Broken Vow (SERIES 2)

By secretblackbook

1.4M 98.9K 6.5K

KINARA HADIKUSUMA. "Apa kabar?" "Bagaimana hidupmu tanpa aku?" "Setiap detak denyut nadiku, Aku selalu memik... More

Catatan Kaki Oi Sandra
How to Read BV
1. A Letter to Raka
2. Throw·back 1
3. A cup of coffee
4. Throw•back 2
5. Kinara's Plan
6. Throw•back 3
7. Moved
8. Throw•back 4
9. Definition of Love (21+)
10. Throw•back 5
11. The intersection
12. Throw•back 6
13. Run Away
14. Throw•back 7
15. Heaven
INFO
17. Mine
18. Truth and Tears
19. Throw•back 9
20. Scared : Part 1
21. Scared : part 2
22. Jared's Blessing
23. Let Him In
24. Rice, Prawn Crackers & Soy Sauce
25. Who is she?
26. Throw•back 10
27. Chaos : Part 1
28. Throwback 11
29. Chaos : Part 2
30. Throw•back : Special Edition
31. A Little Punch
32. A Little Hug
33. Do-Fun
34. Cured
35. Baking Soda
36. B.y.e
37. A Red Box
38. It is Real
39. A Letter to The father of my children
Extra : Episode 1
Extra : Episode 2
Extra : Episode 3
A Letter for Onti
Dear Onti

16. Throw•back 8

24K 2K 170
By secretblackbook

Indonesia 2008
Kinara

Dua hari setelah kejadian Raka menemukan bekas luka di sekujur tubuhku, Kak Arya datang dengan pesan singkat berisi ia tak ingin menemuiku lagi. Aku sempat mengajaknya bertemu dan berbicara tapi ia hanya berkata bahwa kita sudah seharusnya masing-masing saja. Di halaman belakang sekolah, aku bisa melihat punggungnya menjauh setelah memutuskanku tanpa penjelasan yang gamblang. Walau pada awalnya aku menerima Kak Arya hanya karna pelampiasan untuk melupakan Raka tapi sedikit banyak Kak Arya telah memberiku hari-hari yang menyenangkan.

Hari-hari berlalu seperti hari-hari yang lain dimana aku banyak menghabiskan waktu dengan Raka, pertemanan kami telah kembali pada sedia kala. Kami berdua kembali menghabiskan waktu hanya untuk belajar bersama setelah pulang sekolah atau jalan ke Mall jika sedang suntuk. Tak terasa sudah setahun berlalu kami berdua sudah naik kelas tiga, detik-detik ujian akhir mulai mengahantui. Les tambahan dan try out mulai menghiasi hari-hari kami demi mempersiapkan mental menghadapi tiga hari sakral.

Sepulang bimbingan belajar aku belum ingin pulang, Ayah sedang rapat diluar kota. Rumah terasa sepi, hingga aku meminta Raka untuk menculikku. Raka langsung melajukan motornya ke tempat favorite Raka, ke atas gedung pencangkar langit milik Barata Group. Motor Raka berhenti sembarangan di lobi kantor, kemudian menarikku masuk ke dalam sebuah gedung pencakar langit setelah ia melambaikan salam kepada satpam penjaga. Dari gerak tubuhnya, satpam itu terlihat sangat hormat kepada Raka. Selama ini aku tak pernah tahu bahwa Raka Barata adalah anak dari seorang pengusaha yang selalu masuk majalah SWA sebagai perusahaan termaju di Asia. Raka dengan sifat low profile-nya tak pernah bersombong ria atas kekayaan orang tuanya.

Lift berdenting di angka 25 menampakan ruangan ruangan kerja dan meeting yang sudah redup, terkesan sedikit mengerikan. Aku mempererat tautan jariku pada jemari Raka. Raka membawa tanganku menuju salah satu lorong yang berujung pada suatu pintu, mengeluarkan kunci yang tadi diberikan satpam dari saku kemeja seragamnya, Raka memutar kunci. Tersuguhlah tangga-tangga yang langsung menghubungkan dengan pintu di atas. Saat sudah berada di anak tangga paling atas, Raka mendorong pintu putih, dan terpapanglah hamparan rooftop gedung ini.

Sang matahari sudah berganti menjadi rembulan, bersinar diantara langit kelam. Sedikit limbung dan berdebar saat mendekat ke pagar pembatas, tapi itu semua tak mengurungkan niatku semakin mendekat.

Angin malam langsung menyerbu, menerbangkan poni dan helaian-helaian rambut yang sudah keluar dari ikatanya. Ada pagar-pagar besi yang membatasi area gedung dan udara luas setinggi dada. Aku langsung melempar tasku ke sembarang arah lalu berlari ke pagar besi. Bibirku tak henti-hentinya bergumam takjub melihat ke bawah, pemandangan yang luar biasa. Keindahan lampu-lampu kota bagaikan bintang yang ada di atas tanah.

Aku membalikan badanku mencari sosok Raka, yang aku dapati sedang tersenyum sembari duduk menekuk lututnya di tengah-tengah rooftop. Kakiku beranjak ke arahnya lalu duduk di sebelahnya. "Rak tempat ini keren banget"

"Ini belum apa-apa, lemme show you the best part. Come on, close your eyes!" perintahnya.

Aku lalu perlahan menutup mataku, berdebar menanti apa yang akan ditunjukan oleh Raka. Perlahan aku dapat merasakan hangat yang datang dari jari Raka menjalar ke bahuku. Aku ingin mengintip saat merasakan hangat hembusan nafas Raka di telingaku, tapi lagi-lagi aku tak berani.

"Lay down here," bisiknya.

Aku lalu mengambil posisi berbaring masih dengan memejamkan mata, aku penasaran apa yang sedang Raka lalukan. Wangi tubuh Raka menyerang indra penciumanku dan kemudian ada rasa hangat menyelimuti bagian atas tubuhku dengan jaket jeansnya.

"Open your eyes," bisiknya di telingaku dengan suata seraknya.

Perlahan aku membuka mataku langsung menatap langit, berkali lipat lebih takjub dari sebelumnya. Langit malam itu begitu indah bertabur ratusan bintang entahlah mungkin ribuan, atau jutaan, aku tak bisa menghitung pasti. Kecantikan malam tak lupa dilengkapi dengan bulan sabit. Belum pernah aku melihat bintang sebanyak ini. Langit malam kali ini benar-benar berkerlap-kelip, indah.

"God! Sumpah Rak, benar-benar indah disini, aku belum pernah ngeliat bintang sebanyak ini," ucapku kegirangan.

"Aku selalu suka bintang. Aku merasa lebih dekat kalo ngeliat mereka dari disini," Ujar Raka.

Aku melirik ke samping ternyata Raka sudah tidur terlentang sama sepertiku. Satu lengannya ia lipat disimpan dibelakang kepalanya sebagai bantal, sementara tangan satunya ia simpan di samping tubuhnya. Jarak semakin menipis, lengan yang dia simpan di samping tubuhnya melekat dengan lenganku. Dalam jarak yang sangat dekat ini aku bisa melihat Raka memandang langit dengan tatapan kagum.

"Waktu aku masih kecil, aku suka ke kantor ini sama adik aku buat minta papah makan siang atau pulang, tapi selalu aja sia-sia karna papah selalu sibuk. Karna bosen nunggu papah, aku dianter keliling keliling sama satpam yang tadi di depan. Dulu adik aku seneng banget ngeliat bintang dari sini atau dari atap rumah, saking senengnya ngeliat bintang tapi gengsi minta duit sama papah akhirnya aku bikinin dia teleskop," katanya

Kepalaku langsung menoleh ke arah Raka, "Bikin teleskop sendiri? Wow, its amazing!!!"

Raka terkekeh masih menatap langit "Gak se-amazing itu kok. Bikinnya gampang banget, tinggal lapisin kaleng pringles pake karton item terus kamu pasang deh pake kaca pembesar."

Aku mengendus sambil memutar bola mataku, "Ya gampang buat kamu."

Raka hanya terdiam. Aku kembali menoleh ke atas, mengagumi keindahan yang Tuhan berikan.

"Kata kamu, mamaku ada diantara bintang-bintang itu gak?" Tanyaku menerawang sambil menilik bintang di angkasa satu persatu.

Aku bisa mersakan sekarang Raka memandang diriku, "Maksud kamu?"

"Kak Katia pernah bilang, katanya kalo orang meninggal, dia bakalan berubah jadi bintang. Kalo kita berdua lagi kangen sama Mama biasanya kita mandangin langit dari balkon, berharap mama lagi ngeliat kita dari langit. Menurut kamu, apa mamaku ada diantara bintang-bintang itu ya Rak?" Tanyaku sambil menoleh pada Raka.

Dalam sekejap jantungku berdebar kencang, aku bisa merasakan pipiku menghangat ketika aku merasakan tangan Raka menyusup dibalik jaket dan menggenggam tanganku erat. Pola melingkar berupa elusan - elusan halus yang dibuat ibu jarinya di sekiar punggung tanganku membuat sesuatu mendesir diperutku. Ingin sekali aku menoleh ke arah Raka, melihat wajahnya. Namun jika aku menoleh, jarak antar kepala kita semakin tidak ada. Jadi aku berpuas diri menatap langit sambil merasakan tangan besarnya yang hangat

"Ada sebagian orang suatu etnis tertentu mengumpamakan bintang adalah arwah orang yang udah meninggal. Tapi menutut teori ilmiah, Bintang adalah semua benda langit yang dapat memancarkan cahaya sendiri. Mama kamu gak ada di atas sana. Yang jelas, mama kamu akan selalu ada disini...."

Raka menghentikan ucapannya membuatku penasaran dan akhirnya menoleh. Jantungku berdebar-debar saat menatap mata indah Raka. Tatapanya begitu dalam, seperti sedang menelanjangi mataku. Deru hangat nafasnya terasa di sekitar wajahku.

"Dimana?"

Raka perlahan namun pasti mendekatkan kepalanya membuat dadannya berubah posisi sekarang tidur menyamping. Bukannya memejamkan mataku, aku tetap memandang dalam mata Raka, berdebar apa yang akan ia lakukan. Angin malam tiba-tiba tak terasa lagi saat bibir Raka menempel di keningku, lama. Perlahan aku menutupkan mataku, berusaha menyerap seluruh kenangan malam ini. Aku dan Raka tidur terlentang dibawah langit bertabur bintang, dan Raka mencium keningku.

Ya, aku akan ingat hari ini.

Ciuman Raka berpindah setelah kening sekarang ia sedang menciumi puncak kepalaku.

"Disini, di otak kamu. Mama kamu akan selalu ada disana, di cerebrum," ucap Raka dengan wajah yang selalu bisa menggetarkan hati ketika berbicara menggunakan bahasa-bahasa rumit yang tidak aku mengerti.

"Cerebrum atau otak besar itu salah satu fungsinya buat nyimpen ingatan jangka pendek dan jangka panjang. Mama kamu hidup dalam diri kamu, Nar. Dia gak jauh-jauh ada di langit. Mama kamu hidup disana, diingatan kamu. Lebih deket kan dibanding jarak kamu sama bintang yang ada di langit?" Jelas Raka

Aku tertegun dengan semua penjelasan ilmiah yang Raka jabarkan dengan sangat jelas. Aku kembali terhanyut dalam jalinan film tanpa suara yang bermain di otakku. Disana. Benar. Mama ada di dalam ingatanku. Sosoknya yang cantik sangat mempesona.

Raka menarik tanganku, saat bibirnya terasa di punggung tanganku membuat aku kembali sadar kini sedang berada disini bersamanya.

"Kamu tau gak? Saat kita ngeliat bintang, kita sama aja kaya lagi ngeliat masa lalu," jelasnya lagi

Aku menoleh sambil menyiritkan dahiku kembali tidak mengerti bahasa-bahasa alien yang sedang ia gunakan. Oh otakku, kenapa kamu beku.

"Bintang jaraknya bermacam-macam, bisa bermilyar-milyar kilometer bahkan bertriliyun kilometer. Karna jarak yang jauh jadi cahaya bintang memiliki waktu tempuh untuk bisa sampai ke bumi. Waktu tempuh inilah yang bikin perbedaan waktu, pas cahaya bintang itu sampai ke mata kita yang ada dibumi"

Aku mengangguk angukan kepala tanda mengerti. Memandang lagi langit yang penuh kilauan berlian. "Jadi, cahaya bintang yang kita liat sekarang, itu dipancarin bintang beberapa waktu yang lalu? Gitu?"

Dari sudut mataku aku bisa melihat Raka menganggukan kepalanya, tangan Raka terulur ke atas menunjuk salah satu bintang yang cukup terang. "Yap, misalnya bintang itu jaraknya jauh banget dari bumi, otomatis dia butuh waktu banyak buat cahayanya sampe bumi. Bisa aja cahaya yang kita liat sekarang adalah cahaya yang dia pancarin bertahun-tahun lalu. Itu sebabnya kalo kita lagi liat bintang, sama aja kaya kita lagi ngeliat masa lalu."

"Terus apa yang bintang itu lagi lakuin sekarang?" Tanyaku menyelidik

Raka menggeleng, "Bisa aja bintang itu sekarang udah meledak, karna cahaya yang kita liat sekarang itu cuma cahaya yang dia pancarin beberapa taun lalu. Buat tahu apa yang terjadi sama bintang itu sekarang, kita harus nunggu bertaun-taun mendatang."

Aku kemudian tertawa merasa geli dengan tingkahku dulu, "Tahu gak, Rak? Aku selalu mandangin bintang sambil bayangin masa depan aku... Eh ternyata yang aku liat masa lalu"

Aku dan Raka melempar pandangan lagi ke atas memanjakan mata dengan lukisan langit yang tuhan ciptakan. Sesekali Raka membawa tanganku untuk ia cium. Hanya ada Raka, aku dan keheningan. Aku tak pernah keberatan berbagi keheningan bersama Raka.

Rasanya begitu damai.

"Rak," panggilku dan hanya ditanggapi tatapan oleh Raka, "Apa rencana kamu buat masa depan?"

"Apa kita lagi interview kerjaan?" Tanya Raka seakan geli dengan pertanyaanku.

"Just answer it!"

Aku melihat dahi Raka berkerut, "I dont know, aku belum punya rencana buat masa depan."

Aku memandang Raka tidak percaya, "Seorang Raka belum punya rencana masa depan? Are you kidding me?" Tanyaku menyelidik. Raka hanya mengangguk. Aku lalu mengambil posisi menyamping menghadap Raka begitupun Raka.

"Kalo kamu belum punya rencana, biar aku bantu. Apa ada sesuatu yang pengen kamu lakuin taun depan? Kuliah misalnya. Orang yang bikin teleskop sendiri, biasanya kuliah"

Alis Raka naik tanda ia sedang berfikir, "Ada sih pikiran buat kuliah, tapi aku belum tahu aku harus milih apa."

"Ok, aku bakalan ngomong duluan, Aku bakalan studi tentang bahasa, aku selalu pengen punya buku dongeng aku sendiri. Itu mimpi sampingan aku. Sementara mimpi besar aku... I always dream to be a good wifey and mom for my children. Aku bakalan jadi penulis selagi aku jadi ibu rumah tangga. Terus aku bakalan kursus masak, kursus jahit, kursus merajut. Pokonya semua kursus buat jadi ibu rumah tangga yang baik."

Aku lagi-lagi bisa melihat Raka menyiritkan dahinya merasa aneh dengan kata-kataku, memang semua orang yang mendengarnya pasti heran. "Jadi ibu rumah tangga yang kerja sambilan jadi penulis? Apa gak kebalik?"

"Nope. Pekerjaan utama aku jadi ibu rumah tangga, bukan wanita karir. Aku gak pernah berfikir jadi wanita karir," Ucapku kembali merebahkan diriku menatap langit. Sementara Raka sekarang menopang kepalanya dengan lengannya posisinya miring menghadapku, "Okay...Once. I dreamed to be a doctor. You know my mom? Dulu aku pernah berangan-angan bisa nyembuhin orang-orang yang punya penyakit sama kayak mama, penyakit jantung. Tapi kayaknya gak mungkin dengan kapasitas otak aku. Mungkin kalo aku sejenius kamu, aku bakalan studi kedokteran. But i try to be realistic."

Raka menganggukan kepalanya, "Well, mimpi kamu sangat mulia. It's interesting"

Aku sekarang menggeleng geli mendengar ucapan Raka yang asing di telingaku, "Interesting huh? Many people always look at me funny when i say something like that cause they feel bad for me, mereka pikir aku cewek kuno yang gak punya ambisi. I know that face!" Aku menujuk wajah Raka menyentil hidungnya. Aku tahu ekspresi itu, banyak orang yang memberi tatapan iba kepadaku saat aku mengutarakan ingin menjadi ibu rumah tangga.

"Sorry, im not. Im sorry, i wasn't try to look at you funny. Aku cuma mikir, kamu bener-bener beda dibanding cewe-cewe lain."

Aku menyulum senyum pada Raka lalu menggeleng kecil, "Its fine. I dont know, i mean it worked for my mom. And i always thought that i'd do the same. Jadi ibu rumah tangga yang baik itu juga kerjaan gak gampang. Jadi ibu rumah tangga itu susah, Rak. Kamu harus bisa jadi pembantu, kamu harus bisa jadi koki, kamu harus bisa jadi guru les buat anak kamu, kamu harus bisa jadi manager keuangan. Tanpa ada waktu libur atau cuti terus tanpa uang bonus. Banyak orang nganggep ibu rumah tangga adalah hal remeh. Tapi menurut aku engga" jelasku pada Raka, dan Raka semakin menatapku intens membuat aku meleleh hingga aku harus melanjutkan ucapanku agar aku bisa menghindari tatapan elangnya.

"Banyak ibu yang berkarier gak bisa ngurus anaknya. Aku selalu pengen nyiapin seluruh pakaian suami aku, anak-anak aku, bikin sarapan, nganter suami aku kerja sampe depan pintu, terus nganter jemput anak-anak aku sekolah terus abis itu aku ngisi waktu luang bersih-bersih seluruh rumah. Bikin taman bunga kecil-kecilan di halaman. Sambil kadang aku bikin buku dongeng tau novel," lanjutku tak kalah antusias memberitahu mimpiku.

Tubuhku kembali membeku saat aku merasakan jari-jari Raka mengusap pipiku. Mungkin sekarang pipiku sedang bersemu merah karna malu.

"Its wonderful dream. I wish you have a Happy family"

"No, it isnt happy family. It will be a big happy family. Setidaknya, aku pengen punya dua anak," aku mengacungkan jari tengah dan telujukku, "a lil daughter and a strong son, i wanna name my lil girl Janet."

Aku bisa melihat Raka mengerucutkan bibirnya, "Nama yang bagus. Janet? Apa artinya?"

"Anugerah. Karna aku yakin dia adalah anugerah yang terindah yag akan dikirim Tuhan,"

Jari lentik Raka sekarang berpindah menelusuri poniku lagi-lagi membuat aku harus menahan nafas atas sentuhannya, "Terus... Siapa nama anak cowo kamu?"

Selama ini, aku tak pernah memikirkan nama untuk anak laki-laki. Aku berfikir menyiritkan dahiku membuat kerutan kerutan membuat Raka lalu menelus dahiku lembut seperti menghapus kerutan-kerutan yang aku buat. "Belum aku pikirin, mungkin nanti suami aku yang bakalan kasih. Kalo kamu Rak, siapa nama yang bakalan kamu kasih buat anak kamu?"

Jemari Raka berhenti mengelus dahiku sekarang berpindah memainkan helaian rambutku, "we talked about this, Kinara. Aku gak punya rencana buat punya bayi atau anak"

"Kita cuma berandai-andai Rak... Misalnya mungkin kamu adopsi anak atau kamu gak sengaja bikin anak gitu. Who knows? So hurry up! Pick one name."

Sekarang giliran Raka yang mengerutkan keningnya. Aku heran kenapa harus berfikir keras. Hanya satu nama anak tidak lebih susah dibanding ia berbiara tentang bagian otak.

Raka mendesah fruatasi setepah beberapa gumaman. "Err.. I cant find a girl name. Mungkin kalo anaknya cewe, sama kayak kamu, aku bakalan ngebiarin ibu dari anak aku buat ngasih nama bayi itu. Tapi kalo cowo..." Ucapan Raka menggantung di udara membuat aku tak sabaran, "Kalo cowo?" Tanyaku mengulang kalimat Raka

Raka yang sedang dalam posisi menyamping langsung membanting tubuhnya rebahan. "Give me one minute."

Sekarang giliranku tak sabar menunggu jawaban Raka, aku mengubah posisiku. Menyimpan daguku di atas tangan bertumpu pada dada Raka. Pada posisi ini, aku bisa merasakan debar jantung Raka dan hembusan nafasnya

"Udah nemu namanya?"

Raka mengelus kedua pipiku, rasa dingin dipipiku perlahan hilang karna telapak tanganya. "Karna aku suka karakter Sam Winchester di serial supernatural. He is super cool, teliti, serius like me, aku bakalan kasih nama buat anak aku Jared from Jared Padalecki."

Aku benar-benar bisa membayangkan bagaimana rupa seorang anak laki-laki yang gemar membaca buku, teliti, dan serius. Sangat miniatur Raka. He will be like his dad. Genius baby.

Terkekeh dengan bayangan anak Raka, Raka menyiritkan dahinya saat mendengar tawaku. "Jared and Janet. Anak aku dan anak kamu sama-sama berwal huruf J. The Double J. Its cute, right?"

Mataku bertemu dengan mata Raka yang menenangkan, senyum lebarku hilang digantikan dengan senyum tipis malu-malu karna salah tingkah dibawah tatapan Raka. Raka melarikan jarinya diatas bibir bawahku, mengelusnya lembut.

"I'll kiss you," bisik Raka serak berhembus seperti angin malam membuatku terpaku menatap matanya yang sedang menatap bibirku


"Bukan di pipi kamu. But with my lips on your lips"

Continue Reading

You'll Also Like

868K 2.4K 6
Kisah Perselingkuhan penuh gairah, dari berbagai latar belakang Publish ulang di wattpad!
1.7M 211K 58
Hi, aku Silka Loekito, employee no 27 from start up company Mother& Me. Aku direkrut langsung oleh Mbak Mel, employee no 2. Aku juga single mom deng...
1.9M 183K 58
[Season kedua dari : Do you remember your first cup of coffee] Bahwasanya setelah patah dan hancur lebur bersama kehilangan bertubi-tubi yang ia rasa...
284K 26.2K 48
Nad mencintai Agga setulus saat ia menerima hanya makan mie hampir kadaluarsa di rumah Agga. Kisah ini bermula saat Nad menerima Agga sebagai pacarn...