Broken Vow (SERIES 2)

By secretblackbook

1.4M 98.9K 6.5K

KINARA HADIKUSUMA. "Apa kabar?" "Bagaimana hidupmu tanpa aku?" "Setiap detak denyut nadiku, Aku selalu memik... More

Catatan Kaki Oi Sandra
How to Read BV
1. A Letter to Raka
2. Throw·back 1
3. A cup of coffee
4. Throw•back 2
5. Kinara's Plan
6. Throw•back 3
8. Throw•back 4
9. Definition of Love (21+)
10. Throw•back 5
11. The intersection
12. Throw•back 6
13. Run Away
14. Throw•back 7
15. Heaven
INFO
16. Throw•back 8
17. Mine
18. Truth and Tears
19. Throw•back 9
20. Scared : Part 1
21. Scared : part 2
22. Jared's Blessing
23. Let Him In
24. Rice, Prawn Crackers & Soy Sauce
25. Who is she?
26. Throw•back 10
27. Chaos : Part 1
28. Throwback 11
29. Chaos : Part 2
30. Throw•back : Special Edition
31. A Little Punch
32. A Little Hug
33. Do-Fun
34. Cured
35. Baking Soda
36. B.y.e
37. A Red Box
38. It is Real
39. A Letter to The father of my children
Extra : Episode 1
Extra : Episode 2
Extra : Episode 3
A Letter for Onti
Dear Onti

7. Moved

29.8K 1.9K 118
By secretblackbook


Indonesia 2015

Kinara

Siang hari setelah perdebatan aku dengan tante Denisa di meja makan, aku langsung bertolak ke Bandung, untuk menemui Papa. Ternyata Papa sehat bugar, ia tidak jatuh dari kuda yang ditungganginya seperti yang dikabarkan. Semua hanya rekayasa Papa, Kak Katia dan tante Denisa agar aku kembali ke Indonesia, kembali berkumpul bersama keluarga Kak Katia yang sudah terlebih dahulu berencana menetap di Indonesia. Kak Katia yang tinggal di Inggris juga akhirnya memutuskan untuk menetap di Indonesia bersama suaminya, Harry dan anak semata wayangnya Kenan.

Awalnya aku sangat marah dibohongi oleh keluargaku tapi ketika Papa mengutarakan isi hatinya bahwa ia melakukan ini karna terpaksa. Jika ia tidak berbohong, mungkin aku masih menetap di Amerika dan tak akan pernah kembali. Papa mengelih rindu pada Double J, yang ia inginkan hanya aku berhenti melarikan diri.

Double J sudah cukup umur untuk mengenyam pendidikan sekolah dasar, kebutuhan mereka sangatlah banyak. Saat di Amerika aku sebagai single parent bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sementara Double J diasuh oleh pembantu sekaligus Babysitter. Papa hanga menginginkan aku mengurus usaha keluarga agar Double J tetap tidak kehilangan perhatianku.

Impian Papa hanya satu, ia menginginkan berkumpul bersama cucu-cucunya di masa tua.

Akhirnya, aku menyetujui untuk resign dari pekerjaanku sebagai editor majalah fashion kenamaan dunia dan fokus mengontrol bisnis ayah di bidang publisher. Mengurus kepindahan ke Indonesia juga memakan waktu yang cukup lama.

Hari selanjutnya, kakakku - Katia, datang ke Bandung bersama Double J, suaminya, dan Kenan - anak Katia. Tiga minggu terakhir ini Double J menikmati liburan musim panasnya di Rumah Katia.

Sudah 3 bulan ini aku tinggal di rumah Ayah, sementara keluarga kak Katia tinggal tidak jauh dari rumah kami, mereka tinggal dalam satu kompleks perumahan yang sama.

••••

Minggu pagi yang cerah di bulan September 2015 - Bandung

Sudah 5 menit aku membujuk Red turun agar mandi dan sarapan pagi. Jared atau sering di panggil Red sangat suka panjat memanjat, hobinya yang baru ia temukan saat menonton salah satu program tv tentang petualangan alam rock climbing. Hingga akhirnya ia memanjat apapun yang bisa dipanjat salah satunya pohon mangga di rumah Ayahku, Kakek Jared.

"Red! Turuuuun! Nak ayo sayang. Ayo mandi terus kita sarapan,"

Jared yang sudah ada di atas pohon mangga kembali menggeleng. Melihat ia memanjat saja sudah membuatku ngeri, ada banyak kemungkinan kecelakaan bisa terjadi terpleset lalu patah tulang misalnya.

"I wont breakfast," tolaknya lagi.

Tiba-tiba suara pintu yang menghubungkan dapur dan halaman belakang terbuka menampakan wajah Janet yang sudah segar dengan dress pinknya. Bau bedak bayi menguar memerangkap indra penciumanku, sesuatu yang paling aku sukai setelah memandikan mereka.

Janet menarik-narik ujung blouse merah jambuku "Buna, i'm starving," rengek Janet.

Janet dan Jared merupakan kembar identik, yang terlahir terlebih dahulu adalah Jared. Satu-satunya pembeda merek adalah rambut Janet lebih panjang daripada Jared dan kulit Jared yang sedikit lebih gelap dibanding Janet, karena sering terpapar sinat matahari. Entahlah, jika sepuluh tahun mendatang bila Jared memutuskan untuk memanjangkan rambutnya maka akan sangat sulit membedakan satu sama lain jika bukan dengan mengecek kelamin mereka.

Janet sama cerewetnya dengan Jared, tetapi kadang ia bisa sedikit lebih bijaksana dan dewasa daripada kakaknya.

"Bunda udah bikinin pancake di meja sayang, dimakan ya."

Anet menggeleng cepat, "Anet gak mau makan pancake."

Aku berjongkok menyelaraslan tingguku dengan Janet, mengelus pipinya tembengnya. "Loh katanya laper kok gak mau makan pancake? Bunda kan udah cape-cape masakin buat Janet. Anak bunda harus makan dong."

Lagi-lagi Janet menggeleng, kini ia terlihat sedih. "Atau Janet mau sarapan yang lain? Bunda masakin nasi goreng, mau?" Tanyaku lagi.

"Bunda yang bikin?" Tanya Jared dari atas pohon.

"Yaaa. Nanti bunda yang bikinin," ucapku semangat sambil mendongak ke atas. Lalu aku kembali menatap wajah Janet, "Janet mau bunda bikinin nasi goreng?"

Janet menggeleng lagi masih mengerucutkan bibirnya tanda protes.

Aku terduduk di tanah dengan posisi jongkok terlalu frustasi atas dua makluk kecil ini. Tangisku entah kenapa pecah, menyadari lebih mudah mengerjakan pekerjaanku dibandingkan membuat mereka menurut.

"Kenapa kalian gak mau sarapan? Sarapan kan wajib buat kalian. Bunda harus gimana biar Red mau mandi dan Anet mau sarapan?" Rengekku kepada Janet dan Jared yang sekarang menatap wajah ibunya yang sudah mulai menangis dengan penuh rasa kasihan

Janet lalu memeluk leherku erat begitu pula Jared yang langsung turun dari pohon dan mengecup pelipisku.

"Bunda jangan nangis. Jared mau mandi kok," ucapnya mencoba menenangkanku.

Aku menatap Jared lalu bertanya, "Abis mandi terus sarapan ya. Bunda masakin pancake atau nasi goreng. Mau?"

Jared sejenak berpikir lalu dengan cepat menggelengkan kepalanya, begitu pula Janet yang sedang mengecup pipiku kemudian menatapku.

"Bunda jangan marah ya kalo Anet bilang ini ke bunda.. Bunda...jangan masak lagi ya. Masakan bunda...."

"Masakan bunda gak enak," ucap Jared memotong ucapan Janet

Mendengar pengakuan anak-anak tentang masakanku membuat tangisku sekarang pecah. Kenapa sulit sekali menjadi ibu rumah tangga dengan dua anak kembar?



••••••••••••

Indonesia 2015

Raka

Sudah hampir tiga bulan sejak pertemuan aku dan sosok yang mirip dengan Kinara di Bandara. Keesokan harinya aku kembali mendatangi rumah megah bergaya Mediterania yang dihuni oleh seorang wanita paruh baya, rumah tante Denisa - adik dari ayah Kinara. Seakan dejavu aku menginjakan kaki lagi di rumah ini setelah 7 tahun yang lalu.

Aku sekarang sedang duduk di kursi teras rumah tante Denisa menunggu setelah dipersilahkan duduk oleh asisten rumah tangga. Berkali-kali aku mencari posisi duduk yang nyaman. Tak berapa lama beliau muncul tampak sangat terkejut melihat tampangku lagi di pintu rumahnya.

Aku bangkit dari dudukku menganggukan kepala menyapa tante Denisa, "Sore tante. Saya...."

"Raka?" Potongnya. Aku hanya tersenyum mengangguk membenarkan pertanyaan tante Denisa. "Silahkan duduk nak," lanjutnya.

Tante Denisa kemudian duduk di kursi sebelah, hanya meja kopi kecil yang memisahkan aku dan Tante Denisa. Entah mengapa aku merasa tante Denisa memandangku begitu dalam seperti tatapan iba, mungkin.

"Ayo diminum dulu tehnya," Kata Tante Denisa mempersilahkan untuk meminum teh yang diberikan asisten rumah tangganya selagi menunggu tante Denisa.

Dengan sedikit kikuk aku menyesap teh yang sudah dingin ini. Begitu menyimpan cangkir teh di meja aku berusaha membuka pembicaraan. "Apa kabarnya tante?"

Perlu beberapa detik sampai tante Denisa menjawab pertanyaan simpelku, "Tante baik sehat tapi kadang rematik tante suka kambuh nih," jawab Tante Denisa sambil mengelus lututnya

"Rematik ya tante.. Tante coba minum obat Colchicine atau Probenesid, buat penghilang rasa sakit rematik"

"Kamu gak lagi ngerayu tante buat beli obat rematik kan?"

Aku tersenyum menggeleng, "Ya enggalah tan. Saya kesini bukan buat demo promosi obat."

Tanganku meraih kantong keresek putih bercap salah satu toko buah meletakannya di meja, "Tapi kebetulan tante. Saya bawain buah Alpukat buat rematik."

Tante Denisa memandang Raka sambil tersenyum, "Ini sih bukan kebetulan, kan?"

Aku hanya tersenyum sebagai jawaban, sementara Tante Denisa menyipitkan matanya seperti seseorang yang sedang menyelidiki sesuatu, "Dan ini.... Bukan sogokan, kan?"

Sejenak tercekat mendengar ucapan tante Denisa, aku meneguk air liurku sendiri menimbang apa yang harus dikatakan pada tante Denisa.

"Tante... Sebenernya.., " aku berusaha mengungkapkan maksud tujuanku mendatangi rumah tante Denisa. Membuang rasa gugupku, aku kembali mencoba fokus menceritakan kejadian tadi malam.

"Tadi malam... Saat saya di Bandara, Ada seorang gadis yang menumpahkan kopinya ke baju saya. Begitu saya lihat, gadis itu... Ah bukan, lebih tepatnya wanita itu sangat mirip dengan Kinara. Dia bener-bener mirip Kinara tapi dalam versi yang lebih cantik dan lebih dewasa. Begitu saya sadar sosok di depan saya tiba-tiba lari. Saya pikir jika memang orang yang saya liat adalah Kinara, tempat pertama yang akan ia datangi adalah rumah ini."

Sejenak aku lihat sorot mata Tante Denisa membulat dan badannya berubah menjadi kaku, beliau menghela nafas kasar lalu menyambar cangkir teh di hadapannya.

"Nak Raka, gimana kamu yakin itu Kinara? Mungkin aja... Mungkin aja kamu salah orang," ucap tante Denisa lirih.

Aku menunduk memandang pangkuanku sendiri, begitu pedih jika kenyatannya wanita itu memang bukan Kinara. "Saya gak mungkin salah orang, dia begitu nyata... Dia... Ada di depan saya tadi malam, tante. Mungkin saya udah lama gak ketemu Kinara, tapi saya gak akan pernah lupa seperti apa sosok Kinara."

Aku merasakan elusan halus di bahuku, mendongkrak ke samping melihat pemilik tangan itu. Aku memandang lekat mata tante Denisa yang sekarang sudah menitikan airmata.

"Suatu saat.. Rak.. Kamu harus yakin.. Suatu saat kalian pasti bertemu. Mungkin bukan saat ini. Kinara gak ada di rumah Nak Raka" ucapnya tersengal tangisannya.

Seketika aku merasakan perih kekecewaan yang sangat dalam mendengar ucapan tante Denisa. Aku memejamkan mata mencoba menghalau rasa sakit karna harus menerima kenyataan bahwa lagi-lagi tak bisa bertemu dengan Kinara. Atau mungkin benar tadi malam ia hanya berhalusinasi.

Aku mencoba berdiri berpamitan pada tante Denisa. Tante Denisa mengantarkan aku sampai pagar rumahnya dengan rasa kecewa aku melajukan mobil pulang.

Mungkin sudah saatnya aku menyerah, im moving on.

•••

Minggu pagi yang cerah di bulan September 2015 - Jakarta

Suara ketukan pintu menyadarkan lamunanku, membawa aku kembali ke ruangan kecil dimana aku duduk sekarang. Ruangan ini tak begitu banyak barang hanya ada meja, lemari besar dan laci untuk menyimpan file pasien, kalender, serta poster - poster yang mempromosikan gaya hidup sehat.

"Masuk" ucapku datar

Munculah kepala di balik pintu, rambut coklat sebahunya menjuntai dihiasi senyum merekah dari bibir munggilnya.

Sudah tiga bulan aku menjalin hubungan dengan wanita satu ini ralat, bocah satu ini. Karna notabene dia adalah koas di rumah sakit tempat aku mengambil pendidikan sebagai residen.

Tiga bulan yang lalu saat dunia terasa jungkir balik dengan penampakan sosok mirip Kinara, kedatangan bunda, dan kondisi Rezky yang buruk. Tiba-tiba ia datang dengan senyumnya yang seperti anak kecil, menggemaskan dia membuat keadaan seakan membaik.

Pertama aku menyadari pesonanya saat beberapa dokter dan perawat merayakan hari ulangtaunku tiga bulan silam di salah satu restoran. Dikala itu dia menari dengan lincahnya saat live music berlangsung, mengeluarkan sisi yang selama ini tak pernah aku lihat sebelumnya.

Mata coklat terangnya seakan membawa aku terhanyut lebih dalam lagi. Dan disinilah kita, memutuskan menjalin sebuah hubungan yang mungkin hanya berdasarkan ketertarikan dan kebutuhan bukan berlandaskan yang namanya cinta.

Kepalanya masih pengintip dari balik pintu menutupi badannya. Sudah menjadi kebiasaanya akhir-akhir ini saat jam istirahat ia akan datang ke poli tempat aku praktik.

"Hai. Do i distrub you?" Tanyanya

"You always distrub me!" Ucapku datar, ia lalu memasang wajah cemberutnya menggembungkan pipinya yang tembem.

"Okay... I'll be back soon," ucapnya kecewa membuatku tersenyum gemas melihat kepalanya perlahan menghilang dibalik pintu.

Aku terkekeh, sudah lama sekali rasanya tidak seperti ini, ia hendak menutup pintu. "Hey bocah! Come here!" Perintahku

Kepalanya kembali mengintip di balik pintu menatapku heran. "Katanya aku ganggu," ucapnya sambil menatap sendu

"Ya justru karna kamu udah ganggu saya, jadi cepet masuk! And lock the door please," pintaku.

Wajahnya berubah ceria lalu mendorong pintu sambil tersenyum malu-malu mengunci pintu. Ia berjalan mendekat ke samping kiri meja lalu mengeluarkan sesuatu dari balik jas putihnya. Dia mengangkat kotak bekal di udara "Ta-da. It's lunch time!" Serunya.

Dengan cekatan ia membuka tutup kotak bekal dan menatanya di atas meja.

Aku menggeser kursiku ke belakang lalu menepuk pahaku isyarat agar dia duduk di pangkuanku.

Dia menurut menyimpan pantatnya di pangkuanku sambil mencoba menyendokan makanan ke mulutku. Aku masih sibuk mengecek rekam medis pasien yang ada di tangan kiriku sementara tangan kananku merangkul pinggangnya erat sambil mengelusnya sambil mulutku mengunyah. Saat satu sendok besar terakhir berisi nasi dan ayam kecap masuk ke mulutku dia menatapku lekat.

"So? Gimana rasanya?" Tanyanya penasaran meletakan sendok dan menutup kotak bekal.

Aku menyiritkan dahi pura-pura berfikir, "Hem... Keasinan."

Mendengar ucapanku dia tampak kecewa lalu turun dari pangkuanku. "Yah... Maaf ya kayaknya aku kebanyakan naro garem."

Aku hanya terkekeh geli, "Mungkin kamu pengen kawin makanya keasinan."

Dia lalu meliriku tajam sambil cemberut "Yeee kalo emang keasinan itu tanda mau kawin, berarti sekujur tubuh kamj kebanyakan garem rasanya keasinan, abis kamu maunya kawin terus!" Cibirnya

Aku terbahak-bahak bukan karna leluconnya tapi mukanya yang sungguh menggemaskan. Aku beranjak dari kursiku mendekat padanya membuatnya mundur sampai mengenai ujung meja kerjaku. Ibu jariku mengelus pipinya lalu mengecup lembut bibirnya

"Yang penting kawinnya sama kamu kan?" Godaku membuat dirinya merona

Hal yang paling aku sukai darinya adalah rona pipinya setiap aku menggodanya, dasar bocah

Sedetik kemudian aku mengangkat tubuhnya ke atas bed pasien.

••••••••••••••

HAIII MANA NIH PENDUKUNG RAKA!!!!
Maaf nih kalo ceritanya abal karna baru sekarang nyoba pake POV HEHE

Buat yang masih bingung jadi di story kali ini aku bikin latar 2 waktu yaitu masa kini dan masa lalu. Bab masa kini atau di 2015 ada judul bab beda-beda, nah sementara yg nyetitain masa lalu judul babnya THROWBACK

Wanti wanti dulu nih buat pencinta Raka di Promises, disini Raka bakaln ditunjukin dark sidenya.

So i hope you can enjoy this story.

Im waiting for your comment💋

Continue Reading

You'll Also Like

452K 23.8K 56
Takdir itu emang kocak. Perasaan cerita tentang perjodohan itu hanya ada di film atau novel, tapi sekarang apa? Cecilia Janelle terjebak dalam sebuah...
900K 89K 47
Menjadi adik angkat seorang yang amat membencinya sudah cukup bagi Runa. Dia tidak butuh untuk tinggal seatap dan terikat bersama pria itu. "Sampai k...
589K 52.1K 48
Tidak ada yang lebih rapuh dari sebuah kepercayaan. Ia paham betul bahwa yang bisa ia yakini selama ini adalah percaya pada diri sendiri. Hidupnya te...
243K 31.2K 18
Sebuah keluarga kaya pembuat sake memiliki desas-desus yang membuat setiap orang bergidik mendengarnya. Ogawa Seiji, putra tunggal keluarga Ogawa yan...