Broken Vow (SERIES 2)

By secretblackbook

1.4M 98.9K 6.5K

KINARA HADIKUSUMA. "Apa kabar?" "Bagaimana hidupmu tanpa aku?" "Setiap detak denyut nadiku, Aku selalu memik... More

Catatan Kaki Oi Sandra
How to Read BV
1. A Letter to Raka
2. Throw·back 1
3. A cup of coffee
4. Throw•back 2
5. Kinara's Plan
6. Throw•back 3
7. Moved
9. Definition of Love (21+)
10. Throw•back 5
11. The intersection
12. Throw•back 6
13. Run Away
14. Throw•back 7
15. Heaven
INFO
16. Throw•back 8
17. Mine
18. Truth and Tears
19. Throw•back 9
20. Scared : Part 1
21. Scared : part 2
22. Jared's Blessing
23. Let Him In
24. Rice, Prawn Crackers & Soy Sauce
25. Who is she?
26. Throw•back 10
27. Chaos : Part 1
28. Throwback 11
29. Chaos : Part 2
30. Throw•back : Special Edition
31. A Little Punch
32. A Little Hug
33. Do-Fun
34. Cured
35. Baking Soda
36. B.y.e
37. A Red Box
38. It is Real
39. A Letter to The father of my children
Extra : Episode 1
Extra : Episode 2
Extra : Episode 3
A Letter for Onti
Dear Onti

8. Throw•back 4

26K 1.8K 31
By secretblackbook


Indonesia 2007
Kinara

Oh double shit!!!! Kenapa aku harus memakai tanktop. Bodoh bodoh bodoh kamu Kinara! Aku mendongak menatap Raka dengan tatapan memelas. Mata Raka benar - benar membulat mukanya merah padam seperti kerasukan setan.

Sumpah, baru kali ini aku melihat kemurkaan Raka. Raka memandangku tajam entah apa yang akan Raka lakukan pada Kak Arya.

Aku menggeleng lagi.

"Pilih! Kamu yang buka atau aku yang buka!" Desis Raka tajam

Aku mengigit bibir ketakutan sambil meremas ujung tanktopku. Menimbang apakah aku harus menuruti perintah Raka atau tidak. Aku mengangkat ujung tanktopku meloloskannya ke kepala.

Setelah tanktopku terongok di kasur aku berusaha menutupi tubuhku yang polos hanya tersisa bra warna peach.

Raka mengambil langkah mundur lalu mengusap wajahnya kasar, "Rise your hand."

Aku masih menutupi bagian tubuhku sampai detik berikutnya aku merasakan tangan Raka memaksa tangaku untuk terulur ke atas kepala.

Tangan Raka menelusuri telapak tangan terus menjalar ke tangan bagian bawah lalu ke siku. Sentuhan dan belaiannya membuatku merasakan hal yang aneh. Sesuatu menjalar dari ujung jari Raka sampai ke perutku. Membuat aku tanpa sadar menahan nafasku selama Raka menelusuri lenganku dan akhirnya berhenti di lengan bagian atas, bagian dalam lengan atasku segaris lurus dengan ketiak.

Tangannya mengusap permukaan kulitku yang dengan bercak biru dengan warna kuning disekitar bercak birunya menandakan adanya nanah. Jemarinya mengusap lembut setiap bercak biru itu.

Lalu sentuhannya menjalar ke bahuku yang telanjang dengan beberapa bercak biru. Aku memandang mata Raka matanya berkaca-kaca. Dan kemudian tangan Raka menghilang dari bahuku.

Namun rasa kehilangan jemari Raka tidak berlangsung lama, karna kemudian ia mengelus perutku halus sambil bergetar. Ia mengelus perutku yang menampakan lebam yang paling besar diantara tubuhku yang lain.

Dan dalam sekejap jemarinya menghilang lagi. Aku kemudian mencari sosok Raka yang tiba-tiba menghilang aku edarkan pandanganku ke penjuru ruangan mendapati Raka sedang menutup lemari pakaian.

"Rak...." Ucapku lirih tapi tidak sedikitpun ditanggapi oleh Raka, ia mengangkat dan memasukan tangaku ke salah satu lengan piama tidur lalu ia melakukan hal yang sama selanjutnya.

Entah kenapa sikap diam Raka benar - benar menyakitiku lebih dari sakit yang aku terima di sekujur tubuhku, aku lalu kembali memanggil Raka "Rak..."

Dia tak mengalihkan pandanganya dari tangannya yang sudah cekatan mengancingkan piamaku

Saat Raka sudah mengancingkan seluruh kancing piamaku ia beranjak dari posisi jongkoknya buru-buru aku menahan pergelangan tangannya. Aku tahu apa yang akan ia lakukan sekarang dan aku tak ingin itu terjadi

Dia menundukan kepalanya menatapku dengan tatapan yang sulit aku artikan ada rasa amarah... Bercampur dengan sedih, mungkin. "Rak please..."

Beberapa detik digunakan Raka untuk memejamkan matanya. Setelah helaan nafas panjangnya, ia kembali berjongkok menghadap kasur menatapku.

Tanganya terulur ke helaian anak rambutku membelainya membuat lagi-lagi aku menahan nafas tak kuasa berada di bawah belaiannya.

"Nar, listen. I have something to do with him," ucapnya lembut.

Aku menahan isakanku mengigit bibirku. Aku masih meremas tanganya yang sekarang menangkup pipiku seakan jika aku lepaskan, aku akan kehilangannya

"No, please don't do that. Dont hurt him. He didnt mean it," mohonku.

Matanya menatap jauh ke mataku ketika aku memohon kepadanya. Raka memandangku dengan tatapan tidak percaya berkali kali ia menggelengkan kepalanya menghembuskan nafas kasarnya

Raka mengangkat satu alisnya terukir senyum menyeringai di bibir Raka, "Are you damn hell kidding me?" Tanyanya pelan namun sukses membuatku tegang.

Aku dengan sekuat tenaga menahan agar tidak menumpahkan bendungan airmata di pipiku. Berusaha untuk tersenyum tapi aku yakin Raka bisa melihat kepalsuan dalam senyumku. Aku berdiri merentangkan tanganku tanda aku tak merasa kesakitan.

"Dia.. Dia... Gak sengaja.. Aku baik baik aja Rak. Ini sama sekali gak sakit."

Raka lalu berdiri menghampiriku meraih bahuku kembali mengelus tempat adanya bercak biru di bahuku dan tanpa aba-aba dia menekan memar itu. Gerakan Raka yang tiba-tiba tidak dapat aku antipasi terlebih dahulu membuat aku mengeluarkan rintihan. Raka lalu memalingkan mukanya seakan ia begitu tak suka memandangku, tanganyapun ia tarik di pinggangnya.

"See? Gimana bisa kamu bilang kamu baik-baik aja? Hah? Dia pulukin kamu! Demi tuhan dia bikin sekujur tubuh kamu memar! Kenapa kamu terus ngelindungin dia? Kenapa?!?!" Tuntut Raka.

Teriakan Raka menggema di kamarku kakiku begitu lemas tak mampu lagi menopang berat badanku. Akhirnya aku terduduk di pinggir kasur .

"Ini gak seperti kamu kira," ucapku. Aku hanya ingin Raka tidak sampai melukai Kak Arya. Bukan karna aku ingin melindungi Arya, tapi aku ingin melindungi Raka agar dia tak sampai membunuh Kak Arya. Raka masih memandangku dengan tatapan tajamnya.

"Oke! Oke, kalo emang menurut kamu ini sama sekali gak seperti yang aku kira. So, tell me. Gimana bisa dia mukulin kamu tapi itu semua gak sengaja dan bukan salah dia! Kasih tahu aku gimana dia ninggalin luka di sekujur tubuh kamu!"

Tubuhku menegang kaku kaget dengan permintaan Raka, itu hal yang mustahil memberi tahukan Raka apa yang menyebabkan Arya meninggalkan luka disekujur tubuhku.

Apakah aku harus jujur?

•••••••••••••••

Indonesia 2007
Raka

Apa sebenarnya yang ada dipikiran kamu Kinara? Kenapa? Kenapa kamu masih aja lindungin lelaki bajingan itu?

"Aku kasih kamu waktu 30 detik putusin, kamu kasihtau aku every single detail atau aku patahin lehernya," ucapku menggertak Kinara.

Aku melirik jam yang melingkar di tanganku mulai menghitung tiap detiknya. Sementara Kinara semakin gelisah dalam duduknya.

".... 20... 21...22....." Ucapku terpotong, rupanya Kinara sudah berani untuk berbicara

Kinara menatapku sambil mengigit bibir bawahnya "Its a long story. I just..."

Aku tak menyangka masih saja Kinara mencoba mengulur waktu.

"... 23...24...25...waktu terus berjalan Nar... 26..." Lanjutku dengan kesal.

Kinara frustasi menjambak rambutnya sendiri, "Okay! Kamu menang. Aku ceritain semua tapi please... Aku mohon jangan apa apain dia..." mohon Kinara.

Aku hanya mengganguk tanpa berjanji, karna tak peduli apapun alasannya aku tetap harus menendang tiap bagian tubuh dia. Kinara menggeser tubuhnya hingga duduk bersandar di kepala ranjang. Aku langsung mengambil posisi disebelahnya.

"Semua.... Awalnya Kak Arya gak kasar kayak gini. Dia sweet. Dia selalu perhatian. Tapi entah kenapa semua mulai berubah... Sekitar kita pacaran masuk bulan ke dua," ucap Kinara serak sejenak mengatur nafasnya.

Aku mengingat apa yang terjadi saat bulan ke-2 mereka pacaran. "Ya bulan ke dua kamu mulai menghindarin aku kan?"

Aku bisa melihat perubahan minik muka Kinara. Dia meneguk ludahnya sendiri pertanda dia sedang gugup. Kinara mengangguk lemah. Melihat anggukan lemah Kinara, spekulasi mulai merasuki otakku.

"Awalnya cuma cubitan cubitan kecil di lengan atas bagian dalam," ucapnya terpotong sekilas ia mencoba melihat ke dalam mataku yang jelas menampakan kemarahan, "Tapi.. Aku bisa maklum dia ngelakuin itu karna aku juga. Karna aku beberapa lupa ngabarin dia sampe bikin dia khawatir," lanjutnya.

Aku memejamkan mata mencoba mengatur nafasku sambil menghitung mundur dari angka sepuluh. Setelah hitungan ke 1 aku lalu menatap Kinara yang terdiam sambil memeluk bantalnya.

"Lanjutin," perintahku datar

Dia mengulum bibirnya sedikit takut untuk melanjutkan ceritanya.

"Berawal dari... Cubitan gemes sampe aku sadar cubitan itu berubah jadi cubitan yang ninggalin bekas biru tiap aku bikin kesalahan. Aku masih mencoba buat maklumin."

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan enggan menatap Kinara. Aku merasa bodoh dan tidak beguna. Pandanganku terhenti kembali ke sosok mungil dihadapanku, sorot matanya menampakan keraguan, aku tebak ia sedang ragu melanjutkan ceritanya atau berhenti

Aku menatap matanya, "Go on. Aku masih mau denger gimana kamu bisa dapet luka di bahu, perut, sudut bibir kamu dan yang paling baru dijidat kamu."

Kinara menatap bantal yang ia mengengam seakan sedang mengunpulkan kekuatan. Dia terkejut saat aku memegang jemarinya memberinya sedikit dukungan yang aku bisa

"Dia.... Luka di sudut bibir aku sama di bahu aku.... Itu...." Ucapnya terbata. Aku mengelus punggung tanganya

"Kejadiannya beberapa minggu lalu.. Waktu itu... Dia marah karna... Karna dia... Dia ngecek semua call log, message, messenger di handphone aku. Dia marah minta penjelasan aku, luka itu ada karna dia cengkram bahu aku terlalu keras. Dia gak maksud bikin luka di bahu aku Rak. Dia mungkin gak sadar kalo cengkramannya sedikit lebih keras. Lalu karna aku tetep gak mau cerita, dia.. Dia nampar aku. Jadilah luka di bibir aku... Tapi lagi-lagi itu gak sengaja kok, dia cuma emosi," Suaranya makin serak dan makin kecil. Aku mencoba mendengarkan sebaik mungkin, karna aku tahu yang Kinara butuhkan adalah orang yang mendengarnya sekarang. Walau aku mencoba sekeras mungkin meredam emosiku di depan Kinara. Sudah cukup dia melihat kemarahan Arya, aku tak ingin lagi membuat Kinara melihat kemarahan lainya yang datang dariku.

"Kalau luka dijidat sama di perut itu karna.... Aku lagi-lagi gak nurut sama dia, waktu itu dia mungkin lagi emosi sampe dorong badan aku, kebetulan disitu ada meja jadi, jidat aku kena ujung meja. Terus.. Eeem... Luka di perut itu karna... Waktu aku  yang masih kesakitan karna jidat aku, aku jatuh di lantai dia gak sengaja mendang perut aku karna ngalangin jalan dia..."

Demi tuhan!!!
Demi tuhan Kinara masih menggunakan kata 'dia gak sengaja' 'kebetulan' 'dia gak maksud'
What the hell?!
Aku masih menggelengkan kepala masih tak mengerti alasan Arya brengsek

"Kenapa.. Tolong kasihtau aku aturan apa yang kamu langgar... Atau larangan dia yang kamu lakuin..." Mohonku

"Dia nemuin kalau aku masih berhubungan sama...." Ucapanya terpotong lagi.

Aku bisa melihat Kinara kembali menatap ragu untuk melanjutkannya

"Sama?"

Kinara mengigit bibirnya dia tiba-tiba bergetar. Satu punggung tangannya menutup mulutnya saat bulir-bulir airmata mulai turun dari pelupuk matanya.

"Sama kamu... Dia... Dia cemburu sama kamu...." Ucanya terisak, "itu sebabnya.. Aku jauhin kamu... Beberapa minggu belakangan ini. Maaf"

Dalam hitungan detik tubuhku membeku. Kaku tak bisa bergerak. Ingatanku muncul, beberapa minggu lalu sebelum Kinara berangkat ke sekolah dengan luka dibibirnya satu malam aku meneleponnya berjam-jam hanya untuk mendengarkan suaranya. Dan beberapa saat yang lalu sebelum Kinara datang ke sekolah dengan jidat dengan plester aku mengerjakan tugas kelompok bersama Kinara

Jadi................,,,,,

Luka-luka Kinara itu..........

Mata bengkaknya..............

Semua gara-gara aku?

••••••••••••

Indonesia 2007
Kinara

Aku merasakan Raka tidak lagi mengelus punggung tangaku tubuhnya langsung kaku dan airmukanya langsung tegang.

Aku mendongkrak menatapnya mencoba meraih pipinya namun tanganku hanya menganting di udara karna saat aku menggapai pipinya ia sudah bangkit dari kasur berjalan ke luar.

Aku sudah bisa pastikan kemana ia akan pergi

Inilah alasan aku tak ingin menceritakannya pada Raka karna pada akhirnya dia hanya menyalahkan semuanya pada dirinya sendiri. Padahal aku tahu dengan jelas bahwa akulah yang melanggar aturan Arya

Ini harus dihentikan.

Kakiku langsung melompat ke lantai kamar tanganku mengapainya membawanya kepelukanku.

Sekejab aku merasakan perih dihatiku, Raka tak membalas pelukanku

"Please... Tonight... I need you... Please... Dont go anywhere," ucapku terus mengeratkan pelukanku pada Raka. Semakin aku mengeratkan pelukanku semakin sakit rasanya, Raka masih tak bergerak.

"Rak please... I need you.... Temenin aku malam ini...."

Perlahan aku merasakan ada tangan hangat yang besar merayap di punggungku.

Raka akhirnya membalas pelukanku.

Entah kenapa bendungan airmata yang aku tahan sedari tadi akhirnya jebol. Tumpah ruah. Kesedihan, kebingungan, kemarahan yang sudah aku bendung selama 2 bulan terakhir ini akhirnya muncul ke permukaan.

Perih yang aku rasakan saat harus menghindari Raka. Aku mulai tergugu dalam tangisku. Raka sesekali mengecup puncak kepalaku sambil mengelusi punggungku mencoba menenangkanku.

Entah sudah berapa lama aku menangis dipelukan Raka. Baju Raka sudah basah oleh tangisku. Aku terlalu terhanyut dalam tangis sehingga gak sadar saat Raka sudah memindahkan aku ke atas ranjang masih dalam posisi aku memeluknya.

Tangisku sudah mereda tetapi aku masih segukan. Raka mencoba melepaskan pelukanku. Aku takut ia akan pergi, jadi sebisa mungkin aku protes tetap mengeratkan pelukanku pada Raka

"Memar kamu harus diobatin. Aku mau ambil kotak p3k," ucap Raka lembut seperti angin sepoi-sepoi

Mendengarnya aku melepaskan pelukanku sementara ia menghilang dibalik kamar mandi membawa kotak p3k. Tak memakan waktu yang lama Raka kembali dari kamar mandi membawa kotak putih bertanda merah. Aku menatap Raka, bingung apakah aku harus membuka baju di depannya lagi?

Aku malu.

Seakan Raka bisa membaca pikiranku ia berkata, "Let me help you."

Baru saja aku menimbang apakah aku akan membiarkan Raka untuk membantuku ia dengan cekatan membuka kancing piamaku. Jika sesuatu sudah dikatakan Raka, maka apapun itu harus terjadi. Akhirnya aku hanya pasrah. Mencoba menahan malu aku mengedarkan pandangan ke jendela luar samping tempat tidur

Saat kancing terakhir dibuka dan Raka meloloskan piama dari bahuku, entah kenapa aku merasakan Raka menghela nafas panjang diikuti geraman kecil.

Aku tak berani melihat mata Raka, aku memutuskan untuk memejamkan mataku. Menunggu salep untuk memar mendarat di permukaan kulitku.

15 detik

1 menit

2 menit

Akhirnya sesuatu yang dingin itu mendarat mulus di atas bercak kulitku

Basah.

Basah dan dingin.

Sensasi basah dan dingin itu berpindah dari bercak di lengan  menuju ke bahuku

Tapi tunggu.

Ada sensasi kenyal...

Apa ini kapas?

Bukan bukan aku yakin bukan.

Ini begitu kenyal dan lembut.

Setiap ia berpindah dari satu luka ke luka lainnya menimbulkan suara cecapan..

Tunggu suara apa?

Bunyi menyecap

TUNGGU TUNGGU?!

Perlahan aku buka mataku sedikit demi sedikit....

Aku menemukan kepala Raka sangat dekat dengan bahuku.

Oh bahkan bibirnya menempel pada bahuku

ASTAGA?!

Bersambung...

Continue Reading

You'll Also Like

44.6K 8K 53
[Sequel of In A Rainy Autumn] Halo. Selamat datang di potongan-potongan kisahku yang lain. Sebuah rangkaian cerita akan saat-saat di mana Mark begitu...
441K 23K 56
Takdir itu emang kocak. Perasaan cerita tentang perjodohan itu hanya ada di film atau novel, tapi sekarang apa? Cecilia Janelle terjebak dalam sebuah...
284K 26.2K 48
Nad mencintai Agga setulus saat ia menerima hanya makan mie hampir kadaluarsa di rumah Agga. Kisah ini bermula saat Nad menerima Agga sebagai pacarn...
1.9M 96.8K 34
Carly Hope Winters adalah gadis yang berambisius untuk menjadi seorang pengacara. Kesalahan kakaknya yang mati bunuh diri karena cinta membuatnya yak...