"Skypaper"

By pipitsimatupang

219K 6K 124

"Aku mencintainya, sejak pertama kali Tuhan mentakdirkannya untuk bertemu denganku. Tapi apa? Aku serasa la... More

1. Aku imelda
2. Jauh sebelum ini
3. Sekali Seumur Hidup
4. In (not) Dream
5. Semburat tanya dalam amarah
6. "mungkin, karena aku mecintainya"
7. Sky
8. Separuh nafasku
9. Kiss???
10. Pilihan
11. Double date
13. Animals
14. Hollyshit !
15. BFF
16. Nervoes
17 my Mom is Crazy
18. Garis bersinggungan
19. 'Pelampiasan?'
20. katakanlah aku egois
21. "Aku berhenti--!"
22. "...Aku dan amarahku "
23. "...kematian jiwaku"

12. Sahabat jadi cinta?

6.2K 243 6
By pipitsimatupang

Sebenarnya ini cerita siapa ?
Imel dan Arjuna atau Imel dan Sky ?

Haha

Yuk ikuti alurnya aja
Apa yang sebenarnya yang akan terjadi !

Happy reading yah

------------------------------------------

Aku juga sebenarnya tidak tahu entah kemana Sky membawaku. Dari tadi aku bertanya tapi dia tidak juga mau menjawab, hingga aku jenuh dan memilih untuk tutup mulut saja.

Seperti yang dikatakannya tadi 'ikuti saja alurnya, dan diamlah !' Dan aku memilih diam dan duduk manis dibelakangnya.

Dan ternyata, dia membawaku ke pasar malam. Hua... mataku mendadak berbinar bahagia terpaku turun dari motor dan berjalan serasa terhipnotis. Aku sudah sangat lama tidak pergi ketempat ini.

"Mau bermain?" Suara Sky mengembalikan kesadaranku, dan uluran tangannya tepat didepanku.

Tanpa babibu, aku langsung menyambut tangannya dan berlari kecil memasuki area pasar malam.

"Sky--aku mau main itu, itu, itu, dan itu. Aku mau semuanya Sky, aku sudah lama tidak kesini" rengekku menggoyang tangannya seperti anak kecil meminta permen.

"Bisa satu-satu nona ?" Cengirnya dengan nada sok kesal, namun tetap tersungging senyuman kecil disana. Karena kami, sama-sama merindukan saat-saat seperti ini.

"Hm...kita naik kereta api!!!" Teriakku menyeretnya berlari ke arena bermain.

Selagi Sky antri untuk membeli tiket, aku membeli kembang manis.

"Siap?!" Ucap Sky

"Siap!!!" Tantangku.

Lalu kereta api itu melaju berlahan, dan semakin lama semakin cepat. Diiringi teriakan para penumpangnya.

Hari ini kami hanya tertawa memainkan semua permainan yang ada disini.

Dan aku tidak bisa melupakan bagaimana pucatnya wajah Sky saat kami baru keluar dari gua setan. Dia memang payah, dari dulu tidak pernah berubah. Selalu takut dengan semua hal yang berbau horor.

"Berhenti menertawaiku Rain!" Kesalnya masih mengatur tempo nafasnya yang masih tersenggal-senggal.

Akupun membekap mulutku agar berhenti tertawa lalu memegangi perutku yang terasa sakit "Okey, tapi andai--"aku masih sulit untuk menghentikan tawaku, lalu aku menarik nafas lalu berlahan menghembuskannya "okey.. lihatlah wajahmu, kau semakin tampan saja bila ketakutan seperti itu..Huahaha" tawaku tak bisa ku bendung dan pecah begitu saja.

"Whatever! Sekarang kau harus ikutin permainan yang kupilih !" Tantangnya.

Seketika tawaku terhenti lalu aku melipat tanganku didepan dada melihatnya serius "well.. Apa? Aku tidak pernah takut pada apapun" kataku angkuh.

"Oh yah...?? kincir.angin." katanya mengejek.

Oh yah--aku takut bahkan sangat takut. Apalagi jika sudah berhenti tepat diatas, aku sungguh sangat-sangat takut. Padahal dengan permainan lainnya aku tidak takut, entahlah. Aku juga bingung.

Aku mencoba menutupi keraguanku "Haha... itu saja? Aku tidak takut!"

"Okey kalau gitu ! Tapi kau yakin..." Godanya.

"Ii--iia"

"Ingat terakhir kali kita bermain ini?"

"Diamlah! Bukankah itu sudah sangat lama?! Aku tidak takut lagi kok!" Kesalku dengan tangan yang mengurai begitu saja.

"Oh yah?"

"Sky !" Aku langsung berjalan meninggalkannya, menuju permainan kincir angin.

Aku masih sangat ingat, terakhir habis bermain ini aku muntah-muntah dan kepalaku sangat-sangat berdenyut. Uh, aku benci saat seperti itu. Dan itu terjadi saat malam dimana-- esoknya Sky akan berangkat ke Bandung!

Jeg!

Langkahku terhenti dan berlahan menatapnya yang masih nyengir dibelakangku. Melihat mimik wajahku yang serius dia langsung terdiam dengan alis matanya yang saling bertautan.

Aku berjalan mendekatinya dan berhenti kurang lebih dengan jarak 1 meter "Apa kau mengajakku kesini, untuk mengulang hal yang sama?"

"What ?" Dia menatapku bingung dan berjalan mendekatiku "What have'n ?"

"Kau mengajakku persis dimana 8 tahun lalu kau juga mengajakku kesini untuk perpisahan. Iakan?!! Kau akan meninggalkanku lagi?! Secepat ini?! Kau baru kembali dan sekarang sudah akan pergi, kau MENPERMAINKANKU!" Teriakku penuh kekesalan dengan airmata yang entah sejak kapan mengalir.

"Imel kecilkan suaramu" ucapnya penuh kepanikan mendekatiku.

Aku melihat kesekeliling kami, tidak terlalu banyak orang. Karena ini sudah tengah malam, bahkan pasar malam pun akan segera tutup ,hanya beberapa saja permainan yang masih beroperasi "Apa maksudmu mengajakku kesini?"

Dia berhenti tepat didepanku "Karena aku merindukan tempat ini dan saat-saat bersamamu"

"Lalu meninggalkanku?"

"Mel...aku--"

"Kapan? Kapan kau akan pergi?" Kataku lirih membiarkan butiran sialan ini mengalir.

"Besok--" tampak ketakutan, dia mengatakannya. Dia sudah tahu pasti aku akan marah.

Aku mencoba meredam emosiku dan menarik nafas menghembuskannya berlahan "Hanya 3 hari kau disini ? Untuk apa Sky? Untuk apa kau datang kesini jika pergi secepat ini?"

Tanyaku lirih menahan sesak yang bergemuruh didadaku "untuk mengucapkan Happy birthday ? Hm...?Lewat telfon, WA atau lainnya pun kau bisa melakukannya!?" bibirku gemetar menahan tangisku, sungguh aku masih sangat merindukannya. Aku masih ingin bersamanya, aku belum siap menjalani keadaanku yang sekarang yang masih terasa sangat rumit.

Aku.butuh.dia !

"Mel.. kau tahu kalau aku akan memegang cabang restoran kami disana, tidak banyak waktu lagi Mel. Aku harus pulang untuk mempersiapkannya. Mengertilah " erangnya menyisir rambutnya kasar dengan jari-jarinya. Terlihat dia amat sangat frustrasi "besok pagi jam 8 aku harus sudah berangkat Mel"

"Hm...."aku tersenyum mengejek menggigit bibir bawahku, mengalihkan pandanganku kearah yang lain "pergilah! Dan tak usah kembali !" Ucapku berbalik.

Dia segera menarik tanganku "Kau mau kemana? Kau tidak bisa pergi dengan keadaan seperti ini"

Aku menghempaskan tangannya "Tentu saja mau pulang! Kau pikir, kemana lagi?!!" Bentakku dengan pupil mataku yang melebar sempurna menatapnya geram.

"Aku yang akan mengantarmu !" dia kembali menarik tanganku untuk berjalan mengikutinya .

Aku menghempaskan tangannya. Lagi. Hingga aku mendengar geramannya melirikku. Lalu aku mengangkat tangan kiriku dan menunjukkan cincin yang melingkar dijari manisku "Kau lihat, aku sudah menikah. Aku sudah punya suami yang bertanggung jawab atas diriku! Jadi, kau.tidak.perlu mengkhawatirkanku !" Kataku dengan penuh penekanan yang berhasil membuatnya membeku ditempat. Diam tak berkutik menatapku.

Aku langsung berlari cepat meninggalkannya dan menghentikan taksi. Menangis sepuasku.

Mungkin tangisku ini terkesan berlebihan, seakan kami ini adalah sepasang kekasih. Tapi buatku dia lebih dari kekasih untukku.

Apa pernah aku katakan bahwa Sky adalah segalanya bagiku? Dia nafasku? Dia belahan jiwaku? Dia semangatku? Hanya dia, bahkan cuma dia menjadi alasanku untuk bertahan sampai dititik ini? Pernah! Dan selamanya, arti dirinya dihidupku takkan berubah! Dia sahabatku! Melebihi keluarga untukku.

Airmataku tak hentinya menetes. Ya Tuhan, kenapa sakit ini 2 kali lipat dari yang kurasakan 8 tahun lalu, saat dia meninggalkanku. Jika boleh memilih aku ingin ikut bersamanya, aku ingin melangkah kemana dia akan melangkah. Aku mau berada disisinya. Aku mau melewati setiap detikku dengannya. Aku mau!

Tidak terasa alamat yang kutujukan pada supir taksi ternyata sampai juga.
Buru-buru aku membayar dan berlari kecil memasuki rumah. Saat aku membuka pintu, ternyata terkunci.

Oh shit ! Apa mereka berharap aku tidak pulang?! Apakah mereka tidak ingin adegan percintaan mereka terganggu oleh ku?!

Dengan kesal aku mengobrak pintu itu, mengepal keras gagangnya. Namun pintu sialan itu tidak mau terbuka, dan orang-orang yang ada didalam tak kunjung terjaga membukakan pintu untukku. Dengan emosi yang memuncak aku memukul keras pintu itu. Menggenggam gagang pintu dan menyandarkan dahiku.

Menangis.

Entah kenapa, airmataku serasa tidak ada habisnya.

"Sky... Sky... ku mohon, jangan pergi. Setidaknya jangan secepat ini. Aku masih ingin bersamamu" tangisku, semacam mantra berharap Sky membatalkan kepergiannya.

Namun aku merasakan sebuah kunci diputar dari balik pintu, aku langsung menegakkan tubuhku dan pintu terbuka.

Menampilkan sesosok orang yang kubenci sekaligus kucinta. Arjuna.

Entah apa yang ada dipikiranku, entah setan apa yang yang merasuki otakku, hingga tanpa basa-basi aku langsung menghamburkan tubuhku kedalam dekapannya. Dengan erat aku memeluknya menyandarkan wajahku didada bidang miliknya.

Tidak perduli dengan respon yang akan diberikannya, entah dia mau marah, memakiku, terserah!
Aku hanya butuh sandaran saat ini, walau kurasakan tubuhnya menegang dan sebuah geraman terdengar. Aku tidak perduli.

"Kau boleh marah, boleh memakiku. Tapi bisakah kau simpan? Jika ingin memarahiku nanti saja, atau besok. Aku hanya ingin menangis sekarang!" Parauku dengan suara serak yang hampir tak terdengar. Karena aku tak mengubah posisiku, malah semakin mengeratkan pelukanku, menangis didadanya. Menghirup rakus aroma tubuhnya yang hanya memakai kaus putih polos. Aku menghafal kuat, aroma tubuhnya yang entah kenapa, sekarang aku sudah sangat menyukai baunya.

Tubuhnya yang tadi menegang, berlahan kurasakan kembali normal dan menerima pelukanku dengan rileks.

Dan..dia membalas pelukanku.

Dia membelai rambutku. Lembut. aku merasakannya, disandarkannya dagunya tepat diatas kepalaku. Nafasnya dapat kurasakan menerpa wajahku. Aku merasakan ketenangan, dan sesenggukan ku berlahan semakin mengecil. Nyaman. itu satu kata, yang kurasakan sekarang.

Berlahan kantukku menjemput, walau dengan sesenggukan yang masih keluar, aku mulai terlelap.

Berlahan, tanpa melepaskan pelukanku, dia menuntunku untuk menaiki tangga membawaku kekamar ku.

Apa kabar Kissanda? Dia dimana? Bagaimana reaksi jika melihat kami?Apa peduliku?!

Aku tak perduli, dan memilih memejamkan mataku. Kurasakan dia menuntunku ketempat tidur dengan lembut, dan membaringkan ku berlahan. Kurasakan sebuah bantal empuk bertumpu dikepalaku.

Dia mengangkat kakiku yang tergantung, keatas tempa tidur dan menarik selimut hingga menutupi leherku.

"Bisakah kau disini untuk malam ini saja?" Pertanyaan macam apa ini. Suaraku terdengar menjijikan. Namun akal sehatku menghilang

Dia tak bergeming. Lalu aku memegang ujung selimut tanpa membuka mata. Terserahlah! Anggap saja itu permintaan gila, yang tak sengaja meluncur dari mulut manisku.

Saat aku mulai kembali terlelap, aku merasakan usapan di kepalaku. Lembut. Apa itu Arjuna ?
Dan lagi, elusan itu berkali-kali kurasakan. Aku memilih diam untuk menikmatinya, moment yang sangat langkah, yang mungkin takkan terjadi di hari esok.

Dan kembali, aku masuk kedunia mimpi. Padahal sejujurnya aku tidak ingin menyia-nyiakan saat-saat seperti ini.

###%%###%%%##

Sebuah cekikikan tawa membuatku terjaga dari tidurku, mengusik ketenanganku ditambah suara percikan atau lebih tepatnya seperti orang berenang. Aku mengubah posisiku. Namun mendadak lampu peringatan muncul diotakku. Seperti terkena bom tubuhku langsung terduduk ditempat tidur. Aku mencari handphoneku.
Sontak pupil mataku membulat, melihat jam yang tertera 07.28.

Oh...really-really Damn!

Dengan cepat aku meluncur dari tempat tidur memakai alas kakiku dan dengan kesadaran yang masih di awang-awang aku berlari keluar.

"Dugh!" Tak sengaja aku menabrak dada telanjang yang masih setengah basah ditangga.

Tubuhku yang masih sempoyongan langsung di dekap tangan kekar itu erat. Kesadaranku terkumpul. Aku langsung menegakkan tubuhku

"Kau mau kemana ?" Tanyanya dengan garis-garis lipatan yang tergambar dikeningnya karena melihat wajah panikku.

"Sky !" Kataku, dan kembali. Nama itu kembali membuat mataku berkabut "aku harus menemuinya!" Kataku langsung berlari begitu saja meninggalkannya yang masih terbengong.

Aku melewati Kissanda begitu saja saat dia keluar dari kamarnya. Aku masih sempat mendengar teriakannya memanggil namaku. Namun aku tak perduli.

Aku berlari semampuku mencari taksi.

"Bandara sekarang! Cepat Pak!" Kataku tergesa-gesa sambil membuka handphoneku untuk menghubungi satu nomor.

Sky.

Nomornya aktif, tapi tidak diangkat. Dimana dia sekarang ? Penerbangannya jam 8.

"Pak--kira-kira berapa menit sampai bandara ?"

"Paling cepat setengah jam mbak! Kalau tidak macet. Apalagi ini pagi, pasti macet mbak "

Oh shit! Aku melirik hpku. 07. 37
Setengah jam? Macet? Pasti akan lebih? Oh Tuhan, ku mohon. Aku ingin berjumpa dengannya untuk terakhir kalinya. Ralat, ingin berjumpa dengannya sebelum dia pergi. Karena ini bukan yang terakhir kalinya, dia pasti akan kembali. Lagi.

"Pak apa tidak bisa lebih cepet lagi ?!" Gerutuku berkali-kali, tidak bisa tenang dengan dudukku.

"Gak bisa mbak. Mbak bisa lihat Ini macet !" Masih jawaban yang sama diberikan supir sialan itu padaku, membuat aku mengusap kasar wajahku.

Memanjatkan doa agar Tuhan memberiku kesempatan untuk memeluk Sky, meluapkan segenap kerinduanku yang masih tertinggal dibenakku. Aku menggigit kuku jempolku, ini satu kebiasaanku jika tengah berada dalam situasi panik.
Lalu sesekali mencoba menghubungi Sky, dan hasilnya masih tetap sama. Masih aktif namun tak di angkat.

Nomornya aktif, berarti dia masih diluar pesawatkan?
Apa dia marah padaku?!

Aku memilih untuk membuang pikiran koyolku atau setiap kemungkinan yang terjadi.

Setengah jam lebih akhirnya aku sampai didepan bandara Hang Nadim Batam.

"Bisakah bapak menungguku?"

Dia mengangguk.

Dengan cepat aku berlari kearah pintu keberangkatan dan membaca jadwal penerbangan ke  Bandung.

Saat mataku masih berusaha mencari pesawat yang mungkin dinaiki Sky hpku berbunyi.

Dan--Sky. Aku langsung mengangkatnya cepat

"Sky kau dimana? Kau belum Berangkatkan? Bisakah kau keluar sebentar saja? Aku berada didepan bandara? Kumohon"

Tut.tut.tut

Panggilan dia akhiri sepihak tanpa menanggapi omonganku.

Aku menggigit bibir bawahku, menahan isak yang terasa mulai memohok hatiku. Aku menatap sekeliling seperti orang bodoh dengan handphone yang masih bertengger ditelingaku

'Sky--apa kau marah? Apa kau tak ingin menemui atau berbicara denganku lagi? Sky--'

Bibirku gemetar, aku masih mencoba menahan tangisku yang terasa mau pecah.

Dan gigitan pada bibirku mengendur, saat melihat tubuh tinggi yang menjulang didepanku. Tanpa aba-aba, aku langsung memeluk tubuh itu, menyalurkan kerinduanku lewat pelukan itu. Aku menarik nafas dan menghirup rakus aroma tubuhnya, aroma yang selalu ingin kucium disetiap kesempatan, dan sudah berubah saat terakhir kali aku menciumnya aroma tubuhnya 8 tahun yang lalu. Dan kuyakini, kini dia seorang pria dewasa yang menjaga penampilannya dengan parfumnya tentunya.

"Hey--berhentilah menangis" Dia memberi usapan dikepalaku, berusaha menenangkanku "Aku pikir kau marah padaku dan tak ingin menemuiku lagi?"

Aku menggeleng dalam pelukanku "Aku paling tidak bisa marah padamu. Kau tahu itu" kataku dengan nada manja padanya

Dia terkekeh "Kau tidak malu dilihat banyak orang, heh ?"

Aku menggeleng "Kau tidak jadi pergi ?"

"Jadi" Dia sedikit berat mengatakannya" dia mengecup Ubun-ubun kepalaku "hanya saja ditunda setengah jam lagi. Cuaca tidak baik" jawabnya masih terus mengelus kepalaku "kau tidak apa-apa kan Mel ?Berjanjilah kalau kau akan baik-baik saja disini"

Aku mengangguk

"Berjanjilah, jika nanti aku kembali kau sudah bersatu seutuhnya dengan Arjuna. Dan kau harus menyakini dalam dirimu bahwa dia adalah suamimu. Hanya suamimu. Tidak ada yang lain yang dapat menyentuhnya selain dirimu! "

Dan aku hanya mengangguk. Lagi.

"Kau akan melakukan segala cara untuk itu"

Aku masih dan terus mengangguk
Lalu dengan kesal dia melepaskan pelukanku "Apa kau mendadak bisu? Kenapa tidak menjawabku sedari tadi hah ?!"

Aku hanya nyengir "Ia dan ia. Sekarang diamlah !" Aku kembali memeluknya "aku hanya ingin memelukmu sekarang" rengekku

Aku yakin dia sedang memutar bola matanya malas,melihat sifat manjaku.
Aku tak perduli. Toh,  cuman padanya aku bisa seperti ini.

"Mel--"

"Diamlah Sky"

"Tapi orang-orang--"

"Sudah kubilang, aku tidak perduli. Aku hanya ingin memelukmu"

"Tapi sendalmu" bisiknya.

Terpaksa aku mendongak kearahnya dengan masih memeluknya. Aku menautkan alisku melihat wajahnya yang sedang menahan tawa.

Aku langsung melirik kebawah, dan oh Gos!!! Aku memakai sendal tidurku yang bermotif keropi dengan kepala kodok yang besar. Imut. Wajahku memerah, lalu melihat kebalik punggung Sky. Melihat bayanganku pada kaca yang kebetulan hampir semua gedung bandara disini terbuat dari kaca hitam.

Oh God, betapa berantakannya aku. Seperti orang yang baru saja bergulat diranjang. What?!

Tawa Sky langsung pecah melihat ekspresi wajah maluku dan raut mukaku yang sudah berubah memera bak tomat.

Aku melirik kesal "Ini semua karena kau brengsek!"

Dia langsung menutup mulutnya untuk menahan tawanya dan membawaku kembali kedekapannya "Kau akan selalu terlihat cantik dimataku"

"Pintar sekali kau menggombal!" Ketusku memukul dadanya pelan.

Dia hanya terkekeh.

Hingga suara panggilan terdengar, bahwa pesawat yang akan ditumpanginya akan segera take off Kami langsung menguraikan pelukan kami sambil tersenyum.

Dan untuk kesekian kalinya, airmata sialan ini terus memaksa untuk mendesak keluar.

"Jangan lupa semua pesanku" senyumnya memegang pipiku dan menghapus airmataku "dan berhentilah menangisiku. Aku selalu ada untukmu. Aku akan kembali"

Aku hanya tersenyum mengangguk

Lalu dia berjalan berlalu, menjauh dan sesekali melirik kearahku. Aku hanya tersenyum sambil melambaikan tanganku. Aku masih berat jauh darinya.

Tiba-tiba sehelai tisue terulur didepanku. Aku langsung menerimanya dan menghapus airmataku.

"Hidup memang tidak lepas dari kata datang dan pergi, mengenal dan melupakan, bersatu dan berpisah, bersama dan ditinggalkan" suara perempuan itu membuatku sadar, dari siapa tisue itu kuterima. Suaranya asing ditelingaku.

Aku menoleh dan mendapati seorang perempuan, namun wajahnya sudah tak asing di pandanganku. Aku memicingkan mataku berusaha mengingat sosoknya.

"Aku Shyndy. Panggil saja Shyndy" senyumnya manis. Gadis dengan potongan rambut gonjes dengan warna kemerahannya, tidak menutupi kecantikan dirinya. Bahkan terlihat sangat manis dengan kamera Canon-nya yang terkalung di lehernya.

Aku menatapnya lekat. Akh, aku ingat. Dia gadis yang tanpa sengaja kutabrak saat keluar dari gedung fakultas seni rupa. Kalau tidak salah dia juga gadis yang ditabrak Arjuna saat dikoridor. Tepatnya setelah selesai bicara denganku dibelakang kampus saat setelah membicarakan perjodohan kami. Ia, dia orang yang sama. Dan mungkin bukan hanya itu saja moment kami bertemu.

"Jangan terlalu berfikir--" suaranya terpotong oleh dering handphoneku.

Dengan cepat aku melihat layar Hp-ku dan mendapati nama Kissanda memanggil dan aku segera menggeser tombol hijau "Ia nda? Ini aku akan segera pulang" jawabku lalu menutup telepon.

Aku tersenyum pada gadis itu yang masih setia berdiri didekatku "Thanks buat tisue-nya. Aku duluan yah" pamitku berlalu darinya.

"Mel--" panggilnya, gadis bernama Shyndy itu

Aku menghentikan langkahku menengok kearahnya.

"Jangan lupa, bahwa sahabat pun sering berubah jadi cinta !" Katanya dengan garis melengkung dibibirnya.

Aku menautkankan alisku bingung, mencoba mencerna perkataannya. Hingga gadis yang berpakaian serba hitam itu berjalan jauh membelakangiku. Aku masih diam.

'Shyndy ? Perempuan yang tampak tomboy itu, tahu apa tentang diriku ?!'

"Hey...  Tahu darimana dia namaku? "

##%%%###

Tadinya nama cew tomboy itu Sonata
Tapi karena permintaan sahabat lamaku saat bekerja di Gramedia
Aku ganti jadi Shyndy

Dan soal karakter akan aku tulis sesuai dirinya, yah memang sedikit unik.
Karena memang dia suka fotografer dan design,

Okelah sekian cuap-cuapnya
Salam pipit

Continue Reading

You'll Also Like

9.1M 815K 65
Satu hari sebelum mawar putih layu dia pernah berkata, "Jangan takut kehilangan. Karena sejatinya hidup adalah tentang kembalinya ke pelukan Tuhan." ...