CAN'T

By oliviahyeeeee

58K 4K 86

Siapa tau ternyata hidup seorang Nial penuh dengan tanda tanya? Dan perlahan tanda tanya itu datang menerpa h... More

Pesan Penulis
Prologue
The First Run
The Second Run
The Third Run
The Fourth Run
The Fifth Run
The Sixth Run
The Seventh Run
The Eighth Run
The Ninth Run
The Tenth Run
The Eleventh Run
The Twelfth Run : Flashback [1]
The Thirteenth Run
The Fourteenth Run : Flashback [2]
The Fifteenth Run : Flashback [3]
The Sixteenth Run
The Seventeenth Run : Flashback [4]
The Eighteenth Run : Flashback [5]
The Nineteenth Run : Flashback [6]
The Twentieth Run
The Twenty-First Run
The Twenty-Second Run : Flashback [7]
The Twenty-Fourth Run
I Can't, Don't You See? [First Look]
Cuap-Cuap

The Twenty-Third Run

1.1K 75 0
By oliviahyeeeee

Sementara itu di sebuah rumah kumuh yang terletak cukup terpencil, tepatnya dikawasan Pennsylvania , Amerika serikat, sebuah foto berhasil keluar dari mesin fax. Bukan sebuah, tapi beberapa. Foto yang menampilkan pemuda yang tengah menggendong seorang bayi mungil dilengannya.


"It's yours , Mr.Keith" . Keith menerima foto-foto itu dan menatapnya lekat satu persatu. Politikus itu memperhatikan setiap inci dan setiap detail disetiap fotonya. Kobaran amarah kembali datang. Amarah yang telah ia simpan selama puluhan tahun. Sosok ini, sosok yang akan menghancurkannya kelak. Sosok yang akan menghancurkannya, dan juga karirnya.


"His name is Kolonial Rahmat. Berdasarkan informasi yang kami dapat, saat ini ia bekerja sebagai seorang operator di salah satu toko internet. Dan juga, ia mengadopsi seorang anak yang ia peroleh didepan pintu rumahnya sendiri. Beberapa minggu ini, diketahui ia tengah menjalin sebuah hubungan khusus dengan seorang dokter yang bernama Glenn Hadiputro" terang seseorang yang memberikan foto tadi pada Keith.


"How about Bima, Paul? Dan aku juga menginginkan semua data tentang Glenn dari IDI. Hubungkan aku dengan Eric sekarang"


Dalam sekejap orang orang yang terdapat pada salah satu ruangan di rumah kumuh itu segera melaksanakan perintah Keith. Paul dengan sigap langsung meretas website IDI tersebut dan menyusup kedalam semua datanya. Ia menghancurkan satu persatu data yang dianggapnya tak penting hingga kemudian mendapatkan sebuah file yang berisikan data data tentang Glenn. Jarinya kembali bermain di atas keyboard pada notebook-nya karena setiap file yang terdapat didalamnya dibentengi oleh password beberapa digit.


"Eric on line, Mr.Keith" seseorang yang lainnya memberikan sebuah ponsel kepada ayah Harris tersebut.


"Halo, Tuan Eric"


Glenn menjambak rambut pria berpakaian serba hitam itu tepat didalam mobilnya. Darah segar masih mengalir dari kepalanya. Sementara Bima memposisikan gadget yang ia dapatkan tadi pada telinga orang itu dan tangannya yang lain menodongkan pistol kekepala pria misterius itu. "Jawab seperti biasa dan jangan katakan kau sudah tertangkap!" desis Glenn.


"Hi, Mr. Keith" Jawab Eric mencoba menuruti kata-kata Glenn.


"Kau saat ini sedang berada dimana?" Bima sudah menyetel loud-speaker terlebih dahulu agar suara orang yang berada di seberang sana dapat terdengar oleh Glenn dan juga dirinya sendiri.


"A..a..ku.. berada di depan rumah Nial"


Bima dan Glenn mendelik. Koki itu semakin menekankan mulut pistol kepada dahi Eric. "Apa kau baik baik saja , Eric?"."Yeah, I'm fine" pria itu memaksakan dirinya yang tengah kesakitan untuk berpura pura seperti tidak terjadi apa apa pada dirinya.


"So,.. Mr. Erich Sworthman, apa kau tau siapa itu Glenn Hadiputro?" Glenn bergeming, hanya saja Bima merasa terkejut karena Keith mengetahui Glenn.


"Tidak..."


Tak ada respon apapun dari Keith di seberang telfon. Satu menit dan detik detik selanjutnya terasa bagai satu tahun. Apapun yang akan diucapkan Keith nantinya, itu akan menentukan masa depan Nial dan juga Bima.


"Baiklah kalau begitu, Barb sudah mempersiapkan penerbanganku kesana. Kau amankan Nial dan juga Bima, I'm heading to the airport in 30 minutes" Dan panggilanpun berakhir


"Pak Abi, semuanya sudah beres!" Kata seorang pemuda berkulit sawo matang tepat didepan mobil Range Rover putih milik Abi. Mantan tentara itu berjalan keluar rumah, dibantu oleh dua orang anaknya yang sama sama telah menguncir rambut panjangnya dalam gaya rambut yang sama. Eli lebih nyaman dengan rambut lurus, sedang Ema lebih memilih rambut ponytail berponi dengan tekstur halus bergelombang.


"Apa semua amunisi sudah dimasukkan?" Tanya Abi


"Sudah pak! Saya dan juga Miki sudah memasukkan beberapa senjata laras panjang lengkap beserta peredam suara. Dan beberapa kotak peluru panjang---" . "Stop" Ema memotong omongan Nick, "Yang penting semuanya sudah beres"


Eli membuka pintu mobil dan langsung menghempaskan bokongnya di kursi belakang. Ia mengeluarkan iPod dan memasang earphone-nya. Terlihat sangat cuek. Careless. Sementara Ema membantu Abi berjalan memasuki mobil. Nick berlarian menghidupkan mobil dan memberi aba-aba kepada beberapa orang yang juga telah siap siaga dengan berbagai perlengkapan dibelakang, tepatnya pada 7 mobil sedan dan beberapa mobil truk yang juga berbaris dibelakangnya.


"Cepatlah Nick! Aku tak mau kak Nial ditembak mati oleh bajingan Keith!" pekik Eli dibelakang.


Bima dan Glenn berhamburan masuk kedalam rumah yang membuat pintu masuk berbunyi keras dan mengejutkan Putra beserta Ghina yang masing masing tengah mengamankan 2 penghuni rumah lainnya. Dan juga, Nial terbangun karena itu. Ayah dari Koi itu masih dalam posisi terlelap, hanya saja kelopaknya terpaksa dibuka karena bunyi benturan yang cukup keras dari pintu masuk.


"Tenang ja, tak ada apa ni". Glenn memasuki kamarnya dimana ia mendapati Ghina sedang duduk diatas kasurnya bertumpu dengan kedua tangan. Dan kekasihnya, Nial sedang terbaring diatas kasur. Dokter itu spontan meminta Ghina untuk keluar sebentar dan preman itupun merespon positif permintaannya itu.


"Sayang.." katanya dan langsung ikut berbaring disamping kekasihnya. Glenn mendekatkan badan Nial dan merapatkannya didadanya. "Apa kau masih mengantuk?"


Nial mengangkat kepalanya dan menatap Glenn lekat lekat. Sementara itu diluar kamar Glenn, Bima mengumpulkan kedua rekannya dan menceritakan semua yang telah ia dengar diluar tadi dari mulut Keith sendiri. Bahwa Keith akan menghancurkan rumah Glenn tepat besok pagi.


"Lo serius Bim?" Bima langsung menganggukkan kepalanya. "Lah terus gimana dong? Ini kan udah malem, mana mungkin sih si Keith itu nyampe besok pagi?"


"Sudah ada beberapa orang bawahannya yang bergerak menuju tempat ini"


"Maksud kau ni apa?" Tanya Ghina.


Bima menelan ludahnya. "Mereka sudah menyusun rencana untuk menangkapku beserta Nial.."


"Apa?!" Ghina dan Putra berteriak seirama. "Kok bisa sih?"


"Ceritanya panjang put, aku tak bisa begitu saja mengatakannya padamu alasan yang sebenarnya" percakapan mereka berakhir seketika ponsel yang berada di saku Bima bergetar. Bukan, bukan ponsel Eric. Namun itu adalah ponselnya sendiri. Sebuah panggilan bertengger disana. "Siapa?" Tanya Putra.


"Ayahnya Nial"


"Ayahnya Nial" ujar Bima sembari mengangkat panggilan yang bertengger di ponselnya. "Ya , om? ... Kami masih dirumah .. Loh? Kenapa? ... Om juga sadar? ... Ya .. ya.. Oh gitu? Baiklah. Kalau begitu kita bertemu dimana om? Yaudah.. iya om. Mari" Bima mengakhiri percakapan itu dan memandang lunglai kepada Putra dan Ghina.

"Apa katanya?" Tanya Putra.


"Kita diperintahkan untuk membawa Nial ke Pelabuhan Yinyang.." jawab koki itu.


"Kenapa harus kesana? Pelabuhan Yinyang yang diperbatasan kota Harapan dan kota Pelangi kan?" Tambah Putra memastikan dan langsung dijawab dengan anggukan oleh Bima. "Kenapa harus dibawa kesana?"


"Entahlah Put, aku juga tidak mengerti"


Putra terlihat mangut mangut mendengar jawaban dari Bima yang dinilai kurang memuaskan oleh dirinya. Bima melibatkan dirinya dan juga Ghina dalam hal yang sangat sangat berbahaya, akan tetapi ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang sedang ia hadapi. Bahkan ia sama sekali tidak diberi tahu rincian dari misi yang akan dilakukannya.

"I get it.." Putra dan Bima lalu langsung berpaling kepada Ghina. "Mengerti apaan , Ghin?". Bima menatap Ghina dengan tatapan serius seperti elang yang tengah mengunci mangsanya dari atas langit. Entahlah, filosofisnya terasa benar seperti itu.



"Kalian cakap, Keith ni punya banyak budak budak tau? Saya masi ingat korang cakap si Keith ni punya banyak helicopter dan airplane" terang Ghina. "korang tak bilang kalau dia juga punya kapal"

"Aku mengerti sekarang" Bima tiba tiba seperti mendapat sebuah pencerahan. "Sepertinya kita akan mengantarkan Nial ke Filipina agar mendapatkan penerbangan yang aman"


"Maksudmu?" Putra terlihat kebingungan.


"Begini, kau pernah menonton film Saving Private Ryan?" Tanya Bima. "Anggap saja Nial adalah sang Ryan, dan kita adalah tentara yang bertugas untuk menyampaikan berita tentang kematian saudara Ryan. Bedanya disini, kita akan mengantarkan Nial untuk menjadi saksi dosa busuk yang telah dilakukan Keith"


"Kenapa harus ke Filipina segala?"


"Karena Indonesia sudah tidak aman, Put. Keith pasti akan memerintahkan semua bawahannya di Indonesia untuk menangkap Nial". Penjelasan Bima yang begitu rumit membuat Putra dan Ghina terbengong-bengong.



"Baiklah jika kita harus mengantarkan Nial ke Filipina , tapi aku punya satu pertanyaan yang masih mengganjal dibenakku" Putra memerengkan sedikit kepalanya.


"Bagaimana dengan Koi?"

**


"Oh, nggak apa-apa kok Dokter Glenn. Saya malah seneng banget bisa ngerawat anak seimut Koi". Dokter Fatimah menimang nimang Koi didekapan tepat didepan rumahnya. Wanita cantik yang berusia 30 tahunan itu terlihat begitu senang menerima permintaan dari kolega terdekat di rumah sakit tempatnya bekerja. Meski ia bekerja sebagai Dokter Spesialis Anak Anak dan Bidan , tapi itu tak menjamin dirinya untuk bisa mendapatkan momongan secepat teman-temannya yang telah menikah muda diusia 23 tahun. Ia benar-benar iri dengan mereka semua. Maka dari itu, ia dengan senang hati mengasuh Koi sewaktu Glenn dan Nial akan bepergian selama beberapa hari.



"Wah makasih banget ya Dok!" Glenn mengembangkan senyuman termanisnya. "Ga tau deh musti minta tolong ke siapa lagi" dan sebelah tangannya menggaruk garuk kepala yang sama sekali tak gatal.

"Aneh aneh aja. Kita kan udah deket gitu. Coba aja Dokter ngga belok, mungkin saya udah jadi istri dokter. Hahahaha" Ujar Fatimah sambil memukul bahu Glenn pelan. "Kalau gitu rencananya mau pergi kemana nih? Bulan madu yaaa?"


"Ah, nggak kok Dok" Pipi Glenn merona.


"Eh, gimana sama...."


Glenn mengernyit , "Gimana sama apanya dok?"


Fatimah menaikkan sebelah alisnya sambil tersenyum mesum , "Ituloh.. ehem ehem" yang disambut oleh O panjang dari Glenn. Glenn memang sudah terbuka kepada semua orang dirumah sakit tentang kelainan seksual yang ia miliki. Tapi ia tak pernah seterbuka apapun dengan orang lain kecuali dengan orang yang berada di depannya ini. Dokter yang dulu pernah menyatakan perasaan kepada seorang Glenn Hadiputro.


"Asik nggak?"


Glenn terkekeh pelan , "Kami.. We haven't do anything yet but some kisses"


"Really?" Ia terkejut. "Kalian sudah hampir berkencan selama 1 bulan lebih lamanya dan tak ada satupun dari kalian yang ingin melakukan itu?" Fatimah membelalak kaget. "Apa kau tidak memberi tanda tanda kau sedang menginginkannya?"


Kekasih Nial tersebut menundukkan kepalanya sambil menahan tawanya yang berusaha ia halangi untuk meluncur . baru pertama kali ini seseorang begitu peduli tentang kehidupan menyimpangku dan rasanya begitu lucu. Batin Glenn.


TINNNNNNNNN!!!!


Glenn menoleh kebelakang, tepat didepan pagar. Dimana 2 buah mobil sedan yang masing masing berwarna hitam dan abu-abu terparkir rapi didepan rumah Dokter Fatimah. "Sepertinya ada yang sibuk dengan liburannya yah" katanya sembari mengulum senyum.


"Baiklah kalah begitu. Saya pergi dulu ya dok" pamit Glenn dan lalu berlari menuju mobil. Ia menuju mobil sedan abu-abunya dan kemudian duduk di kursi pengemudi. Tak lupa ia membunyikan klakson 2 kali sebagai tanda bahwa ia akan segera berangkat. Ia kemudian berpaling kepada Nial yang duduk tepat disampingnya, tampak seperti tak tenang meninggalkan Koi begitu saja kepada orang lain.


"Tenanglah, Koi akan baik baik saja.." Ucap Glenn menenangkan kekasihnya itu sambil mengusap-usap kedua pipinya dengan tangan.


"Ehem. Bisa ngga mesra-mesraannya nanti aja?"


Putra menginterupsi Glenn yang sepertinya melupakan kehadiran seorang wanita di dalam mobil ini. Mobil hitam yang berada di depan mobil Glenn –dikemudikan oleh Bima dan ditemani oleh Ghina – kemudian mulai bergerak. Glenn mengikuti sesudah memperingatkan Putra dan Nial untuk memasang sabuk pengaman terlebih dahulu.


**


Cuaca malam yang begitu buruk membangunkan Keith dari tidurnya diatas pesawat pribadinya sendiri. Dalam perjalanannya menuju Indonesia, ia kebanyakan menghabiskan waktunya untuk menenangkan pikirannya setelah lelah menghadapi ratusan bahkan jutaan pertanyaan dari wartawan , kolega serta teman temannya sendiri tentang isu yang membahas dirinya sebagai dalang dari semua pengedar barang barang haram buatan organisasinya. Pikirannya kembali melayang layang kepada masa lalu, disaat ia lengah dan membiarkan tentara ingusan mencuri kertas kertas saham. Ia juga menyesali tindakannya telah membuat sekutu dengan Harold –yang pada akhirnya juga ia habisi—karena orang itu sama sekali tak bisa diandalkan.


Pesawat ini berukuran cukup besar, meski pesawat pribadi. Sedikitnya 30 orang bisa diangkut diatasnya. Maka dari itu Keith membopong beberapa orang terpercayanya untuk ikut terbang bersama. Seperti Natalie si penari striptease yang selalu melayaninya , atau Paul yang selalu lengket dengan gadgetnya dan mengawasi gerak gerik target untuk misinya kali ini, dan juga Ginnie –petarung jalanan yang ia pungut karena terlantar dijalanan setelah diusir kekasihnya sendiri—bodyguard kepercayaannya.


Ah, berbicara soal Harris. Anak pembangkang itu, batinnya. Andai saja waktu itu ia dengan suka rela mengatakan dimana letak kertas kertas itu, maka ia tak akan berakhir di rumah sakit dengan ingatan yang dihapuskan. Calvin Keith, sama sekarlli tak menyesal telah melukai anak semata wayangnya itu sedemikian parah. Karena itu kesalahannya sendiri. Mungkin sebaiknya ia harus mulai membiarkan Harris hidup dibawah sinar matahari setelah sekian lama ia penjarakan.


Seorang Pramugari menghampiri Keith dengan sebuah nampan yang berisikan segelas wine lama tahun 1970-an. "Want to drink, sir?" tawarnya. Keith mengambil segelas dan kemudian menegaknya. Pramugari itu kemudian kembali pergi.


"Paul" Keith kembali menenggak anggurnya. "Masih berapa jam lagi menuju Indonesia?"
Paul yang masih focus pada laptop nya berhenti sebentar melihat jam tangannya dan kemudian kembali mengutak atikkan jarinya pada keyboard. "Sekitar, 4 jam lagi Mr. Keith"

"Jam berapa sekarang?" tambah ayah Harris itu lagi.


"It's 2AM, kita akan langsung landing di Bandara International Harapan. Dan setelah itu kita akan langsung menuju rumah Nial"


**


Pukul 2 dinihari, beberapa sedan hitam berhenti didepan pagar rumah Glenn. Didalam mobil itu disembunyikan banyak pistol dan juga perlengkapan perang lainnya. Seseorang keluar dari salah satu sedan itu, masih berpakaian serupa dengan Eric. Lengkap dengan kacamata hitamnya.


Ia berjalan memasuki rumah Glenn dan menangkap beberapa keganjilan, pertama yaitu mobil Eric yang menghilang. Kedua, rumah ini terlalu hening untuk ukuran sepasang kekasih yang telah menghuni rumah ini selama satu bulan belakangan.


"Dinan" Orang yang lainnya keluar dari sedan yang sama lalu mengikuti pria bersetelan hitam tadi. "Apa kau juga merasakan keanehan seperti yang ku rasakan?" Dinan menganggukkan kepalanya. Benar, meski ia hanya baru memasuki pagar rumah Glenn saja, ia sudah bisa memastikan bahwa hampir hampir tak ada orang didalam rumah minimalis ini. Kecuali sekolam ikan. "Kau benar, Alvin. Aku juga merasakan keanehan"


"Apa kita tetap stick to the plan?" Alvin kembali bertanya.


"Eric akan memberikan kita aba-aba disini jika kita akan melakukannya. Bom bom itu tak akan berguna jika kita memasangnya pada timing yang tidak tepat"


Alvin mangut-mangut. Ia membuka topi beserta jasnya. "It's pretty hot. Padahal ini jam 2 malam. Mungkin, Eric sedang pergi buang air kecil?"


Satu bentakan diterima oleh Alvin yang berbadan agak lebih kecil. "Mana mungkin Eric rela kehilangan mobilnya hanya untuk buang air kecil?"


"Jadi, apa hipotesamu?"


Dinan mengeluarkan kotak rokok dari sakunya dan mengeluarkan pemantik dari sakunya yang lain. Ia menyulut rokok dan kemudian menghisapnya. "Kupikir sesuatu telah terjadi pada Eric"


Kedua alis Alvin bertaut satu sama lain. "Maksudmu?"


"Misi kita disini hanya untuk menangkap Nial, bukan?" pertanyaan itu spontan mendapatkan anggukan dari Alvin. "Dan menurut data dan informasi yang kita dapat, Nial bukan orang yang pandai membela dirinya dalam sebuah pertarungan. Tapi dia begitu pintar dalam hal mengasah otak" dan lagi Alvin hanya bisa mengangguk angguk. "Kau tahu bahwa menurut data yang dikirimkan Eric ke pusat, Nial tengah menjalin sebuah hubungan special dengan seseorang. Aku curiga kalau kalau orang itu telah melakukan sesuatu kepada Eric".


Alvin terlihat mencoba mencerna kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh Dinan tadi. Ia terlihat berpikir sejenak. Kembali badannya disandarkan pada pagar rumah. Terlihat masih berpikir. "Apa kau sudah mencoba menghubungi Eric?". Pertanyaan itu membuat sesuatu dalam pikiran Dinan terbangun.


"Aku sudah menghubungi Alvin. Tapi tak ada sama sekali respon" Pupil matanya melebar. "Apa kita bisa melacak keberadaan ponsel itu?"


"Maksudmu?"


"Aku curiga kalau kalau ponselnya telah berpindah tangan"

**

Beberapa sebelumnya, sesaat sebelum keberangkatan Glenn dan kawan kawan menuju Pelabuhan Yinyang...


Glenn menyiapkan Hoodie nya dilengan dan menyandarkan badannya pada salah satu pintu mobilnya. Sementara Bima menceritakan semua hal yang telah ia dengar dan ia setujui dari Ayah Koi. Termasuk juga praduga dan juga asumsinya akan beberapa hal. Seperti Nial yang harus segera diberangkatkan ke Amerika guna menghancurkan Keith dengan cara ditransportasikan melalui jalur air, dan Koi yang dititipkan pada kolega Glenn yang telah membantu penyelamatan dan memberikan pertolongan pada anak semata wayangnya itu dulu.


"apa kau yakin akan melakukan itu sendiran?" Tanya Glenn pada Bima yang langsung ia jawab dengan anggukan. "Kupikir sebaiknya kita harus mencari kertas itu secara bersama sama, Bima"


Bima menggeleng, "Kau sama sekali tidak aa hubungannya dengan ini, Glenn. Ini adalah tanggun jawabku. Biar aku saja yang mencari kertas itu"


Glenn menatap Bima mencoba mencari sesuatu yang mungkin saja bisa ia temukan dalam sorot mata sahabat Harris yang sarat akan keputus asaan itu. Ini adalah tahun ke sepuluh setelah Harris memindahkan kepemilikan surat surat pentin itu kepadanya dan bahkan saat ini Bima sendiri tela lupa dimana ia dulunya menyembunyikan kertas kertas itu. Tapi ia yakin bahwa ia dulu menyembunyikan kertas itu didalam tempat bekas penginapannya.


"But I still I can't trust you. Kau mengambi resiko untuk memancing orang orang Keith mengejarmu kesana dengan cara menghidupkan GPS serta membawa serta HP bajingan itu bersamamu hanya untuk memastikan bahwa takkan ada yang menganggu perjalanan kami. Itu terlalu gegabah , Bima"

"Kau tahu bahwa aku membencimu kan?" Bima menatap Glenn yang juga melakukan hal yang sama padanya. "Dan kau tahu bahwa aku juga telah salah mencintai Nial dan menyembunyikan semua fakta yang sesungguhnya?"


"Korang lagi bicara apa ni?"


Glenn dan Bima sontak memalingkan kepala mereka ke asal suara. Ghina. Pria kepercayaan Bima itu tiba tiba muncul diantara perdebatan mereka berdua. "apa maksud korang ni nak korbankan diri sendiri?"


Bima terdiam. Glenn kembali menatap Bima.


"Kita ni teman. Sahabat. Kita ni dah cam jari jari tangan yang tak bisa dipisahkan. Korang tau itu"


Bima tersudut.


"Aku tahu bahwa kebencianku padamu itu melebihi jumlah bulu bulu yang tumbuh disekujur tubuhku. Tapi Ghina benar, kuputusanmu untuk mengorbankan diri sendiri itu tidaklah benar. Aku akan ikut denganmu" Kalimat terakhir membuat Bima terbelalak kaget.


"Tak, tak usah. Nial ni butuh korang , Glenn. Biar aku yang tolong Bima"

Continue Reading

You'll Also Like

188K 6.2K 49
Maaf gak bisa kasih synopsis ^,^ Langsung di baca aja :) **Real Story Based **Biar gak bingung bacanya , cerita ini alurnya Maju Mundur *Cerita ini h...
360K 19.6K 43
BOOK 1 -[COMPLETED]- Highest Rank: #2 "Best Non-Fiction Stories" (March 2018) #1 in "frienship-romance" (May, 2018) #2 in "truestory" (1-24 May 2018)...
59.7K 7.3K 104
Berlatar kehidupan di sebuah desa dengan kehidupan sehari-hari yang dihadapkan pada kesulitan ekonomi, dua anak manusia--Sidik dan Layas-- berbeda ka...
126K 1.9K 3
Boyxboy ✔ ( Perbaikan ) Sebelumnya Harap Dibaca‼️ Ambil yang baik - buang yang buruk. Perlu diketahui sebelum membaca cerita penulis bahwa tulisan sa...