Tidak sama layaknya hari yang lain

194 30 4
                                    

Kali ini aku bawa fotonya Araaaa! :) nggak tau cocok apa nggak sama tokoh Jendra yang sebelumnya, tapi menurutku cucocuco ajaa, yuk selamat membaca!!

"Nak Ara berniat kabur, ya?" Ara mengangguk lemah berbaring diranjangnya semula, "Jangan biarkan diri kamu sendiri kelelahan. Ara harus istirahat lebih, kalo nggak mau sakitnya kambuh lagi"
Disisi ranjangnya masih ada Jendra yang terlihat sebal, nggak ngerti juga karena apa, doktor Eric hanya bisa menggeleng tak percaya

"Kalau gitu, saya permisi dulu ke ruangan, pasien yang lain menunggu. Ah ya, kalau ada apa-apa panggil saja saya diruang sebelah" jelasnya dengan senyum ramah dan menunduk seperti orang meminta maaf, aneh.

"Terimakasih, dok"

Kata terakhir setelah Dr. Eric pergi keluar, dapat merubah suasana didalam ruangan jadi tampak lebih sepi, mencoba melihat Ara, ternyata Ara pun menatapnya juga, tapi dibuangnya kembali begitu sadar pangerannya balik menatap

"Kamu punya asma?" Ia mengangguk, "oh, tidak pernah bilang" Sejak kapan kalimat itu ada difikirannya? Sepertinya tak sempat dia fikir sampai langsung diutarakannya, Jendra bernafas gusar

"Apa Rama sama Lala pulang?"
"Mereka mengurus Owen," akhirnya Ara mengeluarkan suara juga, walaupun harus menanyakan mantan kekasihnya itu juga

Kembali hening lagi, dan Jendra tak bernai jamin dapat tenang-tenang saja disana, hatinya terlalu resah kalau begini jadinya, padahal biasanya pun ia lebih suka keheningan
"Kamu kurusan, Ra" ucapnya tiba-tiba, Ara tak menoleh tapi masih membuka matanya

Pintu terbuka, memperlihatkan perawat yang sebelumnya menegurnya itu membawa mangkuk yang mungkin berisi makanan juga tiga gelas air, banyak juga, gumamnya

"Permisi, ini makanan malam untuk Mba Ara, minumnya harus banyak ya mba seperti saran dokter hari ini,"
"Saya taruh disini, kalau ada yang dibutuhkan lagi, panggil saja saya, permisi" lanjutnya sambil meletakkan beberapa makanan di meja tepat disamping Jendra duduk, ia membalas senyum sebelum perawat tadi pergi

Dilihat lagi Ara diranjangnya, wanita itu masih belum mengubah posisi tidurnya menghadap kekiri membelakanginya,
"Jangan menghadap kiri kalau tiduran, nggak baik bukan pernafasan kamu, Ra" jelasnya yang belum ditanggapi Ara, membuatnya kesal saja.

"Kamu belum tidur, saya bisa liat kamu dari sini"
"Ara!" Satu kali teriakan ringan akhirnya ampuh juga meluluhkan hati Ara yang terlihat menaruh kesal padanya, wanita itu akhirnya menghadap kekanan, membuat wajah keduanya mau tak mau harus menjadi lebih dekat, Jendra terlihat kikuk sekarang.

"A-aku suapin kamu, kamu harus makan, kan?" Kata-katanya terbata dan terlihat sekali menutupi kegugupannya, hampir saya Ara tersenyum melihatnya, hampir.

"Nanti aja, aku masih belum lapar,"
"Nggak bisa dong, udah jam 10, kamu pengen tambah sakit atau gimana?" sip. Serentetan kata-katanya membuat mata Ara semakin tajam menahan kekesalannya. Dia lebih suka pangerannya bersikap acuh kalau sekarang

"Anterin aku nyusul kak Owen,"
"A-apa? Kamu masih waras kan?!" Menyusul Owen berarti kan....
"Jangan fikir aneh-aneh. Aku mau ikut rawat kak Owen seenggaknya hari terakhir sebelum pemakaman,"
"Kamu belum sembuh"

Mendengar deru nafas Ara yang terlihat pasrah, Jendra jadi tidak tega. Sebenarnya permintaannya barusan bukan suatu hal yang buruk, tapi kalau sekarang melihat darah dihidung wanita itu kembali keluar lagi, sepertinya Jendra harus cepat-cepat menolak permintaan Ara barusan. Ia menggeleng menjawab wanita itu dan mengambil beberapa tissue, mengelap darah yang mulai mengalir sampai kebantal

"Aku nggak percaya kamu cuma sakit asma," gumamnya lirih tapi tetap terdengar, Ara mengeryit bingung
"Kamu sakit apa? Selain yang udah aku tau"
"Nggak ada" jawabnya singkat dan jelas masih meninggalkan rasa penasaran dan sedikit kekhawatiran dalam dirinya

"Nggak mau ngaku juga? Nanti bakal aku tanya Dr. Eric nya" wajah Ara berubah memerah semakin kesal, tapi Jendra berfikir wanita itu malu karena sikapnya yang tiba-tiba, biarinlah, sekali-kali pahala buat orang seneng. Jendra meraih mangkuk yang berisikan bubur disampingnya, Ara mengalihkan wajahnya kembali kekiri

"Ngadep kesini, Ra"
"Susah banget sih ngurus orang sakit ternyata, apalagi yang sakit bayi raksasa kayak gini" mendengar itu Ara menoleh, mengarahkan tatapan yang terlihat gagal jadi mengerikan, bukannya mengerikan, malah jadi menggemaskan

"Yaudah, aku ngalah deh" ucapnya sambil bangkit berpindah tempat kesebrang posisi awalnya, "ngapain sih Je!"

"Ya mau ngasih makan buat kamu. Awas nanya lagi nanti," ancamnya geregetan. Dengan sedikit kesabaran, akhirnya bubur itu mendarat juga ke mulut Ara
Beberapa suap dan akhirnya ia kembali menolak, menyingkirkan mangkuk yang disodorkannya, sepertinya sudah kenyang kalau dilihat isinya yang sudah setengahnya pindah keperutnya

"Jangan buru-buru, santai aja, sih. Kalo kurang biar aku ambilin lagi," terangnya saat melihat Ara yang tersedak air putihnya

"Je?"
"Hem?" Kedua alisnya terangkat, "Ara mau pipis"

***

Keadaan Owen memang sudah benar-benar parah dan takbisa tertolong. Lala tak pernah tahu kalau Owen punya kanker hati stadium tiga, Ara juga nggak pernah nyeritain masalah ini

Pagi mulai menunjukan kekuatannya, mataharilah yang jadi pemimpin utamanya. Membuat Lala dan kedua teman didepannya membuka mata hampir bersamaan. Pasti matahari yang nyentrik itu, gumamnya menyalahkan
Baru sadar juga kalau ketiganya masih bersama Owen yang siap untuk dimakamkan. Acara pemandian dan sebagainya sudah dilakukan pukul 3 pagi tadi, Dea, Rafael, dan Eldon, sepupu Ara yang ikut membantu semuanya. Ahya satu lagi, disolatkan. Tapi sebelum itu, tentu saja Ara harus datang.

Ara akan marah pada semua yang ada disana kalau sampai ditinggalkan. Rasti sudah menghubingi Jendra, adiknya, yang juga merangkap sebagai Pangeran bagi sahabatnya. Lala mendengus kesal kalau ingat perlakuan Jendra pada Ara beberapa tahun yang lalu, hah...

"Gimana Ras? Udah on the way belum mereka?" Rama tiba-tiba menyahut tak sabar
"Gue perlu jemput nggak?" Lanjutnya

"Nggak usah. Jendra kan bawa mobil, mereka udah jalan kok lima menit yang lalu, sabar aja Ram.." kalau difikir ulang, Rasti ini memang kakaknya Jendra, tapi kok sikapnya bisa jauh beda gitu ya? Kalo Jendra punya sikap dingin dan cuek, Rasti sebaliknya. Herandeh. Lala menggumam keheranan

"Nggak usah panik gitu sih, Ram. Aman kok sama Jendra, selaw aja" Lala mengingatkan
"Dari tampangnya gue gak percaya Ara bisa aman aman aja,"

***

Jendra menatap miris wanita sintingnya yang masih memeluk papan kayu bernamakan nama kakaknya disana. Tangisan belum berhenti, dan kali ini Rama semakin gencar menyuruh wanita itu untuk segera beristirahat dirumah, yang tentu saja mendapat penolakan dari Ara sendiri

"Ra, kamu masih belum sembuh loh. Nanti bisa tambah parah," Rasti kali ini menyentuh bahu Ara yang bergetar. Tetap saja usahanya gagal. Ara tetap kekeh ingin berada disana

"Kamu ajak mereka pergi. Biar aku yang disini," mendengar bisikan dari adiknya, Rasti mengangguk dan membuat kedua teman Ara -ralat, satu lagi itu kan mantannya- pergi dari sana meninggalkan Ara bersamanya, walau tadi tampaknya Rama tidak setuju untuk pergi

"mau denger sesuatu nggak, Ra?" Ia berjongkok disamping Ara yang bahkan duduk memeluk tanah disana, tidak ada rasa geli ataupun takut. Ara masih tak peduli

"Kamu pernah denger berapa kali cambukan untuk pria yang kamu tangisin?" Ara terdiam kaku, memperhatikan dalam diam, "kalo kamu yakin Allah ada, kamu tau kan kalo Owen bahkan udah berada dikedudukan bahagianya?"
"Owen pasti baik-baik aja sama Allah. Kamu boleh nangis sekarang, sampe kamu capek, baru aku pulang"

Ara dibuat gugup dengan rangkulan tangan Jendra di pundaknya, seolah menyalurkan kekuatan yang ada dalam dirinya, Ara tersenyum disela-sela tangisnya.
merasa nyaman, begitu tangannya berhasil memeluk pangerannya disana. Pelukan yang baru pertama kali didapatnya selain pelukan dari almarhum ayah dan kak Owen yang pastinya masuk kategori pria.

Jendra diam dalam keterkejutannya. Ara memeluknya, dan berhasil sudah membuat hatinya ketar ketir dag dig dug bagai genderang dan kilat. Kadang jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya. Tapi ia tetap merengkuh tubuh wanita disampingnya. Yang terlalu ceria dan sekarang berubah sebaliknya. Jendra makin merapatkan pelukannya, dengan begitu semoga saja kesedihan Ara menular padanya supaya wanita itu tidak lagi semuram sekarang

Steal My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang