The Marriage Roller Coaster

Autorstwa VodcaWhiskey

2.7M 127K 8.8K

Setelah kecelakaan merenggut nyawa ibu yang merupakan keluarga satu-satunya di dunia ini, Angkasa Gebintang d... Więcej

PERKENALAN DAN PERINGATAN
Prolog
TMRC - Satu
Tmrc dua
TMRC - Tiga
TMRC - Empat
TMRC - Lima
TMRC - Enam
TMRC - Tujuh
TMRC - Delapan
TMRC - Sembilan (Kembali Ke Dunia Nyata)
TMRC - Sepuluh (Jungkir Balik dunia Gebi)
TMRC - Sebelas. Mr Lawyer Vs Ms Journalist Part I
TMRC - Dua Belas (Mr Lawyer Vs Ms Journalist (II)
TMRC - Tiga belas (Antara Romantis dan Siksaan)
TMRC - Empat Belas
TMRC - Lima belas (Beda)
TMRC - Enam belas (Seseorang)
TMRC - Tujuh belas (Tentang Bumi Dan Sentuhan Pertama)
TMRC - Delapan belas
TMRC - Sembilan Belas (Complicated)
TMRC - Dua Puluh
TMRC - Dua Puluh Satu - Jawaban & Keputusan
TMRC Dua Puluh Dua - Kado, Pengakuan, Air Mata Terakhir
TMRC- Dua Puluh Tiga - Klimaks
TMRC - Dua Puluh Empat - Spasi
TMRC - Dua Puluh Enam - Jejak
TMRC - Dua Puluh Tujuh - Di sini... Baik-Baik Saja
TMRC - Dua Puluh Delapan - Benang Merah
Ready di Google Play Book!

TMRC - Dua Puluh Lima - Rindu Terbunuh Jarak

41.1K 3.5K 410
Autorstwa VodcaWhiskey

Jejak terakhirmu bahkan sudah hilang terkikis waktu.
Tapi luka karenamu selalu terasa baru dan menganga.


***


Hujan baru berhenti malam ini sejak mengguyur kota subuh tadi. Menyisakan udara dingin yang menyengat di kulit Kaffi. Dia hanya dibalut kaos putih tipis dan celana pendek. Kaffi sengaja membiarkan tubuhnya menggigil dan berlama-lama berada di ayunan kayu di taman depan kamarnya. Buku klasik yang rencana awalnya akan dibaca, hanya diletakkan begitu saja di atas meja.

Pandangan Kaffi terfokus pada sebuah kertas di tangan. Entah sudah berapa kali Kaffi melakukannya di hari ini—membaca tulisan tangan pada sebuah kertas berwarna biru yang beberapa tahun lalu Kaffi temukan di atas meja makannya.

Kaffi menarik napas mbiarkan udara masuk sebanyak mungkin kedalam paru-parunya, sengaja untuk menekan rasa janggal di dadanya. Ia tidak pernah menyangka hari-hari yang dilewatinya tanpa Gebi bisa membuatnya sekacau ini. Ada sebuah ruang di hatinya yang mendadak kosong.

Rindu?

Ya, Kaffi rindu!

Tanpa harus menerjemahkan perasaannya lebih jauh lagi, Kaffi sudah tau dengan jelas rindu ini milik siapa.

Setiap paginya kaffi akan bangun dan menatap nanar sisi tempat tidur yang biasa digunakan Gebi. Tidak bisa ia pungkiri, kehilangan itu ada.

Dulu, saat Gebi masih di sini, pagi hari Kaffi selalu tidak tenang diisi oleh celoteh-celoteh gadis itu. Biasanya, mereka selalu berlomba untuk bangun lebih awal karena sudah merupakan peraturan siapa pun yang terlambat bangun, akan 'disiksa' dengan cara tidak biasa.

Dan Gebintang selalu dan selalu menjadi pihak yang paling sering kalah. (Atau sengaja dibikin kalah.) Dia menjadi korban keisengan Kaffi. Biasanya, Kaffi akan menyentil kening atau bahkan pangkal hidung gadis itu sehingga dia terbangun dan mengamuk setengah menangis.

Setelah itu, mereka akan meributkan hal-hal kecil. Seperti: Gebi memarahi Kaffi karena tidak pernah menutup pasta gigi setelah pria itu selesai menyikat gigi. Atau, Gebi yang tidak berhenti menyumpah saat melihat Kaffi iseng mengotori sprei bermotif kesukaannya;  Gebi yang dibentak Kaffi karena lupa mematikan shower atau bahkan lupa membuang pembalut bekas pakainya di kamar mandi.

Atau sebaliknya, Kaffi yang dimaki-maki Gebi karena menjahili gadis itu dengan mengunci Gebi di kamar mandi. Lalu pura-pura tertidur sampai Gebi nyaris merobohkan pintu kamar mandi. Kaffi yang dengan sengajanya menumpahkan minuman-minuman berwarna atau cokelat ke lantai kamar, dan membuat Gebi kesal bahkan hampir menangis saat mengepel lantai kamar. Tidak puas dengan itu, Kaffi bahkan menyiksa gebi dengan menyuruh dia membuatkan sarapan-sarapan yang berbeda setiap harinya.

Kebiasaan-kebiasaan yang dulu dianggapnya menyebalkan, justru sekarang sangat dirindukan kaffi. Kepergian Gebi ternyata membawa efek besar pada hari-harinya.

Kaffi mungkin bisa sedikit lega pada siang hari. Karena biasanya, ia kekosongananya teralih dengan tenggelam pada kesibukan kerja. Tapi saat ia pulang ke rumah di malam hari dan mendapati rumah dalam keadaan sepi, gelap gulita, Kaffi kembali merasakan hampa luar biasa dalam hidupnya.

Tidak ada lagi Gebintang yang sudah menyambutnya di meja makan dengan cerita-cerita tidak penting tentang pekerjaannya; Gebintang yang menonton teve selalu membesarkan volume sampai Kaffi harus meneriakinya untuk berhenti; Gebintang yang tidur dengan keadaan kamar gelap dan posisi tidur paling egois karena menguasai ranjang dan hanya menyisakan Kaffi sisi tempat tidur pada bagian paling ujung.

Gebintang yang menghamburkan pakaian bekas pakainya sembarangan sampai tidak jarang bra dan underwear-nya bertebaran indah ke seluruh penjuru kamar. Lalu baru berniat memberesi kalau Kaffi menyumpah serapah.

Gebintang yang terbangun di malam hari karena takut petir dan hujan deras. Kalau sudah begitu, Kaffi harus rela tidur berdempetan dengannya karena gadis itu akan merengek-rengek dan menarik kaos yang dipakai kaffi sampai pria itu mau berdekatan dan tidur dengan punggung yang saling menempel satu sama lain.

Kaffi tersenyum getir. Ganjalan di dadanya makin mengetat sesak—

sesuatu yang seharusnya tidak pernah terjadi. Sudah dua tahun ini dia hidup tanpa Gebi, Kaffi pikir semuanya akan baik-baik saja. Karena kehidupannya kembali seperti sebelum mengenal Gebi. Namun, keadaanya justru berbalik. Hidupnya tidak baik-baik saja seperti perkiraannya. Perasaan aneh terus menyiksa dirin. Mengganggu paginya, dan merusak malamnya.

Kaffi bukanlah tipe pria yang suka menenggelamkan diri pada masalah.  Sisi melankolisnya jarang dia tunjukan pada siapa pun kecuali saat sedang sendiri seperti ini. Ritual barunya setiap malam adalah membaca tulisan tangan Gebi, atau melihat-lihat foto-foto pernikahan yang bahkan baru dia miliki saat mereka berpisah. Ironis!

Kaffi melangkah gontai ke dapur. ia akan melakukan ritual terakhirnya sebelum tidur. Diambilnya sebotol wine. Kaffi harus mabuk untuk bisa tertidur dengan cepat. Jadilah selama dua tahun ini hidupnya begitu menghamba pada alkohol. Kadang, dia berpikir, apa dia harus segera pindah dari rumah yang setiap hari memutar kenangan-kenangan bersama Gebi?

Tapi, saat Kaffi di kantor, di mal, di restoran, di rumah kliennya, bahkan di ruang sidang, maupun di penjara yang tak pernah ia kunjungi berdua dengan Gebi pun turut menyumbang ingatan tentang gadis itu. Artinya, pindah rumah pun tidak akan mempan untuk mengurangi benaknya untuk berhenti memutar tentang gadis itu.

Sialan!

***

"Thanks, Kei."

Sederet kotak makanan, diletakkan Keiko di atas meja kerjanya. Hal yang sudah dilakukan Keiko hampir satu tahun belakangan ini. Padahal, Kaffi sama sekali tidak pernah meminta. Ini semua atas inisiatif Keiko sendiri. Awalnya, Kaffi menolak. Keiko terus-terusan melakukannya sampai akhirnya Kaffi menyerah melarang Keiko membuatkan makan siang untuknya.

"Bisakah kau berhenti bilang kata itu? Aku sudah bosan mendengarnya selama satu tahun ini."

Kaffi tertawa. "Jadi aku harus bilang apa?"

"Bilang kau mencintaiku!" sembur Keiko, bercanda—tapi jujur.

Bukannya merasa canggung seperti biasa, kali ini Kaffi langsung terbahak. "Baiklah. Berarti setiap kali kau mengantarkan makan siang untukku, aku akan mengganti ucapan terima kasihku dengan bilang: aku mencintaimu."

"Terserah apa pun itu selain kata terima kasih."

Kaffi manggut-manggut setuju. "Oke, kalo gitu mari kita mulai dengan hari ini. Aku mencintaimu, Kei."

Deg.

Tidak ada yang spesial dari ucapan Kaffi barusan. Bahkan diucapkan tanpa makna dan dalam suasana tidak serius, tapi entah kenapa hati Keiko langsung bergetar. Kalimat itu adalah kalimat yang sangat ingin didengarnya dari Kaffi. Laki-laki itu baru saja mengatakannya. Wajah Keiko sontak memerah. Jantungnya berdetak hebat. Diliriknya Kaffi yang mulai sibuk membuka kotak-kotak makanan. Keiko membuang napas lega, setidaknya Kaffi tidak melihat ekspresinya tadi.

Dalam kepura-puraannya, Kaffi bukannya tidak sadar dengan perubahan Keiko. Kaffi tau bahkan bisa membaca ekspresi wajah Keiko saat dia mengucapkan kalimat tadi. Pura-pura tidak melihat adalah pilihan terbaik. Sekarang, Kaffi malah merasa brengsek karena sudah mempermainkan perasaan Keiko dengan ucapan yang seharusnya tidak dijadikan bahan bercanda.

Kaffi akui, jika dilihat dari sudut pandang penilaian laki-laki ke perempuan, sebenarnya tidak sulit untuk jatuh cinta pada seorang Keiko Ahira. Dia adalah paket sempurna ciptaan Tuhan. Dianugrahi wajah cantik, proporsi tubuh yang ideal, otak yang pintar, berbakat, profesi jelas, dan karier yang baik. Keiko juga pintar masak, lemah lembut, dewasa, dan keibuan. Tidakkah itu semua termasuk dalam poin-poin penting kriteria sebagai seorang istri yang sempurna? (bagi laki-laki pada umumnya).

Kaffi bahkan sudah berkali-kali coba buka diri untuk belajar jatuh cinta pada Keiko. Tapi ... sekeras apa pun mencoba, ia tetap gagal!

Keiko boleh cantik, tapi kaffi lebih menyukai wajah Gebi yang sederhana tapi tidak membosankan. Mata bulat besar Gebi yang memancarkan aura jenaka setiap kali gadis itu sedang usil, atau bibir kecilnya yang memerah saat makan makanan pedas. Serta bayi-bayi rambutnya yang berantakan ketika gadis itu berkeringat.

Keiko boleh punya bentuk tubuh yang sempurna seperti model, tapi Kaffi lebih menyukai Gebintang yang rata. Agar dia bisa mengejeknya kapan saja.

Keiko adalah simbol wanita feminim. Kulit terawat, wangi, dan penampilan yang elegan setiap waktu. Tapi Kaffi lebih suka Gebintang yang berantakan. Dengan kemeja kebesaran sampai batas paha, dan sandal jepit, serta topi berlogo koran tempatnya bekerja. Juga Gebintang yang kalau sibuk, hanya bisa keramas 1 kali dalam seminggu.

Keiko sangat lemah lembut dalam bertindak dan berbicara. Tapi Kaffi malah lebih nyaman dengan Gebintang yang kasar. Suka mencibir, berteriak, dan menyumpah juga mengumpat tidak kenal waktu.

Masakan Keiko boleh enak, tapi lidah Kaffi lebih akrab dengan masakan Gebi yang selalu hancur.

Dari beberapa wanita yang pernah dekat dengan Kaffi, rasa-rasanya Gebintang adalah sosok yang tepat menurut Kaffi untuk berada di sisinya—menyingkirkan prinsipnya. Karena Gebi adalah kombinasi yang sangat tidak sempurna tapi pas untuk Kaffi. Rasanya sulit mencari sosok seperti Gebi—dan mungkin tidak ada yang bisa menggantikan posisi Gebi saat ini sampai kapan pun. Tidak juga dengan Keiko!

***

Di suatu tempat, seorang pria membisikan kata, "i love you" di telinga seorang gadis yang sedang fokus dengan layar laptop di depannya. Gadis itu tidak merespons sama sekali. Kembali pria itu mendekatkan wajahnya ke telinga sang gadis dan berbisik lagi, "Jibi aku cinta kamu. Ayo kita berpacaran."

Kali ini sang gadis menoleh malas. Kaca matanya melorot sampai ke pangkal hidung. "Cinta itu jenis binatang apa? Bisakah kau memasak cinta untuk makan malam kita?"

Sang pria hanya terkekeh pelan lalu mencubit ujung hidung gadis itu kemudian mencium pipinya singkat lalu buru-buru pergi sebelum disumpah serapah.

***
 

Setiap Sabtu malam, Kaffi selalu menghabiskan waktunya untuk main futsal dengan rekan-rekan kerja. Malam ini dia sedang tidak berada dalam mood yang baik untuk bermain. Akhirnya, dalam perjalanannya menuju lapangan futsal, dia mampir ke apartemen Justin. Beruntung, karena Justin tidak menghabiskan malam minggunya bersama Kiffarah.

Justin meletakan empat botol beer ke atas meja. Mata Kaffi langsung terbelalak.

"Kau gila! Kalau kiffarah tau kau minum alkohol, habislah kau!" seru Kaffi, ngeri.

Justin terkekeh. Dia bayangkan bentakan Kiffarah yang memang sedikit menyeramkan.

"Dude, aku tau kau bisa menjaga rahasiaku, kan?” Justin mencoba bernegosiasi.

Kaffi menyipitkan mata. "Kau baru saja mengajakku berkonspirasi melawan kembaranku sendiri? Kau pikir aku mau?"

"Hahaha." Sebuah tinju melayang ke baju Kaffi. "Santailah! Ini hanya minum-minum kecil. Tidak akan membuat kita mabuk." Justin meraih sebotol beer dan membuka tutupnya. Ssebotol, ia sodorkan pada Kaffi. Belum sempat meneguk botol pertamanya, ponsel Justin berbunyi. Kaffi melirik ponsel  diatas meja dan melihat nama si penelepon

My Bulldog Calling

Kaffi nyaris menyemburkan beer-nya. Detik selanjutnya, tawanya meledak di balkon apartemen itu. Lewat tempelan jari ke bibir, Justin beri isyarat agar diam. D

"Yes, Sugar?"

"..."

"Ya. aku sedang bersamanya"

"..."

"Oh, tidak, Sayang. Kami sedang mengobrol beberapa hal dan minum jus bayam yang kau buat tadi. Dan juga memakan salad sayur yang kau antarkan."

Tawa kaffi meledak lagi begitu mendengar kebohongan Justin. Tinju Justin terangkat sambil bibirnya digigit meminta kaffi agar berhenti tertawa.

"Tidak, demi Tuhan kami tidak minum juga merokok. Percayalah, Honey. Kau, kan, sudah membuang semua alkohol. Kau masih belum percaya padaku?"

“...”

"Yea, Honey aku tau. Baiklah, selamat tidur, Sayang. Kau tau kan, aku mencintaimu?"

Hembusan napas lega lolos dari paru-paru Justin, ia menghampiri Kaffi.

"Jadi, kembaranku kauberi sebutan Bulldog??" todong Kaffi saat Justin baru saja menghempaskan bokongnya di kursi.

"Hahaha memang seperti itu. Dia Bulldogku. Sedikit galak tapi manis," puji Justin sambil tersenyum. Di otaknya kini terputar siluet Kiffarah.

"Manis matamu!" umpat Kaffi. "Kuberi tahu, berhati-hatilah. Kalau sampai dia tau soal kebohongan tadi. Aku harap kau memakai baju pelindung baja sebelum bertemu dengannya," saran Kaffi.

Juustin malah mendengus geli.

"Masih satu tahun lagi, tapi aku tidak sabar menikah dengannya."

Kaffi memperhatikan mata Justin yang mulai menerawang dan senyuman yang masih tersungging mencetak lesung pipinya.

"Kau masih bisa merubah keputusanmu kapan saja. Dan berpikirlah berkali-kali sebelum memutuskan menikah dengan Bulldog. Demi Tuhan, itu mengerikan." Badan Kaffi bergidik.

Justin meraup kulit kacang dan melemparkan ke wajah Kaffi. "Tidak usah menakut-nakuti! Aku mencintai kembaranmu apa adanya!"

"Sekarang kau memujinya habis-habisan, itu karena kau belum  terlalu banyak dianiaya olehnya  dua tahun ini. Tapi kau bersyukur hanya akan mempunyai satu Bulldog saat kau menikah. Sementara aku? Dulu, aku bahkan punya tiga Bulldog sekaligus. Istri bulldog, Ibu bulldog, dan saudara kembar bulldog. Bisa kau bayangkan sendiri bagaimana tersiksanya aku waktu itu!"

"Hahahaa. Ceritakan padaku bagaimana menghandle istri Bulldog? Bukannya Gebintang juga sejenis seperti Kiffa?"

Justin lupa, menyinggung soal Gebi sama saja menarik mood terburuk Kaffi ke permukaan. Dan benar saja, air muka Kaffi sedikit berubah walaupun masih ada senyum yang tersisa di wajah pria itu tapi sama sekali tidak bisa menutupi gelagatnya.

"Sorry," ujar Justin menyesal.

Kaffi mengangkat bahu. "Tidak apa. Aku hanya... kau tau, jadi semacam pria melankolis akhir-akhir ini," jelasnya diselingi tawa kecut.

"I knew it,” sahut Justin.

Keduanya terdiam cukup lama memandangi pemandangan di depan.  Hiruk-pikuk kota malam hari. Dengan lampu-lampu jalan, serta kendaraan yang berlalu-lalang.

Kaffi meneguk bir-nya. "Oke, otakmu mungkin sudah memerintah untuk berhenti dan melupakan. Tap di sini... sedikit sulit diajak kerja sama." Pria itu menunjuk dada. "Maksdku, berpisah dengan seseorang tapi hatimu masih dihantui kesalahan-kesalahan yang kaubuat, kau akan merasa seperti memikul beban yang semakin memberat setiap harinya dan kau tau itu sangat sulit untukku."

Tangan kiri Kaffi yang bebas meraih rambutnya dan mengusapnya keras. Dia bangkit menuju besi pembatas balkon. Pandangannya menerawang ke depan.

"Setiap detik selama dua tahun ini, aku dikejar oleh rasa bersalahku. Demi Tuhan, itu sangat tidak enak. Aku seperti terkurung di satu tempat gelap, mundur tidak bisa, maju pun tidak ada penunjuk arah. Hhhah!" Kaffi berteriak keras membiarkan beban di hatinya menguap bersama udara.

 Justin berdiri menghampiri sahabatnya. Berikan sebuah tepukan di bahu. "Kau sudah berhenti mencarinya, Kaff?" tanyanya ketika melihat Kaffi sudah lebih relaks.

Yang ditanya mengangguk lemah.

Ya, Mereka memang sudah memutuskan untuk berhenti mencari Gebi beberapa bulan ini. Karena sejak keluarga Chanzu mengetahui kepergian Gebi waktu itu, mereka berusaha mencari gadis itu, mendatangi rumah lama Gebi, kantor tempat Gebi bekerja, menanyakan keberadaan pada temannya, melacaknya dengan media sosial, namun hasilnya nihil. Gebi tidak bisa ditemukan sampai akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti.

"Aku menyesal. Waktu itu tidak benar-benar mengikatnya. Belum berusaha menahannya di sisiku. Aku yang berkutat dengan prinsipku, tapi yang kulakukan cuma menyakitinya. Dan melihat dia berlenggang pergi tanpa ada usaha memperbaiki dan menariknya kembali. Aku benar-benar bodoh!" maki Kaffi pada dirinya sendiri. "Aku bahkan tidak pernah meminta maaf untuk kesalahanku."

Mata Kaffi terpejam dan wajahnya menengadah ke langit.

"Tuhan, aku benar-benar bajingan tolol!" teriak Kaffi, memaki-maki dirinya sendiri.

Justin sendiri tidak berusaha mencegat yang diperbuat kaffi, dia sengaja membiarkan Kaffi meluapkan semua kemarahan.

"APA AKU BRENGSEK JUST?" tanya kaffi tanpa merubah posisinya, wajahnya masih terlentang menatap langit.

"Ya. Kau brengsek!”

"AKU BODOH, JUST??"

"Sangat bodoh!"

"AKU SEORANG BAJINGAN?"

"Superbajingan!"

"PUKUL AKU, JUST!"

Bugh.

Satu hantaman kuat menubruk dada Kaffi membuat ia terpental dan tersungkur ke lantai. Setelah terdiam beberapa saat, dia bangun dan terduduk di lantai begitu saja. Si pemukul malah menatapnya usil.

"Sial, kenapa kau meninju dadaku???" tanya Kaffi, kesal.

Terbahak Justin hingga wajahnya memerah. "Kau sendiri yang memintanya."

"Aku tidak serius, sialan!"

"Hahahah." Justin terpingkal-pingkal. Sejak kapan sahabatnya ini bisa bersikap kekanak-kanakan? Kaffi yang dikenalnya sangat datar, tidak punya selera humor, dan terlalu serius. Sekarang lihat, Kaffi berubah seperti seorang remaja alay yang sedang patah hati akut. Parahnya itu hanya karena seorang wanita. Justin menduga Kaffi pasti sering menulis status sedih di sosial medianya.

Kaffi masih duduk di lantai dan punggungnya bersandar di kursi yang tadi didudukinya. Botol bir keduanya kembali diteguk hingga tandas. Sementara Justin  bergabung dengan Kaffi di lantai bersandar pada kursi yang satunya.

"Kalau ketemu aku harus berterima kasih pada Gebi. Bagaimanapun, dia sukses membuatmu kacau."

Mau tak mau Kaffi tertawa. "Bukan kacau lagi, Just. Porak-poranda! Kiamat!"

"Hahaa yaa Aku bisa lihat itu, sangat jelas!"

Setelah tertawa bersama, keduanya diam lagi. Sampai tiba-tiba Justin berujar, "Kau pasti akan menemukannya, Kaff. Percayalah! Jangan berhenti mencari karena Tuhan sedang menilai kerja kerasmu."

Kalimat sederhana yang membuat Kaffi berpaling terpukau. "Menurutmu begitu?"

"Ya. Aku yakin. Sangat, sangat yakin!"

Kaffi tersenyum simpul, tangannya memutar-mutar leher botol bir-nya. "Entah kenapa perasaanku juga bilang begitu."

"See? Dari dulu aku selalu percaya, untuk mencapai hasil yang baik, kita tidak bisa sekadar sedikit usaha, duduk diam, berpangku tangan dan menunggu keputusan Tuhan. Oh, c'mon. Tidak semudah itu. Kau butuh USAHA BESAR!" Justin memperagakan tangannya ke udara. "Kau tau Bill Gates?"

Angguk.

"Kau pernah dengar cerita di balik kesuksesan Jang Ma membangun Alibaba? Kaffi mengangguk lagi. "Yah, itu. Itu maksudku! Usaha dia! Usaha besar jatuh bangun bersimbah keringat."

Senyum kaffi tercetak saat melihat Justin berorasi dengan mata berkilat-kilat. "Profesor, para pakar, dan ilmuwan bahkan gagal berkali-kali melakukan percobaan sampai akhirnya mereka menemukan sebuah temuan besar! Einstein, Christoper Colombus, Thomas Alfa Edison, Mike Tyson..."

Tawa Kaffi mengudara. "Mike Tyson? Bukankah dia itu petinju, bukan ilmuwan?"

"God. who cares? Maksudku, lihat usaha-usaha di balik kesuksesan mereka!"

"Haha. Aku tau, aku tau, tapi...," Kalimat itu menggantung.

“Apa?"

"Tapi aku tidak tau di mana dia sekarang," cicit Kaffi lemah.

"Oke, dengarkan aku, kau pernah membaca kisah Adam dan Hawa dalam sudut pandang agama Islam?"

Kaffi menggeleng.

"Kau harus membacanya! Kisah romantis terbaik menurutku. Mereka dipisahkan Tuhan berabad-abad. Tapi saling menemukan karena kekuatan cinta dan usaha yang tak pernah putus. Maksudku, kau dan Gebi akan seperti itu. Jarak bukanlah masalah jika memang kalian berjodoh kalian tidak perlu saling mencari tapi akan di pertemukan. Percaya aku.”

Kaffi menatap justin kagum, terpesona sekaligus terhipnotis. Tiba-tiba ada kekuatan dan keyakinan besar yang mendongkrak semangatnya. Dalam sekejap perasaan kesal dan benci terhadap dirinya sendiri menguap entah ke mana.

"Hei, kau masih di sana?" Justin melambaikan tangannya di depan wajah Kaffi. "Kau dengar ucapanku, Kaff?"

"Ah, ya, aku dengar. Aku bisa tangkap pencerahanmu, thanks.Tidak salah Kiffarah memilihmu, kau memang terbaik!"

"I am," seru Justin percaya diri dengan senyum sombong. Dia malah mengangkat kerah bajunya dengn ekspresi angkuh. Melihat itu, Kaffi spontan meraup kulit kacang di atas meja dan melemparkan ke wajah Justin.

***

Di suatu tempat, seorang gadis sedang berdiri di depan kaca jendela besar sebuah apartemen. Tangannya memegang cangkir besar berisikan coklat panas. Dia sedang meniti pemandangan sebuah kota dengan pohon-pohon besar yang nyaris gundul karena Musim Gugur.

Tiupan kasar angin hangat di telinganya membuat gadis itu bergidik geli. Ia menoleh lalu kemudian mencibir kepada seorang pria yang tengah tersenyum menggodanya.

"Sampai kapan kau terus-terusan memikirkanku? Bukankah aku sedang di sampingmu saat ini? C'mon, peluklah aku," goda pria itu merenggangkan tangan.

"Ya, ya, bermimpilah terus. Dan tidak usah bangun sampai aku menginjak kepalamu!"

"Oh, tidak. Kau sangat manis kalau sedang marah dan menyumpah. Bisakah aku menggigit hidungmu, Sayang? Istriku... istri galakku?"

"Gigit saja selangkanganmu!"

"Lakukan untukku?" teriak si pria dengan jahil, "kalau tidak, aku akan menghukummu seperti tadi malam!"

Sebuah sendok bekas menyeduh coklat panas mendarat di jidat si pria, ia meringis kesakitan. "Oh Jibiii  sayaang, kau sudah melakukannya 4 kali dalam hari ini. Dasar istri galak! akan kubalas kau!"

Si pria yang langsung mengejar gadis itu yang sudah kabur menuju ke kamar sambil tertawa cekikikan.  

***

"Permisi, Pak?"

Rika muncul di balik pintu ruangan kerja.

Kaffi yang sedang sibuk dengan laptopnya mendongak. "Ya, Rik?"

"Surat untuk Anda." Sebuah amplop berwarna gold Rika letakkan di meja.

"Ah, ya. Terima kasih, Rik."

Perempuan itu tersenyum lantas undur diri. Kaffi langsung meraih amplop tidak biasa itu dan membaca cetakan tulisan yang tertera di sampul.

ASIAN LAWYERS AWARD.

Dengan tidak sabar, Kaffi membukanya. Dia membacanya beberapa menit kemudian senyum cerah tersungging di wajahnya.

"YES!!" seru Kaffi, senang. Buru-buru dia beranjak dari kursi kerjanya dan keluar ruangan. Baru satu langkah menginjakan kaki di luar, Kaffi disambut dengan teriakan Rika dan para stafnya.

"CONGRATULATION!" teriak mereka bersamaan. Kaffi sempat terperanjat tapi kemudian tersenyum lebar.

"Hei, kalian sudah membaca suratnya lebih dulu?" tanya Kaffi kesal karena tidak berhasil memberikan kejutan pada stafnya.

"Maaf, Pak. Aku yang memberitahukan pada mereka," ucap Rika tidak enak. Dua jarinya terangkat di udara. Tanda damai.

"Ah, kau ini mencuri startku saja!" omel Kaffi pura-pura jengkel.

"Hehe. I’m sorry, Pak. Saya terlalu antusias.”

"Guys. Siang ini kita akan ditraktir makan oleh Pak Traymon, ya," seru salah seorang staf Kaffi yang disambut oleh sorak sorai semua yang ada di ruangan itu. Bahkan, ada beberapa dari mereka yang pura-pura sujud syukur.

"Hei. Siapa bilang aku akan menraktrik kalian?"

"Anda kan sudah berhasil masuk nominasi di dalam ALFA pak jadi kita harus merayakannya dengan makan-makan. Ya, kan, Guys?"

"Setujuuuu!" jawab mereka serempak.

Kaffi berdecak sebal dengan modus para staf-nya. "Kalian ini memanfaatkan rasa senangku, ya? Lagi pula, itu baru nominasi. Belum tentu juga aku menang. Jadi tidak perlu merayakan berlebihan!"

"Walaupun ini hanya nominasi tapi ini nominasi pertama anda di kanca Internasional. Artinya nama Anda sudah mulai masuk dalam daftar jajaran pengacara-pengacara Asia yang diakui. Tidak gampang masuk nominasi di award ini. Beberapa pengacara senior yang sudah malang melintang di dunia hukum saja belum pernah masuk nominasi ini. Dan Anda baru 7 tahun aktif menjadi pengacara, sudah bisa masuk sebagai nominasi. Itu artinya Anda hebat. Dan kita harus... ...?" Staf itu sengaja menggantungkan kalimatnya dan meminta kelanjutan kata-kata kepada teman-temannya.

"MAKAN-MAKAAAAAAAAAAN!" sambung mereka lagi.

"Sial!!!!!!!" maki Kaffi dalam hati.

"Ya sudah lanjutkan pekerjaan kalian. Dan tunggu aku di restoran depan kantor. Kalau sudah jam makan siang," seru Kaffi setengah ikhlas.

"Alhamdulillah."

"Terimakasih, Jesus!"

"Thanks Dewa Khrisna"

"Arigato Bunda Maria"

"Kau yang terbaik, Berhala."

“Aku Atheis. Aku tidak punya Tuhan.  Terima kasih, teori The Big Bang.”

Rika terpingkal-pingkal mendengar sahutan teman-temannya. Sementara Kaffi menggeleng-gelengkan kepala tidak habis pikir dengan kelakuan nista yang dilihatnya barusan.

Kaffi kembali masuk ke ruangannya, ia menghempaskan tubuhnya ke sofa sudut ruangan, pikirannya lalu memutar lagi memori beberapa tahun lalu.

.
.
.

"KEJUTAAAAN!"

Baru saja sampai di rumah, Kaffi dikagetkan oleh teriakan Gebintang yang memekakan telinga. Tanpa aba-aba, gadis itu melompat naik ke punggung Kaffi dan melingkarkan tangannya di leher pria itu.

"Gebintang turun!" perintah Kaffi seraya berusaha membuka tangan Gebi yang melingkar di leher.

Gebi menurut dengan patuh. Ia menggandeng tangan Kaffi menuju ruang Tv. Pria itu hanya menatap risih kelakuan istrinya yang tumben-tumbennya bersikap manis. Gandeng tangan pula. Ck. Ck.

"Kau duduk di sini, ya," Gebi memaksakan Kaffi duduk di sofa depan Tv. Beberapa menit kemudian gebi kembali dengan nampan penuh makanan.

"Kau makan, ya? Setelah ini, aku akan memijat badanmu. Kau pasti lelah. Aku melihatmu beberapa kali naik ke stage untuk mengambil piala-piala itu. Kau tau? Kau sangat keren tadi di Tv. Aku suka lihat Jidatmu yang besar itu kelap-kelip saat kau memberikan pidato kemenangan," puji Gebi setulus-tulusnya.

Kaffi tersenyum sombong. "Kau baru tau kehebatanku?"

Gebintang mengangguk jujur. "Ya aku baru tau. Itu karena auramu saat tampil di acara award sangat berbeda dengan auramu saat tampil di acara gosip nista itu. Kau tau? Setelah 8 bulan aku menikah denganmu, aku baru menyadari ketampananmu."

Yang dipuji mulai memakan makanannya. "Auraku selalu sama. Keren setiap waktu. Dan seluruh dunia sudah mengakui ketampananku. Matamu saja yang sudah tertutup rambut besarmu itu, makanya kau tidak pernah melihatku."

"Cih," cibir Gebi, kemudian dia tersenyum lagi. "Jadi, bagaimana rasanya menang di penghargaan itu?" tanyanya antusias.

"Biasa saja," jawab Kaffi datar. “Aku sudah mendapatkan penghargaan yang sama tiga tahun berturut-turut. Aku sudah tidak kaget, bahkan bisa dibilang sudah bosan! Yang aku ingin namaku masuk di nominasi kelas internasional. Bukan cuma di sini"

Ekspresi Gebi berubah murka. "Kau itu benar-benar tidak pernah bersyukur dengan apa yang kau dapat!"

“Bukan begitu! Aku hanya... yah," Kaffi mengedikan bahu. "Bosan!" lanjutnya lagi lalu meneguk air. Lantas, matanya melirik Gebi dengan pandangan meremehkan. "Kau tidak akan tau perasaannya menang berkali-kali untuk kategori yang sama. Tentu. Karena kau tidak pernah masuk nominasi dalam penghargaan profesimu, kan?" Senyuman usil Kaffi berkembang di wajahnya.

"Sial! Mulutmu itu benar-benar hina! Tidak pantas disumpal dengan masakanku!" Gebintang mulai murka dengan laki-laki di depannya. Dia menyesal sudah memuji Kaffi beberapa menit lalu. Dengan kesal dia mengangkat semua makanan di atas nampan.

"Hei, apa yang kau lakukan? Aku belum selesai makan!" protes Kaffi.  Makanannya dibawa Gebi. Disusulnya gadis gila itu. "Gebintang, kenapa kau buang makanannya!?” Kaffi histeris melihat makanan di piring berpindah ke tempat sampah.

Gebi berbalik dan berkacak pinggang. "Kenapa? Kau lapar!?"

"Ya! Aku bahkan baru memakannya berapa sendok!"

"Kaubilang aku tidak pernah masuk nominasi untuk penghargaan profesiku, kan? Kau pasti keberatan makan masakan dari orang sepertiku. Lagi pula, aku tidak sudi memberi makan pengacara sombong bermulut biadab sepertimu. Jadi, kalau kau lapar, TELAN SAJA SEMUA PIALA ITU SAMPAI KAU KENYANG. MENGERTI!??"

Kaffi tertawa lagi mengingat kenangan-kenangan lucu bersama Gebi. Dia baru sadar, semenjak ditinggal wanita itu, hidupnya berjalan sangat datar. Di rumah pun ia sama skali tidak mempunyai teman bicara, teman makan, teman tidur, dan teman bertengkar. Satu hal yang saat ini Kaffi rasakan. Dia rindu.

"Gebintang," ujar Kaffi nyaris berbisik. "Kau di mana? Aku rindu." Kaffi melihat foto pernikahan mereka di ponsel dan mengelus-elus wajah Gebi dari balik LCD-nya "Kau harus tau, kau Kelinci Percobaan yang membuat aku memahami satu hal bahwa menikah memang menyeramkan. Kalau bukan denganmu. Aku, selamanya tidak akan suka menikah—kalau bukan denganmu.”

***

Bau air laut yang menenangkan. Semilir angin Musim Gugur dan kelap-kelip lampu kota menemani gadis itu. Ia duduk di sebuah bangku paten di samping jalan setapak kecil. Entah berapa kali dia melakukan ritual ini untuk membunuh waktu malamnya di sini.

Mimpi itu. Mimpi buruk yang selalu mengganggu tidur malamnya. Yang membuat ia harus bangun dan berlari ke tempat ini untuk menenangkan diri.

Dia benci! Dia muak kalau harus seperti ini. ingatan yang sudah dikuburnya selalu menyelinap masuk kedalam mimpi. Bayangan seorang pria yang tersenyum dan memanggil namanya terdengar jelas dan nyata di pendengarannya.

“Kau di mana? Aku rindu.”

Suara itu.

suara itu lagi!

Mengiang-ngiang di pendengarannya beribu-ribu kali.

Gadis itu menutup telinga dengan kedua tangan. "Cukup! Kau tidak boleh masuk ke pikiranku lagi! Kau hanya sampah di masa laluku! Enyah kau dari pikiranku!! Mati saja kau di dalam otakku!"

 


...
DOUBLE UPDATE!!! YEAY. KAYAKNYA BESOK MALAM DEH AKU TAMATIN DI SINI LANGSUNG KUBUKA PENJUALAN EBOOK.
OH, YA, ADA BEBERAPA BAGIAN YG LEBAY BANGET DAN HIPERBOLA DI BAGIAN EKSTRA PART. MENURUT KALIAN, VERSI EBOOKNYA KUPANGKAS AJA APA GIMANA? SOALNYA BENER2 HIPERBOLA MESKIPUN PENUH HUMOR😂😂

KALAU NGGAK MAU KUPANGKAS, BERARTI KALIAN NGGAK BOLEH PROTES DAN HARUS MENERIMA SEGALA YG GAK MASUK AKAL DI DALAM BAGIAN ITU YAAH. HAHAHA.

KALAU MAU YG REALISTIS, BACA AJA CERITA2KU YG SEKARANG. INI KAN CERITA DARI ANAK SMA YG WAKTU ITU ISENG2 BERHADIAH. HIHIHI.

OH YA, HARGANYA 70K AJA. SOALNYA BANYAK HALAMAN. TAPI HARGA DI GOOGLE OLAY BOOK NANTI, BAKAL 80. RATA2 BUKUKU HARGA SEGITI. HEHE.

NIH CONTOH EBOOKNYA



KALAU NGGAK MENEMUKAN CERITA INI LAGI, BERARTI LANGSUNG KUHAPUS YAH. ITU ARTINYA KALIAN TERLAMBAT LIAT ENDING NANTI. HIHI. LANGSUNG CUS AJA KE GOOGLE PLAY BOOK BEBERAPA MINGGU LAGI. TAPI KALAU MAU BACA VERSI PDF, PANTENGIN BESOK MALAM!!

OMONG2, BESOK AKU BAKAL BOM UPDATE. SIAP2 PANTENGIN YAK!

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

2.9M 29K 28
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
3.2M 25.1K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
2.8M 299K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
595K 25.5K 40
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...