Violeta

By depurple

664K 51.4K 4.6K

Violeta Diamona, seorang perempuan gemuk yang harus berjuang seorang diri melanjutkan hidupnya. Hinaan, perla... More

Violeta
Prolog
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7A
Part 7B
Part 8A
Part 8B
Part 9
Part 10
Part 12
Just share
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19

Part 11

29.3K 2.5K 252
By depurple

Violeta melangkahkan kakinya menyusuri jalan raya yang diterangi oleh lampu-lampu jalan. Jalanan tampak sepi karena waktu yang sudah menunjukkan hampir tengah malam. Sebenarnya Bunda hendak meminta agar Ayah Haris untuk mengantarkan Violeta pulang. Namun Violeta menolak. Ia membutuhkan udara segar saat ini. Rencana awalnya untuk naik taksi di jalan besar ia urungkan. Violeta tetap melanjutkan langkahnya. Pikirannya terus melayang mengingat cerita Bunda mengenai kisah kedua orangtuanya.

Tangan kanan Violeta mengelus perutnya lembut. Ia mencoba membayangkan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh ibunya kala itu. Apakah Ibunya juga mengalami keputusasaan sepertinya? Apakah Ibunya juga sempat hendak menggugurkan dirinya? Atau bahkan Ibunya juga sempat merencanakan bunuh diri??

Ayah, Ibu, apa sebenarnya yang kalian rasakan saat itu? Apa kalian menyesali semuanya? Apa yang harus Mona lakukan saat ini?

Violeta terdiam menatap langit malam. Saat kecil, ia ingat ada seorang teman satu panti yang mengatakan, jika seseorang meninggal, maka ia akan terbang ke langit dan menjadi bintang yang bercahaya. Violeta tahu, kalau hal itu hanyalah sebuah kalimat penghiburan bagi mereka yang merasa kehilangan, namun, hati kecilnya sedikit berharap jika hal itu adalah benar, agar ia bisa menatap Ayah dan Ibunya, walaupun lewat bintang malam.

Anak Bunda, maafkan apa yang hendak Bunda lakukan sebelum ini. Bunda berjanji kalau Bunda akan merawatmu. Bunda akan menerimamu seperti Nenek menjaga dan merawat Bunda. Bunda menyayangimu, Nak....

Violeta menghentikan langkahnya saat sebuah pertanyaan muncul di pikirannya.

Haruskah aku memberitahu Pak Dillian? Tapi ... apakah ia akan menerima anak ini?

Violeta menggelengkan kepala, seolah berusaha menghilangkan pikiran itu.

Gak ... gak. Mustahil ia akan menerima anak ini, apalagi menikahiku. Menikah? Apakah aku baru saja berharap Pak Dillian akan menikahiku??

Violeta menghela napasnya dan kembali berjalan. Hatinya masih bimbang. Pikirannya terus berdebat. Ia mencoba mempertimbangkan segala sesuatunya, namun hasilnya sama saja. Semuanya keputusan dan jalan yang tersedia, memiliki kemungkinan buruk bagi ia maupun bayi di dalam kandungannya.

Tuhan, bisakah Engkau memberiku petunjuk? Haruskah aku memberitahu Pak Dillian tentang keberadaan anak ini? Atau ... lebih baik aku menjaga anak ini seorang diri?

Violeta serba salah. Di satu sisi, Violeta takut jika Dillian justru akan murka saat tahu mengenai kehamilannya. Pria itu bisa saja menyuruhnya untuk menggugurkan kandungan itu. Mungkin tadi pagi Violeta dengan sendirinya memiliki niat itu. Namun sekarang sudah berbeda. Ia sudah berjanji pada dirinya dan anak di kandungan itu, kalau ia akan menjaga dan merawatnya. Violeta juga takut jika Dillian melakukan segala cara untuk menjaga nama baiknya. Pria itu pasti hanya akan menganggap keberadaan anak di kandungan Violeta sebagai sebuah ancaman bagi namanya.

Di sisi lain, Violeta tidak yakin akan mampu membiayai kebutuhan anak di dalam kandungannya ini. Mengandung, melahirkan, bahkan merawat seorang anak, tidak hanya membutuhkan sebuah cinta dan niat tapi juga materi. Semua itu adalah fakta. Ia harus memberikan gizi yang cukup bagi untuk perkembangan janin di kandungannya. Untuk melahirkan ia pastinya memerlukan biaya rumah sakit. Memang, ia bisa saja memilih alternatif yang lebih murah, namun tetap saja ia memerlukan uang untuk itu. Setelah lahir, ia juga memerlukan biaya untuk merawat dan membesarkan anaknya. Bahkan saat ini ia tidak memiliki tabungan sepeser pun.

Selama ini uang gaji bulanannya memang lebih sering ia gunakan untuk berbagi dengan anak-anak di panti asuhan. Walaupun begitu, biaya merawat seorang bayi pastinya lebih besar dari itu bukan? Violeta sadar keputusannya untuk menerima anak itu tidak serta merta melancarkan semuanya. Menerima anak itu, artinya ia harus menyiapkan diri dan menjadi lebih kuat daripada Violeta yang sekarang.

Ciiiiittt!!

Violeta tersentak mendengar bunyi itu. Ia menoleh ke sebelah kanan, di mana cahaya lampu dari sebuah mobil menyorot dirinya. Violeta baru menyadari kalau dirinya hampir saja tertabrak saat hendak menyeberang karena terus melamun. Jantungnya berdetak sangat cepat. Jika saja mobil itu tidak segera berhenti....Lucu memang, di saat tadi siang ia hendak terjun dari gedung tinggi, kini ia malah ketakutan saat hampir tertabrak mobil.

Pintu pengemudi mobil itu dibuka dan sesosok pria keluar dari mobil itu. Violeta yang masih terkejut dan efek dari sorotan lampu mobil tidak dapat melihat dengan jelas sosok yang berjalan ke arahnya. Ia hanya mencoba menenangkan jantungnya dan refleks mengelus perutnya.

"Kamu mau mati?!"

Sebuah suara yang sangat familier terdengar di telinga Violeta. Napasnya seolah tertahan sesaat. Violeta mendongak dan mencoba melihat dengan jelas wajah dari sosok yang lebih tinggi darinya itu.

"P-pak Dilian...?" gumam Violeta yang terkejut. Ia tidak menyangka kalau orang yang sedari tadi ada di pikirannya, kini sudah berada di hadapannya.

Apakah ini jawaban Tuhan?

"Kamu tidak dengar apa yang saya katakan?! Kamu mau saya menabrak kamu, lalu meminta ganti rugi, hah?!" seru Dillian.

Mendengar hal itu Violeta buru-buru meralatnya, "Bu-bukan, Pak. Saya benar-benar tidak ada maksud seperti itu."

"Dengar! Saya mau kamu menyingkir jauh-jauh dari mobil saya, sekarang!"

Mendengar seruan Dillian, Violeta langsung melangkah mundur. Saat Dillian hendak berbalik dan kembali ke mobil, Violeta refleks menarik jaket denim yang dikenakan pria itu. Violeta sendiri tidak mengerti alasan ia melakukan hal itu. Bahkan ia sendiri tidak sadar akan apa yang sudah ia lakukan.

Apa lebih baik aku memberitahukannya?

"Lepaskan tanganmu!" geram Dillian sambil menepis tangan Violeta dari jaketnya.

"Be-begini, Pak....A-ada yang perlu saya bicarakan," ucap Violeta, mencoba memberanikan diri.

Dillian menatap jengah pada Violeta.

"Apa yang mau kamu katakan? Cepat!"

"Ini ... tentang malam itu—"

Dillian langsung mencengkram lengan kiri Violeta sambil membalik tubuh Violeta untuk membelakangi mobilnya.

"Apapun yang mau kamu katakan, saya tidak peduli dan tidak berminat untuk mendengarnya! Dengar, jangan pernah sebut-sebut 'malam itu' kalau kamu masih ingin tetap bekerja di Easton Company!" ancam Dillian sambil berbisik.

"Ta-tapi, Pak. Saya ha—"

"Dili!"

Violeta dan Dillian sama-sama menoleh ke sumber suara itu.

"Apakah ada masalah?" tanya sosok perempuan yang berdiri di dekat pintu mobil Dillian. Violeta merasa tidak asing dengan sosok itu. Ia yakin pernah melihatnya.

Restoran. Ya, aku melihat mereka berdua berciuman di restoran itu. Ja-jadi dia adalah....

Violeta menoleh kembali pada Dillian yang kini tersenyum pada wanita tersebut. Sebuah senyuman yang tidak pernah ia lihat sejak pertama kali bertemu pria itu hingga saat ini. Senyuman itu berbeda dengan senyuman formal yang selama ini Dillian tampilkan. Senyuman yang tulus, senyuman yang penuh dengan ... cinta.

"Apapun yang ingin kamu katakan, bagiku hal itu tidak penting. Ingat, kamu sudah menandatangani surat perjanjian itu. Sekali saja kamu membahas 'malam itu', saya akan langsung memecatmu!"

Dillian melepaskan cengkraman di lengan Violeta dan mendekati kekasihnya. Violeta melihat Dillian mengelus pipi perempuan tersebut dan membantunya masuk kedalam mobil. Sikap manis Dillian yang selama ini tidak pernah sekalipun ia lihat.

Sebelum masuk ke mobil, Dillian menatap tajam Violeta. Tatapan itu seolah menegaskan pada Violeta akan posisinya di mata Dillian yang tidak akan pernah berubah, sekalipun ia sedang mengandung darah daging pria itu. Violeta hanya bisa melihat Lamborghini Aventador berwarna putih yang semakin menjauh darinya.

Violeta masih membisu. Tangan kanannya menyentuh rasa sakit di dalam dada yang ia rasakan. Rasa sakit itu sama dengan rasa sakit yang pernah ia rasakan saat ia melihat Bram kala itu.

Ada apa denganku?

Violeta tidak mengerti mengapa dadanya seolah-oleh ditusuk ratusan jarum tak kasat mata, bahkan matanya seketika berair. Air mata itu lolos begitu saja bersama dengan perasaan menyesakkan yang ia rasakan.

Kenapa? Kenapa aku menangis? Apakah aku sedih karena Pak Dillian bersikap seperti itu padaku? Tidak, seharusnya aku sudah terbiasa akan sikap yang ia tunjukkan itu, kan? Lalu kenapa...?

Violeta menggelengkan kepala saat sebuah jawaban seolah muncul begitu saja di dalam pikirannya. Ia berusaha membantah dan membuang jauh-jauh hal itu. Sebuah jawaban yang mustahil untuk diterima oleh logikanya. Sebuah jawaban yang hanya akan membawanya pada rasa sakit lebih dalam. Violeta menghapus air matanya dan kembali berjalan pulang. Masih banyak yang harus ia pikirkan ke depan, yaitu mengenai masa depan dirinya dan anak di dalam kandungannya.

Seringkali sebuah jawaban yang kita inginkan sesungguhnya sudah berada di depan mata. Namun di saat hal itu berlawanan dengan harapan, kita lebih memilih menutup mata, seolah-olah tidak melihatnya.

###

Oh iya, ada info menarik nih, untuk kamu yang tinggal di daerah Jakarta, WAJIB banget follow akun instagram dan wattpad dari KoWaJa . 

Untuk tahu info lengkapnya cek aja langsung ke akunnya KoWaJa, ya.

Love,

Depurple

Continue Reading

You'll Also Like

546K 3.1K 24
Warning ⚠️ 18+ gak suka gak usah baca jangan salpak gxg! Mature! Masturbasi! Gak usah report! Awas buat basah dan ketagihan.
2.9M 303K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
17M 754K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
874K 81.2K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...