Violeta

By depurple

664K 51.4K 4.6K

Violeta Diamona, seorang perempuan gemuk yang harus berjuang seorang diri melanjutkan hidupnya. Hinaan, perla... More

Violeta
Prolog
Part 1
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7A
Part 7B
Part 8A
Part 8B
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Just share
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19

Part 2

34.1K 2.7K 150
By depurple

Violeta berdiri di depan pintu ruangan itu. Ia memastikan kembali penampilan dan menyiapkan suaranya agar tidak hilang karena tegang. Bagaimana tidak tegang? Ini pertama kalinya ia bekerja sebagai sekretaris, apalagi di sebuah perusahaan besar. Viona menarik napas panjang untuk menenangkan debaran jantungnya.

Tok ... tok ... tok....

"Permisi, Pak," ucap Violeta setelah membuka pintu ruangan atasannya.

Pria yang bernama Dillian itu hanya melirik Violeta sekilas lalu kembali fokus pada laptop-nya. Violeta melangkah mendekat dan berdiri di depan meja Dillian.

"Ini beberapa file yang perlu Anda tanda tangani," ucap Violeta sambil meletakkan beberapa map di atas meja Dillian.

Dillian tetap tidak menggubrisnya dan menatap laptop-nya. Violeta yang awalnya berencana memberitahu jadwal atasannya itu menjadi bingung. Bagaimana ia dapat menjelaskan jika Dillian sendiri seolah sibuk dengan pekerjaannya saat ini? Akhirnya ia memutuskan untuk keluar dan kembali lagi nanti.

"Apa kamu masih tidak mengerti tugasmu sebagai sekretaris?"

Suara itu langsung menghentikan langkah Violeta. Violeta langsung kembali berdiri di depan meja atasannya. Dia tidak berani menatap wajah Dillian karena kini pria itu menatapnya tajam.

"Maaf, Pak. Saya melihat An-"

"Saya tidak ingin mendengar omong kosongmu. Jangan membuang waktu saya. Sebutkan saja jadwal saya hari ini!" Pria itu memotong ucapan Violeta dengan dingin.

Seketika semangat Violeta langsung menurun. Di hari pertamanya bekerja, ia sudah memberikan nilai buruk di mata atasannya. Apalagi kini ia baru tahu kalau atasannya itu bukan orang yang mau mendengarkan alasan.

"Pukul sepuluh nanti akan ada presentasi dari team marketing di ruang meeting. Pukul dua belas Anda akan ada lunch meeting dengan Mr. Sakamoto. Pukul dua Anda akan mengunjungi pabrik di Tangerang dan Pukul enam akan ada dinner meeting dengan direktur utama Demitrio Company."

Setelah selesai menjelaskan jadwal atasannya, Violeta memberanikan menatap atasannya. Violeta merasa lega saat melihat atasannya kini tidak menatap dirinya lagi melainkan menatap file-file yang ada di atas mejanya. Violeta masih tetap berdiri sambil menunggu atasannya itu selesai membaca dan menandatangani file tersebut. Ia tidak mau melakukan kesalahan lagi untuk yang kedua kalinya.

"Kenapa kamu masih ada di sini?" tanya Dillian pada Violeta.

"Ng, sa-saya pikir ... Bapak akan butuh sesuatu lagi," ucap Violeta terbata-bata.

"Tidak. Kembali ke mejamu," ucap Dillian lalu kembali mengalihkan tatapannya pada layar laptop.

Violeta langsung keluar dari ruangan bosnya itu. Seketika ia merasa lega, bahkan seakan ruangan yang ia masuki tadi tidak memiliki oksigen yang cukup semenjak teguran dari atasannya itu. Violeta takut jika atasannya tidak suka dengan kinerjanya nanti.

Kamu bisa, Vio. Kamu bisa!

***

"Lipstik lu bagus, Lex."

"Iya dong. Gue beli mahal ini, secara limited edition."

"Wuahhh ... gue boleh coba pake gak?

"Enak aja! Kalau lu mau, ya beli sendiri!"

"Yah, kok lu gitu banget sih sama teman?"

"..."

"Ngomong-ngomong, lu udah lihat sekretaris barunya Pak Dillian?"

"Maksud lu perempuan yang ngebuat gue dipindah ke bagian keuangan??"

"Yoa. Perempuan yang sekarang menggantikan lu jadi sekretaris Pak Dillian."

"Lu udah ketemu sama dia?"

"Udah. Tadi gue ketemu waktu mengantar file dari Pak Yusak. Lu pasti bakalan terhina banget kalau lihat perempuan yang menggantikan posisi lu itu."

"Maksud lu?"

"Yah ampun, Lexa. Gue yakin kalau lu bakal shock kalau tahu Pak Dillian mengganti lu dengan seorang perempuan gendut dan iyuhhh ... penampilannya itu, gak banget."

"WHAT?! SERIUS LU?"

"Serius, Lexa. Lu tahu Bu Arini kan? Ini lebih gendut dari dia. Ckckck, lu pasti bakalan sakit hati banget deh kalau lihat dia."

"Gue harus lihat kayak apa bentuknya. Ayo...."

Violeta mendengar suara pintu toilet dibuka dan ditutup kembali. Ia hanya bisa menghela napas. Violeta mendengar semua percakapan di toilet itu. Ia baru saja hendak keluar dari kabin toilet saat mendengar suara percakapan. Akhirnya ia mengurungkan niatnya dan menunggu di dalam.

Violeta tidak menyangka bahkan di hari pertamanya bekerja, ia sudah menjadi bahan pembicaraan orang lain. Ia mencoba mengingat siapa perempuan yang membicarakannya tadi. Ia ingat perempuan yang tadi pagi mengantarkan File dari Pak Yusak, seorang perempuan dengan rambut sebahu berwarna merah kecoklatan. Violeta memang melihat perempuan itu sedikit terkejut melihat dirinya duduk di meja sekretaris. Selain itu, seorang lagi bernama Lexa yang disebut-sebut sebagai sekretaris Pak Dillian sebelum dirinya.

Violeta keluar dari kabin kamar mandi dan berdiri di depan kaca wastafel. Ia memandangi pantulan dirinya di cermin itu. Sebuah senyuman ia paksakan untuk terukir di bibirnya.

Ini baru hari pertama, Vio. Kamu tidak boleh menyerah. Bukankah kamu sudah biasa mendengar orang lain membicarakan dirimu? Kenapa kamu harus memusingkannya? Kamu berada di sini untuk bekerja, bukan memperdulikan ucapan orang lain.

"Semangat, Vio! Semangat! Semangat! Semangaatttt!"

***

"Buatkan saya iced tea with Honey."

"Baik, Pak."

Violeta lalu menutup sambungan teleponnya. Ia melirik pada jam dinding yang menujukkan pukul setengah lima. Tepat seperti penjelasan Bu Petra, kalau setiap jam setengah lima Pak Dillian mempunyai kebiasaan meminum es teh dengan campuran madu. Dillian juga tidak pernah mau OB yang membuatkannya.

Violeta beranjak ke dapur yang ada satu lantai dengan ruangannya. Dapur kering yang memang dikhususkan hanya untuk orang-orang yang berada di lantai delapan. Lantai delapan ini hanya dibagi menjadi dua bagian. Satu ruangan direktur utama dan satu ruangan wakil direktur yang ditempati Pak Dillian. Dillian merupakan wakil direktur utama di perusahaan ini. Tapi yang Violeta dengar direktur utamanya merupakan ayah dari Dillian sendiri.

Violeta mengambil botol madu dan menuangkannya beberapa sendok ke dalam teh. Tak lupa ia mencicipi iced tea itu dengan sendok yang lain untuk memastikan rasanya. Satu hari ini bekerja dengan Pak Dillian, Violeta dapat mengetahui bahwa bos nya itu seorang yang perfectionist. Ia tidak mau melakukan kesalahan lagi. Cukup tadi saja ia beberapa kali ditegur oleh atasannya itu.

Tok ... tok ... tok....

"Permisi, Pak." Ucap Violeta setelah membuka pintu ruangan Dillian.

Violeta masuk ke dalam dan meletakkan gelas tersebut di atas meja. Baru saja ia hendak berbalik, suara Dillian menghentikan langkahnya.

"Apa kamu mau meja saya basah??"

Violeta melihat Dillian menatapnya dengan tajam. Pandangan Violeta beralih ke gelas iced tea yang tadi ia letakkan. Ya, Violeta sadar ia kembali melakukan kesalahan.

"Maaf, Pak."

Violeta langsung kembali mengambil gelas iced tea itu dan membawanya keluar. Sambil kembali berjalan menuju ke dapur, Violeta meruntuki dirinya yang tidak memakai tatakan gelas tadi. Akhirnya setelah mengambil tatakan gelas di dapur, Violeta kembali ke ruangan Pak Dillian.

Tok ... tok ... tok....

"Permisi, Pak."

Violeta kembali meletakkan gelas tersebut di atas meja Dillian. Tidak sedikit pun pria itu melihat ke arah Violeta.

"Saya permisi dulu, Pak."

Baru saja Violeta mendudukan diri di kursinya, telepon di atas mejanya kembali berbunyi. Seketika perasaan Violeta menjadi tidak tenang. Ia tahu panggilan ini berasal dari ruangan Pak Dillian.

"Ha-"

"Apa kamu tidak bisa membuat es teh dengan madu?"

Violeta terkejut dengan nada suara Dillian itu. Ia tidak tahu apa yang salah dengan minuman itu.

"Ma-Maaf, Pak. Saya segera ke sana."

Violeta langsung menutup sambungan telepon itu dan menuju ke ruangan Pak Dillian. Setelah mengetuk pintu, Violeta masuk dan mendekati meja atasannya itu. Dillian sudah menatapnya dengan tatapan kesal.

"Hal kecil seperti ini saja kamu tidak bisa? Bagaimana bisa kamu mendapatkan nilai A di ijazahmu? Apa jangan-jangan kamu melakukan hal kotor untuk mendapatkan nilai itu?!"

Violeta hanya bisa menunduk mendengar ucapan Dillian itu. Ia tidak menyangka kalau atasannya akan menuduhnya seperti itu. Namun Violeta hanya bisa diam, walaupun di dalam hatinya ia ingin menangis. Bagaimana tidak? Ini hari pertamanya bekerja tapi ia sudah dimarahi beberapa kali oleh atasannya.

"Sampai kapan kamu mau berdiri dan menunduk seperti itu? Apa kamu tidak pernah diajarkan sopan santun? Di saat ada orang yang berbicara padamu, seharusnya kamu menatap orang tersebut dan bukan melihat ke arah yang lain."

Mendengar ucapan itu, Violeta langsung mengangkat wajahnya dan menatap Dillian. Dillian sempat terkejut melihat wajah sekretarisnya yang sedikit memerah dan matanya yang mulai berkaca-kaca. Namun pria itu langsung mengendalikan dirinya.

"Saya harap ini terakhir kalinya kamu melakukan kesalahan. Saya bukan orang yang bisa menerima kesalahan. Jadi jika kamu masih ingin menjabat sebagai sekretaris saya, saya harap kamu tidak melakukan kesalahan lagi. Mengerti?"

"Baik, Pak." Violeta mencoba menahan air matanya itu.

Dillian kembali menatap ke laptopnya. Violeta teringat kalau tadi atasannya itu marah karena iced tea-nya

"Ng ... Pak, iced tea-nya...."

"Kamu cicipi teh ini. Katakan pada saya bagaimana rasanya." Dillian menyandarkan punggungnya di sandaran kursi sambil menatap Violeta.

Haruskah aku mencicipi iced tea itu? Tapi bukannya Pak Dillian sudah minum iced tea itu?

Perintah atasannya itu membuat Violeta bingung apa yang harus ia lakukan.

"Kenapa? Kamu tidak mau mencicipi minuman itu? Apa jangan-jangan kamu menaruh sesuatu di dalamnya?" selidik Dillian.

"Tidak, Pak," bantah Violeta.

"Lalu apa yang kamu tunggu?"

Violeta menatap atasannya itu dan beralih ke gelas iced tea yang ada di atas meja. Perlahan ia mengulurkan tangannya dan mengambil gelas itu. Ia kembali memandangi atasannya tersebut yang ternyata juga sedang melihatnya. Violeta mengangkat sedotan yang terdapat di gelas itu dan memilih meminumnya dari bibir gelas.

"Bagaimana rasanya?" tanya Dillian.

Violeta melihat atasannya itu. Ia mengerti sekarang. Iced tea itu memang sudah sedikit hambar. Mungkin karena ice-nya mencair, apalagi tadi Violeta membawanya kembali ke dapur sehingga memakan waktu. Ia meruntuki dirinya karena tidak peka tadi. Seharusnya ia mencicipinya kembali setelah mengambil tatakan gelas.

"Sedikit hambar, Pak."

"Saya mau kamu memastikan bahwa setiap kali saya menyuruh kamu membuat iced tea with honey , jangan pernah memberi saya teh yang hambar seperti ini. Pastikan teh nya manis dengan madu. Jangan pernah mencampurnya dengan gula atau apapun. Mengerti?"

"Mengerti, Pak."

"Kamu boleh keluar," ucap Dillian.

"Ng, saya akan buatkan lagi iced tea-nya, Pak."

"Tidak perlu. Saya sudah tidak mood minum iced tea hari ini. Bawa file-file ini dan berikan pada divisi yang bersangkutan."

"Baik, Pak," ucap Violeta lalu mengambil tumpukan map itu dan keluar dari ruangan tersebut.

***

Violeta membaringkan tubuhnya di atas kasur yang ada di kamar kost nya. Tubuhnya terasa sangat lelah dan pegal. Ia melirik ke jam dinding yang ada di kamarnya itu. Pukul sebelas lewat lima menit, sungguh sebuah rekor. Ini hari pertama bekerja dan ia sudah lembur.Violeta tidak menyangka kalau jam pulang kantor ternyata tidak berlaku untuk dirinya.

Saat ia baru saja bersiap-siap untuk pulang, Dillian kembali menelepon dan menyuruhnya meminta laporan pada bagian audit. Sekali lagi saat ia baru saja mematikan komputernya, atasannya kembali menelepon dan menyuruhnya menyelesaikan data yang dibutuhkan besok pagi. Alhasil ia baru bisa pulang setelah atasannya itu pulang, yaitu pukul setengah sepuluh malam.

Violeta menatap langit-langit kamar kost yang sudah ia tempati sejak ia lulus dari SMA. Ia ingat saat itu mau tidak mau ia harus keluar dari panti asuhan karena peraturan yang ada. Ya, anak panti yang sudah lulus dari SMA diwajibkan mandiri. Seperti teman-temannya yang lain, Violeta akhirnya mulai bekerja. Syukurlah ia mendapatkan beasiswa karena nilainya yang bagus, hingga ia tidak perlu mengeluarkan biaya untuk kuliah.

Violeta membalikkan tubuhnya menghandap ke dinding yang berada di sebelah kiri kasurnya. Ia memandangi foto dirinya dan seorang perempuan yang ia panggil Bunda. Violeta memang tinggal di panti asuhan sejak ia kecil. Menurut Bunda, seorang perempuan menaruhnya di depan panti tersebut.

Bundalah yang menemukan Violeta untuk pertama kalinya. Bunda juga yang memberikan dirinya sebuah nama yang indah. Violeta Diamona. Menurut Bunda, ia yakin suatu saat Violeta akan dapat berkilau seperti berlian yang indah. Mungkin sekarang ia hanya sebuah batu hitam legam yang tidak berharga, namun Violeta yakin kalau suatu saat ia akan mampu berubah menjadi berlian yang indah.

***

Violeta melihat jam yang melingkar di tangannya. Ia hanya mempunyai waktu 10 menit lagi sebelum jam masuk. Gadis itu berusaha berlari secepat mungkin saat melihat pintu lift baru saja terbuka. Mungkin ini rekor lari tercepat yang pernah Violeta lakukan seumur hidupnya. Untunglah Violeta masih sempat masuk ke dalam lift itu. Kalau tidak, bisa-bisa ia akan kembali mendapatkan kata-kata mutiara dari atasannya.

Violeta sedang merapihkan dirinya dari pantulan pintu lift. Sungguh rambutnya yang ia kuncir satu sudah berantakan. Sepertinya sehabis menaruh tas nanti, ia harus ke toilet untuk merapihkan diri.

"Yang namanya gentong, mau dipoles seperti apapun juga tidak akan ada efeknya. Tetap aja gentong."

Suara itu langsung membuat Violeta yang sedang merapihkan rambutnya terkejut. Ia menoleh ke sumber suara itu. Violeta melihat 3 orang perempuan yang ada di dalam lift bersamanya. Ia mengenali salah satu dari wanita itu. Ya, siapa lagi kalau bukan wanita yang mengantarkan file dari Pak Yusak kemarin.

"Kenapa lihat-lihat? Gak suka? Gue cuma bicara apa adanya kok. Gak salah kan?" sinis wanita yang berdiri di tengah. Violeta melihat wanita yang mengenakan rok span yang minim dengan blus yang juga ketat.

Apa dia yang bernama Lexa?

Violeta mengingat ucapan Pak Dillian yang mengatakan dandanan sekretarisnya dulu seperti seorang pelacur.

"Hei! Nyolot banget lu jadi orang! Nantangin gue?"

Violeta terkejut saat wanita itu mendorong pundaknya hingga ia sedikit terdorong ke belakang. Melihat hal itu ketiga wanita itu malah menertawakannya.

Ting

Violeta menghela napasnya lega saat melihat ketiga wanita itu turun bersamaan di lantai 3. Minimal ia tidak harus berlama-lama bersama mereka. Marah? Tidak, Violeta sudah terbiasa akan hal itu. Bahkan saat SMA dan SMP dia sudah biasa dihina dan diperlakukan seperti itu.

Walau kadang ia merasa kesal, namun tidak ada yang bisa ia perbuat. Ia memang gendut seperti ucapan mereka. Violeta hanya tidak ingin membuang waktunya dengan menghadapi orang-orang seperti itu. Semakin ia melawan maka mereka hanya akan semakin merasa senang. Jadi untuk apa? Toh apapun yang mereka ucapkan yang terpenting adalah diri kita sendiri. Yang bisa Violeta lakukan hanya menujukkan kalau dirinya lebih baik daripada mereka. Mungkin bukan dalam hal fisik, tapi dalam hal karakter dan kecerdasan.

***

"Bukankah seharusnya seorang sekretaris sudah stand by ketika atasannya datang?"

Violeta yang baru saja duduk di kursi langsung mendongak menatap sosok yang sudah berdiri di hadapannya. Ia menghela napas lega saat sosok yang berdiri di hadapannya bukanlah sosok yang ia takuti.

"Kamu pasti mengira kalau Dillian yang menegurmu tadi bukan?" tanya sosok itu sambil tertawa.

Violeta hanya bisa tersenyum karena jalan pikirannya diketahui oleh pria paruh baya di hadapannya itu.

"Kamu tenang saja, Dillian belum datang."

"Ng, maaf. Bapak siapa ya?" tanya Violeta pada pria itu.

Pria itu tersenyum pada Violeta. Entah mengapa wajah pria itu seperti pernah ia lihat sebelumnya. Tapi Violeta tidak ingat di mana dan kapan.

"Apa yang Daddy lakukan di sini?"

Violeta dan pria paruh baya itu sama-sama menoleh ke sosok yang berdiri tidak jauh dari mereka. Melihat sosok itu, Violeta langsung berdiri.

"Selamat Pagi, Pak Dillian," sapa Violeta.

"Hm," jawab Dillian.

"Memangnya Daddy tidak boleh ke sini? Bukankah ruangan Daddy juga berada di lantai ini juga," ucap pria paruh baya itu.

Violeta mengerutkan keningnya, mencerna ucapan pria paruh baya itu.

Daddy - ruangan - lantai yang sama

"Anda direktur utama dan ayah dari Pak Dillian?!" celetuk Violeta yang terkejut oleh kesimpulan yang melintas di kepalanya.

Pria paruh baya itu menoleh pada Violeta dan tersenyum sedangkan Dillian menatap Violeta tajam. Mendapat tatapan tajam itu Violeta langsung mengatupkan bibirnya.

"Sebagai karwayan di perusahaan ini seharusnya kamu tahu siapa direktur utama di sini. Bagaimana bisa kamu tidak menyadari kalau beliau adalah pemegang kedudukan tertinggi di perusahaan ini? Kamu sudah membuat saya malu, Violeta."

Violeta langsung menunduk melihat tatapan tajam dan mendengar ucapan Dillian tadi.

"Ma-maaf, Pak...," ucap Violeta pada Dillian.

"Kamu seharusnya meminta maaf pada beliau dan bukan pada saya," tegur Dillian.

Violeta langsung mendongak dan menatap pria paruh baya itu yang menggeleng kecil padanya.

"Sudahlah, lagipula bukankah dia sekretaris barumu? Wajar kalau dia belum mengenal seluruh perusahaan ini."

"Maaf, Pak," ucap Violeta.

Pria paruh baya itu melihat Violeta sambil tersenyum.

"Daddy ingin mengajakmu sarapan bersama, hanya berdua," ucap William, Daddy Dillian.

Violeta melihat Dillian hanya diam sambil menatap ayahnya. Ada sesuatu yang tidak ia mengerti.

Apa begitu sulitnya memutuskan untuk ikut sarapan dengan ayah sendiri? Pak William juga terlihat seperti memohon dibandingkan mengajak.

"Baiklah," ucap Dillian.

"Violeta, undur semua jadwal pagi ini hingga jam sebelas!" perintah Dillian.

"Baik, Pak," ucap Violeta.

"Sampai bertemu lagi, Violeta," ucap Daddy Dillian.

"Sampai bertemu lagi, Pak," jawab Violeta.

Violeta akhirnya bisa bernapas lega saat kedua pria itu sudah masuk ke dalam lift. Ia menatap telepon yang ada di atas mejanya. Seperti perintah atasannya tadi, sekarang ia harus mengundur janji pagi ini. Kali ini ia tidak boleh lagi membuat kesalahan. Ia tidak ingin mendapatkan nyanyian dari Dillian hari ini.

~~~~

Update hari ini sampai di sini duluuuu

Oh iya, cover Violeta dan SOL juga sudah kuubah sesuai vote terbanyak. Terima kasih ya untuk semua yang sudah Vote ^^

Love,

Depurple



Continue Reading

You'll Also Like

3.6M 53.4K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
805K 51.9K 33
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...
557K 21.3K 46
⚠️ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ ‼️ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...
375K 1.5K 16
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!