After Love

By ShanAFitriani

4.2M 220K 7.7K

[COMPLETE] Sinopsis : Bertemu, berkenalan, saling jatuh cinta kemudian menikah. Klise, tapi manis. Semua men... More

Sinopsis
Prolog
After Love Part 1
After Love Part 2
After Love Part 3
After Love Part 4
After Love Part 5
After Love Part 6
After Love Part 7
After Love Part 8
After Love Part 9
After Love Part 10
After Love Part 11
After Love Part 13
After Love Part 14
After Love Part 15
After Love Part 16
After Love Part 17
After Love Part 18
After Love Part 19
After Love Part 20
After Love Part 21
After Love Part 22
After Love Part 23
After Love Part 24
After Love Part 25
After Love Part 26
After Love Part 27
After Love Part 28
After Love Part 29
After Love Part 30
After Love part 31
After Love Part 32
After Love Part 31 END
My Red Daisy●The Darkest Embrace

After Love Part 12

110K 6.6K 372
By ShanAFitriani

Media : Ailee - Goodbye, My Love

***

My tears remember.
Air matakulah yang mengingat.
It fills up your seat again.
Air mata itu yang mengisi ruang tentangmu.
I try erasing but I can't erase you.
Aku mencoba menghapusmu, tetapi aku tidak bisa.
You've become my everything.
Kau telah menjadi segalanya untukku.

You, I can't see you, I can't hear you.
Kau, aku tidak bisa melihatmu. Aku tidak bisa mendengarmu
But I'm okay.
Tapi aku baik-baik saja.
Goodbyes are sad, my heart aches.
Ucapan selamat tinggal yang menyedihkan membuat hatiku sakit.
But if you are happy, if you can smile, then I...
Tapi jika kau bahagia, jika kau bisa tersenyum, lalu bagaimana denganku...

I will miss you the more I erase you.
Aku akan semakin merindukanmu seiring kusemakin mencoba melupakanmu.
I will shed more tears than today.
Aku akan meneteskan air mata yang lebih banyak dari hari ini.
Like fate, I won't ever have anyone. like you.
Seperti takdir, aku takkan pernah bertemu orang sepertimu lagi.
Only you, only you.
Hanya kau dan kau.

As much as my tears, I hope you are happy.
Sebanyak air mataku, aku harap kau  bahagia.
Good bye, my love.
Selamat tinggal, cintaku.

***

Satu hal yang ada Aluna sadari begitu mendengar penuturan dari perempuan selingkuhan suaminya itu yaitu Aluna adalah perempuan tanpa hati sekarang. Tanpa cinta, tanpa kasih sayang, tanpa belas kasihan. Intinya Aluna bukanlah dirinya lagi. Lebih tepatnya tak ada lagi Aluna yang baik. Aluna seperti itu setelah mati dan terkubur bersama jasad ibunya yang sudah ada di dalam tanah.

Dengan tatapan tajam. Aluna sadar bahwa ia tak bisa terus menjadi bagi untuk kedua orang itu. Mereka benar-benar harus diberi pelajaran.

"Ryan, bisa kau pulang dulu? Aku ingin melakukan sesuatu dan aku tak ingin kau melihatnya."

Ryan yang juga ada di sana pun tak luput dari keterkejutan dan kemarahan saat mendengar penuturan perempuan itu. Rasanya sekarang ia hanya ingin membunuh atau setidaknya menghajar pria itu hingga sekarat, tapi sayangnya ia masih waras untuk tidak melakukan itu. Dan ia juga masih menghormati Aluna selaku istri sah Louis. Ia tak mau melakukan kesalahan yang malah membuat Aluna kecewa padanya.

Ryan sampai terperangah melihat perempuan simpanan Louis itu. Ia tak tahu bahwa perempuan semacam itu benar-benar ada di dunia ini. Ia bisa digambarkan sebagai pernyihir tak tahu malu yang ada di cerita fantasi mengerikan.

"Aluna, kau baik-baik saja? Kau mau ditemani ke suatu tempat? Atau kau mau ikut pergi denganku?" tawar Ryan sembari menatap punggung Aluna yang ada di depannya. Bahkan perempuan itu tak berbalik dan hanya mematung saat menyuruh dirinya pergi.

Louis yang mendengar sahut penuh perhatian Ryan seketika mendelik tajam pada Ryan. Seolah mengacamnya. Namun, tatapan itu diabaikan bahkan tak digubris sama sekali oleh Ryan yang lebih memfokuskan perhatiannya pada Aluna yang—ia rasa—tak dikenalinya lagi. Seperti Aluna yang lain.

"Aku tidak apa-apa. Kumohon Ryan pergilah."

Ryan menghela napas. Ia memang salah. Ia bukanlah siapa-siapa Aluna. Ia tak patut ikut campur dalam permasalah rumah tangga Aluna yang jelas-jelas perempuan itu pun tak mau Ryan untuk ikut campur malam ini.

Ryan pun hanya mendesah pasrah sebelum menghampiri dan mengelus lembut pucuk kepala Aluna dengan sayang, berharap hal itu sedikit meredakan amarah perempuan itu. Ia pamit dengan suara yang juga begitu lembut seolah ia tahu perasaan Aluna sekarang dan ia mencoba menenangkannya.

"Kalau begitu aku pergi. Hubungi aku jika ada apa-apa yang terjadi. Aku akan langsung menjemputmu."

Victoria, dengan senyuman bahagianya yang ia sengaja untuk memancing kemarahan Aluna. Perempuan itu benar-benar mencoba mengusir Aluna menjauh dengan senyumannya itu.

Setelah Aluna mendengar mobil Ryan di luar sana yang pergi menjauh, Aluna akhirnya menatap rendah Louis, sebelum tatapan merendahkannya pindah ke arah perempuan yang tersenyum itu.

Dengan sekali hentakkan dan dorong yang benar-benar terbilang sangat kasar untuk seukuran perempuan itu membuat tubuh Victoria terjengkang kuat hingga hampir jatuh tersungkur jika tak ada Louis di belakang perempuan itu, yang spontan menangkapnya.

Tatapan Aluna pun masih menakutkan, penuh kemarahan, kesedihan, kekecewaan dan tanpa belas kasih. Membuat kedua manusia yang berada di depan Aluna terdiam karena keterkejutan mereka.

"Hei! Dia sedang hamil! Jangan mengasarinya!" geram Louis yang benar-benar sudah tinggi setelah melihat Ryan mengusap kepala Aluna dengan tatapan penuh cinta.

Aluna menatap mereka dengan tatapan kebencian, karena memang sekarang Aluna membenci mereka. Sangat membenci mereka. Kedua manusia itu benar-benar melewati batas. Melewati batas yang telah Tuhan cipta untuk Louis dan Aluna yang telah terikat dengan pernikahan suci.

Di saat Aluna menderita karena kepergian ibunya, Louis dan Victoria seperti biasa, menambahkan bumbu pedas ke luka terbuka Aluna. Mereka makhluk terjahat yang pernah Aluna kenal di dalam hidupnya.

"Benarkah? Kalau begitu selamat," jawab Aluna mengabaikan perkataan Louis dan lebih memilih merespon perempuan itu dengan tatapan yang tetap merendahkan perempuan itu serendah-rendahnya sehingga perempuan itu merasa terhina. "Aku harap dia tak menyesal dan merasa hina dilahirkan dari rahim seorang pelacur. Kuharap dia besar dengan baik tak menjadi sepertimu."

"APA?! KATAMU?!" wajah Victoria memerah padam karena amarah dan rasa terhina yang sangat membuatnya merasa seperti manusia rendahan.

Perempuan itu bangkit dari jatuhnya dengan emosi yang begitu meledak mendengar kalimat perempuan yang selama ini selalu tampak menerima kenyataan. Sedangkan Aluna hanya memandang menantang dengan mengerikan, suatu pandangan yang tak pernah ia keluarkan sebelumnya. Ia juga memainkan cincin nikah yang ada di jari manis kirinya. Ia melepasnya lalu memindahkannya ke jari tengah kanannya dan memutar cincin itu sehingga berlian mungil yang cantik itu mengarah searah permukaan telapak tangannya.

"Dasar tak tahu malu!" Victoria berjalan seolah ingin menerjang Aluna sembari mengangkat telapak tangannya, ingin menampar Aluna.

PLAKK!

"AKH!" Victoria menjerit. Tepat sebelum Victoria menampar Aluna, Aluna lebih cepat dan keras menampar perempuan itu hingga perempuan itu sedikit terhuyung dari tumpuannya.

"Itu... untuk menghancurkan pernikahan sekaligus kehidupanku!" desis Aluna dengan suara pelan yang mencekam.

Victoria terdiam. Ia merasa perih yang amat sangat di pipi kirinya. Hingga ia sadar pipinya terluka, mengeluarkan setetes kecil darah. Pipinya tergores, oleh berlian dari cincin nikah Aluna.

Victoria menatap Aluna dengan berapi dan Aluna hanya menyinggung senyuman yang seolah berbeda dari Aluna. Seperti bukan Aluna. Atau mungkin itu adalah sisi tergelap Aluna yang baru saja keluar.

Pernah dengar, kan? Jangan membuat seorang yang sabar marah karena sesungguhnya kemarahan orang sabar jauhlah lebih mengerikan dibandingkan kemarahan orang tempramen sendiri. Jika orang sabar mempunyai kesabaran yang besar, maka ia juga memiliki sisi batas yang mana memuculkan kemarahan yang jauh lebih besar.

"ALUNA!!!" Louis ternyata tak kalah marahnya.

Teriakkan Louis itu pun membuat mata Aluna berpaling ke pria itu.

PLAKK!

Louis terdiam. Kali ini pipinya ikut mengeluarkan setetes dari pipi sempurnanya. Ia menatap Aluna tak percaya dan mengabaikan rasa perih di pipinya. Ini pertama kalinya ia melihat Aluna semarah ini. Walau Aluna tidak berteriak kesetanan seperti orang marah lainnya, tetapi ucapan yang pelan namun mencekam dari Aluna, jauh lebih menakutkan dari jeritan amarah.

"Jangan pikir kau tak dapat bagian. Itu untuk menghancurkan kehidupanku, membohongi orangtuaku, cintaku, dan juga janji suci! Aku harusnya menamparmu sebanyak empat kali. Tapi sayangnya kau masih berstatuskan suami sahku. Aku masih punya rasa tega padamu. Kau harus bersyukur untuk itu." kata Aluna dengan sinis. Matanya memancarkan kesedihan dan kemarahan yang membuat Louis terdiam.

Aluna menatap sinis keduanya secara bergantian sebelum mendengus meremehkan keduanya. Ia akhirnya meraih ponsel yang ada di dalam tasnya dan menelpon seseorang. Sedangkan Louis dan Victoria yang masih syok di tempatnya hanya terdiam menatap apa yang dilakukan Aluna.

"Halo Ryan? Apa kau sudah hampir sampai?... Aku mau tinggal di rumahmu beberapa malam ini, bisa 'kan?... Aku mau ke sana sekarang... Tidak perlu, aku akan naik taksi ke sana... Ya, aku tak apa-apa... Sampai jumpa..." cakap Aluna kemudian menaruh kembali ponselnya di dalam tas.

Aluna pun berjalan keluar tanpa berbalik lagi ke arah kedua manusia yang benar-benar telah mengecewakannya sebanyak itu. Ia sudah memegang gagang pintu dan membuka, sebelum sebuah tangan mencekal dan menahannya.

"Kau mau ke mana? Kau mau ke rumah pria itu? Apa kau tak malu tinggal berdua bersama pria yang bukan siapa-siapamu?" tanya Louis bertubi-tubi dengan nada yang begitu marah.

Aluna hanya tertawa hambar sebentar sebelum menatap tajam Louis. "Harusnya itu pertanyaannya yang harus kau tanyakan kepada perempuanmu itu. Apa sewaktu dia datang ke sini dan merencanakan semua ini, dia memikirkan rasa malunya?"

Louis kembali terdiam. Lidahnya kelu tak tahu harus merespon apa. Sedangkan Victoria kembali merasa tertampar dengan kata-kata itu. Aluna benar-benar perempuan itu dengan begitu tepat.

"Dan itu bukan urusanmu lagi. Kau bukan siapa-siapaku lagi," tambah Aluna.

"Apa maksudmu?"

"Apa kau bodoh? Tidak, kau memang bodoh, buktinya kau membawa perempuan itu. Sudahlah. Biar aku yang mengurus semuanya, kau bersenang-senanglah kembali dengan perempuan itu. Kau tunggu saja, aku akan mengirimnya ke kantormu beberapa hari lagi. Aku sudah menyerah padamu. Kita akan segera bercerai agar semuanya selesai. Tak ada lagi pihak yang tersakiti jika kita bercerai," kata Aluna dengan pelan menatap lekat wajah tampan yang dalam beberapa minggu takkan ia lihat lagi nantinya. "Terima kasih karena telah pernah membahagiakanku, walau itu hanya sebentar."

Louis terdiam. Kata-kata Aluna seperti tamparan bolak balik tanpa henti hingga kepalanya nyeri dengan begitu menyakitkannya. Membuatnya perlahan namun pasti melepaskan tangan Aluna dengan tatapan kosong menatap wajah cantik penuh kesakitan Aluna.

Aluna pun menggunakan ke sempatan itu untuk segera keluar dari rumah penuh kesensaraan itu. Pergi secara harfiah dan juga secara kiasan. Aluna segera menyetop taksi menyebutkan alamat rumah yang pernah didatangi oleh Aluna sebelumnya, alamat rumah Ryan bersama ibunya. Ia ingin bersembunyi di sana sebelum mengeluarkan perasaan sebenarnya. Kemarahan tadi itu hanyalah topeng dari perasaannya sebenarnya. Karena jika ia tak memakai topeng kemarahannya itu, ia pasti akan berlutut dan menangis sejadi-jadinya tadi. Dan dia enggan untuk melakukan itu.

Cukup ia menangis sejadi-jadinya di pemakaman ibunya tadi. Ia tak mau hal itu terjadi lagi. Walaupun rasanya lukanya semakin perih karena ditaburi garam kasar yang membuat lukanya semakin terasa begitu menyakitkan.

Dengan tatapan kosong dan langkah bergontai. Ia berjalan ke arah pintu utama rumah keluarga Ryan. Hanya dalam deringan bel sekali, pintu itu pun langsung terbuka dengan lebar seolah orang yang ada di balik pintu itu memang sangat menunggu kedatangan Aluna.

"Aluna," lirih Ryan melihat keadaan Aluna yang semakin mengenaskan. Membuatnya cemas jikalau perempuan itu sampai pingsan lagi dan membahayakan diri perempuan itu.

"Ryan," balas Aluna dengan suara yang begitu kecil hingga Ryan hampir tak mendengarnya sama sekali. Topengnya sudah hancur sekarang.

Aluna langsung terhuyung dan jatuh berlutut. menangis sejadi-jadinya. tangisan yang ia janjikan takkan keluar lagi, akhirnya jatuh tak terbendung lagi. Rasanya begitu menyakitkan dan menyesakkan dadanya hingga menyiksanya.

Ryan hanya bisa ikut berlutut, menatap iba Aluna. Ia tak melakukan apapun selain menatap Aluna sembari berlutut bersamanya. Ia biarkan Aluna mengeluarkan semua keresahannya di hati perempuan itu hingga ia lelah dan berhenti menangis. Karena sesungguhnya, menangis adalah obat yang mujarab untuk meredakan rasa sakit pada batin seseorang, untuk sementara.

Ibu Ryan sendiri hanya bisa ikut menitihkan air mata dalam diamnya di sudut ruangan di ambang ruang dapur. Ibu Ryan juga salah satu yang mengetahui kehidupan keras Aluna karena Ryan sendiri yang mau tak mau menceritakannya. Kedua orang itu sudah menganggap Aluna seperti keluarganya sendiri sehingga mereka harus tahu ada apa dengan Aluna yang sekarang tak memiliki siapa-siapa.

***

Ryan termenung di dalam ruangan kerjanya di rumah itu. Melihat Aluna menangis seperti tadi benar-benar melukai hatinya. Aluna menangis dengan begitu perih membuat siapapun yang mendengarnya ikut merasa teriris hatinya. Itu pertama kali baginya melihat kesedihan yang sangat miris seperti itu.

Lama Ryan termenung, sebelum suara dering ponselnya mengalihkan perhatiannya. Dengan cepat Ryan mengangkat panggilan yang memang sejak tadi ia tunggu.

"Halo, James. Kau sudah mendapatkan apa yang aku minta tolongkan padamu tadi?" tanyanya segera.

"Sudah. Nama pria itu Tony Brandon," jawab suara pria yang ada di ujung sana. James adalah rekan kantornya sekaligus temannya. James cukup pintar dalam hal mencari data seseorang.

Ryan mengerutkan dahinya. Nama itu terdengar tak asing. "Tony? Teman SMA kita dulu?"

"Iya, Tony yang itu. Ngomong-ngomong kenapa kau menyuruhku mencari nama mantan kekasih wanita bernama Victoria ini? Aku mengenal Tony tapi aku tidak mengenal wanita ini."

"Tidak. Aku hanya penasaran karena aku mengenal si wanita. Dan terima kasih sudah membantuku. Oh iya, apa kau punya nomor ponsel Tony?"

"Tentu saja, kau teman baikku. Telepon aku jika kau butuh yang lain. Nomor ponsel Tony akan kukirim lewat pesan."

Ryan sedikit mendesah lega. Rasanya jauh lebih mudah karena mengenal pria itu. Hanya saja ia merasa begitu curiga dengan sosok Victoria karena itulah ia mencaritahu mantan kekasih Victoria yang dulu membuat Victoria membuang Louis begitu saja. Ia merasa ada sesuatu di balik perempuan itu.

Ryan kembali membuka ponselnya saat ia menerima sebuah pesan dari James. Dengan segera pun Ryan menelpon nomor ponseltersebut. Hanya dalam deringan kedua, seseorang telah mengangkat sambungan telepon itu.

"Halo? Siapa ini?" Suara yang tampak samar-samar akrab menyapa pendengaran Ryan. Membuat Ryan semakin yakin bahwa ini adalah Tony yang ia kenal.

"Halo, Tony? Ini aku Ryan. Lama tak berjumpa. Bagaimana kabarmu? Maaf menganggumu malam-malam seperti ini. Tapi ada hal yang sangat penting yang harus aku tanyakan padamu."

***

Ryan menatap jam dinding yang menunjukkan pukul dua belas malam lewat. Ibu Ryan sudah tidur karena perempuan paruh baya itu memang tak pernah tidur di atas jam sepuluh. Ryan sendiri hendak ke kamarnya tidur saat ia melewati kamar Julie yang sekarang ditempati oleh Aluna untuk semantara.

Helaan napas terdengar dari pria itu saat melihat lampu yang masih menyala terang dari jendela ventilasi di atas pintu. Ia sendiri sadar, Aluna mungkin akan sulit tidur dengan tenang setelah semua yang terjadi. Perempuan itu mungkin takut untuk tidur. Karena ia mungkin akan mendapatkan mimpi buruk.

Dengan perlahan pun, Ryan mendekati pintu bercat putih itu. Mengetuknya dengan hati-hati.

"Aluna? Kau belum tidur, kan? Aku akan masuk."

Ryan membuka pintu itu pelan-pelan. Hal pertama yang ia lihat adalah tempat tidur yang masih rapi tak tersentuh sama sekali. Sebelum kemudian penglihatannya jatuh pada Aluna yang sedang duduk di kursi meja belajar yang berada tepat di depan jendela kamar. Perempuan itu hanya duduk diam memandang keluar jendela dengan kaki tertekuk.

"Kau tidak tidur?" tanya Ryan yang duduk di ranjang.

"Aku tidak bisa tidur."

"Tapi kau harus tidur bukan? Jika kau terus seperti ini takkan baik untuk kesehatanmu," tambah Ryan mengingat Aluna yang jatuh pingsan saat itu.

"Aku akan tidur. Nanti," jawab Aluna dengan suara yang begitu rendah. Terlihat ia berusaha tersenyum tetapi yang muncul hanya sebuah tarikan senyum kecil yang tak sampai sedetik lamanya. Membuat Ryan semakin sedih melihat Aluna yang benar-benar tampak terpuruk.

Ryan hanya menatap lama sebelum ia kembali membuka suara. "Ada hal yang ingin aku katakan padamu. Tentang wanita itu. Aku mengenal pria yang membuat Victoria berpaling dari Louis."

Dengan hati-hati, Ryan mengatakan semua yang Tony katakan padanya tiga jam lalu. Semuanya, tanpa terkecuali. Berharap apa yang ia katakan itu akan membuat hati Aluna sedikit tenang.

Tak cukup lima menit Ryan mengatakan semua yang ia dengar dari Tony, sebelum akhirnya ruangan itu kembali hening. Ia menunggu respon Aluna.

"Lalu?" Hanya itu respon yang dikeluarkan oleh Aluna membuat Ryan sekali lagi hanya mendesah kecil.

"Kau tetap akan diam? Membiarkan wanita itu?" tanya Ryan.

"Pernah dengar tidak, jika suami berselingkuh, jangan hanya membenci si wanita. Tapi bencilah juga pada si pria. Karena tanpa kebodohan si pria, semua ini takkan terjadi. Aku benar-benar sudah tak peduli bagaimana watak wanita itu sebenarnya. Sekarang aku juga membenci Louis. Aku membencinya sebesar aku mencintainya hingga membuat benar-benar sesak karena terjebak di antara dua perasaan berlawanan itu. Sungguh, aku ingin mendapatkan suamiku kembali. Aku berusaha sekuat tenaga mepertahankan pernikahanku dengan orang yang kucintai karena bagiku pernikahanku yang pertama harus juga menjadi yang terakhir. Aku berusaha sabar hingga terlihat seperti orang bodoh berharap Louis sadar. Tapi memikirkan janin yang dikandung wanita itu benar-benar membuatku menyerah. Aku tak bisa hidup bersamanya lagi dengan mengabaikan fakta wanita lain tengah mengandung anaknya. Aku tak bisa."

Ryan hendak menyela, tetapi melihat setitik air mata kembali jatuh perlahan dalam diam di salah satu mata perempuan itu membuat Ryan terdiam. Ia harus menghargai pilihan Aluna. Bagaimanapun Aluna sekarang akan sangat sulit menatap Louis dan mengabaikan fakta tentang keadaan Victoria sekarang.

Lagi-lagi Ryan hanya bisa mendesah pasrah. Ia kemudian tersenyum lembut pada Aluna, memberikan kesan ia akan mendukung semua pilihan Aluna. Sebelum kemudian keluar dari kamar itu setelah menyuruh Aluna agar tidak begadang semalaman.

***

Dua minggu kemudian...

Hari ini adalah hari panggilan ke pengadilan untuk menyelesaikan semua status dan juga perasaannya kepada calon mantan suaminya, Louis Hendrick. Dua hari sebelum hari ini, ia kembali ke rumahnya bersama Louis dulu untuk mengepak barang-barangnya. Dan syukurnya Louis tak pernah muncul di rumah saat itu karena sepertinya ia sibuk dengan kerjaannya seperti biasa.

Semuanya sudah siap. Ia sudah siap ke pengadilan siang ini. Ia pergi bersama Victoria yang senang hati mengantar dan menemaninya mengingat perempuan itu punya kesempatan untuk menggantikan tempat Aluna nantinya. Aluna tak terlalu memperdulikannya dan ikut saja dalam semobil bersama Victoria yang mengemudi.

Aluna mencibir, bahkan perempuan itu yang sekarang memegang mobil-mobil Louis, tak sadarkah pria bodoh itu kalau ini semacam pemorotan? Jelas sekali bahwa tujuan lain perempuan itu adalah mencari uang untuk ia belanjakan secara gila-gilaan.

"Senang akhirnya kalian berpisah," ucap perempuan itu riang sembari mengemudi.

"Hmm," respon Aluna malas dan lebih memilih untuk bermain game di ponselnya menghabiskan waktu sampai ke tempat pengadilan itu.

"Kau tahu? Kandunganku sudah empat minggu. Masih mungil dan begitu rapuh," tambah perempuan itu berusaha memanasi Aluna yang masih tak berpaling dari ponsel pintarnya.

"Hmm."

Victoria mulai geram. Ia merasa kembali direndahkan dengan respon-respon Aluna. Ia bahkan sekarang merasa bahwa ia adalah supir pribadi perempuan itu dan Aluna adalah majikannya yang sama sekali tidak perduli dengan supirnya.

"Aku benar-benar tak sabar. Dengan begitu Louis akan menikahiku dan kami akan hidup bahagia-"

"Victoria," sela Aluna akhirnya karena merasa terganggu dengan Victoria yang terlalu banyak bicara dan membuatnya beberapa kali tak berkonsentrasi bermain sehingga game over. "Kau itu terlalu banyak berbicara yang tidak masuk akal. Kau tahu? Kau itu sangat cerewet dalam hal omong kosong."

Victoria melongo kemudian marah begitu mendengar nada datar nan pelan namun tersirat makna yang begitu mengejeknya. "Kau tak tahu apapun tentangku, Aluna Ariana," tekannya di nama Aluna dengan nada yang tak mau kalah.

Dengan helaan napas, ia menantang Victoria. Ia mematikan layar ponselnya dan menatap dengan sinis Victoria yang sibuk menyetir dan sesekali membalas tatapannya.

"Siapa bilang aku tidak tahu apa-apa?" Aluna tertawa hambar, kemudian menatap Victoria tajam begitu perempuan itu juga berbalik menatapnya seolah meminta arti dari maksud perkataan Aluna. "Aku cukup tahu semuanya. Termasuk tentang Tony Brandon."

Victoria menegang mendengar nama itu lagi. Terlihat jelas oleh Aluna yang menyeringai. Victoria tampak benar-benar tak bisa berkata apapun dalam beberapa detik.

"Kau pasti tahu nama itu, kan? Louis pernah memberitahuku bahwa pria itu yang kau perjuangkan lebih dari Louis karena dulu pria itu lebih kaya dari Louis. Aku tahu apa yang terjadi sebenarnya di antara kalian," goda Aluna dengan nada yang di buat lambat-lambat, sengaja bermain-main dengan Victoria. "Aku tahu kalau dia membuangmu karena kau hanya menghabiskan uang-uangnya terus-menerus tanpa henti dengan nominal yang tidak masuk akal dalam sehari. Aku juga tahu bahwa kau yang menggodanya lebih dulu. Kau harus sadar dan mengerti kehidupan sesungguhnya, Victoria. Bahkan pria brengsek pun juga tidak akan mau menerima perempuan brengsek sebagai pendamping hidupnya apalagi sampai menjadi ibu dari anak-anak mereka, karena mereka ingin perempuan yang mereka pilih itulah yang merubah hidup mereka. Kecuali jika pria itu benar-benar sudah dibutakan atau tak sadarkan diri, baru mereka menerima perempuan sepertimu."

Victoria benar-benar terkejut sekaligus terhina karena Aluna mengetahui semuanya. Wajahnya benar-benar memerah karena amarah sekarang. Ia juga mencengkram stir dengan kuat. "Cintaku pada Louis bukanlah main-main. Aku benar-benar mencintainya sejak SMA dan kau adalah perusak hubungan kami! Jadi, tidak ada salahnya aku merebut kembali hakku, kan?!"

"Cinta, huh? Aku percaya, tapi kau harus tahu bahwa cinta itu tidak ada artinya. Lihat! aku mencintai Louis, tapi apa yang kudapatkan? Tidak ada. Jadi jangan terlalu menyombongkan cinta yang kau miliki, atau kau akan menjadi menyedihkan karena cinta, seperti aku. Terkadang, hanya sebuah kata cinta bukanlah pondasi yang kuat," kata Aluna kali ini dengan tatapan iba pada perempuan itu. Yang barusan ia katakan tentang cinta memanglah definisi yang ia pikirkan sekarang. "Dan soal perusak hubungan? Itu bukanlah aku. Karena aku tak masuk di kehidupan disaat kalian 'menjalin kasih' melainkan baru saja 'memutuskan kasih'. Jadi, kata-kata itu harusnya untukmu. Karena jelas-jelas pernikahan kami sudah menjadi suatu ikatan."

Aluna pun akhirnya menatap ke depan dan kembali tak memperdulikan Victoria, menurutnya kata-kata kebenciannya itu sudah cukup untuk memberi pelajaran untuk hari ini kepada perempuan itu.

Beberapa menit kemudian, Aluna merasa aneh. Laju mobil itu semakin cepat dan tak karuan. Aluna juga tak mendengar suara laju mobil lain setelah ia kembali memutuskan untuk bermain di ponselnya.

Aluna mengernyit menyadari bahwa ini bukanlah jalan yang tepat untuk ke pengadilan yang berada di tengah-tengah jantung kota yang ramai. Jalan ini begitu sepi tanpa rumah-rumah dan hanya dikelilingi pepohonan yang rindang. Ia mulai menyadari keganjilan dan Victoria, perempuan yang sedari tadi mulai menyeringai tak jelas.

"Apa yang kau lakukan?! Apa kau gila?!" seru panik Aluna yang membelalakkan matanya terkejut. Ia memegang dan semakin mengeratkan cengkramannya pada sabuk pengamannya begitu ia melihat kecepatan mobil yang hampir mencapai 140 kilometer perjam.

"Ya, aku rasa aku mau gila!!" balas perempuan itu dengan tawa yang membuat bulu kuduk Aluna berdiri ngeri. "Ternyata kau bukanlah lawan yang mudah hingga membuatku frustasi menghadapimu!"

"Hey!!! lihat jalanmu!!" pekik Aluna. "Kau itu sedang hamil!!"

Namun, perempuan itu tak mengindahkannya. Ia malah semakin menginjak pedal gas untuk semakin menambah kecepatannya. "Aku puas jika kalian hanya bercerai?! TIDAK! Aku ingin kau lenyap dari hadapan Louis selamanya. Kau pikir aku akan tenang hanya dengan perceraian. Jika kau meninggal, dengan begitu Louis akan melupakanmu sepenuhnya. Kau tahu? Aku jengkel setiap melihat wajah Louis yang selalu murung saat kau terlambat pulang atau amarahnya yang mengataimu dengan kasar malah terlihat begitu posesif jika kau jalan dengan pria lain atau terlambat pulang. Dan aku tahu itu?! Kau masih ada di hatinya, di tempat yang seharusnya aku miliki dan caranya hanya satu mengusai seluruh hatinya, yaitu melenyapkanmu dari dunia."

Aluna tertegun. Ternyata perempuan itu benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya hingga melakukan hal senekat itu. " Kau pikir hanya aku yang akan mati jika mobil ini kecelakaan?! Kau dan bayimu juga akan meninggalkan dunia ini, dasar bodoh!!" kata Aluna berusaha menenangkan victoria.

"Aku takkan mati, mungkin hanya di rumah sakit beberapa minggu." katanya sombong seolah-olah obsesinya telah merenggut kewarasannya. "Dan soal janin akan mudah didapatkan lagi."

Aluna menggeram. Berani sekali perempuan itu menyamakan bayi mungil dengan barang yang seolah dengan mudah dapat digantikan keberadaannya. Ia tahu janin itu bukanlah anaknya bersama Louis, tetapi ia masih punya hati murani sebagai seorang perempuan. Bayi itu bahkan belum sempat terlahirkan untuk melihat dunia dan ibu sang bayi malah mengaggap enteng kematian makhluk kecil nanti.

"Kau lihat? Aku yang menyetir. Dan saat mobil ini tertabrak, lampu depannya akan pecah dan airbag akan muncul dari stir ini dan menyelamatkanku. Tapi tidak denganmu. kepalamu akan terbentur keras di dashboard hingga kau meninggal."

"Victoria sadarlah! Ini tak memecahkan permasalahan!! Kau gila!!" teriak Aluna berusaha menyadarkan Victoria. Ia juga berusaha melepas dan menendang kaki Victoria dari pijakan gas dan mencoba menginjak rem dengan kakinya.

Namun, sebelum sempat Aluna mencapai semua itu, hantaman dan suara keras dan begitu memekakan telinga terdengar hingga beberapa puluh meter. Dan yang Aluna rasakan hanya ketidaksadaran mental serta kesakitan fisik yang begitu terasa menyakitkan. Hingga rasa sakit itu mematikan cahaya di sekitarnya dengan perlahan bersamaan rasa sakit yang mulai menghilang.

To be continue...

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 114K 117
,EDISI TERBARU, Long Part♫︎♫︎ Buku 1 & Buku 2 (Partnya panjang karena dua buku jadi satu) Dwina Aryani terkejut atas kemunculan mantan kekasih sahab...
1.6M 99.7K 49
Highest rank #1 gosip (29/03/19) #2 perselingkuhan (5/4/19) Diandra merubah jalur hidupnya menjadi wanita jalang penggoda pria kaya demi mendapatka...
336K 27.4K 64
Rupanya Ibu memiliki tempat teramat istimewa di hati Ayah. Nyatanya, setahun setelah 'kepergian' Ibu, ia terlihat masih sangat terpukul. Tidak tega m...
4.3M 302K 38
COMPLETE Highest rank #3 on chicklit (28102017) ¤ ¤ ¤ This is a work of fiction. Names, characters, businesses, places, events and incidents are eit...