Listen To My Heart

By lysitheadeimos

124K 7.5K 250

Masa lalu adalah hal terkejam bagi mereka. Kehilangan orang yang mereka cintai selama-lamanya membuat separuh... More

Prolog
1-Hidup Baru
2-Bertemu Kembali
3-Kapan Kalian Menikah
4-Masa Lalu Mereka
5-Tamu
6-Ini Cinta
7-Bali in Love (1)
8-Bali In Love (2)
10-Kekasihnya
11-Semoga Engkau Bahagia
12-Aku Akan Berjuang
13-Mereka Datang Lagi
14-Lamaran
15-Maldives Manis (End)
Epilog
Promosi Cerita- Our Memories

9-Penolakan

5.1K 356 12
By lysitheadeimos


Devan POV

aku keluar dari kamar hotel bermaksud untuk kereceptionist dan melaporkan jika wastafel di kamarku mengalami kebuntuan. Hotel bintang lima ternyata juga bisa melakukan keteledoran ya?

Setelah melaporkannya aku ingin bergegas kembali kekamar untuk beristirahat. Besok kami sudah harus kembali ke Jakarta. Dan liburan selama empat hari ini cukup menguras tenaga. Namun tak masalah, karena aku bahagia.

"Devan." Aku langsung menoleh ketika mendengar namaku dipanggil. Aku kaget melihat wanita itu berada di depanku.

Namanya Adelline. Dia adalah sepupu sekaligus teman Kanna saat di perancis. Namun aku melihat dia dan Kanna tidak terlalu dekat. Untuk apa dia berada disini. Aku tidak terlalu dekat dengannya. Hanya beberapa kali bertemu ketika aku datang keacara keluarga Kanna dan juga saat kami di perancis.

"Adelline."

"Nggak nyangka bakal ketemu disini. Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan ke kamu Dev. Aku baru mendengar jika kamu sudah pulang dari Perancis semenjak kepergian Kanna."

Aku mengernyitkan keningku. Dari mana dia tahu aku ke Perancis. Padahal aku sudah tidak berhubungan lagi dengan keluarga Kanna. Kecuali saat kemarin aku telah pulang dari Perancis aku sempat mengunjungi rumah orang tua Kanna. Dan aku tak bilang soal kepergianku, aku hanya bilang jika aku harus menenangkan diri selama dua tahun.

"Sebenarnya apa yang ingin kamu bicarakan Adelline?" Tanyaku padanya saat kami telah duduk di sofa yang ada di loby hotel.

"Ini soal Kanna Van?" Kanna? Ada apa dengan Kanna. Apakah ada hal yang tidak aku ketahui tentang Kanna sementara dia tahu.

"Kenapa dengan Kanna?" Aku berusaha mendengar kan dengan seksama pembicaraan mereka.

"Dulu sebelum dia meninggal dia pernah mengirimiku pesan untuk menggantikannya menjadi pacarmu?"

"Kamu tahu kan jika aku teman dekat Kanna. Awalnya aku berusaha mengabaikannya. Namun aku merasa bersalah. Kamu harus menjadi kekasihku Van. Demi Kanna?"

Aku sangat kaget mendengar perkataannya. Benarkah Kanna menginginkan aku untuk berpacaran dengan Adell? Dia menyerahkanku pada sepupunya? Kanna. Kanna. Ah.. mungkin saja.

"Baiklah. Aku akan menjadi kekasihmu." Aku bahkan tak menyadari jika aku mengatakan hal tersebut. Yang aku tahu aku tidak boleh mengecewakan Kanna.

Rissa. Seketika nama itu langsung terngiang kepalaku. Ya Rissa. Bukankah aku mencintai Rissa? Tapi aku juga tak ingin mengecewakan Kanna. Anggaplah ini semua sebagai ganti karena aku tak bisa menuruti permintaan terakhir Kanna. Yaitu memintaku untuk menikahinya

Ya. Semua ini sudah benar. Meskipun aku harus mengorbankan perasaanku.

Tapi bagaimana dengan perasaan Rissa? Jika dia menerimaku sementara aku telah menjadi kekasih wanita lain.

"Van. Kamu mengapa melamun?"

"Ah tidak apa-apa. Aku harus kembali kekamarku. Besok aku harus kembali ke Jakarta."

"Baiklah. Bolehkan aku meminta nomormu. Aku kan sudah menjadi kekasihmu." Aku menyebutkan sederet angka yang merupakan nomor ponselku.

Setelah itu aku langsung kembali kemarku dengan sejuta fikiran yang berterbangan diotakku. Kenapa semuanya menjadi bertambah rumit?

Apa aku yang menyebabkan semuanya bertambah rumit.

***

Rissa POV

Aku hanya memperhatikan gumpalan awan yang ada dibawah sana. Iya. Dibawah. Karena aku sedang berada dipesawat yang membawa kami kembali ke Jakarta.

Devan berada tepat didepanku namun sedari tadi kami hanya saling diam. Aku pun juga tak sanggup untuk mengajaknya berbicara. Teringat apa yang terjadi tadi malam. Hah..

"Devan." Panggilku pelan. Aku memutuskan memastikan semuanya. Walau sebenarnya semua yang terjadi tadi malam bukanlah mimpi namun benar adanya.

"Kenapa Riss?"

"Aku menerima permintaanmu malam itu." Ucapku seraya melihat langsung kematanya. Devan mengerjab kaget.

"Eee... " dia gugup. Tentu saja.

"Kamu memang masih sangat mencintai kekasihmu Dev." Kataku pelan.

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak pernah meminta untuk kamu melupakannya karena aku juga mempunyai seseorang di masa lalu. Namun kejadian tadi malam membuat aku sadar jika kamu tidak mencintaiku. Kamu... kamu hanya kasihan mungkin padaku." Devan menegakkan duduknya. Sepertinya dia tambah bingung dengan apa yang aku bicarakan.

"Kejadian tadi malam maksud kamu?"

"Kejadian ketika kamu menerima wanita lain sebagai kekasihmu hanya karena permintaan kekasihmu yang dahulu."

"Itu bukan 'hanya' Rissa. Tapi... tapi..." kali ini suara Devan agak meninggi. Seketika nyeri di dadaku terasa kembali. Hah.. memang apa yang kamu harapkan Rissa? Dia akan mengubah keputusannya?

"Aku mengerti Dev." Aku berusaha untuk tersenyum tipis. Inikah rasanya patah hati. Bahkan aku tak pernah merasakannya terhadap Mas Farhan. Memang beberapa kali aku merasa cemburu dengan teman wanita mas Farhan namun mas Farhan selalu tahu cara agar aku tidak cemburu lagi. Dan aku tak pernah merasakan sakit hati karena penolakan.

"Anggap saja aku tak pernah mengatakan hal tadi. Semoga kamu bahagia." Aku bangkit dari dudukku berencana untuk kekamar dimana Kiran tertidur pulas. Entah mengapa aku merasakan sedikit pening dikepalaku, mungkin karena kelelahan.

Aku berjalan melewati Devan namun pesawat sedikit bergoyang karena sedang menembus awan. Aku oleng karena goyangan tadi ditambah sakit dikepalaku. Mungkin harusnya aku sudah terjatuh jika Devan tidak menahanku.

"Kamu nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa. Aku mau kekamar dulu." Aku langsung pergi tanpa melihat lagi kearahnya. Jantungku bertalu cepat karena kontak fisik singkat kami tadi.

Aku masuk kesalahsatu kamar dimana didalamnya Kiran tertidur pulas. Badanku luruh dibalik pintu. Tidak. Aku tidak menangis. Namun rasanya sangat sakit. Kuhembuskan nafasku untuk sedikit menetralkan perasaanku.

Setelah sedikit tenang aku duduk dikursi yang ada di samping tempat tidur. Sepertinya aku harus memikirkan ulang bagaimana kehidupanku kedepannya. Keputusan apa yang harus kuambil.

***

Aku menjalankan mobilku membelah kota Jakarta menuju Taman Kanak-kanak dimana Kiran bersekolah. Ini hari jumat dan aku berencana untuk mengajak Kiran ke Bandung dan menghabiskan akhir minggu kami disana.

Telah seminggu lebih berlalu setelah kami pulang dari Bali. Namun Devan tak pernah sekalipun menghubungiku. Kiran beberapa kali menanyakan tentang Daddynya dan terpaksa aku harus berbohong jika daddynya sedang tidak bisa dihubungi. Entahlah. Aku merasa aneh jika aku harus menghubunginya terlebih dahulu setelah penolakannya terhadapku.

Tanpa terasa aku telah sampai di depan sekolah Kiran. Kiran yang melihatku langsung membuka pintu samping dan masuk kedalam mobil.

"Jadi ke Bandung Bun?"

"Jadi dong sayang. Tuh Bunda sudah bawa baju Kiran. Kiran mau ganti baju dulu?

Kiran memanjangkan badannya kebelakang dan mengambil tas yang berisi bajunya. Dia pun mengganti seragam sekolahnya dengan baju biasa.

"Memangnya kita mau kemana Bun?" aku berfikir sebentar. Sebenarnya aku juga bingung mau kemana saja selama di bandung.

"Kita ke trans studio saja. Kiran mau?"

"Mau bun."

Tanpa terasa kami telah berada di Bandung. Aku langsung memakirkan mobilku di halaman parkir hotel bintang 3 yang letaknya tak terlalu jauh dari trans studio Bandung.

Setelah check ini kami langsung bersiap-siap untuk menjalani wisata kuliner kami di Bandung. Yah sekalian makan malam.

"Bunda. Sebenarnya ada yang ingin Kiran tanyakan Bun?" Kata Kiran saat kami sedang bersiap-bersiap. Aku menghentikan aktifitasku memberikan foundation ke wajah.

"Kiran ingin tanya apa sayang?"

"Sebenarnya Daddy tidak menghubungi kita bukan karena daddy sibukkan bun? Sesibuk-sibuknya daddy tak mungkin dia tak menghubungi kita." Ucapan Kiran monohokku. Sudah kukatakan Kiran cukup cerdas. Bahkan cukup cerdas memahami situasi yang ada sekarang.

Aku masih terdiam. Tak tahu harus menjawab apa.

"Bunda marahan sama daddy?"

"Hanya masalah kecil saja sayang. Maafin bunda ya sayang. Nanti bunda hubungin daddy duluan supaya kiran bisa ketemu."

"Kiran minta maaf Bun." Aku melihatnya bingung. Kuhampiri dia yang sedang duduk di kasur dan berlutut didepannya.

"Kenapa Kiran meminta maaf?"

"Kiran memang mau kalau daddy menjadi daddy beneran untuk Kiran. Ayah pun juga begitu. Tapi kalau Bunda nggak mau Kiran nggak apa-apa bun. Kiran nggak mau buat Bunda sedih." Aku menatap mata Kiran lembut walau sebenarnya rasa nyeri itu datang kembali.

"Bunda... bunda nggak tahu Sayang. Bunda belum tahu apa yang akan terjadi."

"Bunda jangan sedih ya. Kiran sayang sama Bunda." Kupeluk Kiran dengan erat. Air mataku yang sedari tadi kutahan. Namun nyeri yang tadi amat sangat terasa mulai berkurang karena mantra dari Kiran.

Bukankah aku sering bilang jika Kiran adalah penyelamatku. Dia malaikatku.

"Maaf bunda belum bisa jadi bunda yang baik untuk Kiran." Yah bahkan aku merasa jika Kiran telah dewasa sebelum waktunya. Seharusnya anak seumuran dia belum memikirkan hal seperti ini.

"Bunda nggak jahat kok Bun. Kalau bunda jahat nanti bunda ditangkap pak polisi." Aku tertawa kecil mendengar ucapan Kiran yang polos itu.

"Yaudah ayo kita cari makan." Namun tiba-tiba ponselku berbunyi dan menampilkan nama Firly di layarnya.

"Halo Fir?"

"Apa kabar Ris?"

"Aku baik."

"Kamu ada dirumah?"

"Kebetulan aku sedang di Bandung ini. Jalan-jalan dengan Kiran."

"Oh ya. Menginap dimana?"

Aku pun menjawab pertanyaan Firly dengan menyebutkan nama hotel yang kutempati. Setelah itu dia mengakhiri pembicaraan kami. Aku dan Kiran pun bergegas keluar dari hotel untuk mengisi perut kami yang telah keroncongan.

***

Pukul 9.00 pagi aku dan Kiran telah siap untuk pergi jalan-jalan. rencananya kami akan berkeliling kota Bandung sebentar baru setelah itu ke Trans Studio Bandung. namun kami dikagetkan oleh suara ketukan pintu.

Apakah ada masalah dengan kamar ini?

Aku berjalan kearah pintu dan mendapati Firly berada di depan pintu dengan senyum yang menghiasi bibirnya.

"Sepertinya aku datang tepat waktu."

TBC

Maafkan saya baru bisa update. Saya udah libur namun entah mengapa inspirasi macet ditengah jalan. Maaf jika part ini kurang memuaskan.

Happy reading jangan lupa tinggalkan jejak.

Love, LED

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 114K 26
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
6.1M 316K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
1.9M 88.1K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
5.2M 64.1K 40
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...