Tricky House 🎲 joonghwa [⏹]

By ichinisan1-3

24.6K 2.5K 4.7K

Bukan salah Hongjoong jika ia membawa Seonghwa ke tempat yang tidak pernah Seonghwa bayangkan akan ia lihat d... More

Pekerjaan
Maze runner?
Strictland
Dystopia
Order
Black Hwa
Gamblauction
Battlefield
Dice Grotto
Dolorous
Brave
Horizon Gulf
Femme Fatale
Lethal Fury
Uriman pueblo
Snatch away
Planet Hollywood
S U S
Pregunta
Zhushi Clan
Respuesta
Elenco
Escritora
Show time
Insight
Paralel
Justice
Feast
House of tricky
The last chapter
Jackpot Wonderland
Hyperemesis gravidarum
Rolling Dice Diner
Grand Hazard
Epilogue
🧋🧃🍹🍧🍨

Desire Treasure

650 73 138
By ichinisan1-3

Seonghwa tidak menyangka jika hidupnya akan dipenuhi lokasi-lokasi yang terletak secara underground sebagai tempat-tempat ia singgah semenjak ia mengenal Hongjoong. 

Dan hari ini ia kembali menambah satu dalam daftar bangunan bawah tanah yang akan sering ia kunjungi di masa yang akan datang.

Ini bukanlah Akihabara, kota dimana adult amusement park bernama Love Merci berada. Pornografi bukanlah hal yang dianggap tabu di Jepang. Mendapatkan barang-barang terlarang yang bersangkutan dengan itu adalah hal yang sangat mudah tanpa perlu menunjukkan KTP atau kartu mahasiswa. Bahkan bangunan itu berdiri dengan gagah setinggi lima lantai.

Tapi Seonghwa dan Hongjoong masih berada di Korea Selatan. Meskipun negara tempat mereka lahir, dibesarkan, dan hidup—dan mungkin akan mati di sana—itu bertetangga dengan Jepang, keduanya tetaplah negara yang berbeda. Dengan sistem dan peraturan yang berbeda.

Jika di negeri sakura para gadis tidak dilarang untuk mengayuh sepeda ketika hanya mengenakan rok di atas paha, di negeri ginseng gadis-gadis itu bahkan akan dilarang untuk memamerkan paha mulus mereka ketika mereka hanya sekadar duduk di kursi atau di lantai.

Jadi toko dewasa pun memiliki lokasi yang disembunyikan. Bahkan di beberapa kota, toko-toko semacam itu terletak di tempat tersembunyi yang sudah membuat jutaan orang tersesat ketika mencarinya.

Dan Hongjoong sangat beruntung karena ia memiliki peta tempat yang menjadi tujuan ia saat ini. Dan sekarang ia sudah tidak membutuhkannya karena ia sering mendatangi tempat itu hingga ia sudah hapal jalan-jalan, belokan, dan persimpangan yang akan ia lalui.

Ia membawa Seonghwa memasuki sebuah pintu besar dengan warna-warni lampu terang yang membentuk tulisan Desire Treasure. Seonghwa merasa takjub melihat benda-benda tidak biasa yang ia lihat sejauh mata memandang di dalam ruangan luas itu. Benar-benar luas, seperti pusat perbelanjaan terbesar di tengah ibukota.

Beberapa pelayan pria dan wanita tampak menata stok barang-barang pada rak-rak di beberapa tempat. Mereka memakai identitas yang sama. Kuro nekomimi; telinga kucing hitam dalam kasus ini dalam bentuk bandu, di kepalanya dan choker merah berbandul keperakan dengan ukiran inisial DT di permukaannya di lehernya.

Dan beberapa pelanggan tampak berkeliling dan melihat-lihat. Beberapa datang sendirian. Beberapa berpasangan. Dan yang lainnya berkelompok dengan menggunakan baju seragam sekolah SMA favorit di kotanya. Dan Hongjoong yang membawa bayi di dadanya berhasil menjadi pusat perhatian. Hei, tidak ada yang pernah membawa anak-anak ke tempat seperti ini. Hongjoong adalah satu-satunya dan ia sama sekali tidak merasa malu dengan itu.

Seorang pria manis berjalan menghampiri Seonghwa dan Hongjoong. Entah bagaimana pemilik toko itu terlihat paling cocok dengan telinga kucing dan chokernya dibandingkan para pelayannya.

“Kukira kau sudah tidak membutuhkan barang-barang istimewa lagi sehingga kau sudah meninggalkan tempat ini terlalu lama?” Itu adalah ucapan selamat datang darinya untuk Hongjoong. “Terutama pada akhirnya kau tidak bisa mengendalikan populasi karena menolak kondom rasa stroberi yang kutawarkan di sini,” lanjutnya ketika melihat Hongjoong membawa bayi di dadanya.

“Beberapa belas bulan aku meninggalkanmu tidak sedikit pun mengubah kecerewetanmu Kim Jungwoo.”

“Kau benar-benar pandai di bidang apa pun. Bahkan kau berhasil memilih yang terbaik untuk dijadikan pasangan hidupmu.”

Seonghwa berterimakasih pada pujian secara tidak langsung Jungwoo barusan. Dan tidak lama pria itu sudah membawa Seonghwa dan Hongjoong dalam sebuah tur dan memperkenalkan banyak benda pada Seonghwa. Tidak semuanya. Karena ia yakin Seonghwa sudah tahu sebagian yang umum yang bisa ia temukan di dalam film atau internet.

Jadi mereka hanya melewati begitu saja bagian majalah, komik, dan DVD—yang tentu kesemuanya itu berbau pornografi. Kita sudah membahas sebelumnya bahwa ini adalah sebuah toko dewasa, benar? Seluruh barang yang dijual di seisi gedung bawah tanah ini memiliki konten vulgar.

Standee besar bergambar Aoi Sora, Leah Dizon, dan Miyabi dengan tubuh telanjang berdiri terpajang di beberapa spot secara acak. Seonghwa menelan ludah berkali-kali melihat itu. Ia tidak pernah melihat standee dengan gambar tokoh tanpa dibalut pakaian di department store. Tapi ia kemudian baru ingat kalau ini bukanlah sebuah pusat perbelanjaan normal seperti yang bisa ia singgahi di atas sana.

Kaki-kaki mereka membawanya melangkah melewati kategori busana cosplay seperti pakaian maid, perawat wanita dengan rok super mini, pawang binatang lengkap dengan cambuk dan stocking jala-jalanya, polisi wanita dengan celana ketat dan tiga kancing teratas yang menghilang di bagian atasan pakaiannya beserta borgolnya, dan kostum lainnya.

Mereka bahkan memiliki banyak persediaan pakaian dalam bekas milik para bintang film biru terkenal Korea Selatan di dalam kotak-kotak bungkusan. Mengenai siapa pemilik pakaian dalam itu bisa dilihat dari foto wajah di permukaan kotak itu.

Itu adalah benda yang sangat ilegal yang juga berhasil didapatkan dari sebuah pelelangan barang langka yang diselenggarakan secara ilegal. Jadi mereka kembali dijual di tempat ini dengan label harga yang begitu mahal. Kau mungkin tidak akan membelinya. Kecuali kau benar-benar keranjingan.

“Wanna try this one, bunny?” Hongjoong bertanya pada Seonghwa ketika menunjuk kostum pawang binatang. Yang dibalas dengan tatapan tajam yang membuat Hongjoong tidak berani melanjutkan kalimat. Dan ketiganya berpindah ke bagian alat-alat penolong masturbasi.

Vibrator bebas emisi, dildo, metal silver bullet, dan benda-benda berbentuk kubus dan silinder berbahan karet sintesis yang Hongjoong terlalu malas untuk sebut nama bendanya secara spesifik.

“Berapa ukuran panjang dan diameter penismu dalam posisi bangun?”

Seonghwa menatap Jungwoo ketika pria itu bertanya demikian pada Hongjoong.

“Dua belas senti dengan lingkar delapan senti. Kalau diameternya aku tidak tahu?”

“Well, panjang dan ketebalan rata-rata. Masih normal. Bagaimana kau tahu ukuranmu dengan begitu akurat? Kau sungguh-sungguh mengukurnya?”

“Tidak. Seonghwa yang melakukannya. Ia menggunakan penggaris dan jangka sorong untuk mengukurnya.”

Seonghwa ingin sekali menjitak kepala Hongjoong saat itu juga. Tapi ia tetap menahan pergerakan tangannya karena tidak ingin menciptakan scene di dalam tempat yang damai ini.

“Seonghwa juga memiliki ukuran yang sama denganku,” lanjut Hongjoong.

“Lucas punya ukuran yang lebih, no offense, just saying.”

“No wonder. Tinggi badannya saja di atas rata-rata. Jadi bukan kami yang terlalu kecil. Dia yang terlalu besar. Kau juga mengetahui ukuran dia secara detail ternyata? Kau pasti sangat menyukainya?”

“Tentu. Kepemilikannya adalah teman kecilku yang sangat menyenangkan.”

Keduanya lalu tertawa bersama di hadapan Seonghwa yang sejak tadi tidak menyuarakan isi kepala. Ia hanya masih canggung sekaligus bingung dengan bagaimana ia akan berkata.

“Jadi, Seonghwa, kau ingin mencoba dildo berukuran lima belas senti?” Jungwoo meraih sebuah benda panjang berbentuk sama persis dengan pahatan penis sungguhan dari dalam kotak yang tidak disegel ketika bertanya demikian. Ia menyodorkannya pada Seonghwa tapi Seonghwa tidak berani sekadar menyentuh bagian ujungnya. Ia bahkan menatap benda itu dengan tatapan ngeri. “Tidak perlu khawatir. Ia memiliki diameter yang sama dengan milik Hongjoong. Dindingmu akan tetap sempit seperti biasa.”

Tapi Seonghwa masih tidak memiliki nyali untuk menyentuh benda itu.

Hongjoong merebutnya dari genggaman Jungwoo. “Ini hanyalah sebuah benda mati. Lihat? Ia tidak menyakitimu. Apa yang harus kau takutkan?” ujarnya pada Seonghwa. Ia mungkin benar. Tapi pihak seperti Seonghwa tentu akan membayangkan hal menyakitkan yang bisa ditimbulkan benda itu padanya.

“Kau punya tester dengan ukuran ini?” tanya Hongjoong pada Jungwoo. Mata Seonghwa melotot. Hongjoong tidak akan memintanya untuk mencobanya di sini kan? Itu sangat gila. Sementara Minju yang berada di dada Hongjoong menatap dengan mata berbinar-binar benda panjang di genggaman sang ayah.

“Ada. Mau coba?”

Dasar gila. Kalian tidak serius kan?

Ada sebuah kamar tamu yang selalu dibersihkan dengan benar dan dirancang dengan peredam suara untuk mencoba tester apa pun di sana. Tapi sebersih apa pun kamar itu Seonghwa tidak akan melakukannya di waktu dan tempat ini.

“Ayo sayang kita coba.” Hongjoong mengajak dengan antusias.

“Langsung beli saja,” jawab Seonghwa tanpa terduga. Hongjoong yang merasa Seonghwa mengatakan sesuatu yang kontradiktif dengan gelagatnya sejak awal membuatnya terkejut. Sepertinya baru saja satu malam yang lalu ada seseorang yang berkata: “Aku bukan si penggila seks seperti dirimu Kim Hongjoong. Aku tidak membutuhkan sex toys semacam itu.” Tapi kenapa sekarang justru ...

“Are you for real?”

“Apakah aku terlihat main-main saat ini?”

“Tapi janji ya kau akan benar-benar menggunakannya nanti?”

Dan Seonghwa menggumam malas sebagai jawaban.

Jungwoo meminta seorang maid terdekat untuk membungkuskan benda serupa yang masih berada dalam kotak bersegel dan menyimpannya di kassa. Hongjoong akan mengambilnya nanti jika ia sudah menyelesaikan urusannya di tempat ini dan kembali pulang.

Minju mengangkat tangan berusaha meraih benda panjang yang masih berada di tangan Hongjoong. Ia merengek karena tidak mampu mencapainya.

Hongjoong yang menyadarinya segera menarik benda itu dan menyembunyikannya di balik punggungnya. “Tidak, sayang. Ini bukan untuk anak-anak.” Ia berujar pada anaknya yang tentu tidak akan mengerti apa-apa.

“Sudah berikan saja. Memangnya apa yang bisa ia lakukan dengan benda itu? Ia tidak akan mengerti apa yang dipengangnya?” ujar Jungwoo enteng.

“Anakku memiliki kebiasaan memasukkan benda-benda ke dalam mulutnya. Jadi, yah, kau mengerti kenapa aku tidak ingin memberikan ini padanya.” Hongjoong menjelaskan.

“Dan ini terlampau dini untuk memberikan sex education padanya di usianya yang masih sangat kecil ini.” Seonghwa menimpali. Ia merebut benda itu dengan berani kali ini. Dan menempatkan kembali ke dalam kotak asalnya di rak terdekat.

Minju menangis. Dan seketika berhenti ketika Seonghwa memberikan mainan yang ia bawa padanya. Bayi itu langsung memainkan boneka karet berbentuk tokoh Disney itu di tangannya dan mulai memasukkan benda itu ke dalam mulutnya. Melumuri sebagian permukaan mainan itu dengan air liur yang tumpah hingga membasahi pakaian Hongjoong. “Benar, kan?”

Jungwoo mengedikkan bahu. “Oke. Aku mengerti.” Dan ia membawa keduanya untuk melanjutkan turnya.

Mereka melewati sebuah vending machine. Dimana biasanya mesin besar itu digunakan untuk mendapatkan permen, biskuit, atau minuman. Tapi mesin semacam itu di sini berisi tumpukan kaset DVD blue film dari berbagai belahan bumi. Hanya dengan memasukkan beberapa koin senilai dua ribu empat ratus won kau bisa mendapatkan film terpanas dan terbaru tahun ini jika beruntung.

Seonghwa merasa tertarik untuk mencobanya. Ia menukarkan uang untuk kemudian memasukkan empat puluh delapan keping koin lima puluh won ke dalamnya. Sebuah alat di dalam mesin itu menjatuhkan salah satu kaset yang terbungkus rapi di dalam kotaknya. Seonghwa tidak mendapatkan film terpanas. Tapi ia akan tetap menontonnya bersama Hongjoong di dalam kamar mereka di malam hari. Jadi ia menyerahkannya pada pelayan untuk kembali dikumpulkan di kassa.

Ketiganya menyambung langkah ke tempat benda-benda ringan berada. Dan Hongjoong menginterupsi Jungwoo yang masih memimpin langkah. “Aku tidak suka memakai pengaman. Kau tahu? Bukankah mengeluarkannya di dalam terasa lebih nikmat daripada harus menahannya dan membasahi diriku sendiri saja?”

“Ah, ini adalah produk terbaru. Kau mungkin belum pernah mendengarnya?” Jungwoo dengan excited meraih sebuah kotak kecil dan menyerahkannya pada Hongjoong. “Ini bukanlah pengaman biasa.”

Hongjoong membaca tulisan yang tercetak di bawah tulisan besar merk produk yang dimaksud. “Dotted condom?” Ia menggumam keras. “Apa bedanya dengan yang biasa?”

“Ia memiliki tonjolan-tonjolan kecil di seluruh bagiannya. Tidak seperti kondom pada umumnya yang polos. Sensasinya lebih nikmat untuk pasanganmu. Seonghwa akan merasa geli kalau merasakan benda ini masuk mengiringi kemaluanmu. Geriginya terasa sangat menyenangkan.”

“Aku takut Seonghwa akan lupa cara untuk mendesah dan malah tertawa keras di dalam proses penetrasi itu,” ujar Hongjoong. Seonghwa terbahak. Ia mulai terbiasa dengan bahasan-bahasan yang seharusnya bersifat pribadi dan tidak diumbar di tempat ini. “Kau sudah mencobanya?” tanya Hongjoong pada Jungwoo.

“Sudah, tentu saja. Aku tidak sabar untuk bereksperimen dan langsung mencobanya di malam pertama distributor menyalurkan barang ini kemari.”

“Bagaimana rasanya?”

“Well I believe ... I don’t need to explain it twice. Aku bisa menceritakan pada kalian tadi tentang bagaimana rasanya bukan dari cerita orang lain. Melainkan benar-benar berdasarkan pengalaman pribadi.”

“Jadi benar, kau merasakan geli?”

“Benar.” Jungwoo menjawab cepat. “Dan aku tetap ingat bagaimana caranya mendesah.”

“Aku akan mencobanya.” Seonghwa menjawab mantap. Hongjoong menatap tidak percaya. Sekarang barang-barang belanjaan mereka terlihat semuanya untuk kebutuhan Seonghwa. Ditambah setelah itu Hongjoong juga memesan beberapa botol lubricant. Karena meskipun Hongjoong yang memakainya, semua itu tetap untuk kepentingan Seonghwa kan?

Tur dilanjutkan. Tempat mereka berkeliling memiliki tingkat kedalaman yang sama dengan basement 5 pada gedung parkir. Dan kini Jungwoo memimpin jalan menuruni sebuah tangga lebar menuju kedalaman basement 7.

Dan Seonghwa melihat benda-benda yang jauh lebih mengerikan di sini.

Jadi yang di atas tadi bukan apa-apa ya?

Mereka melewati sekumpulan contoh model sex doll. Boneka seukuran manusia yang biasa digunakan untuk berfantasi sekaligus bercinta. Dan mungkin karena harganya yang bisa mencapai enam puluh sembilan ribu won, hanya segelintir orang yang berminat membelinya.

Boneka itu juga bisa di-customize sesuai permintaan pelanggan. Mereka bisa menentukan sendiri warna, bentuk badan, dan wajah benda itu. Dan karena Hongjoong tidak membutuhkannya, ia hanya mengabaikannya dan meminta sang pemilik toko untuk kembali menuntun mereka ke spot berikutnya. Yang merupakan tujuan utama dan terakhirnya.

Perlengkapan bd-ds-sm.

Seonghwa dan Hongjoong tidak melirik dua kali benda-benda yang sudah mereka miliki di dalam gudang persenjataan mereka seperti tali, borgol, rantai, dan cambuk. Jadi keduanya lebih tertarik untuk melihat benda lain dan fungsinya. Salah satunya adalah lilin-lilin besar.

“Aku tidak tahu kalau membakar adalah salah satu kegiatan yang dilakukan di dalam bdsm.” Seonghwa berkomentar heran.

Jungwoo terkekeh. Seonghwa masih lumayan polos ternyata. “Sesakit apa pun kegiatan yang dilakukan saat prosesi bdsm berlangsung, kegiatan itu tidak akan meninggalkan bekas luka yang permanen. Jadi tentu saja Hongjoong tidak akan membakarmu. Ia hanya ingin merasakan kesenangan. Bukan benar-benar ingin menyakitimu.”

Seonghwa mengangkat sebelah alis. “Jadi?”

“Itu hanya digunakan untuk menetesi puting dan kemaluanmu.”

“Whatcha think, bunny? You wanna add some of this candle on the list?” tanya Hongjoong. Bdsm terdengar seperti aktivitas seksual terberat. Hongjoong tidak akan memaksa Seonghwa dalam hal ini jika ia tidak menginginkannya. Ia masih menghormati konsensual sepenuhnya.

“Tidak. Itu terlalu panas. Aku tidak mau.”

Hongjoong tampak berpikir sejenak sebelum mengatakan pada Jungwoo, “Aku mau satu untukku.”

“Kenapa?” tanya Seonghwa.

“Kau yang akan meneteskan lilin itu di atas puting dan penisku ketika kau yang mengambil posisi dominan dan aku yang menjadi submisif. Kurasa aku akan sanggup.”

“Kita melakukan kegiatan ini dengan dalih kau yang menghukumku kan? Kenapa kita harus bertukar posisi?”

“Untuk malam lainnya kita akan bertukar posisi.”

Seonghwa mengedikkan bahu. Jungwoo menatap pasangan di depannya ini secara bergantian untuk memastikan bahwa keduanya sudah menyelesaikan perdebatan dan ia bisa kembali menjelaskan.

Selanjutnya Seonghwa kembali menolak ketika ditawari sebuah alat penjepit dari besi yang bisa dialiri kejutan berupa listrik yang lagi-lagi diperuntukkan bagi puting dan alat kelamin. Dua hal itu memang titik paling sensitif yang menjadi objek utama dalam kegiatan seks ini. Cock ring juga ia tolak. Yang tidak ia tolak adalah sebuah alat suntik besar yang tidak berjarum. Ia berfungsi untuk memasukkan air ke dalam lubangnya. Itu tidak terdengar menyakitkan. Jadi ia membelinya.

Dan setelah Hongjoong memutuskan untuk membeli choker, blindfold, gagball, belt, celana dalam khusus, dan lima alat lainnya, ia baru menyadari bahwa ia sudah berbelanja terlalu banyak.

Ia tidak yakin bisa mengimplementasikan semuanya dalam sekali praktik.

Yah, kecuali jika ia dan Seonghwa bukanlah orang yang tidak memiliki konflik cukup serius dalam hidupnya untuk bisa menghabiskan waktu selama berjam-jam hanya untuk sebuah pencapaian kepuasan seksual.

Di antara Seonghwa dan Hongjoong, hanya Seonghwa lah yang berorientasi pada kehidupan bahagia secara menyeluruh yang bisa didapatkan dari kegiatan-kegiatan normal yang menyenangkan. Hasrat seksual hanyalah sekadar sampingan baginya. Orientasi Hongjoong juga bukan pada hasrat seksual, sebenarnya. Hanya saja hal-hal seperti itu sudah memenuhi sebagian besar isi otaknya. Tidak apa-apa. Bagi seorang pria seperti dirinya, itu adalah hal yang sangat normal.

Bdsm bukanlah pilihan yang buruk untuk  keduanya coba.

Hongjoong baru saja akan mengikatkan pergelangan tangan Seonghwa pada headboard ketika tiba-tiba sebuah pemikiran datang pada Seonghwa di saat yang tidak tepat.

“Wait, Hongjoong.”

Hongjoong menghentikan aktivitas sejenak. “Ya?”

Seonghwa menggeleng pelan. “Ini tidak benar.”

“Huh?”

“Kubilang, ini tidak benar.”

“Apa aku melakukannya dengan tidak sistematis? Lalu seharusnya apa yang lebih dulu kulakukan? Mengikat kakimu? Atau—”

“Aku tidak sedang membicarakan prosedur dari hal ini.”

“Lalu?”

“Mingi pergi. Yeosang menghilang entah ke mana. Jongho berada di dalam sel penjara. Dan kita hanya akan bersenang-senang di atas semua itu? Apakah kita tidak terdengar terlalu jahat?”

Hongjoong sempat terdiam karena sisi kemanuasiaannya terusik. Tapi ia memiliki argumen untuk menjawab itu. “Kita memang bisa memikirkannya setiap saat. Tapi kita akan melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah itu satu persatu esok hari setelah matahari terbit. Jadi aku pikir selagi menunggu pagi itu datang kita tetap bisa melakukan kegiatan kita malam ini?”

Seonghwa hanya menanggapi dengan sebuah ekspresi yang tidak bisa Hongjoong tolak.

Wajah murung Seonghwa terlihat suram seakan ia tidak memiliki masa depan yang baik di depan mata.

Hongjoong mengembuskan napas dengan lelah dari sistemnya. Ia mengerti apa yang Seonghwa rasakan. Di sisi lain ia juga tidak ingin merusak malam istimewanya. Semuanya tidak akan terasa nikmat dan berjalan sesuai rencana jika kenikmatan itu hanya terjadi pada satu pihak.

Ia tidak ingin memaksa Seonghwa, juga tidak ingin membuat Seonghwa memaksakan diri. Atau ia tidak akan bisa mencapai kesenangan itu. Ia ingin sekali melakukannya. Tapi ia ingin melakukannya bersama Seonghwa. Seonghwa dengan jiwa yang berada penuh pada dirinya.

Hongjoong tersenyum memaklumi sebagai kamuflase dirinya yang lain yang berada di dalam sebuah kekecewaan. Memangnya mau bagaimana lagi? Apa lagi yang bisa ia lakukan? Memaksa? Bisa saja. Tapi ia tidak akan memaksa Seonghwa dalam kondisi seperti ini. “Well, let’s do this next time.” Maka demikianlah pada akhirnya Hongjoong berkata.

Seonghwa mengangkat wajah menatap Hongjoong dengan penuh rasa bersalah karena telah merusak momen yang sudah mereka bangun. “Maafkan aku.”

Hongjoong tersenyum dan menggeleng. “Jangan meminta maaf. Kau adalah teman yang baik. Yang memikirkan posibilitas terburuk yang bisa mereka hadapi. I’ll support you to the fullest.” Hongjoong memperlebar senyum karena tidak ingin Seonghwa mengkhawatirkan perasaan Hongjoong yang dalam situasi ini tidak lebih penting dari apa yang Seonghwa cemaskan.

Tangan kanannya meraih wajah Seonghwa. Mengusap bagian bawah bibirnya. “Pengadilan Jongho hanya tinggal menghitung hari. Besok kau akan menemaniku untuk menemui pengacara terbaik yang bisa memenangkan sidang ini.” Ia mengecup bibir Seonghwa singkat. Tersenyum manis sekali lagi. Ia benar-benar suami idaman yang sulit untuk Seonghwa tinggalkan.

“Bagaimana dengan Yeosang? Jongho akan sangat terpuruk menjalani sidang tanpa ada Yeosang yang menyemangatinya.”

“Menurutmu, ke mana kita harus mencarinya?”

Ini adalah hari cerah lainnya dimana Seonghwa mendatangi Horizon Gulf di jam kerjanya. Dan sudah menjadi kebiasaan baginya memasuki ruangan kantor suaminya itu begitu saja tanpa mengetuk pintu dan mengatakan permisi terlebih dahulu.

Lupakan itu. Seonghwa adalah pasangan sah dari Presdir Kim. Ia bebas melakukan apa pun di sana selama hal-hal itu masih berada di dalam batas wajar.

Dan ini adalah hari cerah lainnya dimana ia mendapati seorang wanita berada di dalam ruangan Hongjoong ketika ia membuka pintu. Wanita itu berpakaian perlente, tipikal pakaian formal seorang wanita dengan jabatan penting yang ia pegang. Tapi Seonghwa tidak pernah melihat wanita itu di sini. Satu yang Seonghwa garisbawahi. Ia bukan bagian dari pekerja di hotel ini. Tapi ia sering bertemu bahkan berinteraksi dengan wanita ini di luar perusahaan, dulu.

Hongjoong dan wanita itu menoleh ke asal suara pintu yang baru saja Seonghwa buka. Hongjoong tidak sama sekali merasa terkejut. Kemunculan Seonghwa secara tiba-tiba di dalam ruangannya sudah menjadi hal familiar. Berbeda dengan wanita itu yang tentu saja terkejut dengan seseorang yang berani memasuki ruangan seorang presdir tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Tapi daripada itu, ada keterkejutan lain di dalam dirinya.

“Park Seonghwa?” Wanita itu membulatkan sepasang matanya yang indah. Terlalu indah untuk Seonghwa lupakan di masa lalu.

Dan kau salah jika menerka Seonghwa tidak memiliki rasa terkejut yang sama. “Hwang Sinbi?”

Jadi sekarang kau sudah tahu kan jenis keterkejutan apa yang melanda dua sosok manusia yang saling memanggil nama itu?

Kedua mata Seonghwa memicing tajam. “The fuck are you doing here?” Melihat seorang Hwang Sinbi, seperti membuka luka lama bagi Seonghwa. Ia sudah hidup bahagia bersama Hongjoong. Kemudian keberadaan wanita ini di hadapan Seonghwa sekarang membuatnya mendadak teringat pada masa lalu. Dan seketika merusak segala jenis kenangan bahagia ia bersama Hongjoong.

“Tuan Kim, siapa dia?” Sinbi spontan bertanya tanpa mempedulikan pertanyaan Seonghwa.

Mata Hongjoong bolak-balik menatap dua sosok yang saling berbicara di depannya secara bergantian. “Kalian saling kenal?”

Tidak ada jawaban apa pun dikemukakan. Jadi Sinbi segera menghampiri Seonghwa dan mencengkeram pergelangan tangannya.

“Hei!” Seonghwa memprotes. Ia berusaha melepaskan diri. Tapi kemudian ia ingat bahwa sosok di depannya ini bukanlah seorang wanita yang lemah dalam segi fisik. Dan ia juga tidak mau berbuat kasar pada seorang wanita. Seonghwa bukanlah seorang pengecut.

“Ikut aku.” Wanita itu melangkahkan kaki-kakinya setengah menyeret paksa Seonghwa untuk keluar dari ruangan itu. Yang mana membuat kali ini Hongjoong yang memicingkan mata melihatnya. Ia bisa menarik konklusi bahwa keduanya memang saling kenal. Tapi mereka tidak memiliki hubungan yang baik. Dan ada sesuatu di antara mereka yang tidak ia tahu.

Ia juga memicingkan mata pada betapa ia membenci melihat seseorang berbuat kasar pada Seonghwa-nya seperti itu. Hongjoong bisa membenamkan benak pada pemikiran negatif seputar Hwang Sinbi yang biasanya ia pandang sebagai sosok yang terhormat dan dicintai banyak orang.

“Sulit dipercaya. Setelah nyaris setahun berlalu. Kita bisa dipertemukan di tempat ini. Great.” Seonghwa berkata sinis, begitu Sinbi melepaskan tangannya di dalam koridor yang berjauhan dengan ruangan Hongjoong.

“Di mana anakmu? Apakah kau menggugurkannya karena mengalah pada rasa malu?” Sinbi membalas dengan intonasi sinis serupa.

Seonghwa mengepalkan kedua tangan. Menahan emosi buruk yang semua orang sebut marah. Jika saja Sinbi bukanlah seorang wanita, Seonghwa pasti sudah melayangkan tinjunya pada wajahnya bahkan sebelum Sinbi menariknya keluar ruangan seperti ini. “Jaga bicaramu.”

“Dengar, aku tidak peduli lagi soal siapa kau atau apa pun yang kau lakukan di sini. Tapi aku peringatkan padamu. Jangan coba-coba merusak rencanaku.”

“Aku tidak mengerti maksudmu.” Bukankah Sinbi juga melihat bahwa Seonghwa baru saja tiba? Seharusnya ia juga bisa langsung mengidentifikasi bahwa Seonghwa tidak akan tahu apa-apa. Keberadaan wanita ini yang tidak diduga saja Seonghwa tidak tahu. Apalagi sesuatu tentang rencananya?

“Aku sedang berupaya untuk mendapatkan Hongjoong.”

Kedatangan Sinbi sejak awal sudah mengejutkannya. Jadi ia bertekad untuk memaklumi dan tidak lagi terkejut dengan apa pun yang akan wanita ini katakan setelah ini. “Jadi setelah kita berpisah, kau tidak mengencani siapa pun lagi?” Seonghwa bertanya.

“Tidak. Tapi jangan terlalu percaya diri. Aku melakukannya bukan karena aku tidak bisa melupakanmu. Melainkan kesulitan untuk mencari pria kaya seperti Presdir Kim ini.”

Seonghwa berdecih secara mental. “Apa kau pernah dengar kalau ia sudah menikah?”

“Aku tahu itu.” intonasi Sinbi terdengar santai seakan merampas seorang pria yang sudah beristri bukanlah sesuatu yang tabu.

“You know his spouse?” Ada nada menantang di dalam pertanyaan Seonghwa yang bersifat menguji. Karena siapa tahu jika Sinbi ini ternyata semacam Jeon Soyeon yang tidak tahu apa-apa dan mempermalukan Seonghwa di awal namun berakhir dipermalukan Seonghwa di akhir. Seonghwa sangat berharap bisa melakukannya juga pada Sinbi.

Karena jujur saja, sekarang Seonghwa sangat ingin mengenyahkan sosok wanita ini dari dalam hidupnya secara paripurna. Jika bisa, juga dari dalam hidup Hongjoong. Seonghwa tidak akan pernah rela bahkan jika Hongjoong hanya sekadar bertukar sapa dengan wanita ini.

“Aku tidak tahu yang satu itu. Tapi aku tidak perlu tahu, dan tidak ingin tahu. Karena siapa pun pasangan Hongjoong, aku tidak peduli. Karena yang kudengar, Hongjoong adalah seorang player. Tentu ia akan mudah tergoda dan jatuh ke dalam pelukanku.” Sinbi adalah sebuah keindahan yang Seonghwa pernah memujanya selama bertahun-tahun di masa lalu. Jadi Seonghwa tidak akan mengatai bahwa rentetan kalimat wanita ini terdengar terlalu percaya diri.

Seonghwa mengukir senyum jenaka yang terlihat sarkastik. “Kau benar-benar lucu. Dan masih berhati busuk. Persis sama ketika terakhir kali kau mencampakkanku.”

“Aku adalah seorang wanita cantik dan sempurna. Aku memiliki masa depan yang cerah. Jadi jangan mencoba untuk menghancurkannya.”

Untuk kalimat yang satu ini Seonghwa tidak setuju. Seburuk apa pun manusia, mereka semua berhak dan memiliki kesempatan untuk memiliki masa depan yang cerah. Begitu juga dengan Seonghwa. Salah satu manusia yang pernah memiliki kehidupan yang buruk hingga ia merasa ia adalah manusia paling sial di muka bumi.

Tetapi jalan takdir yang mengerikan—atau indah?—mempertemukannya pada sosok Hongjoong dan perlahan membuatnya berjalan menuju sebuah kebahagiaan di masa depan. Apa pun yang akan terjadi di masa yang akan datang, siapa yang tahu memang?

“Meanwhile you? You’ve ruined your own future. You’ve changed your life forever. Jadi apa salahnya kalau kau membantuku saja untuk mendapatkan Hongjoong?”

Seonghwa pikir Sinbi perlu memperbaiki sirkuit neuron dalam otaknya.

“Kalau ia kembali menanyakan tentang hubungan kita, katakan saja bahwa kita hanyalah teman lama.” Sinbi melanjutkan.

“Apa aku punya alasan untuk patuh padamu? Apa untungnya bagiku kalau aku melakukan apa yang kau minta?”

“Cukup ikuti saja. Atau aku akan membuat hidupmu lebih hancur dari sebelumnya. Paham?”

Seonghwa tidak menjawab. Keajaiban wanita yang luar biasa tidak tahu malu ini benar-benar berhasil membuatnya kehabisan kata-kata.

“Kuanggap itu iya. Mari kita selesaikan.”

Seonghwa sempat menyeringai dan kembali mengatai Sinbi dengan seribu macam umpatan dalam benak sebelum mengikuti langkahnya menuju ruangan Hongjoong kembali.

“Jadi ... kalian sudah saling kenal, rupanya?” Hongjoong segera mereduplikasi pertanyaan yang sebelumnya belum sempat terjawab. Dan dengan Seonghwa dan Sinbi yang baru saja berbicara di belakangnya, ia yakin seratus persen bahwa ada sesuatu yang luar biasa yang keduanya sembunyikan dan tidak mengizinkannya untuk mengetahui apa sesuatu itu.

“Hanya teman lama. Benar kan, Hwa?” Ekspresi Sinbi terlihat natural. Yang membuat Hongjoong meyakini hal lain. Bahwa wanita ini manipulatif, pandai menyembunyikan wajah asli di balik topeng dan sangat berbahaya.

“Ya.” Seonghwa menjawab apa adanya. Karena tidak bohong juga. Keduanya memang sudah lama saling mengenal, bukan? Tapi hal ini telah membuat Hongjoong dilanda perasaan dilema. Seonghwa seperti mengikuti alur yang Sinbi bawakan. Yang membuat Hongjoong berpikir bahwa Seonghwa juga sedang membohonginya. Tapi apakah ia akan tidak mempercayai seseorang yang ia cintai?

“Wow. Jadi ... aku pikir sedang terjadi sebuah reuni di sini?” Hongjoong berakhir bergabung dengan Seonghwa dalam alur ini selagi memikirkan pertanyaan yang akan memancing Sinbi untuk menguak sendiri segalanya. Seonghwa tahu Hongjoong tidak dungu. Ia juga tahu Hongjoong melakukan ini dengan suatu maksud di baliknya.

“Tepat sekali.”

“Kalau begitu Nona Hwang, kau pasti tahu ia seperti apa?”

Sekilas Sinbi membuat Hongjoong terlihat bodoh. Tapi kenyataannya, vice versa.

“Sure, Seonghwa was a hardworker.” Sinbi tidak bohong soal ini. Ia mengambil hal general yang ia lihat dari keseluruhan diri Seonghwa.

“Bagaimana ia di sekolah?”

“Rajin, cerdas, dan pantang menyerah. Membaca novel adalah hobinya. Setidaknya waktu dulu. Tidak tahu kalau sekarang?”

“Sepertinya kau benar-benar mengenal Seonghwa dengan baik?”

“Tentu saja. Kami adalah teman sekelas sejak SMP.”

Lalu kali ini Hongjoong menoleh pada Seonghwa dan melempar pertanyaan, “Kalau begitu kau juga pasti tahu Nona Hwang seperti apa?”

“Begitulah. Ia sudah dianugerahi paras indah sejak kecil. Hingga menjadi seorang idola sekolah, dan digilai banyak lelaki. Tapi itu dulu. Tidak tahu kalau sekarang?” Seonghwa mereduplikasi kalimat Sinbi dengan sarkasme yang kentara.

“Ia juga suka sekali meminta barang mahal dari pria yang sangat memuja dan mencintainya. Tanpa peduli apakah pria itu mampu untuk membelinya atau tidak,” lanjutnya diiringi seringaian di bibir. Membuat Sinbi mengernyitkan dahi. Mulai merasa takut jika Seonghwa akan keluar dari jalur permainan ini dan menguak segalanya.

“Aku tidak mengerti maksudmu,” ujar Sinbi dengan ekspresi penuh dengan manipulasi.

Tanpa aba-aba, Seonghwa segera mencengkeram kuat pergelangan tangan Sinbi dan mengangkatnya. Memperlihatkan sesuatu yang melingkar indah di jari manis lentik itu pada Hongjoong.

“Akh!” Sinbi meringis. Sedikit merasa sakit, tapi lebih karena ia terkejut dengan gerakan kilat Seonghwa.

“Kau bisa melihat ini?” tanya Seonghwa pada Hongjoong.

“Apa-apaan kau?” Sinbi memprotes atas perlakuan kasar Seonghwa.

“Cincin emas putih dua puluh karat dengan taburan delapan belas butir berlian delapan karat. Seharga delapan juta won.” Seonghwa sedikit memberikan penjelasan. Berharap Hongjoong bisa menangkap maksud dari kalimat itu.

“Fuck off!” Sinbi meronta. Too bad, kekuatannya bukanlah apa-apa jika dibandingkan dengan seorang pria kuat seperti Seonghwa.

“Kalau kau masih penasaran, benda ini adalah alasanku memohon sebuah pekerjaan lebih padamu hari itu.” Seonghwa melanjutkan. Dan yang Hongjoong bisa lakukan hanyalah mendengarkan dengan baik. Karena ia membutuhkan kejelasan dari seluruh drama ini. Dan sekarang ia sudah mulai mengerti.

“Aku sudah berjuang keras. Aku rela melakukan apa pun. Bahkan ditiduri seorang pria bajingan seperti dirimu. Demi mendapatkan uang itu. Demi membahagiakan seorang wanita yang pada akhirnya meninggalkanku dan tetap memakai cincin pemberianku hingga saat ini.”

Sinbi membulatkan sepasang matanya. “Apa kau bilang? Jadi anak yang kau kandung adalah—” Ia tidak ingin melanjutkan kalimatnya. “Tuan Kim, sebenarnya siapa Seonghwa ini dan apa yang ia lakukan di sini?”

“Ia? Ia adalah seseorang yang kunikahi. Kenapa memangnya?” Hongjoong menjawab ringan. Seringan ia mengungkapkan di hadapan Soyeon dan Soojin soal hal itu, beberapa minggu yang lalu. Yang membuat Sinbi semakin tidak sanggup untuk menyembunyikan betapa tinggi kadar keterkejutannya.

Seonghwa yang mulai merasa pegal karena Sinbi yang tidak bisa diam itu akhirnya melepaskan cengkeramannya. Yang setelahnya wanita itu sedikit memijat pergelangan tangannya yang terasa sakit.

“Aku sudah melepaskanmu. Jadi kau bisa pergi sekarang. Bersama cincin mahal yang setara dengan keperjakaanku yang sangat berharga dan harga diriku.”

Sinbi yang tidak terima harga dirinya diinjak-injak begitu saja di hadapan Hongjoong itu melayangkan sebuah tamparan keras di pipi kiri Seonghwa. Yang ditampar hanya mengusapi pelan bekas tamparan itu.

“Wow. Nona Hwang, tenangkan dirimu.” Hongjoong berusaha menenangkan secara verbal. Kedua tangannya pun secara spontan bergerak menyimbolkan gestur yang sesuai.

Seonghwa berdecih pada Sinbi. “Kau benar-benar komikal.”

“Dasar bedebah!” Sinbi membentak. Dan seakan seluruh darah dalam tubuhnya mengalir berpusat pada wajahnya, wajah indah yang pernah selama beberapa tahun Seonghwa puja itu memerah padam.

“Tidak perlu playing victim seperti itu. Kau tahu betul siapa yang sesungguhnya benar-benar menjadi pihak yang tersakiti di sini,” ujar Seonghwa.

Sinbi segera melepas lingkaran emas putih dari jari manisnya dan melemparnya ke lantai dengan penuh amarah hingga benda itu memantul di dekat kakinya. “Aku tidak membutuhkan ini. Makan ini! Ambil semuanya! Aku pergi!” Di kalimat terakhirnya itu ia benar-benar secara instan merealisasikannya. Berlalu dari ruangan kantor yang luas itu dan membanting pintu hingga membuat beberapa karyawan dan pelayan yang lewat terkejut.

Sekarang hanya tinggal Seonghwa dan Hongjoong sendirian. Ditinggalkan dalam suasana yang unik. Buruk? Awkward? Tapi mereka merasa lega wanita itu enyah. Senang? Tapi Hongjoong merasa ia masih memiliki masalah di sini.

Hongjoong dengan khawatir menghampiri Seonghwa dan mengusap bekas tamparan di pipi Seonghwa yang mulai memerah. “Kau baik-baik saja?”

Seonghwa tersenyum manis. Menyentuh punggung telapak tangan Hongjoong yang tersampir di wajahnya. Ia yang masih akan selalu bersifat sentimentil itu bisa merasa bahagia hanya karena sedikit perhatian yang Hongjoong menujukan padanya. “Don’t worry, her slap is nothing.”

“Aku tidak terima ada seseorang yang melakukan kekerasan seperti itu padamu. Tapi aku tidak tahu permasalahan kalian tadi?”

“Ya, itu tadi. Bagaimana dengan sekarang? Kau sudah sangat mengerti kan?”

“Jadi saat itu kau merelakan tubuhmu padaku untuk berkorban demi wanita seperti dia?” tanya Hongjoong tidak habis pikir dengan sebuah fakta yang baru saja ia dapatkan. Apa yang ia ketahui hari ini benar-benar mengejutkan. Yah, tidak bisa dipungkiri, ia begitu terkejut tentu saja. Meskipun tidak mengekspresikannya secara berlebihan.

“Ia adalah mantan kekasihku. Aku rela melakukan apa pun untuknya. Tapi tidak tahu bahwa ia akan mencampakkanku.” Seonghwa menegaskan penjelasannya tadi. Kemudian tersenyum miris. “Tapi memang itu salahku. Siapa wanita yang mau melanjutkan jalinan hubungan istimewa dengan seorang pria yang mengandung anak orang lain?”

Hongjoong menatap Seonghwa prihatin. Ia merasa tidak tega jika harus kembali membuat Seonghwa mengingatkan padanya betapa ia hidup dalam sebuah penderitaan tak terkira di masa lalu.

“Don’t think too hard over who’s the real guilty. I don’t want you to blame yourself either.” Ia mengelus lagi pipi Seonghwa. Lalu Seonghwa mengecupi telapak tangan Hongjoong. “Apa kau juga akan rela melakukan apa pun demi diriku?” tanya Hongjoong yang merasa iri dengan cerita pengorbanan Seonghwa pada Sinbi dulu.

“Menurutmu?”

“Tentu. Sekarang kau mencintaiku. Jadi sudah pasti jawabannya adalah ya.”

Seonghwa hanya tersenyum sebagai tanggapan. Karena jika ada yang bertaruh bahwa jawaban Seonghwa adalah sesuai dengan apa yang Hongjoong katakan, siapa pun pasti akan memenangkan pertaruhan itu. Karena itu sudah terlalu jelas. Karena langit pun tahu. Seberapa besar ia mencintai Hongjoong.

“Dan apa tadi kau mengataiku bajingan di depannya?” Hongjoong mengangkat sebelah alis ketika bertanya demikian.

Seonghwa tersenyum malu. Ia tidak tahu jika Hongjoong akan mengingat kalimat yang satu itu. Benar-benar memalukan. “Iya, tapi, maksudku, itu dulu. Saat itu.”

“Jadi sekarang sudah tidak?” Hongjoong mencoba untuk menggodai Seonghwa.

Seonghwa yang masih merasa sedikit malu dan bersalah di saat bersamaan itu membuang muka. “Aku minta maaf karena sudah berkata begitu tadi. Wanita itu benar-benar membuatku naik pitam.”

Hongjoong mengangguk pelan. “Aku mengerti. Tapi asal kau tahu. Kau baru saja menghilangkan salah satu calon relasi Horizon Gulf.”

Seonghwa kembali menoleh pada Hongjoong. Sedikit menatapnya terkejut.

“Ia adalah seorang delegasi dari sebuah perusahaan yang ia menjabat posisi penting di dalamnya.” Hongjoong melanjutkan dengan santai. Tidak ingin menunjukkan pada Seonghwa jika ia sudah menyesal atas kepergian Sinbi.

“Ia berniat untuk menjeratmu. Kau sudah bisa melihatnya, bukan? Ia hanya menginginkan hartamu,” jelas Seonghwa singkat.

“Baiklah. Terima kasih karena sudah melindungiku. Kau datang di saat yang tepat.”

Seonghwa kembali tersenyum dan mengangguk.

“Jadi ... akan kita apakan cincin ini?” Hongjoong mengedikkan wajah pada benda kecil berkilau yang nyaris saja ia injak tadi ketika menghampiri Seonghwa.

“Fuck it away.” Seonghwa menjawab enteng.

“Semudah itu? Bukankah ini adalah cincin termahal di dunia? Karena kau menukarnya dengan keperjakaanmu,” ujar Hongjoong hiperbolis, “Kau yakin akan membuangnya?”

“Yeah. Itu adalah kenangan buruk. Dan aku tidak ingin lagi mengingatnya.”

“Kau tahu? Mungkin setelah ini aku harus berterimakasih padanya.”

“Untuk apa?” tanya Seonghwa heran.

“Ia adalah alasan dari permulaan sejarah cinta kita. Kalau bukan karena ia meminta cincin itu, kau tidak akan datang ke sini. Dan meminta sebuah pekerjaan lebih padaku. Kau tidak akan pernah merasakan hartaku, dan twinkie tidak akan pernah ada. This is such a blessing in disguise, we need to be grateful.”

“Kau benar,” balas Seonghwa, sedikit merenungkan kalimat Hongjoong.

“Kurasa aku yang akan berterimakasih padanya sekarang.”

Masih banyak yg belom paham soal perbedaan top-bottom/seme-uke, dengan dominan-submisif

Dominan ga selalu top/seme, dan submisif ga selalu bottom/uke

Dominan itu yg menguasai, submisif itu yg dikuasai. Ada banyak seme submisif dan uke dominan. Emang pihak bawah ga boleh nguasain permainan?

Kalo klen pernah denger soal woman on top, nah semacam itu. Kalo di istilah ff homo biasanya disebut uke on top

Jadi, submisif ga berarti yg dimasuki. Kalo seme submisif sama uke dominan, ujung ujungnya tetep uke yg dimasuki. Karena yg nunjukin posisi seks kan top-bottom/seme-uke, bukan dominan-submisif

Maka dari itu kadang yg aku cantumin di deskripsi itu, contohnya; bottom!Yeosang, Top!Jongho, bukan sub!Yeosang, Dom!Jongho

Kalo klen liat di deskripsi orang nyantumin dom-sub, bisa dipastikan itu stereotip, dimana seme digambarkan lebih kuat dan uke lebih lemah. Ya stereotipnya ga salah sih? ff aku sendiri juga banyak kok yg based on that stereotype, cuma kalo buat deskripsi lebih akurat top-bottom

Kalo ada yg masih ga paham silakan nanya, apapun

Oke, gimana? Sudahkah kamu menambah pengetahuan setelah baca chap ini? :3

Aku juga jadi nambah banyak ilmu abis ngetik chap ini, sial

Mau ga mau jadi browsing soal adult shop sih

Sebagian tentang isi toko dewasa itu ada yg hasil browsing, ada juga yg cuma mengarang bebas sendiri, untuk lebih memeriahkan aja sih wkwkwk bodo amat ff ff gue suka suka gue kan

Makasih buat 2K reads dan 440 votes, y’all rock!

Makasih juga buat yg dah spam komen :*

Komen lagi dong :3

Shout out

 ViolaSyakira
⭐⭐⭐👑⭐⭐⭐

saniegf
⭐⭐⭐⭐

Nurul4Wadi
⭐⭐⭐

LaliKandra
⭐⭐

happstor_y

Continue Reading

You'll Also Like

131K 17.4K 91
(on going) byeol /;별 - star ⚠️WARNING! : -Harsh word/kata kasar dan tidak baku -boyxboy / girlxgirl area -Written in lowercase dom!-san,yeo,mingi...
11.8K 1.1K 20
Kisah creepy yang di alami seorang siswa sma bernama Jung wooyoung. akan kah hanya mimpi belaka atau benar ada nya bahwa ia berada di dunia lain? ...
1.2K 297 5
Ambar tumbuh besar dipanti asuhan. Menjadi yatim piatu memang sudah jadi takdirnya, tapi meneruskan kemalangan nasib itu pada anak-anaknya tidak pern...
42.8K 4.6K 25
Juyeon dan Hyunjae mengenal satu sama lain secara tidak sengaja. Tapi kesempatan selalu mempertemukan mereka berdua, hingga suatu hari mereka debut d...