A Riddle Upon Us

By aritanda

2.7M 170K 21.5K

Sabrina, cewek cuek yang tiba-tiba sebangku dengan cowok yang gayanya sok. Semua cewek memuja cowok itu sebag... More

Introducing
One - Bad Luck
Two
Three
Four - Sportday
Five - His Point of View
Six - His Other Side
Seven
Eight - Both Point of View
Nine - Meeting Him
Ten
Eleven - Is it Over?
Twelve
Thirteen - Newcomer
Fourteen - Meeting Her
Fifteen - Weird Sentiments
Sixteen
Seventeen
Eighteen
Nineteen
Twenty - Friend By Chance
Twenty One
Twenty Two
Twenty Three - Realizing
Twenty Five - This Won't Be Good
Bonus Chapter
Twenty Six - Nonsense
Twenty Seven
Twenty Eight
Twenty Nine
Thirty
Thirty One
Thirty Two
Thirty Three - Good Bye
Then
Epilogue
Authors' Note

Twenty Four

71.3K 4.8K 1.4K
By aritanda

Her POV

"Sab, nggak pulang?"

Aku meliriknya sekilas, kembali menaruh dagu di atas meja. "Mager."

Ellysa memutar matanya. "Ish. Ulangan udah selesai juga. Ngapain sih diinget-inget."

Ah, ya. Ujian Akhir Semester genap sudah selesai. Ya, sebentar lagi tahun terakhir SMA. Dan oh, ulangan tadi memang cukup membuat down, tapi itu bukan alasanku malas pulang. Ya ... entahlah, tingkat ke-mager-anku sedang klimaks.

"Tsk. Nggak ada hubungannya."

"Tau ah. Pulang yuk, ah." Ujarnya.

Aku meliriknya sekilas, menghela napas. Merapikan tas.

Oh, iya.

"Lo duluan, deh. Gue ada titipan barang." Ucapku. Ya, seperti biasa, titipan oleh orang yang sama, ke makhluk yang sama.

"Hah? Titipan apaan?" Tanya Ellysa.

"Tau, tuh." Ujarku sambil menunjuk tas kertas yang selalu ibu pakai untuk memberikan barang ke manusia satu itu.

"Ohh, si itu .... Ekhem ...." Ujar Ellysa sambil pura-pura batuk. Atau mungkin memang batuk. Kasihan.

Dan mungkin karena tidak kubalas apa pun, dia melanjutkan monolog-nya.

"Tapi kan ini mungkin hari terakhir kita sekelas, Sab." Lanjutnya yang kubalas dengan tatapan 'terus kenapa?'.

"Ugh. Ya nggak apa-apa, sih. Gitu deh. Tau ah. Pokoknya ke gerbang bareng." Ujarnya sambil mendorongku untuk mulai berjalan. 

"Gue temenin ke kelasnya Angga." Lanjutnya yang hanya kubalas dengan menaik-turunkan bahu, lalu lanjut berjalan.

Tidak terasa, kami sudah sampai di koridor dekat kelas manusia itu.

Siapa sangka, ramai lagi.

Siapa sangka, Angga-Mile lagi.

"Sab, Angga-nya lagi sama ... adek kelas?" Ujar Ellysa sambil mencoba mengintip di antara keramaian.

"Hmm .... Langsung ke gerbang aja yuk." Ujarku sambil berjalan menuju tangga lain yang jaraknya cukup jauh.

Tidak kusangka aku mengorbangkan ke-mager-anku demi menghindari sejoli itu.

Ellysa hanya diam mengikuti. Kukira. Karena selanjutnya dia memulai monolog-nya lagi.

"Kenapa, Sab, nggak mau lewat situ? Nggak tahan sama pemandangannya? Hahah ..." Dan percakapan monolog-nya tergantikan dengan tawa-nya. Aku pun tidak membalas apa pun.

"I smell jealousy, hahah ..." Lanjutnya. Aku tidak membalas.

Tanpa ada yang melanjutkan percakapan, kita sudah sampai di gerbang. Ellysa langsung menuju mobilnya yang terparkir di dekat situ. Aku? Aku diam di tempat. Entah kenapa.

"Sab? Lo nggak pulang?" Tanya Ellysa, sedikit berteriak sebelum masuk ke mobilnya.

"Ngg, lo duluan aja." Jawabku.

Ellysa menaik-turunkan bahunya. "Dah."

Aku bergeming di tempat.

Untuk apa juga ya, aku masih di sini?

Haha, tidak mungkin kamu penasaran kan, Sab?

Ha.

Tapi aku berakhir dengan bergeming.

***

His POV

"Ngg ... kalau besok bisa, kak?"

Gue, terjebak di situasi yang sama.

"Ya udah. Jam?" Tanya gue. Cewek di depan gue ini, menunduk lagi. Temen-temen gue yang ngelilingin situasi yang terulang ini, mulai seru-seruan hal nggak jelas.

"Jam ... delapan ya, kak. Di ... sekolah." Jawabnya.

"Oke. Gue duluan, ya." Ujar gue langsung, menolak melanjutkan percakapan.

"Ngga, anterin dong adek kelas lo yang imut ini ke gerbang sekalian, tuh dia udah bawa tas." Ujar Faizal pas gue baru mau pergi dari situ. Gue bergeming, menengok sinis ke arahnya yang malah dibalas dengan cengiran.

Kalau Faizal yang mulai, yang lain ikutan.

"Tau ah. Gue mau pulang." Ujar gue sambil lanjut jalan.

Siapa sangka, Mile ngikut di belakang gue.

Dimulai dengan keheningan.

Keheningan yang jelas nggak gue suka, dibanding keheningan gue dengan Sabrina.

"Ngg ... kakak nggak keberatan, kan?" Tanyanya memecah keheningan.

Gue menengok ke arahnya sebentar, lalu lanjut jalan. "Kan gue udah bilang, gue ngeganti yang kemaren."

Karena kembali hening, gue melirik ke belakang sekilas dan gue lihat Mile menunduk, entah kenapa.

"Tsk. Nggak. Gue nggak keberatan." Ucap gue akhirnya dan gue rasa itu membuat mood cewek di belakang gue ini membaik--gue nggak tahu sebenarnya mood dia lagi buruk apa nggak--karena dia akhirnya menyejajarkan langkahnya dengan gue.

"Ya udah kak, Mile duluan ya--" Ujar Mile sambil tersenyum, tapi kalimatnya terputus ketika dia menatap ke depan. Dia menatap ke arah gerbang dengan ... tatapan yang nggak gue mengerti.

Gue pun mengikuti arah pandangnya. Dan di sana, ada Sabrina.

Tergerai.

Gue lihat dia merutuki sesuatu di tangannya yang gue yakin ikat rambutnya yang putus. Entah apa yang membuat gue seyakin itu.

"Itu ... kak Sabrina, kak?" Ujar Mile menyadarkan gue dari kebengongan gue--yang gue nggak tahu kenapa.

"Hah? Oh, iya." Jawab gue.

Sabrina ngapain di gerbang, ya? Setahu gue dia selalu langsung pulang.

Masa iya dia nungguin gue?

"Besok jam delapan, di sekolah, kan? Gue duluan, ya." Ucap gue, langsung menuju gerbang, meninggalkan Mile yang kayaknya udah dijemput supirnya. Gue terbingung-bingung dengan alasan kenapa Sabrina nungguin gue.

Itu pun kalau dia nungguin gue.

"Sab!" Seru gue.

Sabrina nengok dan gue lihat dia menggerutu sendiri.

"Ha. Lo nungguin gue, ya?" Tanya gue dengan cengiran iseng yang otomatis nongol setiap gue ketemu Sabrina.

"Pede." Seperti biasa.

"Gue dititipin barang." Seperti biasa.

Dia nggak mungkin kan nunggu cuma gue? Pasti ada alasan dititipin sesuatu.

Tapi kan dia bisa ngasih langsung ke rumah gue aja tanpa harus nunggu gue?

"Ya elah. Gue kira apaan." Ucap gue sambil nyambar barang apalah itu yang dititipin ke gue. Gue bosen sama acara titip-titipan gini. Sumpah.

"Lah? Lo kira apaan?" Balas Sabrina sambil mulai berjalan dan gue juga menyejajarkan langkah gue sama dia.

"Lagian. Tumben-tumbenan kan lo nungguin gue pulang." Ujar gue yang cuma dibalas dengan cengiran.

Ya, Sabrina, nyengir.

Entah kenapa, tapi gue rasa akhir-akhir ini Sabrina lebih berekspresi saat ngobrol dengan gue. Mungkin itu hal yang bagus?

"Gimana tadi ulangan lo, Sab? Pasti lo kesusahan kan karena nggak diajarin gue?" Tanya gue basa-basi.

Sabrina ngelirik gue dengan tatapan yah, gitulah. "Hft. Lo pede mulu, sih," ujarnya yang gue balas dengan cengiran. Dan sepertinya, seperti biasa, akan kembali ke keheningan.

"Oh, iya. Tadi lo jadi tontonan lagi ya di koridor?" Tanyanya mencegah keheningan.

"Hah? Oh, yang tadi."

"Yah, gitulah." Jawab gue.

"Hm-hm." Gumamnya.

"Ya gitu ... si Mile. Gue kan bilang gue bakal ngeganti yang waktu itu karena ya, lo tau, gue telat banget dateng itu." Ujar gue. Ya, gue merasa makin lama gue makin terbuka sama Sabrina. Tapi gue nggak tahu kenapa gue harus ngejelasin gini ke Sabrina.

"Oh. Lo ganti? Yah, lo emang telat banget, sih." Ujarnya tesenyum tipis.

"Tsk. Dasar." Balas gue. Dan nggak terasa, kita udah di depan rumah Sabrina.

"Duluan, ya." Ucap gue, seperti biasa, lalu lanjut jalan.

Tapi baru beberapa langkah, gue menengok lagi.

"Tumben, digerai!" Seru gue sambil nyengir, membuat Sabrina yang lagi fokus ngebuka gerbang jadi nengok ke gue dan menunjukkan muka jengkelnya.

Tapi, setelahnya, dia tertawa kecil.

Oh. Yang itu, nggak biasa.

***

Mile's POV

"Mil ... main truth or dare." Rujuk Eva.

Hmph, dasar Eva. Udah tahu mau ulangan, dia malah ngajak main.

"Ish. Gue capek belajar mulu." Balasnya. Hari ini, hari terakhir ulangan. Dan sekarang, lagi istirahat. Sekitar 20 menit lagi, jam ulangan selanjutnya.

"Ya tapi kan, abis ini masih ulangan." Balasku sambil membuka-buka halaman buku, sekedar membaca ulang.

"Ya elah, kan lo udah diajarin sama si senpai-senpai itu." Aku tersentak.

"Ihh ... kan udah nggak lagi ...." Balasku sambil mencubit bahu Eva.

"Ish, sakit Mil. Eh, emang sama si kak Angga--eh, kak Angga, kan? Ya pokoknya dialah, nggak ada kemajuan apa Mil?" Tanya Eva.

"Ngg ... Mile sih rencananya ... mau ngajak lagi ke city park abis ulangan akhir ini ...." Jawabku sambil sedikit tersipu. Aah, Mile nggak tahu kenapa ngomongin kak Angga aja sampai bikin nge-blush gini.

"Ooh, gitu ...." Ujar Eva sambil nyengir.

"Nggak nembak, nih? Hehe, walaupun biasanya cowok duluan, sih." Ujar Eva yang membuatku tersentak.

"Ihh, Eva kenapa, sih?" Gerutuku sebal.

"Eh, beneran, Mil. Kan abis ulangan akhir, dia udah kelas tiga, nanti nggak ada waktu lagi buat sering-sering ketemu dia, lho ..." Lanjut Eva dengan nada jahil.

"Nggg ... bener juga, sih ...." Jawabku berpikir.

"Iya, pas besok aja tuh, kalo kalian jadi ke ... city park, ya?" Aku mengangguk.

Hmm, benar juga kata Eva. Tapi, kan ...

"Tapi kan malu, Vaa ..." Balasku. Mile nggak kebayang muka Mile bakal semerah apa kalau Mile bakal beneran ngelakuin itu. Mile emang suka kak Angga dan Mile pasti seneng banget kalau kak Angga juga .... Tapi Mile nggak kebayang kalau Mile yang ngomong duluan!

"Yaa itu saran gue aja, sih. Nah, terima kasih telah 'me-refresh' otak gue. Sekarang lanjut belajar, ah."

Ish, ngeselin. Eva mah bikin pikiranku rumit mulu, deh.

***

"Ngg ... kalau besok bisa, kak?"

Aku mencoba menatap lurus kak Angga.

"Ya udah. Jam?" Tanyanya. Aku menunduk, habisnya kan Mile malu, teman-teman kak Angga pada mulai ngeledekin ...

"Jam ... delapan ya, kak. Di ... sekolah." Jawabku akhirnya.

"Oke. Gue duluan, ya." Ujar kak Angga setelahnya. Aku terbengong sesaat. Udah, gitu? Kak Angga mau langsung pulang?

"Ngga, anterin dong adek kelas lo yang imut ini ke gerbang sekalian, tuh dia udah bawa tas." Ujar salah satu teman kak Angga. Ya, bisa dibilang, Mile sedikit senang ada yang mengatakan begitu. Hehe, Mile emang sengaja udah bawa tas biar sekalian pulang bareng kak Angga.

Kak Angga terlihat diam di tempat lalu menengok sinis ke arah temannya yang tadi.

Semoga kak Angga mau ...

"Tau ah. Gue mau pulang." Ujar kak Angga setelahnya lalu lanjut jalan.

Aku awalnya bingung mau gimana, tapi kan, niat awalku mau jalan ke gerbang sama kak Angga! Akhirnya aku pun ngikutin kak Angga.

Tapi yang ada cuma keheningan.

"Ngg ... kakak nggak keberatan, kan?" Tanyaku memecah keheningan.

Kak Angga menengok sekilas, lalu kembali menuruni anak tangan. "Kan gue udah bilang, gue ngeganti yang kemaren."

Aku menunduk. Entah kenapa, rasanya kak Angga mengiyakan ajakanku cuma karena merasa tanggung jawab untuk yang kemarin, bukan benar-benar kak Angga-nya yang mau. Emang, sih ... Mille yang ngajak, tapi ... entah kenapa Mile jadi ngerasa agak sedih ....

"Tsk. Nggak. Gue nggak keberatan." Ucap kak Angga tiba-tiba yang membuatku sedikit tersentak lalu tersenyum. Aku pun menyejajarkan langkahku dengan langkah kak Angga.

"Ya udah kak, Mile duluan ya--" Ujarku akhirnya setelah sampai di lantai terbawah sambil tersenyum, tapi ... kalimatku terputus.

Di depan sana, di dekat gerbang itu, ada kak Sabrina.

Tergerai.

Aku mengerjap beberapa kali baru bertanya, "Itu ... kak Sabrina, kak?"

Entah kenapa, kak Sabrina terlihat lebih ... ngg ... gimana, ya....

"Hah? Oh, iya." Jawab kak Angga setelahnya. Aku merasa sedikit ... kesal ... mengetahui tatapan kak Angga tadi seperti ...

Hfffft, Mile bingung!

"Besok jam delapan, di sekolah, kan? Gue duluan, ya." Ucap kak Angga setelahnya. Aku mengerjap beberapa kali baru setelahnya menyadari kak Angga telah berjalan ke arah kak Sabrina.

Aku pun memasuki mobil dengan perasaan campur aduk.

Semoga besok lancar-lancar aja, deh.

***

His POV

"Mil." Ucap gue setelah terengah-engah berjalan cukup cepat ke sekolah.

Mendingan, kok. Cuma telat dua puluh menit.

"Eh, kak Angga." Balasnya.

"Maaf bikin lo nunggu lama." Ujar gue.

"Eh? Nggak kok, kak!" Tangkasnya.

"Ya, ya. Sekarang, kita ke sana naik apaan?"Lanjut gue nggak berminat membalas ucapannya.

"E-eh ... Mile nggak mikirin itu ...." Jawabnya. Gue menghela napas berat. Harusnya gue udah mengira bakal kayak gini.

"Tau gini ketemuan di halte aja kek." Gumam gue.

"Ya udah, jalan bentar ke halte aja. Lo nggak apa-apa, kan?" Tanya gue.

"Eh? Nggak apa-apa kok, kak!" Balasnya yang membuat kaki gue otomatis jalan dan berharap aja dia ngikutin di belakang gue.

Kalau dia nyasar kan repot.

***

Setelah perjalanan dengan bis yang cuma diisi dengan keheningan antara gue dan Mile yang membuat gue nggak nyaman tapi juga nggak mau memulai percakapan, akhirnya kita sampai di city park itu.

Entah kenapa gue mulai berpikir.

Untuk apaan gue di sini?

Dan gue menyadari, keputusan yang salah untuk mau diajak ke city park setelah Ulangan Akhir Semester.

Ramai. Banget.

Apalagi orang di belakang gue ini kecilnya kayak apa.

Tadi aja ngantri tiket kayak apaan. Belum selesai, di dalem juga ngantri buat wahana ini-itu.

Gue kangen rumah.

"Kak! Naik itu, yuk!" Ujar Mile yang membuat gue reflek melihat ke arah yang dia tunjuk.

Merry-go-round.

Ya ... jadi di taman kota ini ada beberapa permainan seperti merry-go-round dan roller coaster yang nggak gede-gede banget. Biasanya sih ini lebih sepi daripada amusement park. Tapi sekarang ... nggak.

"Lo serius?" Tanya gue malas. Oke, gue akui wahana itu lebih sepi dari wahana lain. Karena yang ke situ cuma anak-anak SD.

"Emang kenapa kak?" Tanyanya polos.

"Hft. Ya udah kalau lo mau ke sana. Gue nonton dari sini." Balas gue. Gue lihat Mile menggerutu sendiri.

Yang harusnya kesel kan gue?

"Udah, lo ke sana. Gue nonton dari sini." Ujar gue berharap dia manggut-manggut aja.

"Tapi kan, ke sininya bareng, kak. Masa yang main satu orang doang." Balasnya.

"Hfff .... Ya nanti gue ikut main kok, tapi wahana lain. Udah, buruan ke sana, keburu rame." Balas gue sambil mengambil ponsel.

Mile awalnya menggerutu nggak jelas, baru habis itu dia mulai ngantri.

Semoga gue bertahan hari ini.

***

Mile's POV

"Kak, terakhir ke toko oleh-oleh, yuk!" Ucapku sebelum tadinya memutuskan untuk langsung pulang. Kulihat kak Angga mengangguk saja dan berjalan di depanku.

Kulihat jam. Jam dua. Berarti harus cepat nih lihat-lihat barangnya. Yah, nggak terasa sudah jam segini.

Tapi tadi itu seru banget! Bisa bareng kak Angga naik beberapa permainan! Apalagi pas naik roller coaster! Tapi Mile nggak tahu kenapa, abis naik roller coaster itu, kak Angga jadi poker face beberapa saat ... tapi, pokoknya seru, deh! Walaupun roller coaster-nya satu-satu tempat duduknya, dan kak Angga di depan Mile, tapi seru!

Dan yang paling bikin seru itu ... tadi kak Angga sempet ketawa! Walau cuma sekali, sih .... Itupun karena Mile numpahin es krim Mile terus kena orang lain .... Ya pokoknya, Mile ulang lagi, tadi itu seru!

Hmm, tapi Mile sebenarnya mau naik yang semacam bianglala itu .... Tapi kata kak Angga, dia ogah. Hft, ya udahlah.

Ah!

Karena ngelamun jadi ketinggalan kak Angga, kan! Ugh, kok makin siang malah makin ramai, ya, di sini?

Eh? Tunggu, ke toko oleh-oleh lewat mana, ya?

Ugh, peta lokasinya ada dimana, sih?

Buk.

"A-ah, maaf." Ujarku asal ke orang yang sepertinya kutabrak, atau malah dia yag menabrakku?

Aah, pokoknya Mile harus nyari kak Angga dulu sekarang! Tapi Mile kan nggak tinggi! Kak Angga mana kelihatan dari sini!

Sret.

"Lo ngelamun, ya? Udah tahu rame gini."

Eh? Siapa yang menarikku ke belakang?

Aku menoleh ke belakang.

Deg.

Ah, rupanya kak Angga. Menarik tas selempangku. Yang otomatis juga menarikku.

"Ma-maaf kak." Ujarku tapi diam-diam menghela napas. Huft, kan gawat kalau Mile nggak ketemu-temu sama kak Angga. Nanti Mile pulangnya gimana?

"Kalo lo ilang, susah nyarinya tau, nggak?" Lanjut kak Angga setelahnya.

Ah, kak Angga berkeringat melebihi Mile.

Apa tadi kak Angga nyariin Mile?

"Iya, maaf ya kak." Jawabku menunduk. Tapi sedikit senang kalau yang dipikiran Mile barusan itu benar. Hmm, tapi itu hal wajar, ya?

"Ya udah, ah. Ayo, cepetan. Gue pengen cepet-cepet keluar dari sini." Ujar kak Angga sambil masih terus menarik tas selempangku. Pipiku memanas, lalu aku tersenyum sendiri.

"Eh, beneran, Mil. Kan abis ulangan akhir, dia udah kelas tiga, nanti nggak ada waktu lagi buat sering-sering ketemu dia, lho ..."

Eeh? Kenapa tiba-tiba kepikiran ucapan Eva, sih?!

Hft, jadi inget tentang hal tembak-menembak itu, kan ...

Masa iya Mile nembak kak Angga? Kan malu! Lagipula kalau Mile mau nembak juga bentar lagi kita mau pulang, nggak mungkin sempet kan? Tapi, bentar lagi kak Angga kelas tiga ... Benar juga sih yang dibilang Eva ... tapi ...

Aaah! Mile binguungg ....

"Oy, lo mau beli apaan emangnya?" Tanya kak Angga menyadarkanku. Oh, kita sudah di toko oleh-oleh ternyata.

"Eh? Ngg ... mau lihat-lihat dulu aja, kak." Balasku.

"Hm. Cepetan, ya." Aku mengangguk lalu mulai berjalan melihat-lihat rak-rak. Padahal pikiranku masih ke hal yang tadi. Hft, kenapa ucapan Eva tadi tiba-tiba muncul di kepala, sih?

Tapi emang benar yang diucapin Eva ....

Kan sekarang udah liburan semester dan Mile nggak bakal ketemu kak Angga selama itu. Terus masuk sekolah kak Angga udah kelas tiga, pasti sibuk. Tapi kalau Mile nembak sekarang juga bikin kak Angga repot, ya? Eh, tunggu, emangnya Mile berani?

"Mil! Lo mau yang rasa apa?" Tanya kak Angga dari sudut toko yang lain, sambil melambaikan tangannya yang menggenggam es krim.

Aku menaikkan alisku sebelah lalu berjalan ke arahnya.

"Kenapa, kak?"

"Nggak, gue mau beli es krim lagi. Lo mau rasa apa?" Balasnya sambil melihat-lihat es krim lainnya.

"Eh ... terserah aja, kak ...." Balasku masih dengan sisa-sisa lamunanku.

Kak Angga itu baik.

"Oh, oke. Asal nggak lo tumpahin lagi, ya." Balasnya dengan tawa kecil.

Deg.

Ganteng juga.

"Oy, lo nggak jadi beli sesuatu, gitu?" Tanyanya yang menyadarkanku dari lamunanku.

"E-eh, jadi kok, kak." Jawabku sambil menunduk sedikit.

"Gue ngikut lo aja deh. Nanti lo ilang lagi." Ujarnya.

Deg.

Tuh kan, kak Angga memang baik.

Agak canggung, tapi Mile emang mau ke bagian aksesoris. Dan ternyata kak Angga ikut di belakang Mile sambil masih melihat-lihat es krimnya.

Pikiran Mile kacau balau. Kenapa tiba-tiba Mile sensitif banget gini sama semua yang dilakuin kak Angga? Apa Mile dari dulu kayak gini? Kenapa tiba-tiba sifat baiknya kak Angga ter-list di kepala Mile?

"... beneran, Mil. Kan abis ulangan akhir, dia udah kelas tiga, nanti nggak ada waktu lagi--"

Aaah, kenapa ucapan Eva muncul lagi, sih?

Masa iya sifat-sifat baik kak Angga yang ada di kepala Mile tiba-tiba ini karena Mile nyari alasan buat nembak kak Angga?

Aahh, Mile anehh ....

Mile fokus dulu deh ya milih oleh-olehnya.

"Haha. Ini cocok buat Sabrina." Celetuk kak Angga mengagetkanku.

Refleks, aku menoleh ke belakang.

Kak Angga sedang melihat-lihat bagian ikat rambut. Dan memegang salah satunya. Sambil tersenyum.

Ah, ya. Kak Angga itu, juga perhatian.

Ke kak Sabrina.

Lain kali aja ya, Eva.

***

His POV

Gue tersenyum sendiri.

Jangan tanya gue kenapa gue bisa senyum sendiri padahal cuma ngelihat benda mati yang ngingetin gue ke seseorang.

Ah, tapi ini emang cocok.

Gue memandang cukup lama ikat rambut di tangan gue ini.

Masih tersenyum.

Jangan tanya gue kenapa.

"Angga ... kan?"

Gue tersentak. Lalu menoleh ke asal suara. Gue lihat dari ujung mata gue kalau Mile juga nengok ke arah yang sama.

Bentar, gue inget-inget dulu namanya.

Kalo nggak salah ... Alya, ya? Gue tahu dari mendengar obrolan nyokap gue dengan nyokapnya Sabrina.

"Ngg, iya. Alya ... ya?" Tanya gue memastikan. Di sebelahnya, ada cowok yang gue lihat dulu bareng dia juga.

"Iya. Wow juga lo inget nama gue." Balasnya setelahnya.

"Sabrina nggak ikut?" Tanya gue.

Oops.

Gue nggak tahu itu tadi spontan apa gimana.

"Haha, nggak. Lo tahu dia semager apa." Balasnya dengan senyum ... jahil?

"Ah, ya. Ngapain ya gue nanya gitu." Gumam gue bingung sendiri.

"Oh iya, lo ... ngapain di sini?" Tanyanya setelahnya. Oh iya, gue kan di bagian aksesoris.

"Ngg ... gue cuma nemenin dia." Balas gue sambil nunjuk Mile yang entah sejak kapan udah menjauh dari tempat gue sekarang.

"Oh, gitu ...." Balasnya. Lalu gue lihat cowok yang di sebelahnya ngomong sesuatu ke dia abis itu pergi duluan.

"Eh, berarti sekolah lo udah selesai UAS, dong?" Tanyanya lagi.

"Udahlah." Balas gue.

"Ohh ... berarti gue bisa ke rumahnya Sabrina." Gumamnya.

Gue nggak tahu harus bereaksi apa.

"Oh, ya udah, gue duluan deh, ya." Ujarnya gue cuma membalasnya dengan mengangguk.

Baru beberapa langkah dia berlalu, gue lihat dia balik lagi ke arah gue.

"Btw, iket rambut itu emang cocok buat dia."

***

Her POV

Seperti tiap hari libur. Kuhabiskan dengan tidak menghabiskan tenaga.

Baca komik, main lappy, riddle, atau apa pun yang bisa kuraih dari tempat tidur.

Drrt .... Drrt ....

Argh. Ponselnya jauh.

Aku memanjangkan tanganku yang tidak merubah fakta bahwa aku tidak bisa mengambil ponselku tanpa turun dari tempat tidur.

Kali ini aku mengutuk ide asal menaruh ponsel dimana saja.

Hmph. Paling juga SMS nggak penting.

Setelah menyerah dan getaran ponselku berhenti, aku kembali membaca komik.

Drrt .... Drrt ....

Nggak penting. Nggak penting.

Kembali baca komik.

Drrt .... Drrt ....

Kembali baca komik.

Drrt .... Drrt ....

"Ergh ... siapa, sih?" Geramku kesal dan akhirnya beranjak dari kasur.

Aku merampas ponselku setelahnya lalu melihat notifikasinya, sepuluh SMS.

Bahkan saat sudah di tanganku pun, ponselku masih bergetar.

"Siapa, sih?" Geramku, kedua kalinya.

From: Alya

Lo tau, gue ketemu Angga.

Gue tahu lo pasti lagi males ngambil hp karena lo di kasur.

Makanya gue bakal ngirim banyak sms biar lo terpaksa ngambil hp lo

Oyyy

Lo harus tau inii

Gue ketemu Angga tadi!

Dan dia nggak sendiri!

Di city park!

Ish. Jawab kek.

Hft. Btw lo pasti taulah kira-kira dia sama siapa ke sana

Aku bergeming beberapa saat setelah membacanya.

Haaah?

Ngapain dia ke sana?

OH. Ya. Pasti sama Mile.

Hey, tapi itu bukan urusanku, kan?

Jelas ini bukan urusanku dia pergi kemana dan lain-lain, kan?

Haha, pemikiran lo sangat berkontradiksi, Sab.

Urgh. Ini bukan urusanku ... kan?

Jangan tanya aku dengan perasaan aneh yang tanpa sebab jelas ini dan keraguan aneh yang menyelimutiku.

Ah! Urusanku satu-satunya sekarang kan ...

To: Alya

Al. lo di city park?

dimanapun lo sekarang. gue harap. lo. nggak lupa. beliin. gue. iket rambut.

*kirim*

Drrt .... Drrt ....

From: Alya

Ah, gue lupa :p

***

His POV

"Emang lo tadi jadi beli apaan?" Tanya gue setelah kita sampai di bis.

"Eh? Ngg ... cuma beli topi buat kakaknya Mile sama gelang buat Eva." Jawabnya, gue cuma manggut-manggut.

"Oh, iya, makasih kak, es krimnya!" Lanjutnya lalu membuka bungkus es krimnya. Gue memprediksi es krimnya udah mencair, es krim gue aja udah abis dari kapan.

"Hm. Biasa aja kali." Jawab gue.

Omong - omong, gue dan Mile sama-sama duduk, gue di seberangnya. Jarak dari city park ke stasiun dekat rumah gue nggak jauh. Dan sama kayak pas berangkat tadi, gue membunuh waktu dengan memainkan ponsel gue. Yang membuat Mile melakukan hal yang sama.

"Eh! Kak, Mile nggak ada foto sama kak Angga hari ini ..." Ujarnya tiba-tiba. Gue meliriknya dan menaikkan sebelah alis gue.

"Ogah." Jawab gue spontan. Mukanya langsung berubah sedih.

Sedikit iba, gue pun mencari-cari barang lain buat 'kenang-kenangan'.

"Oh, iya. Ini tadi gue dapet hadiah gantungan abal-abalan gara-gara beli dua es krim. Nih, buat lo aja." Gue pun memberikan gantungan bentuk es krim yang nggak terlalu bagus itu ke Mile, berharap dia berhenti memasang ekspresi kayak tadi. Tapi mana ada sih orang yang mau dapet gantungan kayak gini doang?

"Ehhh? Makasih kaak ...." Oh, gue salah. Ada, orang yang mau dikasih gantungan kayak gini doang.

Gue sedikit terbengong-bengong melihat ekspresi wajahnya yang langsung berubah. Air muka Mile terlihat bersinar.

Gara-gara gantungan abal itu.

"Hahah, lo ada-ada aja, sih." Tawa gue. Entah kenapa gue ketawa, mungkin karena bocah ini terlalu aneh--yah, walaupun gue juga punya tetangga yang aneh.

Omong-omong tetangga gue itu, gue juga bingung kenapa tadi gue--

"Ah, kak! Udah nyampe!" Sahut Mile tiba-tiba dan gue reflek ngelihat ke arah jendela. Beberapa detik kemudian, terdengar pengumuman kereta udah sampai di stasiun.

"Lo di jemput di sini, Mil?" Tanya gue setelah keluar dari kereta.

"Iya, kak." Balasnya.

"Oh, ya udah, gue duluan, ya." Ujar gue.

"Eh? Ngg, bentar kak. Mile mau bilang makasih buat hari ini ...." Ucapnya selanjutnya.

Gue terdiam sebentar. "Ya udah ... gue duluan, ya."

...

Setelah jalan selama sekitar sepuluh menit,

Gue sampai di depan rumah Sabrina.

Gue terdiam sebentar.

Akhirnya gue coba ngebuka pagar rumahnya dan ternyata nggak dikunci. Gue pun masuk dan berhenti di depan pintu rumahnya.

Gue mengambil tas kertas dari ransel gue dan menaruhnya di depan pintu rumahnya.

Wait. Kalau yang buka pintunya bokapnya gimana?

Atau malah nyokapnya?

Gue pun mencoba menghilangkan pikiran aneh gue karena apa yang gue lakuin sekarang aja udah cukup aneh.

Setelah bergeming sebentar, gue pun mengetuk pintu rumahnya lalu keluar dan menutup pagar rumahnya.

Tepat beberapa langkah dari rumahnya, gue mendengar bunyi pintu terbuka.

Gue nggak bisa menyembunyikan senyum-tanpa-sebab gue.

.

Hanya beberapa menit setelahnya, gue udah sampai di depan rumah gue.

Tiba-tiba rasa capek dari pergi siang tadi menyergap gue membuat gue mau langsung tiduran di kasur.

"Angga pulang." Seru gue setelah masuk rumah. Hal pertama yang gue lakukan adalah mencari-cari nyokap gue.

Dan gue pun menemukan nyokap dan bokap gue di meja makan. Entah kenapa auranya lumayan serius.

"Angga pulang." Ucap gue lagi menyadarkan nyokap bokap gue kalau gue udah pulang.

"Eh, Angga udah pulang." Ucap nyokap gue lalu gue salim ke dia dan bokap gue.

Ada hening yang lumayan lama setelahnya.

Gue nggak tahu kenapa dan yang jelas perasaan gue nggak enak.

"Angga, duduk sini. Ayah mau ngomong sesuatu."

-tbc-

Hai

WE ARE TRULY SORRY AAAA

ITS BEEN TWO MONTHS!!

so yeah...

Seperti yang kalian tahu, kita baru aja graduate dann kita bertiga gak satu sekolah lagi:)

Kita sempet lost contact dan sebagai siswa baru, kita butuh beberapa waktu buat beradaptasi. Jadi kita mohon kalian bisa memaklumi tentang keterlambatan apdet ini.

WE ARE SO SORRY THAT WE'RE NOT BEING PROFESSIONAL:(

THANKS A TONSSS BUAT YANG MASIH NUNGGUIN DAN SETIA BUAT KELANJUTAN A RIDDLE UPON US. WE ARE TRULY FLATTERED.

Dan kita harap sabang/gale shipper masih ada disini.

We know that some of you have already lost the feeling. We cant blame you for that. Again, we're so sorry for ruining the feelings. 

Sekali lagi, THANK YOU SOOO MUCH UDAH NEMENIN PERJALANAN A RIDDLE UPON US SAMPE SINI. Tanpa kalian cerita ini bukan apa-apa:)

And for those who have given up on this story, thanks udah pernah menjadi bagian dari sabang/gale shipper family dan udah meluangkan waktu kalian buat cerita ini. And sorry that we can't satisfy your expectation.

And last but not least,

We have a little present for you:)

Stay tuned for the surprise present made exclusively for our loyal readers.

'Hadiah' ini emang gak sebanding. But we want to give you guys something more:(

See you!

05.09.15

Continue Reading

You'll Also Like

277K 60K 38
Ketika Ivory kembali berurusan dengan Silver, mantan pacarnya, tanpa sadar perempuan itu harus siap menerima kemungkinan terburuk untuk diganggu kemb...
6.9M 292K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
1.6M 199K 42
[BOOK 2 OF WHEN THE BADBOY MEETS THE FANGIRL] Kata Johnny Deep, "Jika kau mencintai dua orang dalam waktu yang bersamaan, pilihlah orang kedua, kare...
862K 77.6K 55
Menurut kalian, apa pengertian bodoh? Apa bodoh itu orang yang tidak bisa memahami pelajaran sekolah yang sulit? Menurut Rilly bukan itu, karena tida...