - katanya. Nada bicaranya mengisyaratkan bendera perang sudah dimulai sekarang. Seluruh pasang mata kini teralihkan dengan kehadiran salah satu kakak kelas terpopuler di VHS.

Kerumunan di mading yang tadinya berada ditengah - tengah tanpa celah, kini secara ajaib membelah ke sisi kiri kanan. Seolah membuka jalan untuk Via dan Prissy. Melihat lurus kedepan tepat kearah sumber suara.

"Kak Ashilla?!" Via memekik pelan. Matanya membulat sempurna saat seorang cewek berdiri tegak dengan dagu sedikit diangkat keatas, menegaskan keangkuhannya yang tengah menatapnya remeh.

"Kenapa? Lo kaget liat gue?" Cerca Ashilla menggerdikkan dagunya dengan gaya angkuhnya. Ia tersenyum miring.

Prissy yang tidak tau menau apa yang terjadi antara Via dan kakak kelasnya itu, hanya bisa menatap keduanya secara bergantian. Bingung dengan situasi yang terjadi saat ini.

Rasa lelah menyergap batin Via. Sudah cukup ia diam selama ini menahan emosinya. Dengan gerakan cepat, Via merampas foto yang ada di genggaman Prissy. Kakinya melangkah beberapa centi dan disinilah ia sekarang. Dihadapan Ashilla. Kedua tatapan mereka sama sengitnya.

"Gue tau kalau elo adalah pelaku dibalik gosip murahan ini kak. Iya kan?"

"You're right baby!"

"Tapi kenapa kak?! Apa salah gue?"

"Apa salah lo?! Yakin lo gak tau apa salah lo?!" Bentak Ashilla dengan suara melengking. Ia memutar bola matanya jengah. Via bungkam. Kinerja otaknya mendadak tidak berfungsi saat ini. Via tau kenapa Ashilla melakukan semua ini. Balas dendam! Dan itu hanya karena satu sosok yang membuat mereka berseteru saat ini.

"Kenapa lo diem hah?! Lo pura-pura amnesia?!" Maki Ashilla tanpa ampun mendesak Via untuk berbicara. Tangannya mendorong keras bahu Via sehingga membuat cewek itu limbung sesaat. Beruntung sebuah tangan kokoh dengan sigap menahan tubuh Via agar tidak jatuh kelantai berkeramik putih itu.

Via yang tadinya memejamkan matanya erat, kini membuka mata. Pertama kali yang ia lihat adalah wajah Alvin yang sangat dekat dengan wajahnya. Mata mereka berdua saling bertubrukan. Tatapan hangat Alvin seolah menghipnotis Via untuk tidak lepas dari tatapannya. Jantung keduanya pun sama - sama berdetak lebih cepat.

"CUKUP SHIL!" Teriak Cakka setengah memekik dari kejauhan. Langkah kakinya berderu lebih cepat, tak peduli dengan tatapan aneh yang menderanya. Alvin dan Via membenahi posisinya seperti semula seolah tak terjadi apa-apa. Mereka serempak menoleh kearah Cakka. Begitupula dengan Ashilla.

"Udah berapa kali sih shil gue peringatin lo, jangan ganggu Via! Jangan sentuh dia sedikipun atau menyakitinya!" Sungut Cakka dengan emosi tak terhankan.

Tubuh Ashilla menegang seketika ketika Cakka yang ada dihadapannya ini, berani membentaknya di depan semua orang. Mempermalukannya. Nafasnya memburu. Tangannya mengepal kuat menahan amarah. Lagi - lagi cowok itu membela gadis tercintanya.

"Kenapa Kka?! Kenapa gue gak boleh ganggu Via? Kenapa lo bisa ganggu Alvin yang notabene pacarnya Via, tapi gue gak boleh ganggu pacarnya?! Apa itu adil?" Balas Ashilla mulai memberontak. Nyalinya mendadak naik begitu matanya menatap Cakka penuh kemarahan sekaligus kesedihan.

"A-- apa maksudnya Kak Cakka ganggu Alvin kak?" Via menatap Ashilla dengan tatapan bertanya.

"Jadi lo gak tau kalau Cakka adalah orang yang menyuruh tiga preman itu buat Alvin babak belur?"

"ASHILLA CUKUP!"

Via menggeleng - gelengkan kepalanya dengan tatapan datarnya. "Jadi Kak Cakka--"

"Oh jadi elo yang buat gue babak belur! Damn!" Alvin menggeram, menggertakkan gigi - giginya dan menghentakkan kakinya kesal. Perlahan namun pasti, kakinya melangkah maju kedepan menghampiri Cakka yang masih berdiri dengan santainya. Tangannya yang mengepal kuat, akhirnya mengangkat tangannya.

BUGGHHHHH!!!!

Pukulan telak yang Alvin layangkan, tepat sasaran. Cakka jatuh tersungkur dengan sudut bibirnya yang sudah berdarah.

Semua orang yang melihat kejadian itu serempak berteriak histeris. Terutama Via yang benar - benar terkejut dengan aksi anarkis Alvin. Ia membungkam mulutnya sendiri.

Cakka bangkit berdiri. Tangannya menyentuh pelan sudut bibirnya yang sedikit berdarah. Sepersekian detik kemudian, ia mengepalkan tangannya diudara dan...

BUUUGGGGHHH!!!

Pukulan yang tak kalah telak dari Cakka, sukses menghantam wajah Alvin hingga tubuhnya terhuyung ke belakang.

"Shit!" Umpat Alvin lalu maju dan kembali memukul Alvin. Perseteruan sengit ini kontan saja membuat Via refleks hendak melerai keduanya.

"Urusan lo sama gue belum selesai, Via!" Tangan Ashilla mencekal kasar lengan Via, langkah Via sejenak berhenti.

"Jangan pernah lo sentuh Via! Dia sahabat gue!" Teriak Prissy menepis kasar tangan Ashilla yang mencengkram erat lengan Via hingga memerah. Sorotan matanya yang tajam tak lantas membuat Ashilla berdiam diri.

"Berani ya lo sama kakak kelas sendiri!"

"Kakak kelas sok senioritas kayak elo gak pantes dihargain!"

"Lo--" Dengan gerakan cepat, Ashilla menarik rambut panjang Prissy dengan kasar. Prissy yang tak mau kalah, melakukan hal serupa dengan apa yang dilakukan Ashilla.

Situasi semakin memanas. Dua kubu saling berseteru tanpa mengenal kata mengalah. Mereka seakan tak peduli karena telah menjadi tontonan gratis semua orang. Via menatap keempat orang itu bergantian. Menoleh kesisi kanan dan sisi kirinya. Ia tak tau apa yang harus dilakukannya sekarang. Insiden ini benar - benar membuatnya shock!

Belum satu langkahpun Via melangkahkan kakinya, Gabriel dan Rio sudah datang untuk melerai keempat anak itu.

"Vi, lebih baik lo cepet lapor ke guru BP. Biar gue sama Gabriel yang nanganin keempat anak ingusan ini!" Titah Rio menggerdikkan dagunya mengisyaratkan Via untuk segera pergi dari TKP.

"Iya cepetan Vi! Sebelum mereka tambah liar! Awww!!" Gabriel meringis kesakitan. Rambutnya ditarik habis - habisan oleh Prissy dan Ashilla. Tanpa harus berpikir panjang lagi, Via mengangguk mengerti dan berbalik hendak berlari. Tapi...

"ADA APA KALIAN RIBUT - RIBUT DISINI?!" Pekikan melengking yang membuat telinga siapa saja sakit itu, akhirnya membuat semuanya berhenti berseteru, serempak menoleh kesumber suara.

"ALVINO, CAKKA, GAPRISSY, ASHILLA! IKUT SAYA KE KANTOR BP SEKARANG!" lanjutnya tegas diikuti anggukan lemah keempat orang yang disebutkan namanya tadi.

"Tak terkecuali dengan Resivia, Mario, dan Gabriel!" Tambahnya. Ketiga nama itu langsung melotot panik.

"Ta-- tapi pak--"

"TIDAK ADA BANTAHAN! KALIAN YANG DISEBUTKAN NAMANYA, IKUT KE RUANGAN SAYA SEKARANG JUGA! CEPAT!!" Teriak Pak Anggoro tak terbantahkan. Dan mau tak mau, mereka semua pasrah menerima perintah guru BP menyebalkan itu.

***

Continue Reading

You'll Also Like

143K 7.2K 40
#4 dalam HORROR (21/08/2017) [SELESAI] - Buku pertama dari Ify baru berpindah sekolah. Hari-harinya kini tak setenteram dulu. Karena suatu ke ganjila...
92.8K 6.2K 40
Cerita ini melanjutkan dari Jingga sebelumnya. Tentang tiga sahabat dan tiga mahasiswa bernama Yasa, Indra dan Evan yang menempati kostan dengan ban...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 28.6K 12
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
6.8M 285K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...