Listen To My Heart

By lysitheadeimos

124K 7.5K 250

Masa lalu adalah hal terkejam bagi mereka. Kehilangan orang yang mereka cintai selama-lamanya membuat separuh... More

Prolog
1-Hidup Baru
2-Bertemu Kembali
4-Masa Lalu Mereka
5-Tamu
6-Ini Cinta
7-Bali in Love (1)
8-Bali In Love (2)
9-Penolakan
10-Kekasihnya
11-Semoga Engkau Bahagia
12-Aku Akan Berjuang
13-Mereka Datang Lagi
14-Lamaran
15-Maldives Manis (End)
Epilog
Promosi Cerita- Our Memories

3-Kapan Kalian Menikah

6.7K 459 4
By lysitheadeimos

Devan POV

Tuhan. Apa salahku sehingga Kau memberikan cobaan sedemikian berat. Aku tahu cobaan yang aku alami hanya akan berlangsung selama beberapa jam kedepan. Namun aku tak yakin aku akan sanggup melewatinya.

"Uncle ayo kesana..." Lenka menarik tanganku. Sehingga aku yang sedang menggendong Ravan kesusahan untuk mengimbanginya.

Ya. Cobaan yang kumaksud adalah berjalan-jalan di salah satu mall terbesar bersama kedua ponakanku. Bayangkan saja aku yang tak mempunyai anak harus menjaga dua anak di tempat yang sangat ramai seperti ini. Apalagi Ravan masih berumur satu tahun.

Padahal kalian tahu sendiri jika sekarang rawan akan penculikkan anak. Sementara kedua orang tua mereka dengan santainya menitipkan kepadaku.

Salahkan kedua kakakku yang ingin berpacaran dengan masing-masing pasangannya dan menitipkan anak mereka padaku yang masih jomblo ini.

Huh bagaimana aku bisa bertahan atas semua ini. Hingga tiba-tiba Ravan yang berada dalam gendonganku menangis. Oh.. bertambah lagi masalah.

"Uncle, dek Ravan nangis."

"Kalau gitu kita duduk dulu ya." Lenka menurut.

Aku langsung menggandeng Lenka ke tempat duduk yang tersedia di dekat eskalator. Aku berusaha untuk mendiamkan Ravan, namun dia masih menangis.

"Ravan, diam sayang. Ravan mau apa?" Ravan masih saja menangis.

Bagaimana ini? Biasanya kalau Ravan menangis seperti ini dia mau apa? Aku kan bukan orang tuanya. Bahkan terkadanf orangtua pun tak tahu apa yang diinginkan anaknya. Apalagi aku yang hanya berstatus pamannya.

"Devan." Aku mendengar namaku dipanggil. Dan aku melihatnya. Aku melihatnya bagaikan malaikat penyelamat. Wanita malaikat meskipun tak bersayap.

Dia seorang wanita dan seorang ibu.
Pasti dia bisa membantuku. Pasti.

***

Larissa POV

"Ada lagi yang mau Kiran beli?"

"Nggak Bun. Kiran cuma mau alat gambar aja kok."

"Ayo kita keluar." Aku pun menggandeng Kiran keluar dari toko buku yang juga menjual alat-alat tulis.

Alat menggambar Kiran sudah akan habis. Oleh karena itu dia meminta dibelikan alat menggambar yang baru. Walaupun suaranya tidak enak didengar namun hasil gambaran Kiran sangat bagus. Bahkan aku saja yang notabene adalah bundanya tak bisa menggambar sebagus dia.

Ketika aku akan turun melalui eskalator, aku mendengar suara anak menangis. Disana aku melihat seorang laki-laki sedang sibuk menenangkan anaknya. Kasihan sekali dia. Dimana istrinya? Apalagi disampingnya juga terdapat anak perempuan.

"Bund, itu adek Lenka." Ucap Kiran menunjuk kearah laki-laki tadi.

"Lenka siapa?"

"Itu loh, yang kemarin ada dirumah om ganteng. Loh itu om ganteng Bun."

Aku menoleh lagi kearah laki-laki tadi. Ah ya.. itu Devan. Tadi aku tak dapat melihat wajahnya karena terhalang anak laki-laki yang menangis di pangkuannya. Aku juga ingat anak perempuan yang disampingnya adalah anak yang waktu itu mengajak Kiran main.

Kiran menarik tanganku menuju kearah mereka.

"Devan." Laki-laki itu menoleh dan melihatku. Dia memandangku dengan pandangan yang.. entahlah. Seperti melihat malaikat penolong. Mungkin dia kesusahan untuk menenangkan anak itu.

"Rissa, bantu aku Ris. Kira-kira kalau dia nangis dia mau apa?" Pintanya dengan wajah memelas. Aku yang merasa iba pun langsung mendatanginya dan mengambil anak laki-laki ke dekapanku.

"Hush.. adek kenapa nangis? Ngantuk kah?" ku usap-usap rambut hitamnya dengan lembut.

"Mamam" jawab anak itu dengan masih sesenggukkan. Mamam? Makan?

"Adek lapar?" Tanyaku lagi seraya melihat matanya. Dia hanya mengangguk kecil. Ternyata anak ini lapar.

"Dia lapar Dev."

"Lapar? Ini memang sudah masuk jam makan siang ya. Maafkan uncle ya sayang. Ayo kita makan." Devan mengulurkan tangannya ke arah anak yang sedang kugendong. Namun dia malah mengeratkan pelukannya di leherku.

"Biar aku saja yang menggendong. Kamu jaga saja mereka berdua." Kataku seraya melihat Kiran dan anak perempuan yang bernama Lenka.

"Kiran, kita makan dulu ya sayang. Kasian adeknya kelaparan."

"Iya bun. Kiran juga udah lapar."

Akhirnya kami menuju ke salah satu restaurant yang menjual makanan khas indonesia dengan aku yang membawa anak laki-laki yang baru kuketahui bernama Ravan. Sedangkan Devan menggandeng Lenka dan Kiran di sisi sebelah kanan dan kirinya.

Ravan sudah berhenti menangis. Namun masih agak sedikit sesenggukkan.

"Sabar ya, sebentar lagi makanannya datang kok sayang."

"Iya adek, jangan nangis lagi ya." Kata Kiran yang juga berusaha menghibur Ravan. Ravan sedikit tertawa dan akhirnya Kiran dan Lenka sama-sama berusaha untuk menghibur Ravan.

"Terima kasih Ris. Aku nggak tahu kalau nggak ada kamu. Tadi orang-orang pada melihat kearahku. Mungkin mereka menyangka jika aku ini penculik." Aku tertawa kecil medengar ucapan Devan. Ya kali ada penculik setampan dia.

"Nggak masalah. Kemana orang tua mereka?" Tanyaku yang hanya dibalas Devan dengan dengusan.

"Ibunya Lenka sedang mabuk parah, jadi ayahnya Lenka fokus menemani. Sedangkan orangtua Ravan, palingan mereka kencan."

"Oh jadi orang tua mereka berbeda. Aku kira mereka satu orang tua."

"Nggak, aku punya dua kakak. Ravan dari abangku yang pertama sedangkan Lenka dari mbaku yang anak kedua. Aku anak terakhir." Aku mengangguk-angguk tidak jelas.

Hingga makanan pesanan kami pun datang. Aku menyuapi Ravan sedangkan Devan mengawasi cara makan Lenka yang berantakan. Berulang kali aku tertawa mendengar omelan Devan ke Lenka. Kiran pun tak henti-hentinya tertawa.

Sepertinya Kiran senang mempunyai teman baru. Syukurlah. Karena kebahagiaan Kiran adalah kebahagianku.

"Kiran, maaf ya. Gara-gara Om Kiran nggak jadi jalan-jalan."

"Nggak kok Om Ganteng, Kiran sudah selesai belanja sama Bunda. Lagipula Kiran senang jalan sama Om ganteng, Lenka sama Ravan."

"Ganteng? Bunda Lenka bilang Uncle Devan itu ganteng tapi kalau tidur kayak kebo." Aku langsung tertawa mendengar perkataan polos Lenka. Anak kecil tak pernah berbohong kan.

"Lenka. Jangan kasih tahu dong, kan uncle malu."

"Uncle kenapa malu? Memangnya kebo itu apa sih Uncle?" Wajah Devan memucat sementara tertawaku semakin kencang.

"Bunda kenapa? Kok kayaknya senang sekali. Apa yang lucu?" Kali ini Kiran yang bertanya. Alhasil aku mencoba menahan tawaku.

"Sudah tertawanya?" Wajah Devan sudah berubah masam.

"Gini Lenka Kiran. Jadi kalian masih kecil. Nanti kalau sudah besar pasti tahu sendiri kok. Makanya cepat besar dan belajar yang rajin ya."

"Oke Bunda "

"Oke tante." Jawab mereka semangat. Aku masih berusaha untuk tidak tertawa lagi mengingat kejadian tadi.

Ternyata laki-laki yang terlihat sempurna seperti Devan punya kekurangan juga. Salah satunya ya tadi. Kalau tidur seperti kebo. Hahaha

***
Devan POV

Sepertinya Rissa puas sekali tertawanya. Semua ini gara-gara mba Ara yang mengajarkan hal yang buruk kepada Lenka. Walaupun itu kenyataan. Hei.. aku memang hobi tidur ya. Tapi bukan kebo.

Sebel? Tentu saja. Tapi entah mengapa aku juga merasa senang. Ada perasaan aneh ketika melihat Rissa tertawa lepas. Tawanya yang renyah membuat mau tak mau aku tersenyum dikit. Dikit saja karena aku memang masih kesal.

Dulu Kanna adalah anak yang kalem. Dia jarang tertawa lepas begitu. Duh.. mengapa aku jadi membandingkan Kanna dengan Rissa.

"Ayo kita pulang. Kalian mau langsung pulang?" Tanyaku pada Rissa dan Kiran.

"Iya, kami akan langsung pulang. Kiran sepertinya lelah juga." Aku pun mengambil Ravan dari gendongan Rissa. Kali ini Ravan menurut karena perutnya sudah kenyang. Memang anaknya mba Rania.

Kami berpisah di jalan menuju mobil kami masing-masing. Aku membawa pelan mobilku keluar dari parkiran mall. Hingga di tengah jalan aku melihat Kiran yang sedang berdiri di samping sebuah mobil.

Aku pun memberhentikan mobilku dan menurunkan kaca mobil.

"Kiran."

"Om ganteng."

"Devan." Rissa juga kaget melihatku.

"Kenapa tidak pulang?"

"Oh ini Dev. Bannya bocor. Aku bawa ban serep sih. Tapi nggak bisa gantinya. Jadi aku mau menelpon salah satu karyawanku." Bannya bocor? Aku bisa saja sih membantunya. Namun aku kasian jika Ravan dan Lenka harus menunggu lebih lama lagi.

"Ayo ikut aku saja. Soal mobilmu biar diurus sama anak buahku. Nanti sore sudah ada ditokomu. Kamu kuantar pulang saja."

"Ah.. jangan Dev. Aku nggak mau ngerepotin."

"Nggak ngerepotin kok. Anggap saja sebagai balas saja karena kamu telah menolongku tadi. Ayo naik. Kasihan Kiran kelamaan di sini."

"Ayo Bun, kita ikut om ganteng saja."

"Kiran, kan bunda sudah bilang manggilnya om Devan."

"Iya bun. Hehehe." Aku hanya terkekeh melihat Rissa yang menegur Kiran.

Aku pun turun dari mobil. Mengeluarkan Ravan dari car seatnya. Lalu memberikannya kepada Rissa.

"Nggak apa-apa kan sambil memangku Ravan."

"Nggak masalah. Aku senang kok." Aku pun membuka bagasi belakang untuk meletakkan car seat milik Ravan. Alhasil Rissa duduk di sampingku dengan memangku Ravan, sedangkan Lenka dan Kiran duduk dibelakang.

"Rumahmu dimana?"

"Antar kami ke tokoku yang dijalan Roma saja. Kebetulan aku dan Kiran berniat menginap di toko."

"Kalau begitu nggak keberatan kan kalau mampir kerumah orangtuaku sebentar. Antarin Ravan sama Lenka. Searah kok."

"Iya nggak apa-apa."

Aku tersenyum mendengar jawaban. Sisi batinku berteriak bahagia. Mengapa aku bahagia? Apakah hal ini adalah hal yang spesial. Tapi aku merasa jika semua ini adalah benar. Sangat benar.

Akhirnya kami sampai Dirumah bunda. Ravan dan Lenka telah terlelap sedari tadi. Mungkin mereka sangat kelelahan. Apalagi Lenka yang sangat aktif tadi.

"Ravan biar aku yang bawa. Kamu bawa Lenka saja." Katanya dan aku langsung menyutujuinya. Aku juga ingin mempertemukan Rissa dengan orang tuaku. Mengapa? Aku juga tak mengerti.

"Kiran sama Bunda mampir sebentar ya. Bundanya mau bawa ade Ravan kedalam."

"Iya Om gan.. eh om Devan."

Aku segera membawa Lenka ke gendonganku. Kubawa Lenka dengan tangan kanan sementara ku gandeng tangan Kiran dengan tangan kiriku.

Aku baru menyadarinya. Ya.. sungguh aku baru menyadari jika sedari tadi kami seperti keluarga. Keluarga yang mempunyai tiga anak.

Keluarga? Segera kugelengkan kepalaku. Kanna pasti akan kecewa jika aku memiliki keluarga sendiri. Rissa juga pasti merasa seperti itu. Tidak. Rissa hanyalah wanita yang kebetulan menyelamatkan nyawaku.

Walaupun tak dapat kupungkiri jika aku nyaman bersamanya meskipun kami baru beberapa kali bertemu.

"Devan." Sambut bunda begitu aku melangkah masuk kedalam rumah. Ayah pun mengekori dibelakang Bunda. Dasar ayah. Maunya nempelin bunda terus.

"Bun, Lenka sama Ravan tertidur. Devan antar kekamar dulu ya. Kiran disini dulu sama eyang ya. Om sama Bunda mau antar adek Devan sama adek Lenka kekamar."

"Oke Om."

"Ayo Riss." Rissa mengikutiku ke lantai atas. Bukannya aku tidak menyadari jika ayah dan Bunda memandangku bingung karena tiba-tiba aku membawa seorang wanita dan seorang anak. Namun nanti sajalah kuceritakan yang baru saja terjadi.

Aku meletakkan Lenka dan Rissa meletakkan Ravan di tempat tidur besar yang dulu milik Bang Novan. Setelah mengatur suhu ruangan aku dan Rissa kembali kebawah. Dan disana aku melihat Kiran yang sedang bercanda dengan ayah dan Bunda. Bahkan aku melihat ayah tertawa ketika Kiran menceritakan sesuatu.

"Yah Bun."

"Devan kesini dulu. Ada yang ingin kami tanyakan pada kalian."

Kalian? Tuhkan pasti bunda salah paham lagi.

"Kiran mau es krim?"

"Mau eyang."

"Kalau gitu Kiran kebelakang dulu ya sama mbak Sinah ambil es Krim."

"Oke eyang..." kiran pun meninggalkan kami. Aku melihat Rissa menjadi canggung. Mungkin dia sadar jika orang tuaku salah paham atas hubungan kami yang memang tak memiliki hubungan apa-apa.

"Jadi kapan kalian menikah?"

"HEEEHHH"

TBC

Saya potong. Biar bikin penasaran. Maaf ya kalau part ini agak mengecewakan. Tapi dibagian akhir saya buatnya sambil ngakak sendiri.

Okee.. happy reading! Jangan lupa tinggalkan jejak.
Love, LED



Continue Reading

You'll Also Like

4.7M 174K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
8.3M 517K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
6M 704K 53
FIKSI YA DIK! Davero Kalla Ardiaz, watak dinginnya seketika luluh saat melihat balita malang dan perempuan yang merawatnya. Reina Berish Daisy, perem...
30.2M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...