Steal My Boy

By rswna_

5.8K 575 139

Araminta Azalea selalu yakin dirinya bisa meluluhkan hati Rajendra yang semula es menjadi air, yakin bisa mem... More

Arti nama pangeran
Si 'masalah besar'
Peraturan Rajendra
Kembali ke masa lalu
Satu bulan yang berat
See you again
Kematian tak terduga
Tidak sama layaknya hari yang lain
Berbeda dari hari yang lain
She left me
Farewell
Undercontrol
Putri Azalea's gift
Easy go
Hello, Paris!
Wanted
Lamaran Dingin....
What the.....
mimpi atau?

Unexpected

194 26 8
By rswna_

"Ra, bangunnn"
"Sssttt berisik. Ganggu tau nggak!"

Memang susah kalau udah berhubungan sama kebo yang menjelma jadi cewek manis nan polos macam Ara. Jendra tak bisa berbuat apa-apa selain melihati lekuk wajah wanita didepannya, matanya tertutup sempurna, bibirnya terbuka sedikit membuat Jendra terkesima sebentar, ya hanya sebentar begitu melihat buku karya J.K Rowling itu masih berada di dadanya, tangannya bahkan masih memegangi buku itu dengan erat

"Kamu beda kalo lagi tidur, nggak berisik," lirihnya dan segera mengangkat tubuh Ara kedalam gendongannya. Membawanya kedalam kamar, jangan mesum.. bukan ke kamar Jendra kok!

"Berat banget sih lo ternyata," gumamnya sesaat karena kesusahan membuka pintunya. Putri tidur ini kayaknya suka banget makan, ditubuhnya yang kecil itu ternyata bisa jadi beban juga

***

Tangan Rama kembali dikepalkan. Memukul udara kosong didepannya, seakan-akan ia sudah berhasil memukuli wajah lelaki menyebalkan yang entah karena apa bisa membuat Ara jatuh hati setengah mati padanya!

Tidak masalah, baginya kalau hanya satu orang itu yang menyukai Ara. Yang ia tahu pun, Jendra tidak pernah menaruh perasaan apapun pada wanitanya. Ya walaupun kali ini dengan perkiraan yang sungguh sangat diragukan.
Insting seorang pria tetap saja cetek terlebih masalah cinta-cintaan, ya intinya beda sama cewek

"Lo manggil gue?" Rama menolehkan pandangannya kedepan, "sejak satu jam lalu, bodoh!"

Lelaki bermata hijau itu terkekeh pelan, sudah lama tidak mengunjungi Rama membuatnya hampir tidak mengenali sahabatnya yang semakin lama semakin galak itu, dan sekarang ia harus menerima jitakan keras dari tangan Rama yang tiba-tiba

"Kenapa menjitak? Paris buat lo makin garang, sob" katanya dan segera membalas jitakan Rama

"Hasssh, udah. Gue nyuruh lo kesini, buat bantu gue. Bukan malah ngajak gue ribut, please"
"Serius amat, kenapa sih? Eh gue ada calon nih, lo bisa.."

"Berhenti ngoceh, fer. Ga penting" ungkapnya menahan kesal. Lagi-lagi anak itu mencarikan calon istri untuknya, ya... sebenernya itu modus supaya dia bisa lebih deket sama si cewek, ya itu modusnya, sok jadi mak comblang! Pinter ya anak satu itu?
Sampe kewalahan Rama punya teman semacamnya

"Oke, apa yang bisa saya bantu, kakanda?" Rama menatapnya geli
"Najis,"

"Gampang, lo cuma bantu gue nyingkirin orang macam dia aja, bisa?"
Tangannya terarah untuk meraih handphone Rama itu, dan setelahnya bisa dipastikan tatapan tajam yang mengerikan tiba-tiba itulah yang buat Rama menjauhkan posisinya seketika

"Lo nggak papa?"
"Yaudahlah, gue cari orang lain aja, thanks. Mata lo biasa aja dong" sementara Rama masih menjauh, temannya itu kemudian tersenyum miring, ide brilliant yang baru saja didapatnya menghasilkan kekehan licik khas suaranya

"What! Lo yakin? Gak gak... gue gak mau sampe segila itu" mendadak Rama menghindar dari jangkauan Ferdi, mencoba meluruskan fikiran gila temannya itu, tapi pasti lagi-lagi percuma, perkataannya hanya kiasan sepertinya

"Siapa yang ajak lo?"
"Nah.. itu tadi?" Ferdi menoyor kepalanya, "bodoh. Pantes Ara nggak mau balik sama lo, lemotnya maksmimal gitu," katanya cuma-cuma

Beruntung kalau Rama adalah temannya. Kalau bukan pastilah Ferdi juga akan jadi rivalnya. Nasibnya akan sama seperti Jendra. setidaknya, begitulah..

"Ye tahik. Tapi awas lo bawa-bawa nama gue," ancamnya
"Ancaman lo basi" Rama mengepalkan tangannya diudara. Dihempaskannya kuat-kuat setelah sadar tatapan Ferdi seperti ingin membunuhnya. Mengerikan.

***

Sudah beberapa hari ini, Ara masih berada di kamar bercat cream ini, memang, kamar ini lebih keren daripada kamarnya dirumah. Tapi soal kenyamanan, tentu saja nyamanan dirumah sendiri, iya kan?

Pekerjaannya pun hanya makan, ke kamar mandi, menonton tv, membaca novel, mengecek handphone, tidur, makan lagi, dan lagi-lagi berulang selama 5 hari ini. Membosankan.
Belum lagi ketakutannya karena Jendra belum juga menunjukkan batang hidungnya selama hampir tiga harian. Kalaupun Ara keluar kamar, pasti sangat sepi dan lagi membuatnya berkhayal tiba-tiba saja suara pintu berdencit terbuka, tv yang tiba-tiba menyala, dan jeng jeng! Tubuh menyerupai Jendra yang di sofa. Hihh.. memikirkannya saja sudah membuatnya merinding akut

"Ara...."
Ya Allah, suara apaan tuh,

"Ara.."
Astagfirullah, lindungi hambamu ini

"Ara!!"
"Aaaaaaaa!"

Ara membeku di posisinya, berdiri memegang knop pintu dengan tangan gemetar, keringat dingin, dan gigi gemertak. Tak pernah ia sangka pertemuannya dengan hantu bakal secepat ini

"Ngapain kamu? Saya pake baju kok, buka mata kamu"
Suara.. pangeran?
Ara menghela nafas lega setelah mendapati Jendra lah yabg berdiri disaana, bukan perkiraan aneh-anehnya. Syukurlah..

"Ngagetin aja sih!" Jendra terkekeh mendengarnya, "kamu aneh, ngapain sih?"

"Eng-nggak papa. Ya aku kira.."
"Hantu?" Yap, kenapa Jendra bisa menebaknya? Semudah itukah menebak sesuatu bagi Jendra? Ara mendengus gusar

"Bukan.. ya kali hantu. Mana ada siang-siang gini hantu, kamu hantunya sih iya. Hantu tertampan" mendegarnya, tatapan pangerannya berubah dingin macam es, "kamu takut hantu?"

"Enggak! Kenapa sih nggak percaya banget sama Ara!" Katanya kesal dan berlalu menutup pintu. Tapi belum juga ditutup sempura, suara Pangerannya kembali menggema dalam irama slow motion... dengarkan baik-baik sekarang.....

"Dibawah tempat tidur, biasanya ada yang narik selimut tiba-tiba. Berdoa dulu sebelum tidur, ya!" Teriaknya kencang. Sampai memekakkan telinga Ara

Pintu terbanting keras, saking kerasnya maka pintu malah memantul di tembok dan berhasil membuat pintu tadi tertutup sempurna

"Jeeeee! Buka pintunya!! Jeje!"

"Jeeee bukain... Jeje!!" Sekilas tawa Jemdra terasa berbahak, tapi cepat dihentikan ketika suara Ara berubah jadi sesegukan, anak itu nangis?

Jendra membuka pintu, terlihat Ara masih dengan baju kelonggaran karena memakai kaosnya, dan air mata yang sudah membuat wajah anak itu semakin menggemaskan sekaligus membuatnya sakit juga mengetahui Ara menangis karenanya

"Yaampun.. cup cup cup, anak papa jangan nangis lagi ah, jelek"
"Bagus. Langsung diem kan..." Ara menghentikan tangisannya yang menyiksa, dia diam begitu mendengar ucapan Jendra barusan. Pria itu benar-benar berwibawa dan sudah cocok jika harus menjadi seorang ayah. Bisa dibayangkan betapa indahnya rumah tangga Ara kalau sampai Jendra lah yang jadi imamnya. Hah... sungguh mimpi kelewat jam tayang

"Jangan berkhayal. Kamu bisa gila lagi,"
"Heit! Kapan Ara gila emangnya?" Sudutnya tak kalah kesal, Jendra mengusap rambutnya sampai berantakan

"Nggak ada orang gila yang ngakuin dirinya itu gila, babe"
"Jeje ih!"

Larut malam, dan Ara masih belum mau kembali kamarnya, malah mengajak Jendra untuk segera memulangkannya.
Kalaupun dia ingat jalan menuju rumah, Ara pasti sudah kabur dan pulang sejak saat ia tahu Jendra ganya mengibulinya

"Yang tadi ralat deh.. orang nggak ada apa-apa kok di bawah ranjang. Sumpah!" Jarinya membentuk peace yang cantik. Ara malah terfokus pada wajah pangerannya daripada ketakutannya sekarang

"Ra? Jangan bengong terus!"
"Eh? I-iya udah, Jeje tidur dibawah ranjang kalo gitu, ya?" Kedua alisnya dinaikan cuma-cuma. Sedangkan Jendra terus mengeluh, ini semua karena ucapannya yang justru buat Ara nggak bisa tidur dan malah nyusahin dia

"Kalo setannya dari atap gimana?"
"Hah? Yang bener?" Jendra mengangguk cepat, "iya, Ara.."

"Yaudah, Jeje tidur di atas sofa. Ya?"
"Kok diatas sofa? Kalo tiba-tiba setannya turun ke kamu gimana? Hih... serem ya" dengan akting terbaiknya, jadilah Ara ketakutan setengah mati. Keliatan dari giginya yang gemertak tiap kali ketakutan, Jendra sampai hafal hal itu

"Yaudah, Ara nggak usah tidur"
"Heh? Saya kira kamu bakal nyuruh saya tidur sama kamu diatas ranjang," katanya refleks dan satu sentilan di dahinya pun tak ketinggalan

"Dasar omes!"
"Omes?"

"Otak mesum, Pangerannn. Ih, gitu aja nggak tau!" gerutunya kesal dan menarik tangan Jendra keluar apartmentnya, "mau kemana sih?"

"Pulang. Kalo dirumah Ara nggak takut," ucapnya kelewat pelan sampai Jendra harus mendekatkan telinga kembali

"Apa?"
"Ih au ah budek. Ayo cepetan anterinnnn"

***

Dengan wajah bantal seperti sekarang, Lala terpaksa berjalan gontai keluar. Tidak ada pak Man ataupun Bi Sal lagi karena memang mereka harus pergi ke kampung halamannya dalam waktu cukup lama, itupun kalau keduanya kembali.

"Hasssh senang sekali sih bertamu tengah malem kayak gini," gumannya dan membuka pintu. Matanya membelalak begitu sadar Ara datang langsung memeluknya

"Yak kau ini kenapaa?"
"Tadi Ara meminta pulang, jadi saya antar malam ini juga. Maaf mengganggumu. Ohya, Ara.. jangan lupakan ranselmu!" Katanya sinis dan menaruh ranselnya ke lantai

"Ini rumahnya jadi nggak masalah kok, kak. Oh ya, makasih ya udah nganterin anak kecil ini" sindirnya begitu Ara langsung masuk kedalam tanpa aba-aba lagi
"Aissh, anak itu tidak sopan sekali hehe sekali lagi makasih kak"

"Udah jadi tugas saya, saya pergi dulu," setelah selesai menghadapi si kepala es, Lala beranjak memasuki kamarnya bersama Ara. Ya, anak itu disana, tiduran sambil memeluk guling tercintanya dan terlebih itu... wajahnya yang bengong kayak nggak ada harapan hidup yang buat Lala mincingin mata keheranan

"Gimana liburannya? Enak? Ah pastilah, sama pangeran lo gitu"
"Dasar gila!" Ara terkejut begitu beban Lala menaiki ranjangnya, diputarnya bola matanya dengan kesal

"Trus-trus? Moment apa yang lo bakal ceritain lebih dulu?"

"Ara ngantuk, go sleep honey," Ditatapnya sahabatnya itu dengan jijik, mulai lagi deh menjijikannya, "gak sebelum lo cerita!"

"Ayolah.... gue bakal.."
"Iya iya bawel," ucapnya memutuskan perkataan Lala. Dengan kesal ditariknya nafas dalam-dalam. Semoga saja tidak ada bedanya kalau semua diceritakan.
Tinggal cerita dan anak ini nggak bawel lagi, fikirnya

"Jadi?"
"Gue.. tinggal sama Jendra"
Udah. tapi wajah Lala keliatan nggak puas, masih mau dengar cerita Ara lebih banyak tentunya

"Itu doang?"
"Gila! Gak segampang itu kali. Dengerin sekali lagi, gak akan gue ulang lagi, gue.. tinggal dirumah Jendra, dan tanpa pihak kantor,"
"Wh-what! Kok bisa? Lo... udah ngelakuin ya sama Jendra?" Ara melotot kesal dan menggeleng tak terima. Bisa-bisanya Lala berfikiran sampai sejauh itu

"Gue tau... he's already fall for you?"
"Mimpi." Ucapnya singkat dan memalingkan wajahnya kesamping,membelakangi Lala dan segera tidur. Yah,semoga tidurnya kali ini nyenyak tanpa mimpi buruk mengenai hantu

Masalah hantu.. Ara jadi khawatir kalau sampai hantu itu naksir Jendra. Ihh.. pasti bakal di grepe-grepe deh tuh pangeran gue

"Lo kenapa, Ra?"
Ara menggeleng pelan dan memejamkan matanya "udah ah mau tidur, capek"

***

Jendra memangku wajahnya dengan kedua tangannya. Beberapa hari yang lalu terpaksa ia harus mengurus lebih masalah pekerjaannya. Biasa, jadi mata-mata sesaat sebelum menerima kasus baru. Dan sekarang, dia patut menyesali keputusannya untuk itu, masalahnya jadi tak ada waktu lagi untuk bisa berlama-lama dengan Ara dirumahnya. Liat saja sekarang, wanita itu bahkan sudah pergi pulang karena ketakutan. Ya lagi-lagi berkat kejahilannya yang nggak ada lucu-lucunya itu

"Udahlah, nggak ada gunanya lagi sih Jen lo nyesel gini," Farid mengingatkan. Setidaknya sebelum ini ia sudah memberi tahu sahabatnya itu untuk jangan bertindak gila karena akan berujung karma

"Jen? Gue nggak enak nih," Jendra menoleh, mengikuti arah pandangan Farid kebelakang, dilihatnya seorang pria bertopi hitam dan mengenakan maskernya dan lagi.. sebatang rokok ditangannya yang buat Jendra terkekeh menahan tawa

"Eh? Gila nya kumat lagi?"
"Lo pikir lah, mana ada dia ngerokok tapi make maskernya haha" setelah puas tertawa, Jendra melangkahkan kakinya keluar dari sana, melewati desakan keramaian isi club perkotaan yang ramainya kebangetan ini

Jalan yang terseok-seok karena sebelumnya dia sudah mengabiskan 6 gelas wine nya. Untung saja belum begitu mabuk, tapi tetap aja, Farid bersikeras mengikutinya dari belakang. Siapa tahu temannya itu pingsan ditengah jalan dan beruntung kalau Farid ada disana

Ponselnya bergetar, nama Ara tertera disana. Dia tersenyum konyol, tertawa tidak jelas, sambil mengemudi asal-asalan

"Je?"
"Ya baby?"
Diam.. beberapa saat Ara tak menjawab, tapi tawanya itu sepertinya membuat Ara buka suara

"Kamu mabuk, Je?"
"Je, jawab yang bener!" Belum menjawab, Jendra menatap spion kanannya, mobil dibelakangnya itu terus mengikutinya sejak tadi. Tidak mungkin itu adalah Farid, karena anak itu tidak punya mobil berwarna merah mencolok seperti itu, Farid tidak suka warna merah dan yang pasti mobil itu mengikutinya sejak ia keluar Club tadi

"Je? Kamu masih denger Ara nggak sih? Kamu dimana? Aku kesana ya" dilihatnya jam didepannya, dia mendecak kesal

"Ck! Istirahatlah, sudah jam 2,"
"Tapi kasih tau Ara kamu dimana sekarang? Sama siapa?"
"Sama cewek yang pastinya bisa muasin saya, nggak kayak kamu, hun" katanya sambil tertawa dan memutuskan telfonnya

Dibayangkan lagi bagaimana Ara ketika cemburu, membuatnya gemas dan ya.. Jendra menahan tangisnya dalam keadaan setengah sadar

Dalam kegelapan kota, Jendra menepikan mobilnya, membanting wajahnya ke stir nya. Kepalanya yang pusing itu sudah membuatnya makin mengantuk, tapi matanya tetap terbuka sampai seseorang masuk menyeretnya paksa. Ia tertawa, melihat pria tadi yang ternyata membawanya

"Hei, pria perokok yang menutupi wajahnya dengan masker! Hahaha,"

"Dasar anak kecil, bisa-bisanya kau menyingkirkanku dulu" gumamnya dan segera membawa Jendra kedalam mobilnya.

Sampai sudah didalam mobil, dan mendapati Jendra yang sudah tertidur, tidurnya orang mabuk kan kayak oranf tuli, jadi tenang aja.. toh nggak bakal berkutik saat ini ditangannya
Tangannya menggapai handphone yang terlihat menyala di saku Jendra, begitu melihat nama Ara disana, ia segera mengangkatnya

"Je? Kamu dimana?"
"....."
"Jawab dong je, jangan buat Ara khawatir"

Tutttt
Diputuskannya telfon dari perempuan bernama Ara tadi. Satu ditangan dua didapatnya, ia tersenyum licik dibalik masker hitamnya.

"Lihat sampai mana kita nanti, Rajendra. Satu sama..." gumamnya segera melajukan mobilnyan dengan kecepatan tinggi. Beruntung tadi dia tidak tergoda untuk minum

Continue Reading

You'll Also Like

2.9M 303K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
621K 27.2K 42
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
6.6M 339K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
3.7M 54.4K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...