Ga Peka Dih βœ”

By _pathway

33.8K 1.1K 30

If I got second chance, I just wanna tell. "Aku sayang kamu." Supaya kamu tau kalau sebenarnya kita berada pa... More

REVISI
Permisi!!
(1) Tatapanmu ?
(2) Sama dia ?
(3) Upacara Bendera
(4) Eh? Mamanya?
(5) Kamu
(6) Galau
(7) Ketemu lagi
(8) Nyaman
(9) Barengan
(10) Peduli
(11) Mantan
(12) Ga Peka Dih [a]
(13) Ga Peka Dih [b]
(14) Rumit
(15) Unexpected
(17) Cogan di Kafe
(18) Honesty (a)
(19) Honesty (b)
(20) Gone
Terimakasih
CEK CEK CEK
EIYYY!

(16) Farewell

637 29 0
By _pathway

"Del, mau ke ruang atas ya?" Rara mensejajarkan langkahnya dengan Dela yang melangkah terlebih dahulu di koridor.

Gadis dengan rambut berkepang satu itu hanya mengangguk sambil terus melanjutkan langkahnya. Rara menahan pergelangan tangan sahabatnya membuatnya berbalik menatap ke arahnya.

"Apa sih Ra?" tanyanya malas. Tatapan gadis itu menyiratkan kekesalan berlipat.

Baru saja hendak mengeluarkan suaranya, seorang cowok berlari sambil menenteng sepatu ke arah keduanya dengan disusul gadis yang berlari mengejarnya tanpa alas kaki.

"Za, buruan kejar. Lo lari apa ngintipin bekicot? Lama amat." serunya lantang. Rara lantas menarik tas cowok itu begitu dia berlari melewatinya begitu saja, "Balikin!"

"Ga." Rama berseru membalas ucapan Rara.

"Ram, buruan!"

"Ogah."

"Ramadhan!"

"Bacot ya lo,"

Plak

Dan tamparan keras mendarat di pipi cowok itu. "Dela?"

"Jangan kasar sama cewek, cewek punya hati." ucapnya datar. Rama mendekat ke arah Dela membuat gadis itu mundur.

"Terus menurut lo, cowok ngga punya hati?" tukasnya dingin. Sorot matanya menggambarkan kekesalan memuncak. "Diem kan lo? Makanya tuh mulut jangan asal nyablak!"

"Rama!" Rara memekik tertahan seraya memukul bahu cowok di hadapannya.

"Punya mulut dijaga ya Ram, kasar banget. Situ cowok?" Dela membalas tatapan dingin Rama.

"Lo siapa ngatur-ngatur?"

Ucapan Rama menohoknya, gadis itu menampar Rama untuk yang kedua kalinya sebelum berlalu pergi. Cowok itu terdiam membuat Rara mendekatinya, merebut sepatu berwarna biru muda itu lalu diberikannya pada gadis yang masih berdiri di sebelahnya.

"Balik sana Za," ucapnya datar. Gadis berwajah angkuh itu lantas berbalik sambil menyunggingkan senyum miringnya.

"Gimana? Puas kan lo?" Rara menarik kerah seragam cowok di depannya itu. "Siapa yang minta tolong buat deket sama Dela?"

Rama menatap sepupunya dalam.

"Gue tau lo cuma iseng, lo biasa aja, lo cuma becanda. Tapi cewek beda Ram, mereka pake hati. Lo senyumin dikit aja juga baper,"

Rara mengibaskan tangannya ke udara, "gue yang notabene-nya sepupu lo aja sering banget kebaperan kalo lo kasih perhatian. Walaupun ngga semua cewek kayak gitu tapi buat yang tadi, dia itu tipe kecentilan dan kepedean yang udah akut."

"Tau ngga kalo lo ngebuat cewek nangis sama aja ngebuat mama lo nangis."

Rara membalikkan badan kemudian berlalu meninggalkan Rama yang memejamkan mata sembari bersandar di dinding koridor.

***

"Assalamualaikum."

Suara sapaan bersamaan dengan bunyinya bel rumah kediaman keluarga Gunawan, Shinta yang kebetulan berada di rumah segera melangkah ke depan untuk membuka pintu rumahnya setelah meletakkan appron-nya.

"Waalaikumsalam," Shinta mengernyitkan dahinya mendapati Dito berdiri di depan rumahnya bersama gadis yang tersenyum lebar kepadanya. "Ayo sayang, masuk dulu." lanjutnya bingung.

Kedua remaja itu duduk di sofa setelah Shinta mempersilahkan keduanya.

"Eh, Dinda bukan sih?" tanyanya kemudian setelah sedari tadi terdiam menerawang.

Dinda mengangguk dan tersenyum ke arah orangtua Rara, gadis itu mencium tangan Shinta diikuti Dito setelahnya.

"Ya allah, udah besar ya kamu. Mama Papa apa kabar?"

"Alhamdulillah baik tante, Om sama Tante sendiri sehat-sehat aja kan?"

"Alhamdulillah, lama banget ngga main ya?"

Dinda tersenyum canggung, "Ngomong-ngomong Rara kemana ya, tante?"

"Yah.. sayang banget dia belum pulang." Shinta bangkit dari duduknya, "Bentar ya, tante buatin minum."

"Engga usah tante kita.."

"Bundaaa.." Shinta menoleh ke arah putrinya yang memasuki rumah dengan merengek. "Assalamualaikum," ucapnya sambil berhambur ke pelukan bundanya.

Shinta mengelus rambut Rara yang dikuncir mencoba menenangkan karena gadis itu menangis sesenggukan.

"Udah?" tanya Shinta begitu Rara mendongakkan kepalanya. Gadis itu kemudian menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya. "Bilang sama ibun sayang, kalo kamu gini ibun bisa apa coba?"

Gadis itu masih diam hingga dirinya sendiri lah yang melepas pelukannya sembari menatap sepatu hitamnya yang beralas warna putih itu.

"Ra, bunda mau ke belakang. Kamu bawain minum buat Dito sama Dinda." kata Shinta sebelum berlalu pergi.

Rara masih terpaku di tempatnya, apalagi begitu mendapati kedua sahabat kecilnya menatapnya dengan tatapan sendu. Tanpa pikir panjang, dirinya berhambur ke dalam pelukan sahabat perempuan yang menemaninya sejak sekolah dasar.

Tanpa diminta, air matanya meluruh seketika. Memori ketika sekolah dasar seolah berputar seperti kaset di otaknya, Rara menggelengkan kepalanya ketika sebuah bayangan terlintas begitu cepat di otaknya.

Bayangan dimana dirinya harus meninggalkan ini semua ketika baru saja bertemu, meminta maaf bahkan baru saja memulai lembaran baru untuk menjalani persahabatan seperti masa sekolah dasar dulu.

"Maaf," ucap Dinda pelan.

Satu kata yang membuat jantung Rara mencelos, gadis itu menggelengkan kepalanya di dalam pelukan Dinda. Dia menangis sejadi-jadinya, semua tangisan yang dipendam sejak tadi hingga dia melampiaskan kepada Dinda.

Dinda tau, ini bukan masalah kecil. Rara bukan gadis cengeng, dia gadis kuat. Menurut Dinda, sahabatnya itu menangis karena tertekan masudnya.. ada beberapa beban pikiran yang dipikulnya. Lagipula menangis itu manusiawi, menggambarkan perasaan emosional seseorang.

"Udah banjir, cukup Ra." Dinda menyahut geli.

"Dinda ngga salah. Masa-masa alay kita itu, udahlah santai aja." Rara mengusap air wajahnya seray bersandar pada punggung sofa.

Dinda tau Rara baik, sangat. Bukan karena apa-apa, gadis itu penolong, murah senyum namun sayang emosinya kurang stabil, sekalinya menyala kangsung meledak namun ketika tak ada yang membuatnya menyala dia lebih banyak bertingkah.

"Dinda, jaga diri baik-baik. Jangan makan aneh-aneh, pinternya nambah." Rara menasehati membuat Dinda tersenyum geli.

***

"Dek, mau kemana?" Randy mendapati Rara yang melangkah keluar kamarnya.

Gadis itu tak menjawab namun memilih melanjutkan langkahnya menuju balkon atas.

"Randy, dipanggil Rio dibawah." Sebuah teguran membuat cowok mengerjap beberapa kali.

"Di, Rara ada di balkon situ."

Perempuan yang memiliki tinggi hampir menyamai Randy itu mengangguk kemudian melangkah menghampiri gadis berbaju merah maroon yang berdiri dengan tangan tertaut satu sama lain di dekat pagar pembatas.

"Kok ngga turun?"

Rara terlonjak mendapati kakak sepupunya menghampirinya sampai ke balkon. Divia yang sering disapa Didi, gadis jogja itu sampai di rumahnya beberapa jam setelah kepulangan dua sahabatnya tadi.

Fyi, hari ini pertemuan keluarga yang diadakan dua bulan sekali bertempat di rumah Rara sekaligus menjadi acara perpisahan untuk kepindahan keluarga gadis itu.

"Kak Didi kenapa naik?" Rara tersenyum menatap kakak sepupunya.

"Masa nemenin adeknya ngga boleh, lagian bukannya turun juga." Divia merangkul bahu adik sepupunya erat. Rara memeluk Divia dalam.

"Kak Di.. aku ngga mau pergi,"

Divia mengusap rambut sepupunya yang digerai bebas.

"Kamu kan bisa kesini lagi nanti kalo ngga sibuk." Divia menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Aku ngga tau tapi firasatku ngga enak, rasanya kayak aku ngga bakal balik ke sini lagi."

Ucapan Rara menghentikan detak jantungnya sesaat.

"Do'ain aku ngga sibuk terus ya kak?"

Dan setelah mendengar permintaan Rara, nafasnya menghembus lega.

"DiRa turun woy!" Ferio berseru dari halaman belakang yang berada tepat di bawah balkon. Kedua lelaki itu sedang membakar jagung bersama seorang cowok yang membuat mood-nya hancur hari ini.

"Rama tuh, biasanya aja nempel banget." Divia menyeletuk.

"Dia ngeselin ih!"

***

"Lo bukannya sama tetangga sebelah ya kak?"

Randy mengernyit mendengar ucapan Rama, lelaki itu menyandarkan kepalanya di bahu Divia yang duduk di sebelahnya.

"Ngga ada tetangga cewek yang seumuran sama gue di sini." balasnya sembari memainkan ujung rambut panjang Divia.

"Ada, gue liat kok lo sepedaan berdua malem-malem pas gue ke sini. Yang lo keluar mau ke minimarket depan," Rama semakin tersenyum menggoda.

"Eh, ngomong yang bener dong. Merinding nih, sumpah gue." tukas Randy seraya menegakkan tubuhnya.

Divia menggeleng, "Randy ngga sama orang." ucapnya yang berhasil membuat bulu kuduk yang mendengarnya berdiri.

Rara menatap Divia membuat perempuan itu mengangkat satu alisnya, "Kakak bisa baca firasatku tadi?"

"Engga Ra," Divia menggeleng sembari merangkul sepupunya. "tapi aku bisa baca fikiran kamu. Mending temen-temen kamu dikasih tau supaya mereka ngga kecewa," lanjutnya.

Rara mengangguk, benar yang diucapkan Divia. Sejak tadi pikirannya berkelana memikirkan cara untuk bercerita kepada sahabat-sahabatnya.

Divia memiliki kelebihan, bisa membaca fikiran dan kejadian beberapa saat yang akan datang juga kejadian yang sudah terlewati. Tapi untuk firasat Rara, perempuan itu tak melihat apa-apa dan hanya melihat kesedihan yang dialami sepupunya.

"Kak, aku ke atas." Rara bangkit meninggalkan beberapa saudaranya yang terlihat tak percaya.

----------------

Revisi yang absurd, hope you like me. Eh, like this.. and give me your star biar aku semangat.

And the last, makasih.

Gimana perasaan kamu pas baca ini?

[25/03/17]

Continue Reading

You'll Also Like

394 96 16
"ΩˆΨ§Ψ΅Ψ·Ω†ΨΉΨͺΩƒ لنفس" " Dan aku memilihmu untuk diriku.. " Bagaimana mungkin seorang cowo cassanova SMA Brawijaya, mantan anak pondokan dijodohkan d...
2.5K 200 6
Suatu hari, Dora diculik oleh sindikat tukang jamu nasional. Entah kenapa bisa, mungkin karena dia mirip ember tukang jamu'-' Dan pada saat itulah, I...
1M 67.1K 39
οΌ³οΌ¬οΌ―οΌ· οΌ΅οΌ°οΌ€οΌ‘οΌ΄οΌ₯ [END] Kisah tentang seorang bocah 4 tahun yang nampak seperti seorang bocah berumur 2 tahun dengan tubuh kecil, pipi chubby, bulu mata le...
873K 24.5K 63
WARNING⚠⚠ AREA FUTA DAN SHANI DOM YANG NGGAK SUKA SKIP 21+ HANYA FIKSI JANGAN DI BAWA KE REAL LIFE MOHON KERJASAMANYA. INI ONESHOOT ATAU TWOSHOOT YA...