Hampa.
Semua terasa begitu hampa dan kosong bagi Dannis. Semua perjuangan dan perasaannya bagaikan sebuah lelucon baginya. Ia mendengus lalu berjalan ke wastafel dan mencuci wajahnya dengan air yang dingin khas pergunungan.
Apa seperti ini rasanya patah hati?
Dulu, patah hati adalah hal yang paling menggelikan bagi Dannis. Tapi, sekarang, ia tidak bisa menyangkal kalau patah hati lebih sakit dari lubang di gigi yang membuatmu tidak bisa tidur semalaman.
Kamarnya kosong sekarang. Devan sedang berada di aula berkumpul dengan yang lainnya. Dannis sedang tidak mood untuk itu. Ia hanya belum siap melihat Amanda lagi.
Ia sadar kalau ia harus cepat-cepat pindah darinya. Sekarang, yang ia pikirkan adalah caranya untuk pindah. Ia berbaring di ranjang dengan kedua tangannya dijadikan bantal dibelakang leher, lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
Hanya ada suara dari televisi yang menyala. Serta angin malam yang masuk lewat jendela. Ini sudah hari ke dua setelah hari dimana rencana menyatakan perasaan kepada Amanda gagal.
Devan yang mendengarnya tidak berkomentar apa-apa. Ia hanya menepuk bahu Dannis mengerti. Dan ia juga sadar, bahwa Dannis butuh waktu sendiri, jadi, ia lebih sering ke aula daripada berada di kamar.
Bahkan kemarin malam ia tidak tidur, itu alasan kenapa kantung matanya terlihat mulai menghitam. Wajahnya lelah memancarkan kelelahan. Dan Dannis tahu, kalau malam ini, ia juga tidak akan bisa tidur. Padahal, ia lelah, sangat lelah. Ingin rasanya ia menutup matanya sejenak, membiarkan mimpi membawanya dan melupakan hal itu sebentar.
Tapi, otakknya seolah memaksanya untuk tetapi berpikir. Entah, berpikir apa. Yang jelas, semuanya begitu kosong bagi Dannis.
Jam terus berputar. Sekarang, jam menunjukkan pukul 23:45 dan Dannis masih menatap nyalang langit-langit kamar diatasnya.
Kosong.
Sama seperti jiwanya sekarang.
*
Matahari menampakkan diri dengan sempurna, membuat semua taman dan penginapan tersinari. Pagi yang cerah, berbeda sekali dengan suasana hati Dannis. Padahal ia berharap hari ini hujan deras.
Ia membuka pintu balkon. Beruntung memang, Dannis dan Devan, mendapatkan satu-satunya kamar yang terdapat balkon didalamnya. Dannis menyenderkan badannya di balkon. Sudah ramai dibawah sana.
Dannis, memperhatikan teman-temannya. Sampai matanya menangkap Amanda bersama Sean dengan kedua tangan menggenggam erat serta senyum yang terukir dimasing-masing wajahnya.
Pasangan yang bahagia.
Dannis mendengus lalu memalingkan wajah. Ia menemukan Ririn sedang membetulkan letak topinya dengan canggung. Karena, yang Dannis ketahui, orang-orang dibawah sana berjalan-jalan dengan pasangan masing-masing, tapi, Ririn sendiri.
Senyum Dannis akhirnya terukir. "Oi, tungguin gue dibawah," Dannis tersenyum geli.
Ririn mengedakan pandangannya, mencari siapa orang yang baru saja berbicara. Akhirnya, ia menemukan Dannis di atas, sedang bersandar di balkon. Ririn tersenyum lalu mengangguk.
Dengan cepat, Dannis mengganti bajunya, mencuci wajahnya, dan menyikat giginya. "Van, gue tinggal ya!" pamit Dannis yang hanya dibalas gumaman Devan karena laki-laki itu masih tidur nyenyak.
"Hai," Dannis menyapa. Sejak melihat Ririn lagi, ia menjadi semangat. Dannis mengedarkan pandangannya "Mau kabur gak? Di daerah ini ada taman bunga bagus,"
Belum sempat Ririn menyetujuinya, Dannis sudah menarik tangannya dan berlari menuju gerbang penginapan.
Ah, lagi-lagi Dannis melakukan hal itu.
Hal yang membuat harapan Ririn menjadi seolah-olah semakin nyata.
Setelah berhasil keluar dari gerbang penginapan, mereka mencari angkutan umum yang lewat dan menaikinya. Tak lama mereka menunggu untuk sampai, tidak sampai lima belas menit mereka sudah sampai di taman bunga.
Senyuman manis terukir diwajah Ririn. Dengan lembut, Dannis menggenggam tangannya dan berjalan perlahan memasuki kawasan. Cukup lama mereka berjalan untuk menemukan taman bunga yang sebenarnya.
Dan akhirnya mereka benar-benar sampai di taman itu. Senyum Dannis kembali terlihat, ia suka melihat bermacam-macam bunga seperti ini. Rasanya menenangkan, apalagi ia tahu kalau ada Ririn disampingnya.
Ririn sama senangnya dengan Dannis. Perempuan itu tidak berhenti melihat satu-satu bunga itu sambil bergumam.
"Akhirnya, berhasil kabur." ujar Dannis dengan senyuman lebarnya. Ririn terkekeh kecil mendengarnya. "Bagus ya?" Dannis memandang hamparan taman yang begitu luas, ia bisa melihat danau kecil di ujung sana, dan jika ada sunset, disini akan terlihat jelas sekali.
"Udah lama gue gak kesini. Dulu, ayah sering ngajak gue kesini,"
Dannis mengangguk-angguk "Jadi, lo suka?"
Perempuan itu berbalik menghadap Dannis, ia tersenyum manis "Ya gue suka, gue suka setiap lo ajak gue ke tempat yang gak terduga. Mulai dari kebun binatang, pasar tradisional, pasar malam, dan sekarang, taman bunga."
Dannis ikut senang mendengar, kalau Ririn suka dengan tempat ajakannya. "Gimana kabar ayah lo?"
"Setiap hari membaik," Ririn memetik bunga daisy "Lo sendiri?"
"Apa?"
"Kabar lo gimana?"
Dannis terkekeh mendengar pertanyaan Ririn, lalu duduk di rerumputan dengan kedua kaki dipeluk. "Gue baik-baik aja."
"Gue denger dari Amanda, kalau dia pacaran sama Sean," pernyatan Ririn membuat Dannis menegang "Apa lo masih baik-baik aja?"
Cowok itu mengubah posisi duduknya menjadi tidur. Kedua tangannya berada dibelakang kepalanya utuk dijadikan bantalan. Ia menghela napas lelah
"Gue tau, kalau lo gak baik-baik aja, Dan." Ririn duduk disampingnya, ia bisa melihat lingkaran hitam dibawah mata Dannis dengan jelas, laki-laki itu pasti tidak tidur selama beberapa hari ini, karena memikirkan hal itu.
"Gue berusaha melupakannya, tapi, gue gak bisa."
Ririn ikut berbaring disebelahnya, termangu mendengar ucapan Dannis. Ia tidak terkejut mendengarnya, tentu saja ia begitu mencintai Amanda. Dan fakta itu membuat Ririn sakit.
Mungkin bibirnya memancarkan kesenangan.
Tapi, matanya memancarkan kesedihan.
Kedua-duanya sama sakitnya. Sama-sama merasakan rasa sakit yang sama.
"Sakit ya, ketika lo tau, kalau orang yang lo sayang, sama sekali gak tau perasaan lo yang sebenarnya. Tapi, lebih sakit lagi, kalau lo berusaha ngerelain dia, tapi sebenarnya, lo gak bisa. Jadi, satu-satunya pilihan lo adalah bertahan."
Dannis menatap Ririn yang berbaring di sebelahnya, kedua matanya tertutup menikmati udara segar di taman ini. Sedangkan Dannis, ia bertanya-tanya siapa yang dimaksud dengan dia dikalimat Ririn tadi.
Suasan taman yang sepi, serta angin yang sejuk membuat Dannis mengantuk, apalagi mengingat kalau ia belum tidur beberapa hari. Ia hanya ingin beristirahat untuk mengurangi bebannya.
Jadi, ia menyumpal telinganya dengan earphone lalu menyetel lagu. Matanya ikut memejam ketika suara mengalun lembut.
All I want is nothing more
To hear you knocking at my door
'Cause if I could see your face once more
I could die a happy man I'm sure
When you said your last goodbye
I died a little bit inside
I lay in tears in bed all night
Alone without you by my side
But if you loved me
Why'd you leave me?
Take my body
Take my body
All I want is,
And all I need is
To find somebody.
I'll find somebody like you.
A/N: Hai! Selamat berpuasa bagi yang muslim :) x