Naraya

By RongewuSiji

78.5K 3.8K 102

Tentang Nara, gadis dingin yang tak mau mengenal cinta. Yang tak pernah percaya cinta itu ada. Bukan karena d... More

first chap
Chap two (She's Nara)
Chap three
Chap Four (Pegat)
Chap Five (My little Princess)
Part six (Pendek?)
Chap seven (Rumah di Surga)
Chap seven (bagian 2)
Chap 8 (Dudududu~)
Chap 9
Chap 10 (Lo ngancem gue?)
Chap 12 (same old nightmare.)
Chap 13 (Hidup gue berakhir.)
Chap 14 (Ini nggak nyata kan?)
Chap 15 (Ketika aku mulai lelah)
Chap 16
Chap 17 (permohonan maaf.)
Chap 18 (Stalker&Troublemaker)
Chap 19 (Keep Smile)
Chap 20 (Go!)
Chap 21 (Kota Baru, Hidup Baru.)
Manis
Curhatan Harafika.
Promosi!
Mohon dibaca!
OTW MANIS!

Chap 11 (Muahh)

2.2K 140 3
By RongewuSiji

"Aku tidak pernah tau apa sebenarnya definisi cinta."~Jonathan Rivano.
***

Nara sedang duduk di taman sekolahnya. Menunggu Raja datang menjemputnya. Sekolah sudah mulai sepi, siswa siswi sudah jarang terlihat di sekolah. Hanya ada beberapa yang mengikuti ekstrakulikuler. Nara memainkan hapenya serius. Entah apa yang dia lakukan dengan hapenya. Sesekali dia tersenyum, lalu meringis kecil kemudian.

"Woy beb!" Panggil seseorang dari kejauhan. Membuat Nara tersenyum dan melihat siapa yang memanggilnya.

Dari kejauhan, terlihat Daffa dan Vano berjalan berdampingan. Terlihat perbedaan yang cukup mencolok diantara keduanya. Daffa dengan rambut acak acakan, baju kusut dan keluar, lalu tas yang hanya ia sampirkan. Membuat ia terlihat seperti brandalan yang keren. Sedangkan Vano? Rambut yang rapi dan tertata, baju yang keluar namun masih tetap rapi, dan tas yang dikenakan dengan sebelah tangan. Sedangkan tangan yang sebelah di masukannya ke dalam celana. Membuatnya terlihat cool dan keren.

"Hai cewek, sendirian aja?" tanya Daffa sedikit menggoda, membuat Nara dan Vano terkekeh.

"Hai Nara." sapa Vano dengan senyum kecilnya.

Nara tersenyum, lalu menyuruh mereka untuk duduk bersamanya. Daffa mengambil sebelah tangan Nara dan memainkannya. Membuat Vano melihat kelakuannya.

"Ngapain beb?" tanya Daffa.

"Main hape."

Daffa mendecak, lalu mengacak rambut Nara pelan. "Bukan itu maksudnya. Lo duduk disini tuh ngapain?"

Vano yang melihat rambut Nara berantakan dan juga melihat Nara kesusahan merapikan rambutnya. "Maaf ya Ra," ucapnya, lalu membantu Nara merapikan rambut yang berantakan karena ulah Daffa.

Daffa tertawa mendengar perkataan Vano yang kelewat sopan menurutnya. "Lo ngapain minta maaf dah Va?" tanya Daffa heran.

Vano mengernyit, tidak mengerti apa yang di maksud Daffa. Memang apa salahnya dia meminta maaf? Dia hanya tak ingin Nara menjadi tak suka berteman dengannya karena dia memegang Nara tanpa seizin Nara. Itu saja.

"Lo gak usah permisi permisian kalo nyentuh gue. Elah, kesannya gue alim banget." terang Nara. Membuat Daffa menganggukan kepalanya.

"Selow Va. Bebeb lo cipok juga bakal diem bae. Dia kan jablay." ucap Daffa ngawur. Nara menjitak kepala Daffa kencang, membuat Daffa mengaduh pelan.

"Jangan percaya omongan Daffa Va, dia ngawur. Bener deh. Gue gak semurah itu." jelas Nara kepada Vano yang tadi sempat percaya dengan perkataan Daffa.

"Yah, padahal tadi gue mau nyium lo Ra. Gajadi deh." ucap Vano dengan suara yang di rendahkan, agar terdengar menyedihkan.

"Eh?" Nara melotot sempurna. Sedangkan Daffa tertawa dengan ucapan Vano barusan. Ia sedikit Tidak percaya dengan apa yang di katakan Vano. Dia kan kalem.

Daffa menepuk bahu Vano kencang, membuat Vano sedikit kehilangan keseimbangan. "Gaya lo Va. Megang rambut aja bilang permisi dulu. Sok sokan pengen nyipok si bebeb lagi." ujar Daffa kembali tertawa. Membuat Vano mengusap tengkuknya.

"Udahlah, gausah becanda mulu. Gue duluan ya, Raja udah ngejemput gue tuh." ucap Nara lalu menunjuk Raja yang masih bertengger di motornya.

"Woi, King!" panggil Daffa kepada Raja. Membuat Raja menoleh dan mengacungkan jempolnya, tanpa berniat menghampiri mereka.

"Sombong lo! Mentang mentang jadi Yang Mulia! Haha." kekeh Daffa membuatnya melihat Raja menggeleng pelan.

"Udahlah, gue duluan ya." pamit Nara kepada Vano dan Daffa.

"Kissnya mana?" canda Daffa. Lalu Nara mengecup sekilas pipi Daffa. Nara menoleh ke Vano yang sejak tadi hanya tersenyum, ragu ragu Nara mendekat. Lalu mengecup pipi Vano sekilas. Membuat Vano sedikit terkejut dengan apa yang di lakukan Nara.

"Bye!"
***

"Eh, gue nyoba punya lo dong Va. Kayaknya enak." ucap Daffa, lalu di angguki oleh Vano. Dia menyodorkan minumannya dan membiarkan Daffa menyeruputnya.

"Enak nggak?" tanya Vano.

Daffa mengangguk, "Enak, apa namanya?"

"Caramel machiatto." jawab Vano kembali menyeruput kopinya.

"Oh. Oke. Kapan kapan, kalo kita ngopi lagi, gue bakal pesen kopi ini."

"Iya."

Kini,Vano dan Daffa berada di salah satu kafe. Sebenarnya, tadi Vano ingin langsung pulang ketika Nara sudah di jemput oleh Raja. Tapi Daffa mengajaknya untuk mampir dulu walaupun cuman memesan secangkir kopi.

Dan sekarang, ada gunanya mereka mampir ke kafe. Di luar sedang hujan deras. Membuat mereka sedikit bersyukur dengan pilihan untuk singgah.

Vano menyeruput caramel machiattonya pelan, menghirup aromanya sejenak dan menatap langir dari samping jendela yang berembun. Dingin, namun tenang. Lalu matanya mengelilingi setiap sudut kafe yang ditempatinya bersama Daffa. Di depannya, ada Daffa tentunya. Yang sedang asyik dengan dunianya sendiri. Hape, kopi. Di sampingnya, hanya ada siswi yang sepertinya seumuran dengannya dan Daffa. Dia tidak sendiri tentunya, dia dengan teman temannya yang sedang terang terangan meliriknya dan Daffa. Huh, dia tau kalau dia dan Daffa tampan. Tapi, apa tidak malu jika mereka secara terang terangan atau dengan tidak tau malunya melirik Vano dan Daffa? Di depan matanya pula.

Lalu mata Vano beralih melihat pojok ruangan Kafe. Disana, ada sepasang kekasih yang mungkin sedang di mabuk cinta. Mereka saling berpegangan tangan, lalu sang cowok membelai rambut pacarnya lembut, dan tiba tiba mengecup kening pacarnya. Melihat itu, pipi Vano terasa panas. Bukan karena melihat orang mengecup kening pacarnya tentunya. Tapi, membuat dia mengingat kejadian tadi di taman sekolah. Nara mencium pipinya. Seorang Nara mencium pipinya! Vano masih tidak percaya akan hal itu. Bayangkan saja, dia dan Nara baru kenal beberapa hari. Tapi sekarang mereka sudah begitu dekat. Membuat Vano sedikit merasa terbang ke langit.

Daffa yang melihat Vano menggelengkan kepala dan beberapa kali mengusap tengkuk heran, "Lo kenapa dah Va?" tanya Daffa.

Vano mendongak, dengan tersenyum dia menggeleng, "Enggak kenapa napa."

"Dih, muka lo merah!" ujar Daffa teriak begitu melihat muka Vano yang merah. Membuat beberapa orang menengok kepada mereka.

Vano segera menutup mukanya, malu dengan perlakuan Daffa. "Dih, lo kenapa Va? Muka merah amat. Lo lagi mikirin bokep yak?" tanya Daffa.

Tuk! Vano menjitak kepala Daffa dengan sendok kopinya, "Kurang ajar, gak mungkin lah di saat kek gini gue mikirin bokep!"

Daffa mengelus kepalanya. Merasa sedikit nyeri, "Ya kan siapa tau. Apalagi, suasana lagi mendukung banget nih. Ujan ujan, dingin. Beuhh."

Vano menggeleng.

"Jadi, lo sebenernya mikirin apa kalo bukan bokep?" tanya Daffa sambil mengunyah kentang yang di pesannya.

Vano menatap Daffa intens, membuat Daffa bergidik ngeri melihatnya. Rasanya, Daffa ingin berteriak sekencang kencangnya, 'Woy! Tolongin! Gue di goda sama Homo!'

"Daff, lo pernah suka sama cewek gak?" tanya Vano ragu. Lirih.

Daffa terkejut sebentar, lalu tersenyum, "Pernah, kenapa emang?"

"Kalo cinta?"

"Pernah. Kenapa emang?" ucap Daffa mengulang pertanyaannya.

"Cinta itu apa sih? Selama hampir 17 tahun gue hidup, gue gak pernah tau apa sebenernya definisi cinta." tanya Vano. Mungkin ini saatnya dia mengetahui kebenarannya.

Daffa tertawa sumbang, seolah itu hal yang konyol dan tak perlu di pertanyakan, "Lo nanya ke gue apa definisi cinta? Denger ya Va. Dulu, dulu banget. Gue pernah ngerasain Cinta. Cinta pertama gue. Dulu, definisi cinta menurut gue adalah kebahagiaan, ketika gue ngelihat orang yang gue cinta, gue ngerasa bahagia. Tapi, cinta nggak selamanya berasa bahagia. Kadang, cinta bahkan bisa ngebuat kita merasa sakit. Cinta nggak melulu soal kebahagiaan. Kadang, cinta bahkan cuma bisa merasakan hal hal yang menyakitkan. Itu ngebuat gue jadi males buat ngerasain cinta. Karena cinta, nggak selalu bikin kita bahagia." ujar Daffa sambil flashback masa lalunya dengan cinta pertamanya.

"Kalo gue pengen cinta sama seseorang gimana?" tanya Vano.

"Ya itu tergantung lo nya. Yang pasti, gue saranin lo harus sabar. Karena cinta, sering buat capek. Capek buat nunggu, capek buat nahan cemburu, dan capek buat nahan sakit. Karena, nggak semua cinta bakal berbalas. Jadi, harus mati matian nahan capek buat nunggu. Cinta juga harus nahan cemburu, ketika orang yang di cinta sama orang lain. Dan cinta, harus kuat buat nahan rasa sakit, ketika tau kalo dia nggak cinta sama kita. Cinta itu banyak resikonya."

Vano terdiam. Apa benar cinta sejahat itu? "Terus gue harus gimana Daff?" tanya Vano bingung, dia sudah terlanjur sayang.

"Kalo gue, entah benar apa salah. Jika di posisi lo, gue bakal ngubur dalam dalam rasa cinta itu. Percayalah, kita tuh bakal tetep hidup walaupun tanpa cinta sekalipun."

Dan Vano, mulai memikirkannya. Antara diam, atau berkata.
***

To be continued.

Hai, apdet lagi. Kritik dan saran sangat di perlukan. Demi kelanjutan cerita ini.

Continue Reading

You'll Also Like

15.5M 876K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
3.5M 183K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
724K 67.6K 50
{Rilis in :1 February 2021} [Fantasy Vampire series] Ivylina terjebak di sebuah Museum kuno di negara Rumania dan terkunci di kamar yang penuh dengan...