Kematian tak terduga

232 35 3
                                    

Diatas itu fotonya Jendra yah, happy reading! Yang lagi puasa semangattt! :))

*Soekarno-hatta airport,

Tinggal beberapa menit lagi, Ara akan siap kehilangan Owen yah.. untuk sementara waktu karena bulan depannya dia pun sudah bisa menyusul.
Suara-suara yang ramai pun tetap tidak bisa mengubah keadaan hati Ara yang sepi. Tumben sekali, dan dia sempat memikirkan beberapa alasan kenapa bisa hatinya sesepi ini, miris!

"Kamu yakin bulan depan mau tetep nyusul kakak?" Ara mengangguk mantap dan senyumnya mulai ditunjukkan, bagus.

"Heem, sebulan itu lama banget kalo dirumah cuman ada bi sal sama pak man deh pasti, huh" melihat pipinya yang menggembung kesal, Owen gemas dan mencubitnya sampai adiknya meringis perih dipipinya

"Kan Lala juga bakalan tinggal dirumah sebulanan ini. Udah diizinin kok sama orang tuanya, kalo kalian mau ngampus, biar pak man yang anter, nggak boleh naik taksi kalau udah malem. Setuju?"

"Bawel banget sih. Hem satu lagi nih" Owen menatap curiga akan gerak gerik Ara disana. Pasti akan mengatakan yang tidak-tidak, awas saja
"Jangan lupa nikah. Umur kamu tuh udah hampir kepala 3 yaampun bang!"

Hahaha rupanya itu! Owen menertawakan pertanyaan konyol yang baru saja didengarnya. Adiknya pasti sudah tau kalau ia masih betah sendiri dan bekerja menjadi pioritas utama buat seorang pria. Gitu prinsipnya

"Ngawur terus lo ah kalo ngomong. Kakak berangkat ya, jangan sampai telat makan! Kakak telfon nanti," mendengar pesawat yang akan segera berangkat, Owen mencium kening adiknya itu lama, membuat Ara justru terkekeh geli

"Cium aku aja udah ahli, bikin anget anget gimanaa gitu ya.. udah siap tuh cari istri, dasar tua bangka" Ara tertawa berbahak disana. Beberapa pasang mata juga mulai memusatkan pandangan kearahnya. Ara sih tinggal liat balik aja, terus menggumam dengan kata 'apa liat-liat?' Sampai tak ada lagi yang memperhatikannya. Kan nggak enak, nanti salting kalo diliatin terus.

"Daah mesum!" Teriak Owen dari kejauhan, sial.

"Hah.. benar-benar," lirihnya mulai mengecilkan volume suaranya. Berlalu keluar dan pulang, entah apa yang harus dilakukannya nanti

***

Tak sabar melihat temannya yang tampak lamban saat berjalan setiap pagi, juga saat tengah merauk lembar-lembar kertas pentingnya. Wajahnya terasa malas, dan jarang sekali Lala melihat temannya itu tertawa lagi, maksimal senyum lah kalau dengannya.

Sabar, La..
Kuatnya dalam hati menghadapi sikap Ara yang berubah tanpa sebab, mungkin karena si kemal mati kali ya? Soalnya gak keliatan dimatanya tuh.

"Gue ganti deh, Ra, si Kemal nya.... maaf deh, masa kita udah seminggu satu rumah tapi lo galau terus begitu," kata-katanya berhasil membuat Ara menoleh, dan tersenyum kecut

"Kemal udah tenang dialamnya, Ra. Jangan lo galauin terus apalagi lo tangisin, nanti Kemal sedih juga disono, lo gamau kan?"
Ara geleng-geleng kepala, sedangkan jadi Lala, yang tidak tahu apa-apa harus diam kikuk kayak sekarang

"Ngomong apa sih, La. Kemal masih hidup, cuman ganti majikan aja. Sekarang jangan diem aja, mending bantuin Ara jadiin satu ini semua. Pusing nih,"

"Yaudah lo istirahat dulu gih, dua hari nggak tidur, berasa kalong lo lama-lama. Gamau ah temenan sama kalong, geli" ucapnya sambil mengusir Ara agar cepat-cepat pergi tidur ke kamarnya. Masalahnya namanya perempuan, kan nggak baik kalau nggak tidur macam si Ara, kata mama Lala sih begitu deh

"Eh, Ra, Owen nelfon nihh, angkat dong" Ara langsung kembali bersemangat, seolah Owen lah yang memang jadi matahari untuk sang bunga, Ara berbinar

Melihat hal itu membuatnya ikut senang. Kalau begini kan, Ara sudah jadi Araminta Azalea yang asli, selalu senyum walau senyumnya justru kadang berlebihan sih

Steal My BoyWhere stories live. Discover now