See you again

191 38 8
                                    

Dengan rasa lelahnya, Jendra menghempaskan tubuhnya ke ranjang bernuansa gelap miliknya. Pikirannya melayang entah kemana, matanya masih terpaku pada langit-langit atap, sampai merasa bosan barulah dia bangkit dan bersandar ke balkon

Suara tawa yang terdengar sampai ke balkon rumah (karena dapur berada di bawah balkon) cukup membuatnya sedikit penasaran. Ditundukkan kepalanya hingga terasa jelas melihat pemandangan dibawah sana, Bunda yang sangat dirindukan tawanya sekarang tertawa dengan gamblang juga lepas. Kalau sama Jendra boro-boro tertawa, senyum aja udah syukur

Sesekali pandangannya jatuh pada Ara yang tengah mengaduk adonannya, terkadang mengusap keringatnya dengan punggung tangannya. Sedangkan sang Bunda hanya memperhatikan, sering kali bundanya juga ikut campur tangan, seperti memotong sayuran sambil tertawa karena perbincangan yang takdapat Jendra dengar dari sana

Belum lagi sekarang ayahnya datang untuk menyapa Ara dengan tos ala keduanya, mereka punya cara saling menyapa yang unik semenjak pertama kali bertemu, lima tahun yang lalu, bunda memukul tangan Ayahnya yang berani mengambil makanan yang sepertinya masih panas itu
Suasana seperti ini tidak mungkin dilihatnya tanpa adanya Ara. Lagi-lagi Ara...

Jendra menghela nafasnya dan terduduk disana, menghentikan tontonan keluarganya bersama Wanita sintingnya. Dia akan sakit hati, dan merasa cemburu tentunya

"Kamu kok nggak kebawah, Jen? Lagi rame tuh," tiba-tiba saja suara Rasti terdengar dekat, setelah membuka mata, Rasti memang benar disampingnya

"Ngapain? lagi capek"
"Cowok kok males banget sih. Sekali-sekali kamu tuh kumpul sama ayah sama bunda, Jen. Kamu tau kita semua sibuk dihari biasa, kamu sendiri saat kita libur begini masih aja sempet sempetnya kerja berat" ucap Rasti yang terdengar mengkhawatirkan adiknya itu. Tangannya mengacak rambut Jendra dengan kasar

"Setiap malem kita juga kumpul kalo lagi makan malam, Ras" langkah gontainya mencapai ranjang juga,

"Ya beda, kalo sekarang mood mereka lagi enak. Kalo cuma sama kamu atau sama kakak, ayah sensian. Ini kesempatan Jen, apalagi Ara mau pindah,"
Jendra membuka matanya yang sekarang terasa tegang. Ara akan pindah dan semua ini baru diketahuinya. Jendra akan membuat pesta besok malam kalau benar begitu adanya. Terlepas dari Ara, layaknya terbebas dari penjara

"Nggak mau pamitan sama dia? Kayaknya dia udah bosen ya suka sama kamu, haha"
"Maksudnya?"

Rasti mengikuti Jendra yang berbaring disana. Kamar adiknya itu terasa lebih nyaman dari kamarnya yang seperti penjara menurutnya karena seperti tidak ada kehidupan didalamnya. Rasti menatapnya kesamping

"Ara udah nggak pernah loh nanyain kamu sama kakak. Biasanya, dia pasti nanya pagi siang sore dan bahkan malam, apa kamu udah tidur atau belum, udah pulang atau belum, sampe udah makan atau belum. Aku jadi kayak mata-mata kamu, dek"

Terasa pembicaraan itu sangatlah menarik, Jendra mencoba mencari posisi senyaman mungkin untuk mendengarkan Rasti dan akhirnya duduk diatas ranjang yang empuk lebih dirasanya pantas,
"Bagus dong kalo dia udah bosen suka sama aku. Jadi gak usah susah-susah buat ngejauhinnya,"

"Kamu tega banget, Jen. Ara baik banget aslinya. Kamu belum kenal dia aja jadi kamu kesel" Rasti mengingatkan. Niat baiknya itu dihadiahi cibiran Jendra yang tampak mengabaikan ucapannya. Tawanya terasa begitu jahat dan licik, begitu Rasti sebagai kakaknya menilai

"Bilang juga sama dia, aku mau nikah secepatnya, udah punya calonnya. Mungkin dia nggak bakal deketin aku lagi setelah itu, itu kalo dia cukup tau diri"
Tangan Rasti gemas untuk segera mencakar bibir adiknya itu kalau sekali lagi mengatakan hal-hal yang neko-neko. Ngaco.

"Terserah kamu deh, kalo kamu berubah pikiran nanti, kakak gak mau bantu,"
"Hahaha, kepikiran buat nerima pertemanannya aja aku masih ragu. Gimana sampe berubah fikiran, Ras" Jendra segera menggelengkan kepalanya, tak habis fikir juga kalau Rasti begitu senang membela Ara didepannya. Cukup, dan dia malas mendengar celotehan Rasti yang akan bertambah ngawurnya nanti

Steal My BoyWhere stories live. Discover now