Forever After Season 2 (LOVEB...

By dekmonika

50.6K 6.7K 1.3K

Setelah cinta mereka dirajut oleh sebuah ikatan suci pernikahan, maka kebahagiaan yang tak pernah mereka baya... More

All Cast
LOVEBIRD 1: Pantai Carita
LOVEBIRD 2: Senja dan Kita
LOVEBIRD 3: Night Cuddle
LOVEBIRD 4: Greenwich Village
LOVEBIRD 5: Jourdy & Emily
LOVEBIRD 6: La Vie en Rose
LOVEBIRD 7: Yang Tak Terlupakan
LOVEBIRD 8: Kabar dari Jakarta
LOVEBIRD 9: Pelipur Lara
LOVEBIRD 10: Abang Hakim
LOVEBIRD 11: Welcome Home!
LOVEBIRD 12: Get Well Soon
LOVEBIRD 13: Mengidam?
LOVEBIRD 14: Berita Bahagia
LOVEBIRD 15: Tahu Sumedang
LOVEBIRD 16: Roy & Aurora's Wedding
LOVEBIRD 17: Sisa Rasa
LOVEBIRD 18: Saling Mengerti
LOVEBIRD 19: Mencari Petunjuk
LOVEBIRD 20: Orang yang Sama
LOVEBIRD 21: Sahabat dan Rahasia
LOVEBIRD 22: Papa
LOVEBIRD 23: Full of Love
LOVEBIRD 24: Bertaruh Nyawa
LOVEBIRD 26: Curiga
LOVEBIRD 27: Agen Rahasia
LOVEBIRD 28: Memujamu (21+)
LOVEBIRD 29: Rahasia Kelam
LOVEBIRD 30: Apa Kamu Menyesal?
LOVEBIRD 31: Kepercayaan
LOVEBIRD 32: Sahabat Lama
LOVEBIRD 33: Chaos!
LOVEBIRD 34: Rumah yang Berbeda
LOVEBIRD 35: Supermarket
LOVEBIRD 36: Obsesi
LOVEBIRD 37: Masing-masing
LOVEBIRD 38: Lari dari Masalah?
LOVEBIRD 39: Deep Talk
LOVEBIRD 40: Seperti Dongeng
LOVEBIRD 41: Tipu Daya
LOVEBIRD 42: Dunia Daniel
LOVEBIRD 43: Undercover (18+)
LOVEBIRD 44: Petaka
LOVEBIRD 45: Hilang
LOVEBIRD 46: Bawalah Cintaku
LOVEBIRD 47: Rahasia Hati

LOVEBIRD 25: Elzio Sagara

1.2K 153 33
By dekmonika

Sementara itu, tepat di depan pintu ruang persalinan para orang tua mereka sudah menanti dengan raut penuh kecemasan. Tangan Rossa dan Susan saling menggenggam berusaha untuk saling menguatkan demi menunggu kabar baik kelahiran cucu pertama mereka. Aurora yang duduk di dekat keduanya mencoba untuk sedikit menenangkan. Sedangkan Damar, meski memiliki rasa khawatir yang sama dan hanya mondar-mandir gelisah sejak tadi, pria itu sesekali mengusap punggung istrinya untuk mengajak wanita itu sedikit lebih tenang.

"Pa, papa nggak mau duduk aja gitu?" Tegur Roy yang sejak tadi sudah memperhatikan gerak-gerik sang papa.

"Nggak bisa, Roy. Papa makin gelisah kalau duduk."

"Iya, aku ngerti kalau papa khawatir. Sama, kita juga. Tapi daripada papa mondar-mandir, selain papa yang capek, Roy juga pusing melihatnya dari tadi." Sahut Roy dengan nada sedikit mengomel.

"Sudah deh, kamu nggak usah banyak protes. Ya begini cara papa biar nggak tegang-tegang amat."

"Dih, masa?"

"Roy!" Desis Aurora menegur sang suami.

"Papa nyebelin soalnya, sayang." Roy mengadu seperti anak kecil.

//Oeekk! Oeekk!//

Suara tangisan bayi yang terdengar lantang membuat mereka yang sedang menanti di depan ruangan tersebut mendadak mematung beberapa saat. Damar menghentikan langkah kakinya. Susan dan Rossa yang saling menatap seketika bangun untuk berdiri. Sedangkan Aurora yang terlihat terharu, langsung meraih tangan suaminya.

"Cucuku..." Lirih Damar tersenyum haru dengan mata yang mendadak berkaca-kaca.

Kembali pada suasana di dalam ruang persalinan itu, beberapa menit setelahnya, Andin nampak sudah mendapatkan penanganan menggunakan selang oksigen pada pernapasannya sebab telah kehilangan banyak kadar oksigen. Namun kondisinya kini sudah berangsur membaik. Sambil menunggu bayi mereka yang masih dalam berbagai pemeriksaan oleh dokter dan perawatnya, Aldebaran terus setia menggenggam tangan Andin tanpa pernah beranjak sedikitpun.

"Apa yang kamu rasakan sekarang, sayang?" Tanya Aldebaran dengan nada lembutnya setelah berkali-kali mengecup kening wanitanya.

"Aku bahagia, Mas." Tutur Andin tersenyum dengan tatapan sayu. Lalu, setetes airmata kembali keluar dari sudut matanya.

"Saya juga, bahagia sekali." Balas Aldebaran memberikan senyuman terbaiknya.

"Terima kasih, ya, karena sudah berjuang begitu hebat demi saya dan demi jagoan kita." Timpal Aldebaran.

"Iya, Mas. Terima kasih juga karena kamu selalu setia di sini." Balas Andin dengan suaranya yang masih terdengar lemah.

"Itu adalah tugas saya, Andin." Keduanya saling melemparkan senyuman hangat penuh cinta, hingga terusik oleh suara dokter yang menghampiri mereka.

"Jagoan bapak dan ibu sudah kami lakukan pemeriksaan dasar dan hasilnya dia dalam kondisi yang sangat sehat tanpa kekurangan satu pun. Menangisnya juga kencang sekali." Ujar dokter Elsa disusul oleh seorang perawat yang menggendong bayi mungil yang hanya tertutup oleh sebuah kain lembut sebagai selimut.

"Alhamdulillah." Lirih Aldebaran disusul oleh Andin. Keduanya berusaha melihat bayi mereka dengan antusias.

"Sekarang saatnya IMD ya, Bu. Bayi ibu akan kami letakkan di atas dada ibu secara skin to skin." Ujar dokter Elsa membuat Andin menganggukkan kepalanya dengan semangat.

Perawat yang membawa bayi laki-laki itu perlahan meletakkan bayi tersebut di dada Andin yang sudah disingkap sebelumnya oleh perawat satunya. Dalam posisi tiarap sang bayi yang sebelumnya menangis kencang perlahan berhenti mengeluarkan suaranya, tampak menemukan kenyamanan saat sentuhan kulit mereka bertemu.

Airmata Andin kian mengalir karena perasaan penuh haru yang menyelinap pada jiwanya. Satu tangannya coba mengusap kepala bayinya yang ditumbuhi rambut tak begitu lebat. Sedangkan satu tangannya lagi menggenggam jemari sang suami. Ia menatap Aldebaran dengan berbinar seolah ingin memberitahu bahwa ia merasa begitu bahagia.

Luapan rasa bahagia itu pun turut dirasakan oleh Aldebaran. Entah sudah berapa kali ia terlihat mengusap matanya yang terus mengeluarkan airmata haru. Seumur hidup ia tidak pernah merasakan perasaan sedahsyat itu. Perasaan yang terasa ajaib namun nyata ia rasakan.

"Tindakan ini sangat bermanfaat untuk mempererat ikatan cinta antara ibu dan bayi. Si kecil juga pasti akan merasa nyaman." Terang sang dokter.

"Setelah ini, hal serupa juga bisa dilakukan antara bapak dengan si kecil."

"Iya, dokter." Balas Aldebaran.

"Silahkan kalau bapak mau meng-adzan-kan." Ujar Dokter Elsa.

Dengan rasa gugup, jemari Aldebaran sedikit gemetar saat untuk pertama kalinya ia menyentuh kepala buah hatinya itu. Diusapnya dengan lembut dan perlahan sambil bertukar pandangan penuh cinta pada sang istri. Ia mencium kepala bayi itu membuat perasannya kian hangat, kemudian kecupannya kembali mendarat pada kening Andin.

"Allahuakbar... Allahuakbar..."

Aldebaran melantunkan adzan di dekat telinga sang putra dengan suara lembut dan bergetar. Perasaan Andin kian menghangat. Andin menatap bahagia kedua sosok laki-laki yang ada di hadapan pandangannya. Dua laki-laki tercintanya yang sebelum itu tak pernah ia bayangkan akan hadir di kehidupannya. Dua laki-laki yang kelak mungkin akan banyak mengganti hari-hari kelam yang bertahun-tahun ia lalui menjadi hari-hari penuh suka cita.

"Kalau boleh saya tahu, siapa nama untuk si kecil yang akan diberikan papa mamanya?" Tanya Dokter Elsa dengan senyum yang mengembang seolah turut merasakan rona kebahagiaan keluarga kecil tersebut. Aldebaran dan Andin saling menatap dengan tersenyum.

"Elzio..." Tutur Aldebaran tanpa mengalihkan pandangannya pada Andin dan buah hati mereka.

"Elzio? Nama yang unik." Ujar sang dokter.

"Iya, dok. Nama panjangnya, Elzio Sagara Mahendra." Timpal Andin dengan wajahnya yang berbinar meski raut lelah itu masih terlihat.

"Perpaduan nama yang sangat menawan. Berarti dipanggilnya Elzio?"

"Benar, dok."

"Baik. Mungkin bisa sekalian dicatat ya, Sus, sama sekalian berat dan tinggi badannya tadi untuk identitas si kecil." Kata Dokter Elsa pada perawat yang berdiri di sampingnya.

"Baik, dok."

"Berat badannya berapa, dok?" Tanya Andin.

"Berat badannya 3,2 kilogram, sedangkan panjangnya 52 sentimeter. Sepertinya postur idealnya ini ngikutin papanya." Komentar dokter tersebut diakhiri dengan kekehannya. Andin pun ikut tertawa kecil sambil menatap sang suami.

Begitu usai melakukan segala pemeriksaan dasar pada si bayi yang baru lahir, Dokter Elsa pun pamit untuk keluar dan membiarkan dua perawatnya untuk mengawasi kelanjutan aktivitas di ruang bersalin itu. Sesaat Dokter Elsa membuka pintu, mereka yang telah lama menanti di depan ruangan tersebut langsung mengerumuni sang dokter untuk mencari tahu kabar.

"Dokter, bagaimana proses persalinan putri saya?" Orang yang pertama kali bertanya adalah Susan. Meski sedikit lega saat mendengar tangisan bayi beberapa saat yang lalu, namun kekalutan itu masih tergambar jelas di wajah wanita setengah tua itu.

"Menantu saya baik-baik saja kan, dok? Cucu kami bagaimana?" Belum sempat Dokter Elsa menjawab, pertanyaan yang sama dilontarkan oleh Rossa.

"Everything's okay kan, dok?" Timpal Damar.

"Oke, oke. Bapak-bapak sama ibu-ibu harap tenang dulu ya." Dokter Elsa sedikit terkekeh melihat keriwuhan keluarga tersebut. Namun ia sangat memaklumi kecemasan yang dirasakan mereka semua. Ia bisa melihat bahwa keluarga tersebut adalah keluarga yang hangat dan sangat menyayangi Andin tentunya.

"Alhamdulillah, proses persalinan Bu Andin berjalan dengan lancar. Putra pertama mereka sekaligus cucu laki-laki pertama bapak dan ibu sudah lahir dengan sehat dan selamat." Beritahu sang dokter dengan tenang. Hal itu benar-benar membuat mereka yang mendengarnya mampu bernapas dengan lega, sangat lega setelah cukup lama jantung mereka berpacu dengan tidak karuan.

"Alhamdulillah..." Seru mereka bersamaan dengan gembira.

"Benar-benar tidak ada masalah kan, dok?" Tanya Susan sekali lagi. Dokter Elsa terdiam beberapa saat membuat senyuman mereka sedikit memudar karena menantikan jawaban dari dokter tersebut.

"Semua dalam kondisi baik sekarang, meskipun sebelumnya Bu Andin sempat kekurangan kadar oksigen. Tapi itu bisa dengan cepat kami atasi." Dokter tersenyum.

"Syukurlah."

"Saat ini di dalam sedang dilakukan inisiasi meyusui dini oleh Bu Andin pada si kecil. Bapak-bapak dan ibu-ibu baru bisa menjenguk mereka setelah dipindahkan ke ruang perawatan nanti."

"Masih lama, dokter?" Tanya Damar, nampak tidak sabar.

"Mungkin kurang lebih satu jam lagi, Pak."

"Oh, begitu. Baik, terima kasih, dokter." Balas Damar.

"Terima kasih ya, dok, atas usaha dokter dan tim. Saya sangat berterima kasih." Tutur Susan, tulus.

"Ya, kami tidak akan lupa dengan jasa dokter hari ini." Timpal Rossa.

"Sama-sama, Pak, Bu. Ini sudah menjadi tugas dan kewajiban saya memberikan kemampuan terbaik saya untuk pasien. Selamat ya semuanya, atas kedatangan anggota keluarga baru di tengah-tengah kalian." Ucap sang dokter.

"Terima kasih banyak, dok." Sahut Rossa.

_________________________________________

Sesaat setelah Andin dipindahkan dari ruang persalinan menuju ruang perawatan kelas vvip sebelumnya, di dalam sana ternyata telah menunggu para keluarga dengan tambahan orang, yaitu Tommy dan Indah yang datang sendiri. Kamar rawat bernuansa putih-krim tersebut telah didekorasi sedemikian rupa dengan dominasi hiasan berwarna putih dan biru sebagai tanda menyambut sosok laki-laki baru di dalam keluarga tersebut.

Di atas brangkar Andin yang datang terdapat wanita itu bersama sang buah hati yang nampak sedang terlelap di sebelahnya. Sedangkan Aldebaran dibantu dengan dua perawat sebelumnya mendorong brangkar tersebut hingga sampai di ruang rawat yang berukuran luas itu.

"Hei, gantengnya..." Mama Susan menyambut kehadiran putrinya bersama cucu pertamanya itu dengan gembira.

"Hello, little king." Serobot Mama Rossa tak mau kalah membuat Aldebaran otomatis sedikit mundur untuk mempersilahkan kedua oma baru itu untuk berinteraksi dengan istri dan buah hatinya.

"Cucunya doang yang disapa." Sindir Andin, bercanda.

"Oh, ya Tuhan. Mamanya cemburu, Ros." Kata Susan terkekeh.

"Oww, kamu yang teristimewa hari ini, sayang. Kamu benar-benar luar biasa. I love you so much." Ucap mama Rossa dengan perasaan haru dan diakhiri dengan memberikan sebuah ciuman pada dahi menantunya itu. Andin tersenyum senang menerimanya.

"Putri mama hebat, hebat sekali. Mama bangga sama kamu, Nak." Giliran Susan yang mencium pelipis putrinya dilanjutkan mengecup sebelah pipi wanita itu.

"Terima kasih mama-mamaku sayang." Balas Andin.

"Lihat, bulu matanya lentik sekali." Ujar Rossa melihat pada cucunya yang tak terusik akan keramaian di dalam ruangan tersebut.

"Seperti papanya, Ros. Hidungnya juga mancung sekali seperti papanya." Sahut Susan sambil menyentuh pelan permukaan hidung mungil nan lembut itu.

"Hidungku juga mancung, Ma." Sahut Andin tak terima. Hal itu membuat mereka semua tertawa.

"Kata orang sih, siapa yang paling mirip berarti dia yang pas bikinnya paling semangat." Celetuk Roy membuat Aldebaran meliriknya sinis.

"Oh ya jelas. Anak papa harus selalu memimpin permainan." Timpal sang papa ikut meledek putra sulungnya tersebut. Andin mengulum senyumannya dan mendongak melihat pada sang suami yang bereaksi datar meskipun ke-saltingannya tidak bisa disembunyikan.

"Udah dong, Pa. Kasian suami aku diledekin terus." Bela Andin sambil kembali meraih tangan sang suami.

"Tapi ada satu sih Ndin yang nggak mirip sama Al." Roy masih terus berlanjut.

"Apa?" Tanya yang lain.

"Kulitnya." Roy mengulum senyum berusaha untuk terlihat santai dengan candaannya tersebut. Aldebaran hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, memaklumi sifat sang adik yang memang suka bercanda itu.

"Eh, nggak boleh body shamming, sayang." Tegur Rossa saat melihat kembali kulit cucunya yang cerah mengikut kulit ibunya. Sedangkan Aldebaran memiliki kulit yang sedikit kecoklatan namun itulah yang menjadi salah satu karisma pria tersebut.

"Husstt, sayang!" Aurora mencubit lengan sang suami sebagai peringatan.

"Becanda, Ma..." Roy menyengir lebar.

"Warna kulit Mas Al itu eksotis, itu yang bikin dia tambah seksi." Sahut Andin menatap Aldebaran dengan penuh cinta. Aldebaran tersenyum mendengar penuturan sang istri. Ia lantas sedikit menunduk untuk mengecup bibir wanita itu sekilas, lalu beralih mengecup pipi putranya yang sedikit terusik.

"Aduh! Habis ini bakal ada yang tambah bucin lagi sih, fix." Seloroh Roy membuat orang tua mereka hanya tertawa riang.

Kebahagiaan di ruang perawatan itu begitu terasa, terlebih saat si kecil mengeluarkan suaranya yang berupa tangisan. Beberapa di antara mereka nampak sangat antusias ingin mendapat giliran menggendong bayi laki-laki tersebut.

"Jadi apa nama yang sudah kalian siapkan untuk cucu papa yang tampan ini, Al Andin?" Tanya Damar dengan riang saat sang cucu berada di gendongannya.

"Iya. Mama tuh penasaran banget, apalagi pas kalian cuma ngasih tahu inisialnya 'El' doang." Ujar Rossa.

"Namanya El siapa, sayang?" Susah ikut bertanya pada putrinya.

"Insyaallah dia kami beri nama Elzio. Elzio Sagara Mahendra." Tutur Aldebaran.

"Nama yang unik. Siapa yang punya ide nama itu?" Rossa bertanya dengan penasaran.

"Kita berdua, Ma. Elzio itu dari Andin, sedangkan Sagara aku yang kasih."

"Namanya bagus sekali. Jarang ada yang punya nama seperti itu." Komentar Susan.

"Iya. Apa arti namanya?" Tanya sang papa, lagi.

"Elzio itu sebenarnya punya banyak makna, Pa. Ada yang berarti hadiah dari Tuhan, kalau dalam bahasa Ibrani Elzio artinya kehidupan yang mulia. Terus kalau dalam bahasa Yunani Elzio itu adalah seekor burung elang yang dianugerahi Tuhan dengan kekuatan dan keistimewaan. Lalu ada juga dalam bahasa latin yang memiliki arti laki-laki yang murah hati. Tapi dari semua itu aku tertarik dengan makna Elzio dalam bahasa Itali." Jawab Andin.

"Apa kalau dalam bahasa Itali?"

"Dalam bahasa Itali, Elzio itu berasal dari kata 'Elio' yang artinya matahari. Kenapa matahari? Karena biar sama kayak papanya, punya nama yang diambil dari nama salah satu bintang. Kalau kata mama, Aldebaran itu adalah nama bintang yang memiliki sinar paling terang, maka Elzio adalah bintang yang menjadi sumber kehidupan. Dia satu-satunya bintang sejati yang menyebarkan manfaatnya untuk seluruh makhluk hidup yang ada di bumi. Nama itu aku sematkan ke dia dengan harapan suatu saat dia akan menyebarkan banyak manfaat juga untuk kehidupan di sekelilingnya." Terang Andin membuat Aldebaran menatapnya dengan pandangan kagum.

"Wah, dalam sekali makna nama kamu, Nak." Ujar Damar seolah berbicara pada cucunya.

"Lo bisa filosofis juga ternyata, Ndin. Tapi gue akui namanya memang bagus banget." Komentar Roy.

"Kalau Sagara?" Tanya Rossa.

"Kalau Sagara aku ambil dari bahasa Sanskerta, Ma. Artinya adalah lautan atau samudera. Selain kelak dia bisa menebarkan banyak manfaat dan kebaikan, kami juga beraharap dia memiliki hati yang besar seperti lautan yang luas tanpa batas. Selain itu, matahari dan laut ibarat sepasang yang memiliki latar berbeda namun keberadaan keduanyalah yang membuat kehidupan di bumi menjadi seimbang." Giliran Aldebaran yang menerangkan.

"Jadi, dua nama itu ketika digabung akan memiliki makna yang seimbang. Suatu saat, setinggi apapun kehidupan yang dia jalani, kami harap dia akan selalu memiliki hati yang luas seluas samudra." Sambung Andin. Keduanya saling melemparkan senyuman termanis.

"Pinter banget kalian bikin namanya." Ujar Rossa.

"Harus dong, Ma. Kan nama adalah doa." Sambung Aldebaran, tanpa melepaskan pandangannya dari sang istri.

"I love you." Ucap Andin tanpa mengeluarkan suara.

"I love you more." Balas Aldebaran dengan berbisik sembari mengecup tangan wanitanya lagi.

Aku percaya bahwa kehidupan di dunia ini hanya semu, Mas. Tapi denganmu, aku merasakan bahagia yang benar-benar nyata. Bahagia yang suatu saat mungkin saja akan berganti dengan kesedihan. Tetapi sungguh, aku berjanji akan melewati setiap bagian dalam hidup ini tanpa kata menyerah, asal bersamamu.Kini, di duniaku aku memiliki dua bintang istimewa yang akan menemani lanjutan perjalananku mulai hari ini.

___________________________________________

"Itu papa lagi dimana?"

"Papa baru tiba di airport, Nak. Begitu Hakim memberitahu papa kalau kamu sudah melahirkan kemarin, papa langsung menyuruhnya untuk mencari tiket ke Jakarta pagi ini juga."

Andin terlihat sedang melakukan panggilan video dengan sang papa yang masih berada di Malaysia. Wanita itu sendiri baru selesai menyusui putranya di atas brangkar, lalu kemudian Elzio digendong oleh Aldebaran dan kini keduanya sedang berada di depan jendela kaca ruangan tersebut menikmati sinar matahari pagi yang cerah.

"Ya ampun, Pa. Harus nggak usah buru-buru."

"Papa sangat tidak sabar untuk bertemu cucu papa. Mana dia sekarang?"

"Lagi digendong sama papanya, tuh." Andin menyentuh satu simbol pada layar ponselnya untuk mengganti mode kamera yang bisa memperlihatkan aktivitas kedua orang tercintanya itu di depan jendela rumah sakit.

"Al terlihat bahagia sekali." Komentar Ferdinand.

"Banget. Meskipun sampai sekarang gendongnya masih kagok dia."

"Hahahaa."

"Papa ke Jakarta sama siapa?"

"Sama Makcik dan Hakim juga mau ikut katanya."

"Ohh, syukurlah. Aku khawatir kalau papa pergi nggak ada temennya." Ujar Andin.

"Aman, Nak."

"Yaudah, sampai jumpa di Jakarta ya, Pa. Kami tunggu kedatangan kalian." Ucap Andin, gembira.

"Oke, Andin. See you, sayang."

Pagi baru menunjukkan pukul delapan lewat beberapa menit, namun sepagi itu mereka telah kedatangan beberapa kunjungan. Setelah sebelumnya Darwin datang bersama istri dan anaknya dengan membawa berbagai bingkisan hadiah, beberapa menit setelah kepergian Darwin, giliran rekan kerja Aldebaran yang turut menjenguk. Dia adalah Erick yang datang bersama Nickolas dengan membawa bucket bunga besar serta bingkisan buah-buahan segar.

"Tampan sekali. Benar-benar mirip Anda, Pak Al." Komentar Erick sambil memandangi bayi yang kini tengah terlelap dalam box khusus di samping brangkar Andin.

"Terima kasih Pak Erick." Balas Aldebaran, tersenyum lebar.

"Siapa namanya?"

"Elzio namanya." Jawab Aldebaran.

"Ohh. Hei, Elzio. Welcome to the world." Tutur Erick dengan senyuman hangatnya membuat Andin yang melihatnya jadi ikut merasa senang dengan kebahagiaan yang turut dirasakan orang-orang di sekeliling mereka.

"Pak Erick dapat kabar dari siapa kalau istri saya melahirkan?" Tanya Aldebaran.

"Ohh, tadi malam Nick yang memberitahu saya. Sebab dia seharian kemarin di kantor ARTMedia. Nick bilang kabar melahirkannya istri bapak jadi pembahasan hangat di kantor kemarin." Jawab Erick disusul sebuah anggukan kepala dari Nickolas sebagai isyarat membenarkan perkataan atasannya tersebut.

"Oh ya? Astaga, benar-benar mereka." Aldebaran terkekeh hingga membuat mereka ikut tertawa ringan.

Erick kembali menatap bayi mungil di hadapannya. Jemarinya sedikit mengelus pipi lembut bayi itu dengan senyuman miring di bibirnya yang menyiratkan sebuah makna. Tiba-tiba ingatannya melayang pada pembicaraannya dengan Nick tadi malam di ruangan pribadinya.

"Saya datang membawa sebuah kabar, Ercik." Kata Nick yang baru sampai beberapa detik yang lalu di ruangan yang memiliki pencahayaan temaram.

"Kabar apa?"

"Istri Pak Aldebaran tadi siang baru saja melahirkan."

"Melahirkan?"

"Benar. Anaknya laki-laki."

Erick terdiam beberappa saat. Pria itu kembali menghisap rokoknya dan mengeluarkan kepulan asap dari mulutnya. Ia tersenyum sinis dan menatap Nick dengan penuh selidik.

"Apa pentingnya kabar itu untukku, Nick?" Tanya Erick.

"Kita bisa memanfaatkan momen ini untuk mengambil celah, Erick. Orang yang sedang dalam keadaan gembira, biasanya akan mudah lengah dan terkecoh. Bukankah ini slaah satu momen yang kita tunggu? Mengambil kepercayaannya, lalu menghancurkannya diam-diam." Kata Nickolas membuat Erick terdiam, berpikir.

"Bukankah kau juga pernah bilang kalau kau tidak akan membiarkan satu pun dari keturunan Pramudya bisa hidup tenang? Lihat, hari ini Pramudya memiliki generasi baru yang kelak mungkin akan menjadi lawanmu juga. Apa kau akan diam?" Nickolas kian memancing sulutan emosi di dalam hati Erick yang notabene-nya adalah atasannya. Erick membuang puting rokoknya dan menginjaknya dengan kasar dan kedua bola mata yang menyimpan amarah.

"Kau benar, Nick. Aku tidak akan membiarkan kebahagiaan mereka berjalan panjang." Gumam Erick dengan suara yang hampir tertelan oleh ruangan luas di bawah cahaya remang.

//Ciiitt!//

Erick sedikit terkejut saat mendengar suara pintu yang terbuka, sehingga pandangan kosongnya dari bayi di dalam box tersebut terbuyarkan. Ia melihat seorang dokter yang datang bersama seorang perawat pada ruang perawatan tersebut yang mungkin akan memeriksa kondisi pasiennya.

"Selamat pagi, Bu Andin."

"Pagi, dok."

"Kita lakukan pemeriksaan pertama dulu ya, pagi ini."

"Baik, dokter."

"Baik, Pak Al. Kalau begitu kami langsung pamit pergi saja. Takutnya malah terlalu kesiangan sampai kantornya." Ujar Erick sekilas melirik jam tangannya.

"Oh, ya. Terima kasih Pak Erick sudah meluangkan waktu untuk menjenguk kami di sini. Terima kasih juga ya, Nick." Ucap Aldebaran.

"Anytime, Pak." Balas Erick, tersenyum manis.

"Sama-sama, Pak." Nickolas pun turut menjawab.

"Sekali lagi saya ucapkan selamat karena sudah menjadi seorang papa." Ucap Erick lagi.

"Terima kasih banyak." Balas Aldebaran.

_____________Bersambung______________

Huffffttt!

Sudah pada ketemu sama Baby Elzio kan? Hehe. Gimana perasaannya?

Lagi bahagia-bahagianya malah muncul dua serangkai yang bikin gedeg. Rencana mereka apaan nih? Author mikir dulu deh wkwk

Ditunggu vote dan komentar kalian!

Continue Reading

You'll Also Like

5.3K 272 18
Easy to fall in love, and that's the person easy to hurt The first and last relationship was when I was seventeen. Love a fi pickney at seventeen w...
3.4K 166 24
Three years ago, Lucas got a call to head down to the town's forest called Weird Woods. He meets there his best friend, Cord, where after going to th...
9.9M 646K 75
Yaduvanshi series #1 An Arranged Marriage Story. POWER!!!!! That's what he always wanted. He is king of a small kingdom of Madhya Pradesh but his pow...
171K 2.9K 14
You are a daughter of a pureblood family and your father get to know the malfoy family very well. you went to hogwarts as well, come and read the st...