SERPIHAN USANG

By widyahadi

98.8K 9.6K 2.3K

Masa lalu adalah sebuah kenangan yang akan selalu ada dalam ingatan dan tak pantas untuk dicemburui, karena y... More

SERPIHAN USANG #1- Mendadak Jadian
Serpihan Usang #2 - Rasa itu mulai tumbuh
Serpihan Usang #3 - Oh Ellya
SERPIHAN USANG#4 -Bad Boy
SERPIHAN USANG#5 - Hurts
Serpihan Usang#6 - Surat Kanji dan Troublemaker
SERPIHAN USANG#7 - Terjemahan Surat Ali
SERPIHAN USANG#8 - Hati yang Memilih
Serpihan Usang# 9 - Khayalan yang Menjadi Nyata
Pilih Cover
SU #10 - Salah Paham
SU#11 - Aku Pulang Ai ...
SU #12 - Dilema
SU# 14 - Pertemuan

SU #13 - Selamat Tinggal, Batam

4.5K 611 165
By widyahadi

Meski Prilly dilanda dilema namun hubungan Ali dan Prilly tetap seperti biasa, mereka masih berkomunikasi melalui surat maupun telepon, walaupun intensitas surat menyuratnya tidak segencar waktu Ali masih berada di Taiwan. Bukan karena renggang, tapi karena mereka lebih sering menggunakan jasa telepon untuk berkomunikasi daripada surat menyurat. Jika dulu Ali menelepon setiap tiga minggu sekali tapi kini hampir seminggu sekali ia menelepon Prilly, kecuali Prilly masuk pagi maka Prilly yang akan meneleponnya tiap malam Minggu di atas jam sembilan malam. Mengapa di atas jam sembilan malam? Karena di jam itu tarif telepon lebih murah hingga jam enam pagi.

Prilly pun sudah menolak secara halus tawaran Mr. Teejay, meskipun dalam hati ia sangat ingin sekali magang di Singapore, itu semua demi Ali.

Satu per satu teman satu kamar Prilly pulang ke kampung halamannya, Yuli pulang karena ia akan segera menikah dengan Hadi, pemuda Bandung teman satu kamar Adit. Beberapa hari kemudian menyusul Jenny yang mendadak pulang karena bertengkar dengan kekasihnya, dan terakhir Mia, yang resign karena menikah dengan tehnisi asal Palembang. Kini tinggal Prilly seorang diri di kamarnya yang sempit. Tak terdengar lagi suara dengkuran keras Yuli saat tidur, Mia yang sering kentut berkali-kali seperti alarm dan Jenny yang menyebalkan dengan asap rokoknya, Jenny yang suka mengintipnya saat Prilly mandi. Hal-hal yang tidak Prilly sukai namun sangat dirindukan saat mereka sudah tak berada di sampingnya lagi.

Berpisah dengan ketiga teman sekamarnya membuat Prilly merasa begitu kehilangan, terlebih ketika Ayu mengajukan resign , Prilly tampak begitu sedih. Ayu, sahabat yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri, sebentar lagi akan meninggalkannya.

Malam itu adalah malam terakhir untuk Ayu tidur di dalam dormitory yang hampir tiga tahun ia tinggali bersama teman-temannya, karena keesokan harinya ia akan pulang ke kampung halamannya di Wates, Kulonprogo. Prilly yang tidak mau melewatkan waktu kebersamaannya dengan Ayu, malam itu tidur di tempat tidur Ayu yang berada di atas.

"Tumben kamu mau tidur di atas Prill?" tanya Tukiyem teman satu bed Ayu yang tidur di bagian bawah saat melihat Prilly menaiki tangga hendak naik ke tempat tidur Ayu.

"Mumpung Ayu masih di sini Tuk, aku mau tidur sama dia, besok malam aku udah nggak bisa tidur bareng Ayu lagi," sahut Prilly sedih menaiki tangga. Setelah sampai di atas, Prilly kemudian berbaring di samping Ayu yang sepertinya sudah terlelap karena kelelahan. Seharian membereskan barang-barang miliknya kemudian memaketkannya ke Wates, tentu saja dibantu oleh Prilly.

"Yuk, jangan tidur dulu dong! Aku masih pengin ngobrol banyak sama kamu," rengek Prilly di samping Ayu sembari menarik selimutnya. Prilly menatap wajah sahabatnya itu yang sudah terlelap dalam mimpi, "aku bakalan kangen banget sama kamu Yuk," lirih Prilly menyeka setitik air yang hampir keluar di ujung matanya sembari memeluk pinggang sahabatnya, kemudian perlahan memejamkan mata. Entah kapan lagi Prilly bisa tidur bersama dengan Ayu setelah ini, mungkin beberapa bulan lagi saat Prilly sudah pulang ke kampung halamannya, atau mungkin satu tahun lagi, dua tahun atau bahkan tidak akan pernah terulang lagi momen seperti ini.

***

Keesokan harinya Prilly sudah bersiap-siap hendak mengantarkan Ayu ke bandara ditemani oleh teman satu bed Ayu, Tukiyem yang biasa dipanggil dengan nama Ituk, dan Fiska teman Prilly satu departemen yang belakangan ini mulai akrab dengannya.

"Yuk, mobil perusahaan jadi mengantar kita ke bandara?" tanya Prilly saat melihat Ayu melangkah lesu pulang dari wartel menelepon sopir perusahaan yang akan mengantarkannya.

"Itu dia Pril, sopirnya sedang berhalangan. Jadi nggak bisa ngantar ke bandara. Terpaksa kita harus naik taksi," keluh Ayu lantas duduk di bangku teras.

"Fis, kita telepon Pak Gendut yuk, minta diantar ke bandara. Pasti mau, dia kan orangnya baik, apalagi sama kamu," ajak Prilly pada Fiska sambil menaikturunkan alisnya. Pak Gendut pemilik usaha katering langganan Prilly dan teman-temannya memang sangat baik orangnya. Tak jarang Prilly dan Fiska menumpang mobil sedannya jika mereka hendak pergi ke Nagoya atau ke Jodoh.

"Udahlah Pril, aku naik taksi aja," sela Ayu merasa tak enak.

"Santai aja Yuk, dulu Pak Gendut pernah nawari, katanya kalau butuh bantuannya telepon aja, nggak usah sungkan," sahut Prilly, "kamu masih nyimpan nomer teleponnya kan Fis?" tanya Prilly kemudian pada Fiska.

"Masih, tapi kamu yang ngomong ya!" Sahut Fiska sembari bangkit dari duduknya dan merangkul Prilly.

"Beres!" Sahut Prilly mengacungkan ibu jari kanannya ke arah Fiska, "Yuk, Tuk, kami tinggal dulu ya!" Pamit Prilly kemudian berjalan beriringan bersama Fiska menuju wartel. Bagi Prilly dan teman-temannya, selagi ada fasilitas gratis buat apa bayar, lebih baik uangnya disimpan untuk keperluan yang lain.

***

Akhirnya, dengan meminta bantuan Pak Gendut, Prilly dan teman-temannya mengantarkan Ayu ke bandara.

"Udah, jangan nangis dong. Nanti kita juga ketemu lagi. Makanya cepat pulang, biar aku bisa main ke Magelang, nginap di rumahmu trus kita main ke Candi Borobudur," hibur Ayu mengelus punggung sahabatnya yang masih tersedu memeluknya, sesaat sebelum ia memasuki gedung bandara.

Prilly melepas pelukannya lantas menyeka air mata yang sudah membanjiri pipinya, tak berapa lama kemudian ia pun tertawa kecil menyadari kecengengannya.

"Hehe, sorry ya Yuk, aku jadi cengeng begini, berasa ditinggal sama pacar," ujar Prilly cengengesan menyusut hidungnya yang berair. Sementara Fiska, Ituk, dan Pak Gendut hanya menggelengkan kepala melihat perpisahan sepasang sahabat itu.

"Ya udah, aku masuk ya? Jaga diri baik-baik, jangan boros, jangan cengeng gara-gara cowok, dan jangan ...," pamit Ayu tersenyum mengerling menjeda ucapannya.

"Jangan apa?" Prilly dibuat penasaran.

"Jangan mengingat mantan! Stok cowok masih banyak!" Lanjut Ayu yang disambut sebuah toyoran di kepalanya oleh Prilly.

"Aku udah punya Mas Ali ya, nggak bakalan aku macam-macam!" Sungut Prilly.

"Oke, jaga hati kamu untuk Mas Ali, kapan-kapan ajak dia main ke Wates, aku penasaran berat sama dia. Udah ya, aku pamit dulu." Ayu kemudian mencium pipi kanan dan kiri Prilly dan terakhir menarik hidung Prilly hingga mengaduh, "biar tambah mancung," ujarnya tertawa.

"Jangan lupa kirim surat kalau sudah sampai," pesan Prilly sembari mengelus hidungnya yang sedikit memerah.

"Sip!!" Sahut Ayu mengacungkan jempol kanannya, "Pak Gendut, makasih ya udah diantar, saya pamit dulu," pamit Ayu menyalami Pak Gendut.

"Sama-sama Mbak Ayu, hati-hati di jalan," balas Pak Gendut tersenyum ramah.

"Tuk, Fis, aku pamit dulu ya, makasih udah mau ngantar aku." Ayu mencium pipi kanan dan kiri kedua temannya bergantian, "aku titip Prilly ya, ingatkan dia kalau salah, kalau perlu omeli kalau bandel," pesan Ayu kemudian pada mereka berdua, yang disambut anggukan oleh keduanya.

"Kamu nggak usah khawatir Yuk, kami pasti saling menjaga sesama teman, kamu hati-hati ya, salam buat keluarga di rumah," ujar Fiska menepuk pundak Ayu.

Setelah berpamitan pada Prilly dan orang-orang yang mengantarnya, Ayu kemudian berbalik dan melangkah memasuki gedung bandara.

Prilly menatap punggung sahabatnya yang perlahan menghilang di balik pintu masuk. Ada rasa sepi yang mulai merasuk ke dalam hatinya. Cepat atau lambat peristiwa seperti ini akan terulang kembali, dimana Prilly yang akan meninggalkan teman-temannya pulang ke kampung halamannya atau justru sebaliknya.

"Udah ayo pulang, lama-lama di sini nanti kamu tambah sedih," ajak Fiska mengusik lamunan Prilly, "lagi pula mobilnya mau dipakai buat ngantar catering," imbuh Fiska seraya menarik tangan Prilly. Prilly hanya diam tak banyak bicara saat tangan Fiska menariknya, membawanya masuk ke dalam mobil. Perpisahannya dengan Ayu benar-benar membuatnya sedih.

***

Dua minggu setelah kepulangan Ayu, Prilly dan teman-temannya satu rumah, oleh perusahaan dipindahkan ke dormitory lain yang masih satu lajur dengan dormitory yang mereka tempati, yaitu dormitory Blok L4-3 dan Blok L4-2, sementara dormitory yang pernah mereka tempati dikosongkan, dengan alasan penghematan biaya karena banyak tempat tidur yang kosong di kedua dormitory tersebut.

Prilly kemudian pindah ke dormitory Blok L4-2, satu rumah dengan Fiska. Ia pun mendapat jatah tempat tidur yang berada di atas, hal yang paling tidak Prilly sukai, sementara di bawahnya adalah Yanti, penghuni lama kamar itu.

"Pril, maaf ya, kamu tidurnya di atasku nggak apa-apa kan?" tanya Yanti saat Prilly menaruh selimut di atas tempat tidur yang baru akan ditempatinya.

"Nggak apa-apa Yan, aku kan penghuni baru, tempat tidur yang kosong adanya di bagian atas ya mau gimana lagi," balas Prilly sembari membereskan pakaiannya di lemari sebelahnya Yanti.

"Tapi kalau pas di atas jangan buka gorden ya, nanti kamu sakit," pinta Yanti membuat Prilly menyipitkan matanya.

"Lhah apa hubungannya buka gorden sama sakit? Bukannya kaca jendelanya nggak bisa dibuka ya?" tanya Prilly heran.

"Bukan masalah kaca jendelanya! Tapi pemandangannya!" Jelas Yanti namun Prilly masih saja tidak mengerti. Karena penasaran Prilly kemudian menaiki tangga tempat tidurnya, sebenarnya pemandangan apa yang membuatnya sakit? Suara gaduh di belakang dormitory pun terdengar begitu jelas dari atas tempat tidurnya yang berbatasan langsung dengan dinding bagian belakang dormitory.

Prilly menyibak gorden yang menutupi kaca jendela kamarnya perlahan-lahan. Tampak beberapa orang yang sedang asyik bersenda-gurau di belakang dormitory Blok L3-3, yang arah depannya saling membelakangi dengan dormitory tempat Prilly tinggal.

Prilly menarik napas panjang saat mengetahui apa yang dimaksud oleh Yanti, ada Ellya adiknya Guntur dan juga Ifa yang sedang bersenda-gurau bersama teman-temannya. Dari balik gorden, Prilly bisa melihat dengan jelas wajah-wajah mereka. Rasa sakit menjalari hatinya, bukan karena Ifa yang kini berstatus sebagai istri Guntur, melainkan Ellya. Orang yang ia sayangi sepenuh hati dan pernah tinggal bersamanya tanpa tahu sebabnya, tiba-tiba seperti tak lagi mengenal Prilly. Ellya yang sudah diterima bekerja di perusahaan tempat Prilly bekerja bahkan sama sekali tak pernah menegurnya saat berpapasan dengan Prilly di tangga perusahaan ketika pergantian shift. Semula Prilly tak pernah memedulikan itu, tapi mulut-mulut pedas temannya yang sering mengatakan 'kacang lupa kulitnya' saat mereka bersama Prilly berpapasan dengan Ellya yang terkesan tak acuh sangat mengganggu pikiran Prilly. Sebenarnya apa salahku? Hingga membuat Ellya bahkan tak mau mengenalku lagi.

"Yan, mereka sering main ke dormitory ya?" tanya Prilly pada Yanti sesaat setelah ia menutup gordennya.

"Tiap malam Minggu mereka pasti nginap di situ," sahut Yanti dari bawah, "tapi kalau Guntur ikut, mereka nggak nginap. Paling cuma berapa jam terus pulang," imbuh Yanti kemudian membuat Prilly menghela napasnya.

Beruntung tiap malam Minggu Prilly jarang berada di dormitory, jadi pemandangan seperti yang baru saja ia lihat tak akan pernah ia lihat lagi, waktunya lebih banyak dihabiskan di wartel untuk menelepon Ali jika ia tidak sedang bekerja.

Persahabatan Prilly dan Fiska pun semakin dekat, jika dulu Prilly masak berdua bersama Ayu, kini Prilly masak berdua bersama Fiska. Berangkat bekerja pun berdua dengan mengendarai sepeda Fiska. Jika dulu Prilly selalu naik di palang sepeda saat bersama Ayu, kini kebalikannya. Prilly yang mengayuh sepeda sedang Fiska yang duduk di palang sepeda sambil menyetang.

Kehadiran Fiska cukup menghibur Prilly, walau terkadang ia sering terganggu akibat ulah Fiska yang suka seenaknya membangunkan Prilly saat tidur hanya untuk mendengarkan curahan hatinya.

***

Siang itu Prilly dan Fiska sedang duduk berdua di depan televisi sambil menikmati tayangan videoklip dari salah satu stasiun televisi swasta. Tiba-tiba Prilly mematikan TV-nya saat ada videoklip lagu 'Selalu Untuk Selamanya' yang dinyanyikan oleh Fathur.

"Yah Pril, kenapa dimatikan? Bagus tahu," protes Fiska sembari menyalakan lagi TV-nya. Prilly kembali mematikan lagi, dan Fiska pun kembali menghidupkannya hingga terjadi aksi menghidupmatikan TV antara Prilly dan Fiska.

"Dasar sahabat nggak pengertian!" Sungut Prilly saat akhirnya mengalah menikmati videoklip tersebut.

"Emangnya kenapa sih sama videoklipnya Fathur? Lagunya juga enak," balas Fiska kemudian bersenandung mengikuti lagu yang sedang ia dengarkan.

"Berasa itu lagu ditujukan buat aku," gumam Prilly sembari mencebik.

"Ya ampun, ini lagu buat seluruh Rakyat Indonesia, nggak usah ge er deh!" Olok Fiska masih sambil fokus pada TV di depannya.

"Iya tahu! Tapi liriknya itu Fis, nggak kuat aku, berasa buat aku beneran, sumpah, nggak bohong!" Ungkap Prilly hampir menangis.

"Pos! Pos! Prilly! Prilly!" Terdengar suara Pak Pos dari luar memanggil nama Prilly.

"Tuh dicari pacar, buruan temui!" Ledek Fiska sambil mendorong-dorong tubuh Prilly agar segera bangun dari duduknya.

"Iya Bawel!!" Sahut Prilly melangkah malas ke arah pintu.

Saat pintu terbuka Prilly sudah disambut dengan satu buah paket kecil yang terbungkus rapi dengan kertas berwarna coklat.

"Dari siapa Pak?" Tanya Prilly penasaran, perasaaan saat terakhir telepon Ali tidak mengatakan padanya jika ia ingin mengirim paket.

"Dari siapa lagi kalau bukan Mas Ali," jawab petugas pos yang sudah hafal dengan Prilly.

Prilly kemudian menerima paket tersebut setelah sebelumnya ia menandatangi bukti penerimaan.

"Makasih ya Pak," ucap Prilly saat petugas pos hendak melajukan motornya kembali.

"Sama-sama Prilly," balas petugas pos tersenyum meninggalkan Prilly yang masih termangu dipenuhi pertanyaan di kepalanya. Sebenarnya paket apa ini? Kecil, seperti sebuah kaset.

Setelah sampai di dalam Prilly kemudian membuka paket itu, tawa Fiska pun meledak saat mengetahui apa isi paket tersebut. Sebuah kaset dengan sampul bergambar Fathur dengan tulisan di atasnya 'Selalu Untuk Selamanya', ada secarik kertas ada di dalam paket itu.

Assalamualaikum Ai ...
Aku nggak akan nulis banyak di surat. Isinya ada di dalam kaset ini. Dengarkan ya Ai, lagu Fathur yang berjudul 'Selalu Untuk Selamanya' .

Wassalam

Ali

Singkat, namun membuat hati Prilly tak keruan. Karena sebelum mendengar lagunya, Prilly sudah hafal di luar kepala syair lagu yang dimaksud oleh Ali.

Tanpa mengucap sepatah kata pun Prilly kemudian meninggalkan Fiska sendirian di depan TV, melangkah memasuki kamar dan langsung menyambar walkman yang ada di atas lemarinya.

Dimasukkannya kaset kiriman Ali ke dalam walkman-nya. Sambil duduk menyandar di dinding, Prilly pun mendengarkan lagu itu dengan saksama. Lagu Fathur berjudul 'Selalu Untuk Selamanya'

Bersandar di pelukmu
Menatap di matamu
Apakah kau ragu padaku
Kini aku ragu padamu

Adakah cinta yg tulus kepadaku
Adakah cinta yg tak pernah berakhir ....
Adakah cinta yg tulus kepadaku
Adakah cinta yg tak pernah berakhir ....

Selalu untuk selamanya

Termenung di keningmu
Basah di matamu
Apakah itulah caramu.. ooohhh
Untuk membuktikan cintamu ... ooohhh

Oohhh...
Sesungguhnya dirimu di hatiku
Dan diriku di hatimu
Walau ada ragu yang membara
Ragu yang harus kaujawab ... Oohh.. hhhooo

Adakah cinta yang tulus kepadaku
Adakah cinta yang tak pernah berakhir...
Adakah cinta yang tulus kepadaku
Adakah cinta yang tak pernah berakhir

Selalu ... untuk selamanya

Setitik air mata jatuh membasahi pipi. Entah kenapa setiap mendengarkan lagu itu hati Prilly seperti sedang dipertanyakan, seberapa tulus cinta Prilly kepada Ali dan seberapa percaya Prilly pada Ali, begitupun sebaliknya.

Prilly menyeka air matanya lantas perlahan menuruni tangga. Dengan cepat ia pun sudah berganti pakaian. Dihampirinya Fiska yang sedari tadi masih asyik menonton televisi.

"Fis, sepedamu aku pakai dulu ya, aku mau ke kantor sebentar," Pamit Prilly melangkah membuka pintu.

"Mau apa ke kantor?" tanya Fiska mengerutkan keningnya.

"Resign!"

"Whattttt?" Fiska begitu terkejut saat mendengar jawaban Prilly. Ia lantas menyusul Prilly yang sudah berada di luar dan sedang memutar arah sepedanya.

"Gara-gara paket itu lantas kamu mau resign?" tanya Fiska menghadang Prilly yang hendak menuntun sepedanya ke jalanan. "Pikirkan dulu matang-matang Pril! Jangan tergesa-gesa, nanti kamu nyesal sendiri lho. Ingat, kamu itu udah karyawan tetap di sini!" Fiska berusaha membujuk Prilly.

"Aku mempertimbangkan ini sudah lama Fis, hampir lima bulan aku memikirkannya, jauh sebelum Ayu resign. Cepat atau lambat aku pasti pulang Fis, dan aku rasa sekaranglah saatnya. Sebelum aku berubah pikiran lagi." Prilly mengelus tangan Fiska yang masih menahan setangnya, "jangan sedih, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Maka banyak-banyak mentraktirku, mumpung aku masih di sini," lanjut Prilly berusaha mencandai Fiska namun malah mendapat sebuah jitakan dari Fiska membuat Prilly meringis.

"Nggak lucu!!! Tega kamu Pril!!" Maki Fiska yang bercampur perasaan sedih. Posisi Fiska saat ini sama seperti dirinya dulu saat akan ditinggalkan oleh Ayu, bedanya Ayu sudah merencanakan tanggal resign-nya sementara Prilly mendadak.

"Aku nggak langsung pulang kok Fis, aku akan menghabiskan sisa cutiku di sini selama satu minggu lebih, baru kemudian aku resign," hibur Prilly menenangkan Fiska, "sekarang aku berangkat dulu ya, atau kamu mau antar aku?" lanjut Prilly yang dijawab dengan sebuah gelengan oleh Fiska.

Prilly pun meninggalkan Fiska yang masih syok dengan keputusannya itu, samar-samar terdengar suara sahabatnya yang berteriak memanggil namanya.

"Prilly!!!"

***

Prilly sudah membulatkan tekatnya, surat resign pun sudah diurus dan kini Prilly sedang menikmati masa cutinya sebanyak sembilan hari, dihitung dari bulan Maret sampai bulan November. Ia mulai membenahi barang-barangnya, memasukkannya ke dalam kardus besar lantas memaketkannya ke kampung halaman Prilly. Dan yang sangat berjasa besar dalam membantu Prilly membenahi barang-barangnya adalah Madi.
Madi yang tahu Prilly akan resign pun akhirnya mendatangi Prilly di dormitory. Layaknya seorang kakak terhadap adiknya, Madi pun membantu Prilly mengepaki barang-barang yang akan dipaketkan sampai mengantarnya ke tempat pengiriman paket.

"Tego temen kowe Nduk ninggalke aku," keluh Madi pada Prilly dalam bahasa Jawa yang artinya 'tega sekali kamu Nduk meninggalkan aku'.

Prilly yang baru keluar dari dapur sembari membawa dua mangkok mie instan rebus hanya tertawa mendengar perkataan Madi.

"Ayo dimakan mienya Mas, ini kenangan terakhir kita makan mie lho, belum tentu kita bisa makan mie rebus bareng lagi nanti," ajak Prilly lantas memasukkan sesendok mie ke dalam mulutnya.

"Wah, yang bikin Prilly pasti enak nih mienya!" Seloroh Madi sembari menghirup uap yang masih mengepul dari mie instan rebus buatan Prilly.

"Mas Madi bisa aja, di mana-mana yang namanya mie instan rebus itu rasanya tetap sama, kecuali dimodifikasi baru beda," sanggah Prilly.

"Berarti kalau nanti aku kangen sama kamu ..." tanya Madi menjeda ucapannya sembari melihat ke arah Prilly.

"Makan mie instan rebus!!" Ucap Prilly dan Madi bersamaan membuat mereka tertawa terpingkal-pingkal.

Itulah momen terakhir Prilly bersama Madi, orang yang selama ini selalu setia menemaninya saat malam-malam menerima telepon dari Ali, sekaligus menjadi saksi kisah cinta jarak jauh antara Prilly dan Ali.

***

Waktu sembilan hari Prilly pergunakan untuk mengunjungi teman-temannya yang tinggal di sekitar Muka Kuning, tak ketinggalan juga mengunjungi kakak angkatnya yang tinggal di Tanjung Piayu. Rencana pengunduran diri Prilly yang begitu tiba-tiba tentu saja membuat terkejut kakak angkatnya. Erni dan keluarganya sudah sangat menyayangi Prilly seperti keluarganya sendiri, bahkan Erni begitu menyayangi Prilly seperti adik kandungnya sendiri. Demi menuruti permintaan kakaknya, Prilly pun menginap satu malam di rumah kakaknya di Tanjung Piayu. Keesokan harinya baru kemudian Prilly pulang kembali ke Muka Kuning.

"Kak Erni, Bang Jammie, maafkan Prilly ya kalau selama ini Prilly ada salah, selalu merepotkan kalian," pamit Prilly sebelum meninggalkan rumah kakak angkatnya, "Prilly sayang sama kalian," lanjut Prilly yang sudah tak bisa membendung air matanya. Diciuminya Ryan dan Eza bergantian.

"Kalian jangan nakal ya sama Mama dan Papa, kalau kangen sama Bunda kalian tinggal lihat foto Bunda, InsyaAllah, kapan-kapan Bunda nengok kalian lagi ke sini." Dipeluknya kedua bocah itu dengan penuh kasih sayang.

"Pril, hati-hati ya, semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi, salam buat Mama dan Papa Prilly, juga adik-adik Prilly. Kakak sayang sama kamu." Erni memeluk Prilly erat, matanya merah menahan tangis.

Sedih, itulah yang Prilly rasakan. Harus berpisah dengan keluarga kakak angkatnya rasanya seperti waktu pertama kali Prilly meninggalkan Mama, Papa dan adik-adiknya. Entah kapan Prilly bisa bertemu dengan mereka lagi.

***

Malam itu adalah malam terakhir Prilly berada di Batam, besoknya ia sudah harus terbang ke Jakarta sesuai tiket yang sudah dipesannya. Kedua orang tuanya pun sudah diberitahunya jauh-jauh hari sebelumnya. Harga tiket pesawat yang mahal menjadi alasan yang ia kemukakan kepada kedua orang tuanya. Bayangkan saja, harga tiket pesawat saat itu hampir sama dengan satu bulan gaji Prilly yang notabene UMR tertinggi di Indonesia pada waktu itu dipegang oleh Batam.

Pukul 09.00 malam Prilly bergegas menuju ke wartel tanpa mendaftar terlebih dahulu seperti biasanya. Dan seperti saat-saat sebelumnya, Prilly selalu mendapat kemudahan. Dengan mudah ia bisa mendapat kesempatan menelepon tanpa harus mengantre.

"Hallo, assalamualaikum," sapa suara di seberang telepon, dari suaranya Prilly hafal betul kalau itu adalah suara Ali.

"Waalaikumsalam, ini Prilly Mas," jawab Prilly menggigit bibirnya. Semenjak ia menerima paket berisi kaset itu, Prilly bahkan belum sekalipun menghubungi Ali.

"Ya ampun Ai, kamu kemana aja? Aku panik tahu nyari kamu, telepon ke perusahaan katanya kamu nggak masuk, kamu marah ya sama aku gara-gara kaset itu?" Dari nada bicaranya terlihat sekali jika Ali sangat mengkhawatirkan Prilly.

"Besok Mas Ali jemput aku di Bandara Soekarno-Hatta ya, jam empat sore, nggak boleh telat!" Pinta Prilly tanpa memedulikan pertanyaan Ali.

"Aku nggak salah dengar kan Ai? Beneran kamu mau pulang?" tanya Ali di seberang telepon setengah tak percaya.

"Iya, aku beneran pulang besok, makanya, habis ini tolong Mas Ali telepon Papa ya, bilang sama Papa kalau besok Mas Ali yang akan jemput Prilly," jelas Prilly membuat Ali yang berada di seberang telepon begitu bahagia mendengarnya.

"Oke, nanti aku telepon papa kamu," jawab Ali berbunga-bunga, "Oh ya, besok kamu pakai baju apa?" tanya Ali kemudian.

"Mm ... aku besok pakai setelan baju warna putih dan celana warna biru dongker," sahut Prilly kemudian terdiam sejenak lantas melanjutkan omongannya"Ya udah kalau gitu, aku tutup teleponnya ya Mas," izin Prilly hendak menutup teleponnya.

"Cepat amat teleponnya ... nanti dong Ai, aku kan masih kangen. Tahu nggak? Hampir sembilan hari aku dibuat gila sama kamu." Prilly terkikik geli mendengar perkataan Ali di seberang telepon, biasanya Prilly yang seperti itu, kini malah kebalikannya, Ali yang enggan ditutup teleponnya.

"Ya ampun Mas, besok kan kita ketemu. Kita bisa ngobrol sepuas-puasnya. Udah ya, lagi pula aku mau pamitan dulu sama teman-teman yang lain," balas Prilly sambil memainkan kabel teleponnya.

"Termasuk Adit?" Tersirat nada cemburu dari pertanyaan Ali.

"Iya, nggak apa-apa kan buat terakhir kalinya?" sahut Prilly menahan tawa, ia tahu Ali type orang pencemburu, sengaja ia berkata seperti itu.

"Awas kalau macam-macam!" Peringatkan Ali di seberang telepon, bisa dibayangkan bagaimana ekspresi muka Ali saat itu, pasti kesal sembari mengepalkan tangannya kuat-kuat.

"Iya, enggak. Ya udah ya, jangan lupa habis ini telepon calon mertua! Bye Mas Ali, sampai jumpa besok. Wassalamualaikum, muach!" Prilly langsung menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban Ali. Senyum manis tersungging dari bibirnya.

Prilly kemudian keluar dari KBU dan membayar tagihan teleponnya. Tak lupa ia juga berpamitan pada petugas wartel yang selama ini telah berbaik hati kepadanya, Eko dan Beny.

***

Prilly tersenyum melihat ke arah kalender yang menempel di dinding lemarinya, hari ini Prilly genap berusia 21 tahun.

"Selamat ulang tahun Prillyyyy!!" Teriak Fiska yang memasuki kamar Prilly memecah kesunyian pagi itu. Dipeluk dan diciumnya sahabat yang sebentar lagi akan meninggalkannya itu.

Teman-temannya satu rumah yang mendengar teriakan Fiska pun kemudian berdatangan memasuki kamar Prilly, memberi ucapan selamat ulang tahun yang ke-21 untuknya.
Bahagia dan sedih menjadi satu. Bahagia karena sebentar lagi Prilly akan bertemu dengan Ali, dan sedih karena Prilly harus rela berpisah dengan teman-temannya.

***

Siang itu Prilly sudah rapi, dengan setelan blouse warna putih dan celana warna biru dongker seperti yang ia katakan pada Ali. Barang bawaannya pun tak banyak, hanya sebuah tas sandang dan satu buah koper kecil yang berisi pakaiannya.

"Fis, aku berangkat dulu ya, jaga diri baik-baik, nanti kapan-kapan aku telepon kamu," pamit Prilly pada Fiska sesaat sebelum memasuki taksi. Dipeluk dan diciumnya pipi kanan dan kiri sahabatnya bergantian, "makasih sudah menjadi sahabat aku selama ini," bisik Prilly setengah terisak. Sungguh, rasanya berat berpisah dengan sahabat dan teman-temannya.

"Aku antar sampai ke bandara ya, please ..." pinta Fiska setengah memohon namun Prilly hanya menggeleng.

"Nggak perlu, aku naik travel dari agen, lagi pula kalau kamu ikut ngantar aku ke bandara, aku bakalan berat banget ninggalin kamu, dan bakalan tambah sedih," jawab Prilly menyeka setitik air mata di sudut matanya.

"Lagian kenapa sih kamu nggak mau pakai mobil perusahaan aja, kan lumayan gratis!" Protes Fiska atas sikap Prilly yang menolak memakai mobil perusahaan untuk mengantarnya.

"Aku hanya nggak mau melihat Mister Teejay tambah sedih melihat kepulanganku, cukup sekali kemarin waktu aku berpamitan sama dia saat aku mengambil surat resign," ungkap Prilly.

"Dikasih uang saku berapa sama Mister Teejay?" bisik Fiska di telinga Prilly pelan. Prilly hanya tertawa mendengarnya.

Prilly kemudian berpamitan pada teman-temannya, tak ketinggalan juga pada Ituk yang juga dekat dengan Prilly.

Lambaian tangan saat taksi perlahan meninggalkan dormitory menjadi salam perpisahan Prilly dan teman-temannya. Dalam hati masing-masing berharap, semoga mereka masih bisa berjumpa di lain kesempatan.

***

Prilly duduk di kursi penumpang pesawat yang sebentar lagi akan membawanya terbang menuju Jakarta. Dipandangnya sebuah tiket pesawat bertanggal 23 November 1996 serta sebuah amplop putih yang kemarin diberikan oleh Mr. Teejay kepadanya. Perlahan disobeknya amplop berwarna putih itu, ada beberapa lembar uang rupiah dan dolar Singapura ada di dalamnya, Prilly membulatkan matanya saat tahu berapa nilai uang yang ada di dalam amplop itu, hampir setara dengan tiga bulan gaji Prilly.

"Terima kasih Mister Teejay atas perhatiannya selama ini, maafkan Prilly," gumam Prilly menatap nanar amplop putih yang berada di tangannya.

Prilly memasang sabuk pengamannya saat seorang pramugari memerintahkan pada semua penumpang untuk memakai sabuk pengamannya, sebentar lagi pesawat akan take off.

Dipejamkannya mata Prilly saat terdengar suara bising pesawat, pertanda pesawat sudah mulai take off.

Bismillahirrahmanirrahim, Ya Allah lindungilah kami dalam perjalanan ini hingga selamat sampai tujuan. Aamiin. Doa Prilly dalam hati.

Selamat tinggal Batam, terima kasih atas semua kenangan yang telah engkau berikan, baik yang manis ataupun pahit. Membuat aku semakin kuat, merubahku dari yang awalnya kekanakan kini aku sudah bisa lebih dewasa.

Setitik air mata jatuh di pipi Prilly. Selamat tinggal Batam, aku pasti merindukanmu.

***
Bersambung :p

Yang nanya Mas Ali sabar yee, Mas Ali lagi ngompleh di Bandara Soetta nungguin Prilly landing wkwkwkwk

Selamat menjalankan ibadah puasa bagi yang menjalankan ya.

Salam kangen

Widya

Continue Reading

You'll Also Like

164K 11.6K 26
"kita akan berkeliling wisata nanti saat hesa sudah besar dan papa yang akan menjadi bos di perusahaan agar bisa meliburkan diri mengajak hesa dan ma...
5M 432K 50
-jangan lupa follow sebelum membaca- Aster tidak menyangka bahwa pacar yang dulu hanya memanfaatkannya, kini berubah obsesif padanya. Jika resikonya...
2.2M 107K 45
•Obsession Series• Dave tidak bisa lepas dari Kana-nya Dave tidak bisa tanpa Kanara Dave bisa gila tanpa Kanara Dave tidak suka jika Kana-nya pergi ...
167K 14.6K 105
bertahan walau sekujur tubuh penuh luka. senyum ku, selalu ku persembahkan untuknya. untuk dia yang berjuang untuk diri ku tanpa memperdulikan sebera...