Syahdan ✓

By SkiaLingga

759K 123K 24.2K

Sebagai seseorang dengan kekuatan supernatural, Ametys tentunya sudah terbiasa dengan beberapa hal mistis yan... More

PEMBUKA
1. Legenda Batu Pengantin (a)
1. (b)
1. (c)
1. (d)
2. Karma Berjalan (a)
2. (b)
2. (c)
3. Ganjaran Kebaikan (a)
3. (b)
3. (c)
3. (d)
4. Pemanggul Karma (a)
4. (b)
4. (c)
5. Keberuntungan yang Menguap (a)
5. (b)
5. (c)
6. Menemukan Bintang yang Hilang (a)
6. (b)
6. (c)
7. Kutilang Emas Bersuara Merdu (a)
7. (b)
7. (c)
7. (d)
8. Yang Baik Bernasib Buruk (a)
8. (b)
8. (c)
9. Jangan Membandingkan Hujan di Awan dengan Kotoran dalam Lumpur (a)
9. (b)
9. (c)
10. Setiap Manusia Mengharap Surga yang Berbeda (a)
10. (b)
10. (c)
11. Musuh dari Masa Lalu (a)
11. (b)
11. (c)
12. Mereka yang Pergi Lebih Mengharap Senyum daripada Air Mata (a)
12. (b)
12. (c)
12. (d)
13. Janji Berutang Janji (a)
13. (b)
13. (c)
14. Seperti Pasir yang Terlepas dari Genggaman (a)
14. (b)
14. (c)
15. Mengambil Kembali Takdir yang Seharusnya (a)
15. (b)
15. (c)
16. Sebuah Nama Berarti Harapan Untuk Pemiliknya (a)
16. (b)
16. (c)
17. Kasih Sepanjang Masa dan Benci Sepanjang Hayat (a)
17. (b)
17. (c)
18. Sesal Itu Terkubur di Masa Lalu (a)
18. (b)
18. (c)
19. Kehancuran Akan Selalu Menjadi Akhir Kejayaan (a)
19. (c)

19. (b)

10.2K 2K 676
By SkiaLingga

Ketika Kahliya membuka matanya lagi, apa yang masuk dalam pandangannya adalah langit-langit putih yang tidak akrab. Dia menoleh ke samping, lantas melihat seseorang meringkuk di atas sofa dengan selimut tipis yang menutupi setengah tubuhnya.

Ametys? Kenapa gadis itu ada di sini?

Di tengah kebingungannya, Kahliya lantas teringat apa yang terjadi. Tiba-tiba kepalanya sakit dan ia tidak bisa menahan erangan.

Ametys terbangun oleh suara itu dan melihat Kahliya sudah sadar. Dia segera memanggil orang yang bertugas di luar dan tidak lama kemudian, Albizia masuk bersama Heru.

Setelah serangkaian pemeriksaan yang teliti, Albizia akhirnya berkata bahwa kondisi Kahliya baik-baik saja. Itu hanya syok, dan semangatnya sedikit terganggu. Setelah istirahat yang baik, Kahliya akan kembali seperti sedia kala.

Ametys lega mendengarnya. Setelah Albizia pergi dan menutup pintu, Ametys akhirnya bertanya, "Apa yang sebenarnya terjadi? Mas Kahliya menelepon tadi malam, tapi tiba-tiba saja berbicara sendiri." Saat itu Ametys mendengarkan, tampaknya Kahliya tengah berbicara dengan seseorang, tapi dia tidak bisa menangkapnya dengan jelas.

Apa yang membuat Ametys cemas adalah, dia sempat mendengar teriakan tertahan Kahliya dan suara keras seperti sesuatu yang jatuh. Saat Kahliya tidak merespons, Ametys akhirnya menghubungi Egret.

Pria itu membawa beberapa bawahannya dan setelah mereka mengetuk pintu Kahliya tanpa ada jawaban, rumah itu terpaksa dibobol. Untungnya Slate paham bagaimana mengatasi perangkat keamanan di sekitar rumah, atau mereka mungkin sudah gosong karena disetrum saat ini.

"Maaf karena sudah merepotkan, dan terima kasih," ucap Kahliya setelah mendengar penjelasan Ametys kenapa ia bisa berada di markas AMAN. "Tadi malam, itu tiba-tiba mendatangiku," katanya.

"Siapa yang Mas Kahliya maksud?"

Kahliya menatap gadis itu, yang mungkin sudah bisa menebak, dan menjelaskan, "Pemilik karma itu."

Beberapa menit kemudian, ada lebih banyak orang di dalam ruangan, termasuk Januar dan paranormal lain.

Kahliya tetap bersandar di atas ranjang rawat, saat kemudian dia berkata, "Aku tahu di mana letak makam itu." Ucapannya bagai petir yang datang tiba-tiba dan mengejutkan semua orang. "Pemilik karma itu berkata bahwa jika aku ingin menyelesaikan semuanya, aku harus memulai dari sana."

"Menyelesaikannya?" Tohpati mengulang.

Semua orang sama ragunya dengan Tohpati, karena kata itu agak terlalu umum. Menyelesaikan bagaimana yang diinginkan belis tersebut?

Kahliya merenung sejenak. "Aku juga tidak yakin," ujarnya. "Hanya saja pemahaman itu terus ada di dalam kepalaku."

Sejak ia sadar tadi, Kahliya merasa ada yang berbicara di dalam kepalanya. Bukan sesuatu yang bersuara, melainkan seperti bimbingan melalui alam bawah sadar untuk menuntunnya melakukan hal tertentu. 'Suara' itu mendesak Kahliya untuk menemuinya, berkata bahwa itulah satu-satunya cara menyelesaikan karma ini.

Ametys akhirnya bersuara, menatap Kahliya dengan pandangan tak jelas, "Apakah itu bermaksud memintamu untuk berkorban?"

Sebenarnya bukan hanya Ametys yang berpikir demikian, juga banyak yang lainnya. Tidak ada hal yang mudah saat berurusan dengan karma seperti itu. Mereka berpikir bahwa belis tersebut mungkin ingin memberikan penawaran pada Kahliya, dan itu tergantung dia apakah ingin 'menyelesaikan' ini atau tidak.

Yang mereka takutkan, jika Kahliya menolak, itu akan bertindak di luar akal sehat dan menciptakan kerusakan seperti saat kematian Nabil. Akan tetapi, jika Kahliya menerimanya, mungkinkah mereka diam saja saat pria ini mengorbankan dirinya diam-diam?

Paranormal atau agen AMAN sudah biasa bekerja tanpa diketahui, telah banyak yang tewas sejak zaman dulu untuk mempertahankan keamanan masyarakat tanpa dikenali. Selain nama mereka yang ditulis dengan tinta emas dalam daftar panjang pejuang yang gugur oleh AMAN, tidak ada yang tersisa.

Bahkan keluarga orang-orang ini kadang tidak tahu jika mereka meninggal setelah berkontribusi besar untuk banyak kehidupan, apalagi masyarakat yang kadang acuh tak acuh. Karena, memang seperti itulah dunia metafisika. Mereka mungkin dikenal semasa hidup, akan tetapi banyak yang menghilang diam-diam saat kematian.

Saat ini ketika Ametys menanyakan itu, hal pertama yang orang-orang ini pikirkan adalah; apakah akan ada yang dikorbankan lagi, yang menghilang begitu saja tanpa orang luar tahu sebabnya?

"Entahlah, tapi jika itu memang bisa menyelesaikan semua karma ini, aku tidak keberatan." Kahliya tetap tenang dan terkendali. "Semuanya dimulai oleh leluhurku, sebagai yang terikat darah, mungkin ini bisa diakhiri dengan aku."

"Tidak mungkin ...." Ametys membelalak. "Bukan kewajibanmu untuk bertanggung jawab atas dosa orang lain!"

Melihat gadis itu kesal, Kahliya menahan senyumnya. "Ametys, kamu berkata bahwa karma harus ditanggung oleh pembuatnya, tapi perbuatan mereka masih tetap bisa menjadi sebab yang berakibat pada orang di sekitarnya." Mata Kahliya bergeser, menatap telapak tangannya sendiri yang pucat. "Mungkin, jika aku melakukan ini, aku bisa menjadi pemutus sebab dan akibat itu. Untuk bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik kedepannya, tidak ada salahnya berkorban."

"Kehidupan siapa yang lebih baik?" Ametys merasa ada yang mengganjal di tenggorokannya, karena jika tidak, bagaimana lagi suaranya sangat sulit untuk keluar. "Keluarga Hansa itu? Apakah mereka layak?!"

Melihat gadis yang kehilangan kesabaran itu, Kahliya menjawab perlahan, "Mereka tidak layak. Tapi generasi yang lahir sesudah mereka, itu adalah orang yang tidak tahu apa-apa. Jika pemanggul karma ini tetap berlanjut, berapa banyak lagi yang akan hidup sepertiku?"

Kahliya beruntung bisa bertemu dengan Ametys, yang membuka harapan baru untuknya dan percaya bahwa hidupnya akan menjadi lebih baik. Tapi generasi selanjutnya itu, apakah mereka bahkan paham kenapa hidup mereka membawa kutukan?

Untuk sesaat, Ametys tidak bisa berbicara karena dia tahu Kahliya benar. Hanya saja, adilkah itu? Kahliya sudah hidup dalam banyak ketidakberuntungan karena berkahnya direbut, dan sekarang dia masih harus berkorban untuk menyelesaikan semuanya?!

Melihat Ametys yang diam, Tohpati akhirnya berkata, "Menjadi pahlawan tidak selamanya harus membela kebenaran dan dikenal semua orang. Terkadang, orang-orang yang rela berkorban bahkan jika itu tidak dihargai, adalah mereka yang pantas mendapatkan rasa hormat." Pria tua yang baik hati itu berkata, "Kahliya, aku menyesal kamu harus melewati ini. Tapi atas keberanianmu, aku mengucapkan terima kasih."

Mereka sudah melihat sendiri bagaimana belis itu dengan mudahnya merusak banyak hal, korban yang meninggal akibat itu lepas dari wadahnya tempo hari hampir mencapai 50 orang. Banyak instansi turun tangan menyelesaikannya, dan kompensasi yang diberikan kepada keluarga mereka sama sekali tidak bisa menutupi luka karena ditinggalkan dengan tragis.

Bagi Kahliya, itu mungkin hanya upayanya untuk melindungi generasi selanjutnya dari keluarga Hansa, karena pria ini tidak ada lagi yang ingin senasib dengannya. Namun, dalam pandangan Tohpati, keputusan Kahliya juga akan menyelamatkan banyak kehidupan lain.

"Aku harap niat baik ini akan mengumpulkan berkah bagimu," ujar Tohpati. Ia menepuk bahu pria itu, menatap Ametys sekilas, sebelum akhirnya berjalan pergi bersama beberapa orang.

Januar yang semula diam akhirnya bertanya, "Aku tebak, Anda ingin pergi ke makam itu, bukan?"

Kahliya menahan matanya agar tidak melirik Ametys. "Ya."

Januar mengangguk, lantas berkata dengan suara tegas, "Jika Anda membutuhkan sesuatu, silakan katakan. Aku berjanji AMAN akan membantu Anda sampai akhir, terima kasih atas ini."

Setelah semua orang pergi satu-persatu, hanya meninggalkan mereka berdua, ruangan itu jatuh hening.

Ametys menjepit bibirnya erat, tidak ingin mengatakan apa pun, tapi dia masih harus bertanya, "Haruskah Mas Kahliya melakukan ini?"

Sorot mata Kahliya tak terbaca, di mana bibir pria itu perlahan bergerak, "Anggap saja ini sebagai kebodohan terakhirku."

Ametys tertegun, sebelum akhirnya berbisik, "Aku mengerti." Karena kamu ingin menjadi orang bodoh, tidak ada yang bisa aku lakukan. Seseorang harus memberantas kejahatan, tapi tidak boleh menahan kebaikan.

* * * * *

Sejak Kahliya keluar dari markas AMAN, baik ia dan Ametys, keduanya masih bersikap seperti biasanya. Selama hari-hari ini, Kahliya akan bekerja dan Ametys juga melanjutkan kehidupan kampusnya. Mereka juga akan sesekali bertemu di studio saat Ametys dipanggil, di mana keduanya berinteraksi seperti sediakala.

Akan tetapi, sebenarnya keduanya paham bahwa ini adalah hari-hari persiapan sebelum keberangkatan. Januar berkata bahwa agen AMAN akan pergi untuk mengawal Kahliya, bersama beberapa paranormal yang akan menjadi bantuan.

Kahliya tahu bahwa Ametys adalah salah satu di antara mereka, tapi dia tidak mengatakan apa pun tentang ini. Pikirnya, ini mungkin keinginan egoisnya sendiri. Jika Ametys ikut, mungkin akan lebih banyak waktu dia melihat gadis ini, itu sangat bagus.

Ametys sendiri sudah mengatakan ini pada neneknya. Meskipun dia tidak jujur seluruhnya, tapi Ametys berkata bahwa dia akan pergi ke suatu tempat dan mungkin butuh beberapa hari sebelum kembali.

Nek Cahya tentu saja cemas, tapi wanita tua itu sudah terbiasa seperti ini. Cucunya punya ambisi dan keinginan sendiri, bukan haknya untuk menahan yang lain. Jadi setelah mengingatkannya agar berhati-hati, wanita tua itu tidak pernah menyinggungnya lagi.

Itu adalah Beryl yang kemudian menahan tangan Ametys dan bertanya, "Kakak akan pergi?"

Ametys berjongkok di depan anak kecil itu dan mengangguk. "Ya, Kakak memiliki sesuatu untuk diurus."

"Itu berbahaya," kata Beryl, yang membuat Ametys terkejut.

"Kamu ... sudah bisa meramal?"

Beryl menggeleng, sebelum kemudian mengangguk. "Apakah Kakak ingin diramal?" tanyanya saat menatap tangan Ametys.

Ametys tertegun sejenak, sebelum kemudian mengepalkan telapak tangannya. "Tidak saat ini. Nanti setelah Kakak kembali, mungkin Kakak akan meminta bantuanmu," katanya sambil tersenyum. "Jadi kamu harus belajar lebih keras dalam beberapa hari ini, ya?"

Beryl menatap Ametys khawatir, sebelum akhirnya setuju, "Ya."

Beberapa hari kemudian, Heru mengabarkan jika persiapan di AMAN sudah selesai, mereka bisa berangkat kapan saja. Dengan itu, Ametys juga segera mengurus cutinya dan menyiapkan apa yang perlu dibawa.

Satu hari sebelum Ametys berangkat, Katya tiba-tiba mendatanginya dan bertanya, "Apakah kamu akan pergi bersama Mas Kahliya?"

Ametys sedikit terkejut, karena tidak menyangka jika Kahliya akan menyebutkan hal ini pada Katya. "Ya."

Katya tampak merenung lama. "Dua hari lalu Mas Kahliya datang ke rumah, dia berkata akan bepergian. Hanya saja, dia tiba-tiba menyerahkan surat kuasa pada Bang Nevan dan menyuruhnya untuk menjaganya."

Ametys yang sedang mengukir runik azimat berhenti. "Begitukah?"

Katya mengangguk. "Mas Kahliya mungkin tidak mengatakannya, tapi aku dan Bang Nevan telah menebak beberapa hal. Mama dan papaku tidak tahu tentang ini, mereka hanya mengira Mas Kahliya akan pergi berlibur sambil mencari materi untuk perhiasannya seperti sebelumnya." Gadis itu menatap Ametys, berkata, "Sampai kamu mengajukan cuti pada saat bersamaan ketika dia akan pergi."

Ametys meletakkan apa yang ada di tangannya, memandang Katya dan sengaja memuji, "Kamu mulai pintar."

"Seriuslah Ametys, apa yang akan kalian lakukan?" tanya Katya.

Melihat temannya yang tidak ingin bercanda, Ametys akhirnya menghela napas. "Mas Kahliya ingin mengakhiri semuanya, tentang kutukan karma itu."

Katya tersentak, dengan gugup bertanya, "Ke mana kalian pergi?"

Ametys menggeleng. Dia tidak bisa menyebutkan ini.

"Lalu ... apakah kalian akan baik-baik saja?"

Ametys berdiri dan berjalan ke pagar balkon. Melihat Beryl bersama neneknya sedang duduk di taman dan berbicara dengan Bu Yenni, dia menjawab, "Aku tidak tahu."

Katya mengusap wajahnya, tampak sangat kalut. Dia ingin optimis dan berkata bahwa ini akan baik-baik saja, tapi bagaimana ... bagaimana jika hal yang ditakutkan terjadi? Dia tidak hanya kehilangan Kahliya, tapi juga Ametys.

Melihat Ametys yang menyandarkan lengannya ke pagar, Katya entah bagaimana merasa jika punggung itu juga menanggung beban yang besar. Terkadang karena sikapnya selama ini, orang lupa bahwa Ametys masih begitu muda. Padahal nyatanya, mereka masih seumuran, tapi perjalanan hidup Ametys begitu berliku jika dibandingkan dengannya.

"Bisakah kamu berjanji, jika kalian akan pulang dengan selamat? Terluka, tidak lengkap, tidak masalah. Selama kalian tetap kembali," pinta Katya.

Lama kemudian Ametys menjawab, "Aku tidak ingin berutang padamu."

Katya akhirnya tidak bisa menahan tangis, tapi gadis itu tidak berbicara lagi. Ametys juga tidak mengganggunya, hanya menunduk dan menatap alamanda yang mekar di dekat balkon kamarnya, warna kuning itu cerah, memantulkan sinar matahari pagi yang hangat. Tapi keduanya tahu, hati mereka sangat dingin saat ini.

* * * * *

Keesokan paginya saat Paris dan Slate datang menjemputnya, Ametys segera berpamitan pada Nek Cahya dan Beryl.

Dia tidak membawa banyak hal, tapi ada berbagai batu azimat siap pakai. Di depan pintu mobil, Ametys melambai ke arah dua orang yang berdiri di teras, sebelum kemudian pergi bersama dua agen AMAN itu menuju bandara.

Mereka telah menyiapkan pesawat pribadi, di mana 16 orang akan pergi lebih dulu dengan itu. Menurut penjelasan Paris, 10 orang sudah menunggu di bandara tujuan, sementara beberapa lagi yang merupakan tim pendukung akan menyusul setelah siang ini.

Mereka menempuh perjalanan udara selama 12 jam lebih menuju Kota R yang terkenal memiliki banyak pulau, dan setibanya di sana, tim yang telah tiba lebih dulu sudah menyiapkan akomodasi.

Mereka berkendara menggunakan mobil, tiba di pelabuhan sebelum akhirnya menaiki kapal laut menuju salah satu pulau. Rute ini diputuskan setelah Kahliya memberi tahu di mana lokasi makam tersebut, jadi mereka tidak berputar-putar seperti penjelajah tanpa arah.

Ametys melihat Kahliya berdiri di haluan bersama Tohpati dan Gatra. Ketika melihatnya mendekat, yang pertama tersenyum dan berkata, "Tempat ini sangat indah."

"Ya, sayangnya kita datang bukan untuk berlibur." Ametys menjawab.

Tohpati tertawa mendengar ucapan sinis gadis itu. "Ametys, jangan terlalu kasar. Atau kamu akan menyesal nanti."

Ametys mendengkus, tapi tidak mengatakan hal buruk lagi. Dalam diam dia melihat sekitar, di mana laut biru jernih bertemu dengan pantai yang bersih, bersama pulau-pulau yang seolah melayang di atasnya.

Tidak semua pulau itu ditempati, dan tujuan mereka adalah salah satu yang terbesar dengan gunung tinggi di kejauhan. Ada penduduk yang tinggal di tepi pantai, tapi saat ini rumah-rumah itu kosong. Heru telah meminta penduduk untuk pindah sementara waktu, terlepas dari bagaimana dia bernegosiasi, langkah itu memang perlu mengingat tidak ada yang pasti dalam perjalanan ini. Meminimalkan korban adalah langkah terbaik.

Mereka tinggal di rumah penduduk yang telah disiapkan. Karena semua orang begitu lelah, mereka segera pergi istirahat, tidak terkecuali Ametys yang bahkan tidak sadar kapan tim bantuan tiba di sana.

Di malam hari saat orang-orang berkumpul untuk makan, mereka memanggang ayam dan ikan di tepi pantai. Melihat semuanya tertawa dan bercanda, Ametys tiba-tiba merasa sedih. Pikirnya, apakah orang-orang ini begitu terbiasa menghadapi situasi yang demikian, sampai mereka bahkan tidak tertekan sama sekali?

Sebenarnya, bukannya orang-orang ini tidak memikirkannya sama sekali. Lagi pula, siapa yang tidak menghargai hidup mereka?

Akan tetapi, sejak mereka semua memutuskan bergabung dengan AMAN, tujuan mereka bukan hanya sekadar mendapatkan pembayaran agar bisa menjalani hidup yang lebih baik, tapi memahami bahwa tugas mereka juga harus bisa membiarkan masyarakat hidup tak kalah baik―meskipun pada akhirnya keberadaan mereka tidak diketahui.

Melihatnya datang, Kahliya memberi isyarat. Ametys awalnya tidak mau, tapi dia teringat ucapan Tohpati dan akhirnya berjalan ke arah Kahliya dan duduk di samping pria itu.

"Ini, makanlah." Kahliya menyerahkan piring yang telah dilapisi daun pisang, di mana ada potongan paha ayam dan juga ikan bakar di atasnya.

Melirik pria yang tersenyum padanya itu, Ametys akhirnya makan dengan lahap seolah ingin melampiaskan sesuatu.

"Karena kita tidak tahu apa yang akan dihadapi di masa depan, bagaimana jika kita meminta ramalam?" Fuschia, yang sedang membersihkan tongkat gaharunya tiba-tiba berbicara.

Slate yang duduk tidak jauh dari wanita itu berkata, "Katakan saja jika kamu ingin tahu apakah kamu bisa kembali dan bisa mengejar bos kami."

Fuschia melirik Paris, sebelum kemudian menendang Slate yang sayangnya tidak berhasil. "Jangan menyebarkan omong-kosong!"

Slate mendengkus. Seolah-olah kami tidak tahu kamu sering menitipkan sesuatu melalui Mauve untuk Egret, pikirnya.

"Agen Fuschia ingin diramal? Kalau begitu biarkan aku melakukannya!" Seorang paranormal bernama Daim mengajukan diri.

Januar dan para senior lainnya tidak menghentikan mereka, berpikir bahwa biarkan saja semua orang bersenang-senang hari ini. Jadi alih-alih pergi, mereka juga tetap duduk melingkari api unggun dan mendengarkan.

"Kamu tidak berencana hanya menipu uangku, bukan?" balas Fuschia.

Daim, seorang pria yang baru berusia pertengahan 20 itu tersipu saat ditatap oleh seorang wanita cantik, buru-buru ia membalas, "Bagaimana mungkin!"

"Oke, kalau begitu ramal aku."

"Apa yang ingin kamu ketahui?" balas Daim.

Fuschia berpikir sejenak, sebelum kemudian berkata, "Aku ingin tahu apakah aku bisa kembali dan mengejar pria yang kusuka."

Ucapan wanita itu membuat beberapa orang tertawa dan mencibir. Hanya Paris yang tetap acuh tak acuh dan menyodok api dengan tongkat untuk membakar ubi yang entah dia temukan dari mana.

"Oke, tunggu sebentar." Daim lantas mengambil kumpulan ranting kayu yang sudah dihaluskan dari dalam tasnya. Itu kecil seperti tusuk gigi, tapi ada ukiran di permukaannya dan berjumlah 34. "Ambil dua potong ranting," katanya pada Fuschia.

Wanita itu mengambil dengan santai dan menyerahkannya pada Daim. "Bagaimana?"

"Oh, aku tidak yakin. Maksudku, ada kemungkinan kamu kembali tapi untuk mengejar pria yang kamu sukai ... sepertinya tidak mungkin." Daim mengernyit bingung, melanjutkan, "Kenapa ini justru menunjukkan jika pria yang menyukaimu yang akan mengejarmu?"

Baik Fuschia dan yang lainnya tersentak. Apakah maksud ucapan Daim adalah, pria yang disukai Fuschia kembali menyukainya?

Paris merasakan tatapan panas yang diarahkan dari berbagai sudut padanya. Tidak tahan, pria itu mendongak dan bertanya, "Kenapa kalian menatapku?!"

"Tidak ada," jawab seseorang.

Daim yang dipelototi oleh Paris buru-buru menyimpan media rantingnya, khawatir jika dia bicara sedikit lagi, Paris akan membakar semua ini. "Aku hanya mengatakan apa yang aku lihat," bisiknya.

"Dia tidak salah ramal. Hanya saja kalian salah menebak orangnya," ujar Ametys tiba-tiba. Kali ini giliran dirinya yang ditatap, tapi Ametys tidak peduli dan berkata pada Daim, "Coba kamu ramal lagi, bisakah kamu melihat siapa pria itu?"

Daim mengikuti saran Ametys dan mencoba menarik ranting, anehnya ia tidak bisa melihat siapa pria itu. Dengan heran ia bertanya, "Bagaimana mungkin? Apakah ada yang salah? Haruskan aku berlatih lagi?"

Fuschia menatap Ametys dengan mata berbinar, kemudian bertanya, "Adikku yang baik, bagaimana jika kamu membantu Kakak meramal?"

"Bahkan jika kamu mengaku sebagai ibuku, tetap harga yang sama." Ametys sama sekali tidak termakan bujuk rayu orang-orang yang ingin diskon seperti ini.

Mendengar orang lain tertawa, Fuschia akhirnya berkata, "Oke. Selama kamu bisa meramal lebih jelas dari yang ini," Dia menunjuk Daim. "Aku akan memberimu biaya dua kali lipat!"

"Ulurkan tanganmu." Ametys memeriksa telapak tangan Fuschia dengan segera. Setelah beberapa saat, dia meminta tanggal lahir wanita itu yang dijawab dengan bisikan karena ini adalah kebiasaan mereka untuk tidak menyebutkan identitas asli secara terbuka. "Dia benar, kamu memang akan dikejar oleh seorang pria. Dan aku lihat, kalian memiliki garis jodoh."

"Siapa itu?!" tanya Fuschia bersemangat. Tidak hanya dia, semua orang juga memasang telinga, bahkan gerakan Paris sedikit melambat.

Ametys tidak menjawab, tapi kepalanya perlahan menoleh ke arah Daim. "Kamu memang harus kembali berlatih, dan ingat pelajaran pertama bahwa seorang paranormal tidak bisa membaca masa depannya sendiri."

Semua orang bingung selama satu detik, bertanya-tanya; kenapa Ametys mengatakan itu pada Daim? Namun, di detik selanjutnya, mereka semua memiliki ekspresi yang sama, itu adalah keterkejutan setelah pemahaman.

"Daim, kamu suka pada Fuschia?!" Seorang paranormal bertanya sengaja.

"Ah? Aku ... aku tidak―" Daim melihat semua orang menyeringai ke arahnya dan tersendat. Melihat Fuschia yang bangkit sambil membawa tongkat gaharunya, Daim segera berlari. "Maaf, aku tidak tidak bisa mengendalikannya!"

"Sialan! Bagaimana bisa jodohku adalah kamu! Aku suka pria tinggi!" teriak Fuschia sambil mengejar yang lain.

Di tengah orang-orang yang tertawa, Paris adalah satu-satunya yang lega. Pria itu bahkan menepuk jantungnya, sebelum kemudian memakan ubi dengan riang gembira.

Saat semua orang kembali istirahat, Ametys yang sudah tidur lama tidak merasa mengantuk sama sekali. Dia berdiri di tepi pantai, dengan cahaya lampu berwarna kuning dari rumah penduduk sebagai latar.

"Tidak bisa tidur?" Kahliya datang mendekat dan berdiri di samping gadis itu.

"Mas Kahliya tidak gugup?" balas Ametys.

"Sejujurnya, aku sangat gugup." Pria itu berkata perlahan.

"Apakah Mas Kahliya akan menyesali ini suatu hari nanti?"

"Aku tidak tahu." Kahliya menjawab. "Hanya saja aku yakin bahwa di saat ini, aku tidak akan pernah menyesalinya."

Ametys menoleh, menatap pria itu yang memandang jauh ke bayangan bulan yang pecah di atas lautan gelap. Angin bertiup, menerbangkan ujung kemejanya dan juga menyapu rambutnya.

Sejenak Ametys tergagap, merasa matanya panas karena tidak percaya ada orang yang setulus itu. Dia telah bertemu berbagai macam jenis keegoisan, yang tidak ragu untuk mengorbankan orang lain hanya demi sedikit keuntungan. Tapi sangat jarang ada pertemuan, di mana seseorang rela memberikan dirinya untuk kesejahteraan orang lain.

Memang benar, kebaikan yang disembunyikan, kepedulian yang tidak disebutkan, atau cinta yang tak terukur, akan selalu membuatnya takjub.

Kahliya tahu Ametys sedang menatapnya, tapi ia tidak ingin menoleh agar tidak memperlihatkan kesedihannya pada gadis itu. Hanya suara lembutnya yang terdengar di antara deru ombak, "Bulannya sangat indah malam ini, Ametys." Aku harap aku bisa melihatnya lebih lama lagi.

...ooOoo...

Skia
Selasa, 8 Agustus 2023

Continue Reading

You'll Also Like

2K 491 42
Alex adalah saudara kembar Emma yang sangat setia menemaninya, bahkan di saat-saat terberat dalam hidupnya. Alex dan Emma merindukan orang tua mereka...
80.8K 7.3K 120
Pengarang: Gardenia Jenis: perjalanan waktu dan kelahiran kembali Status: Selesai Pembaruan terakhir: 09-03-2024 Bab terbaru: Teks utama Bab 119 Pemb...
1.6M 166K 74
Lima tahun berlalu setelah tragedi Polong Mayit. Pertumpahan darah menyisakan bangkai yang harus mereka timbun untuk menutup bau busuknya. Adalah De...
3.8M 35.7K 6
NOVEL INI SUDAH TERSEDIA DI GOOGLE PLAYBOOK (The Marriage #1) "Kak, sampai kapan kamu memperlakukan aku seperti ini? Setidaknya hargai usahaku menjad...