The Billionaire Prison

By Penna1

307K 8.8K 408

[Budayakan VOTE Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersih... More

Chap 1
Chap 2
Chap 3
Chap 4
Chap 5
Chap 6
Chap 7
Chap 8
Chap 9
Chap 10
Chap 11
Chap 12
Chap 13
Chap 14
Chap 15
Chap 16
Chap 17
Chap 18
Chap 19
Chap 20
Chap 21
Chap 22
Chap 23
Chap 24
Chap 25
Chap 26
Chap 27
Chap 28
Chap 29
Chap 30
Chap 31
Chap 32
Chap 33
Chap 34
Chap 35
Chap 36
Chap 37
Chap 38
Chap 39
Chap 40
Chap 41
Chap 43
Chap 44
Chap 45
Chap 46
Chap 47
Chap 48
Chap 49
Chap 50
Chap 51
Chap 52
Chap 53

Chap 42

4.3K 134 4
By Penna1

"Datanglah ke tempat ini. Kau akan menemukan jawabannya."

Armand menatap bingung sang ibu, "Kenapa tidak mom yang menjelaskan?"

"Lebih baik mendengarnya dari sudut pandang orang ketiga. Dia akan menjelaskan nya dengan sangat baik."

Armand menatap secarik kertas bertuliskan sebuah alamat. Lelaki itu membacanya dan keningnya menyengrit, dia baru pertama kali mendengar nama tempat ini.

"Pergilah sendiri, tinggalkan Anna."

Armand mengangguk. Bahkan jika Diana tidak menyuruhnya pun, dia akan tetap tidak akan mengikut sertakan istrinya itu untuk ikut bersama. Armand tahu semakin jauh dirinya melakukan penyelidikan maka bahaya pun akan semakin sering datang.

Lalu tanpa berlama-lama lagi Armand pun bangkit. Menemui beberapa pengawalnya yang sedang berjaga di luar "Matt dan kalian ber-empat ikut dengan ku, sisanya bisa di sini menjaga Anna." Ucap Armand pada anak buahnya yang langsung mengangguk patuh.

Lelaki itu bergerak cepat, menarik pintu mobil dan langsung duduk di sana. Sejenak tatapannya tertuju pada rumah sang ibu. Pikirannya masih melayang tertuju pada wanita yang mungkin tengah menunggunya di sana. Menitipkan Anna pada Tao sedikit membuat dirinya merasa tenang. Walaupun Tao adalah orang yang cukup sembrono dalam bertindak tapi mungkin lebih baik dari pada para anak buahnya lagi pula ada sang ibu yang pasti bisa menemani Anna membuat Armand tak terlalu khawatir.

Helaan nafas terdengar, sebelum menyuruh Matt untuk berangkat, Armand lebih dulu memberikan secarik kertas itu untuk Matt baca.
"Kau tahu tempat ini?"

Armand melihat Matt yang menggeleng, lalu dia pun mengangguk mengerti, bahkan Matt pun tidak tahu tempat ini.

"Kita akan ke tempat ini. Suruh Brandon untuk mencari alamat ini dan segera kirimkan alamatnya padaku."

"Baik sir."

Brandon, salah satu anak buahnya yang mengurus masalah seperti ini. Setelah menunggu beberapa menit, Armand pun mendapat lokasi pastinya dan mereka pun segera melaju cepat.

————


Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam. Akhirnya mobil yang ia tumpangi pun berhenti di sebuah toko roti.

Armand mendongak melihat seluruh bangunan bertingkat dua ini. Seketika keningnya mengkerut, apa Brandon mengirim alamat yang benar?

Kakinya melangkah keluar mobil dan mulai berjalan. Kali ini Armand membiarkan Matt memimpin, lelaki itu hanya mengikuti pengawal nya itu dari belakang. Gerakannya terlihat santai tapi penuh antisipasi. Mendatangi tempat asing dengan tujuan penyelidikan tentu saja membuatnya seribu kali lebih waspada. Walaupun alamat ini berdasarkan informasi yang ibunya berikan tapi Armand tetap perlu berhati-hati. Musuhnya mungkin saja juga sedang mengintai atau malah sedang menunggu kedatangannya di tempat ini.

Saat Armand sudah berada di dalam. Lelaki itu mencoba mengamati seluruh sisi ruang dengan matanya. Sama seperti toko roti lainnya, tempat ini tidak menunjukkan kanehan, selain dari semua barang-barang yang terlihat kuno tapi juga antik.

Armand berjalan maju dan berhenti di hadapan seorang wanita muda tersenyum kearahnya. "Apa yang ingin kau beli tuan?"

Armand teringat ibunya yang memberikan satu clue, 'datangi sang pemilik rumah dan katakan nama ayah mertuamu.'

"Bisa aku bertemu dengan pemilik toko ini?"

Pegawai wanita itu pun menunjukkan wajah bingung, "Ada perlu apa tuan?"

"Aku ingin menyampaikan pesan. Bisa tolong panggilkan?

Armand melihat gelagat yang aneh dari wanita itu. Senyum yang semula ia pancarkan hilang begitu saja menghadirkan sebuah rengut gelisah yang tercipta."Dia sedang tidak ada di sini." Ucapnya lugas.

Armand masih terdiam, mengerti apa yang sedang terjadi sekarang. Wanita itu terlihat sedang mengembunyikan sesuatu. "Kalau begitu bisa katakan padanya, kalau anak dari Liam datang berkunjung."

Wanita itu melihat Armand dengan tatapan tak yakin, tapi beberapa detik setelahnya wanita itu pergi ke arah belakang. Armand yakin wanita itu pasti akan menyampaikan pesannya.

Beberapa menit berlalu wanita itu tak kunjung datang. Armand sedikit bingung. Wanita itu meninggalkan toko cukup lama, hingga membuatnya hampir mengira kalau wanita itu kabur. Tapi beberapa menit setelahnya, Armand mendengar suara pintu di buka. Wanita itu datang dengan wajah tegang.

"Bagaimana?" Tanya Armand langsung.

"Kau sungguh anak dari Liam? Jika kau berbohong, maka aku tidak segan-segan menelpon polisi." Ucap wanita itu dengan tangan yang siap dengan gagang telpon.

"Aku sungguh anaknya." Armand tak menjelaskan lebih lanjut.

Wanita itu memberi menelisik, menatap Armand dari kepala hingga kaki lalu kemudian mengangguk, "Mari ku antar."

"Matt kau ikut aku, yang lain bisa berjaga. Dan pastikan kau menutup toko ini, ku yakin pembicaraan ini akan sangat panjang." Perintahnya sebelum pergi.

"Baik sir."

————-

Armand di bawa melewatir lorong yang gelap lalu naik menuju lantai dua dari bangunan itu. Kepalanya terus bergerak ke kanan dan ke kiri, mencoba untuk beradaptasi, dan juga mencari sesuatu yang mungkin saja bisa membantunya kelak.

"Silahkan." Ucap wanita itu membuat Armand tersadar.

Setelah pintu dibuka. Armand melihat seorang pria paruh baya tengah berdiri di sudut ruangan menghadap jendela. Setelah melihat Armand masuk  lelaki itu pun berjalan pelan kearahnya.

Melihat lelaki paruh baya bergerak ke arahnya dengan tertatih membuat Armand mau tak mau mempercepat langkahnya dan membantu lelaki itu menuju sofa.

"Terima kasih. Silahkan duduk." Ucapnya

Kesan yang Armand dari tempat ini langsung berubah saat dia sudah berada di ruangan ini. Yang bisa Armand tangkap ruangan ini adalah sebuah tempat kerja dimana buku-buku tersusun, mulai dari kertas putih sampai yang warnanya sudah menguning.

"Kau sungguh anak Liam?"

Suara itu menyadarkannya, Armand menatap sejenak, "Lebih tepatnya adalah menantu."

"Anak Liam menikah denganmu?"

"Ya. Anna Bennet, dia sekarang adalah istriku,"

"Jadi Diana berhasil menikahkan kalian?"

Armand tak terlalu terkejut. "Sepertinya kau mengenal mereka dengan baik."

Lelaki itu tersenyum simpul, "Tentu saja, Liam adalah sahabat karibku,"

Armand merespon dengan anggukan singkat. Dia sudah menebak alasan sang ibu memberi tahunya alamat ini "Niatku berkunjung ke sini atas info yang ku terima dari ibu. Kalau kau akan memberitahuku semua kejadian beberapa tahun lalu." Jelas Armand tanpa basa basi.

"Liam dan Diana adalah partner yang cocok. Hanya saja misi nya untuk memberantas kejahatan ternyata malah membuatnya menerima dampak kerugian yang tak terhitung. Terkhusus pada Diana dan anak perempuan Liam dan Bella. Liam dan aku berteman baik. Kami sama-sama lulusan jaksa pada saat itu."

"Jadi Liam adalah seorang jaksa?"

"Tentu saja. Kau pikir apa yang membuat mereka membunuh Liam dan Bella?"

Armand terdiam, jawaban langsung muncul dikepalanya. "Karena mereka membantu ibu."

Lelaki itu tersenyum. "Keikut sertaan Liam dan Bella membawa kegelisahan bagi mereka. Saat jamannya, Liam adalah salah satu jaksa yang membuat para pelaku kriminal pasti mendapat hukuman. Penyelidikannya benar-benar matang dan mendetail, hingga tidak ada satupun yang terlewat."

"Jadi ini karena ibu." Gumamnya pelan. Dalam hati Armand merasakan amarah yang tak bisa ia jelaskan. Amarah bercampur rasa sedih saat mengetahui kalau sang ibu adalah orang yang memulai ini semua.

"Tidak sepenuhnya. Karena sebenarnya beberapa tahun terakhir sebelum Diana mengatakan masalahnya, Liam sudah lebih dulu menyelidiki kasus yang menyeret seorang anggota kepolisian dengan tuduhan pengedaran senjata ilegal. Tapi Liam tahu kalau petugas itu mempunyai dukungan yang kuat hingga akhirnya memutuskan untuk bungkam selama beberapa tahun. Dan setelah bicara dengan Diana, akhirnya Liam mengetahui kalau kasus mereka terikat satu sama lain dan setelah itu baru membuat rencana."

Dan Armand yakin permasalah itu kian semakin melebar setelah Liam Bennet memutuskan untuk ikut andil dalam penyelidikan.

Armand paham alasan sang ibu yang enggan memberitahunya soal kebenaran ini. Armand yakin kalau Diana pasti merasa bersalah, biar bagaimana pun dialah yang memulai. Menyuruh Armand untuk mencari Anna itu adalah sebagai salah satu cara untuk penebusan rasa bersalahnya. Walaupun mereka memutuskan untuk melakukan semua itu bersama tapi Diana lah yang lebih dulu memulai perang. Tapi tentu saja, ibunya bukan lah pelaku utama. Octo tetaplah orang yang wajib bertanggung jawab. Dan Armand pastikan lelaki itu mendapatkannya.

Helaan nafas keluar dari bibir Armand, matanya kembali menatap lelaki paruh baya itu. "Maaf tuan, bisa ku tahu siapa namamu?"

"Matio. Kau bisa memanggilku itu."

Armand mengangguk mengerti. Informasi Matio sangat membantunya, mungkin di masa depan ia akan sering berkunjung.

"Jadi sekarang kau menikmati rehatmu dengan membuka toko roti?" Tanya Armand basa basi, di satu sisi juga ingin menyelidiki sesuatu.

"Aku melakukannya untuk bertahan hidup."

Armand tak langsung menanggapi perkataannya.

"Banyak orang yang mencariku. Karena kasus-kasus yang ku tangani, banyak orang yang ingin mencelakaiku. Salah satunya adalah Octo."

Sesuai dugaannya. Setelah melihat ruangan ini, Armand menangkap kalau Matio tidak sepenuhnya merubah profesinya atau benar-benar menekuni pekerjaannya saat ini. Armand dapat melihatnya, ada banyak buku yang menumpuk di atas meja, beberapa lainnya terbuka, hingga membuatnya menerka-nerka.

"Kenapa dia mencarimu?"

"Aku adalah saksi yang berhasil kabur dari kejadian naas itu. Kejadian kecelakaan bersama Liam. Aku adalah korban yang selamat."


———-

Armand keluar dengan sedikit rasa aneh dalam hatinya. Hingga beberapa saat dirinya dilingkupi rasa bersalah. Mendengar semua cerita itu membuat dirinya teringat akan istrinya.

Anna Bail, istrinya adalah wanita yang kurang beruntung. Terpisah dengan kedua orang tuanya sejak kecil dan harus hidup dalam kesengsaraan bersama paman dan bibi yang serakah. Dan kini menikah dengan monster sepertinya.

Tangannya terkepal kuat. Wajahnya berubah dingin hingga siapapun yang melihatnya akan berpikir dua kali untuk mengganggunya.

Penderitaan wanita itu, dia akan membalasnya dengan pembalasan setimpal.

"Tunggulah Octo, aku akan datang menghampirimu."

———

"Ini semua salahmu."

Anna menyengrit. Matanya menatap Armand yang kini tengah menatapnya juga. Lelaki itu memancarkan aura yang tidak bisa Anna jelaskan. Bagaimana Armand menatapnya, membuat nafasnya tercekat.

Lelaki itu memandangi Anna dengan otak yang berputar. Teringat akan rentetan fakta yang ia ketahui. Dalam hati ikut merasa perlu bertanggung jawab. Apa yang sudah ia lakukan pada wanita itu, Armand mengakui kalau dia adalah sosok yang kejam. Tapi kemarahannya memang masuk akal, mengingat wanita itu tiba-tiba hadir dalam hidupnya, membuatnua tidak bisa langsung untuk menerimanya begitu saja. Tapi sekarang hatinya berubah...

"Apa kau mau berkunjung ke makan orang tuamu?"

Armand melihat mata Anna langsung berbinar. Dia langsung tampak bersemangat. "Benarkan aku bisa? Aku sangat ingin."

Armand mengangguk, "Kita bisa pergi besok."

"Kau pun akan ikut menemaniku?"

"Ya. Apa kau tidak suka?"

Anna menggeleng cepat, "Tentu aku suka. Akhir-akhir ini aku mulai menyukai kehadiranmu."

Itu adalah ucapan paling tulus yang ia katakan pada Armand. Dengan semua permasalahan, rintangan, entah kenapa Anna mulai menaruh sedikit beban yang ia miliki pada lelaki itu. Kehadiran Armand membawa ketenangan untuknya, walaupun di satu sisi juga membawa kekesalan tersendiri karena selalu beradu mulut, tapi Anna merasa kalau lelaki itu sudah mulai berubah.

Tapi untuk memperjelas pada dirinya, Anna sudah menegaskan kalau mungkin saja perubahan lelaki itu dikarenakan rasa simpati akan masalah yang menimpanya. Armand pasti hanya merasa kasihan hingga memperlakukannya dengan lebih baik sekarang. Walaupun kedamaian ini Anna yakin juga tidak akan bertahan lama. Karena beberapa menit lagi mungkin akan ada perdebatan. Dia bisa menjamin itu.

Tersadar dari lamunannya, Anna mendapati Armand yang sudah kembali fokus pada dokumen-dokumen itu. Dia jadi teringat akan janji Tao. Armand mungkin akan marah jika mengetahui kalau dia meminta Tao untuk membawa Vivian kembali. Apa lebih baik dia katakan saja mumpung suasana lelaki itu sedang bagus?

"Aku ingin memberitahumu sesuatu." Ucapnya. Tubuhnya berubah gugup.

Armand mendongak, alisnya terangkat menunggu Anna bicara. "Apa?"

"Aku meminta Tao untuk membawa kembali Vivian ke sini." Anna menggigit bibir bawahnya. Rasa takut mulai menyerang.

"Aku tahu. Tao sudah mengatakannya."

Mata Anna yang semula tertutup pun langsung terbuka, "Benarkah? Kalau begitu kau mengijinkan?"

"Dengan syarat, tidak ada rahasia."

Mata Anna mengerjap, perasaannya bahagia tapi ada peradaan takutnya juga. Dia takut tidak bisa menepati itu, pasalnya ia sengaja membawa Vivian kembali dengan tujuan agar wanita itu bisa membantunya. Dan tentu saja tanpa sepengetahuan Armand.

"Kau menyanggupi? Kau harus mulai menceritakan semuanya padaku. Tidak akan ada lagi rahasia."

"Bagaimana dengan ponselku? Apa aku sudah tidak boleh menggunakan ponsel?"

"Akan kuberikan. Tapi apa menurutmu aku akan langsung mempercayaimu begitu saja?"

"Tentu tidak. Kau mungkin sudah melakukan sesuatu pada ponsel itu."

"Pintar. Jadi kau tidak akan bisa melakukan apapun dibelakangku. Saat ku hubungi kau harus langsung menjawabnya."

"Aku tidak selalu membawa ponsel."

"Itu akan semakin mencurigakan."

Anna menghela nafas, merasa tak terima tapi mau bagaimana. Tidak ada cara lain.

"Bisa kau bawa dia ke sini besok?" Tanyanya, merunjuk pada Vivian.

Armand mendongak lalu mengangguk singkat. Dan reaksi itu membuat senyum manis di bibir Anna.

Seketika jantung Armand berdetak lebih cepat. Senyum wanita itu tak baik bagi jantungnya.

"Kau kembalilah ke kamar, aku akan selesai sebentar lagi." Ucapnya kembali menatap dokumen itu.

Hingga Anna sudah pergi, lelaki itu langsung menghela nafas panjang. Armand termenung. Senyum wanita itu masih teringat jelas. Membuatnya kehilangan kontrol akan dirinya sendiri. Jika dipikir-pikir dirinya menyukai senyum wanita itu . Apalagi jika senyum itu hadir karena perbuatannya. Aneh, tapi nyata. Sesuatu ini mungkin akan semakin besar jika dibiarkan terus menerus.
























In another place
"Sebenarnya apa yang ayah inginkan?" Tanya seorang lelaki geram. Menatap seorang pria paru baya di hadapannya.

"Mudah. Bawa wanita itu padaku. Itu adalah satu-satunya cara."








Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

28.5K 772 52
Sebelum baca cerita ini lebih baik baca cerita orang tuanya dulu ya, biar gak bingung nanti. Jangan lupa follow, komen dan votenya. See you. JANGAN...
18.7K 859 63
cerita dewasa tentang penyuka sesama jenis, bagi yang umumnya dibawah 18 tahun, harap segera pergi dari lapak saya! sekian, terima kasih!😇
1.8M 92.9K 49
FOLLOW SEBELUM BACA, THANKS😘 ⚠WARNING⚠ ⚠Mengandung kata-kata kasar ⚠Obsesi berlebih ⚠Bukan untuk ditiru ⚠Beberapa adegan terdapat unsur 🔞 bagi anak...
2.1M 104K 70
Seseorang menekan tubuhnya dan menempelkan tubuhnya pada Kimora hingga nafas keduanya memburu saling bersahut. "Kau terlambat, Kim." Suara itu terden...