Syahdan ✓

Autorstwa SkiaLingga

757K 123K 24.2K

Sebagai seseorang dengan kekuatan supernatural, Ametys tentunya sudah terbiasa dengan beberapa hal mistis yan... Więcej

PEMBUKA
1. Legenda Batu Pengantin (a)
1. (b)
1. (c)
1. (d)
2. Karma Berjalan (a)
2. (b)
2. (c)
3. Ganjaran Kebaikan (a)
3. (b)
3. (c)
3. (d)
4. Pemanggul Karma (a)
4. (b)
4. (c)
5. Keberuntungan yang Menguap (a)
5. (b)
5. (c)
6. Menemukan Bintang yang Hilang (a)
6. (b)
6. (c)
7. Kutilang Emas Bersuara Merdu (a)
7. (b)
7. (c)
7. (d)
8. Yang Baik Bernasib Buruk (a)
8. (b)
8. (c)
9. Jangan Membandingkan Hujan di Awan dengan Kotoran dalam Lumpur (a)
9. (b)
9. (c)
10. Setiap Manusia Mengharap Surga yang Berbeda (a)
10. (b)
10. (c)
11. Musuh dari Masa Lalu (a)
11. (b)
11. (c)
12. Mereka yang Pergi Lebih Mengharap Senyum daripada Air Mata (a)
12. (b)
12. (c)
12. (d)
13. Janji Berutang Janji (a)
13. (b)
13. (c)
14. Seperti Pasir yang Terlepas dari Genggaman (a)
14. (b)
14. (c)
15. Mengambil Kembali Takdir yang Seharusnya (a)
15. (b)
15. (c)
16. Sebuah Nama Berarti Harapan Untuk Pemiliknya (a)
16. (b)
16. (c)
17. Kasih Sepanjang Masa dan Benci Sepanjang Hayat (a)
17. (b)
17. (c)
18. Sesal Itu Terkubur di Masa Lalu (a)
18. (b)
18. (c)
19. (b)
19. (c)

19. Kehancuran Akan Selalu Menjadi Akhir Kejayaan (a)

10.4K 1.9K 506
Autorstwa SkiaLingga

Saat hari-hari berlalu, Ametys merasa semuanya sudah menjadi lebih baik. Dia akan bertemu dengan Zadin sesekali di kampus, tapi selain interaksi di ruangan atau karena ada masalah yang harus diurus, Ametys tidak melakukan kontak yang tidak perlu.

Meskipun dia bisa melihat jika Zadin sedih dan kecewa, Ametys lebih memilih untuk menjaga semuanya tetap seperti ini sekarang. Karena itu mungkin tidak bisa menjadi lebih baik, maka jangan buat menjadi lebih buruk.

Pasa saat yang sama, Ametys juga mendengar dari AMAN bahwa Grup Hansa telah benar-benar runtuh. Sekuat apa pun Juan dan Dwiyon berusaha, dua orang tidak bisa melawan massa sehingga pada akhirnya, perusahaan utama mereka dengan cepat diakuisisi oleh seorang konglomerat lokal.

Ametys juga menanyakan ini pada Kahliya, tapi pria itu tidak banyak berkomentar, hanya menyebutkan, itu bagus selama tidak ada karyawan tak bersalah yang harus kehilangan mata pencaharian mereka.

Namun, berbeda dengan keduanya yang acuh tak acuh, rumah utama keluarga Hansa saat ini sedang dilandai badai tak berkesudahan.

Juan mendapat informasi dari seseorang jika sebelumnya ada yang datang menemui Sienna, dan mereka memaksanya memberi tahu tentang sesuatu yang berkaitan dengan makam. Awalnya Juan merasa bingung, sampai kemudian seorang pelayan yang sedang membersihkan kamar Sienna dan Tristan menemukan sebuah peta yang disimpan dalam kotak berisi baraag-barang tua. Melihat bahwa ada nama Hansa di sana, pelayan itu lantas menyerahkannya pada Juan.

Juan segera mengenali peta tersebut, yang merupakan petunjuk untuk menemukan makam leluhur mereka. Akan tetapi, Juan tidak mengerti kenapa orang-orang misterius itu menanyakan tempat tersebut pada Sienna yang sudah sakit mental, apakah ada sesuatu tentang ini?

Ayahnya hanya pernah berkata bahwa makam itu telah ada sejak zaman nenek moyang. Apa itu, mereka tidak tahu, tapi Handiko pernah menyebutkan bahwa sebaiknya jangan mengganggu hal-hal seperti ini jika tidak ingin terkena masalah. Jadi baik Juan dan Dwiyon yang tahu tentang keberadaan makam tersebut, hanya pernah membahasnya sekilas, tapi tidak pernah berpikir untuk mencarinya meskipun ada kemungkinan tersembunyi banyak harta di sana.

Siapa yang tahu jika Tristan ternyata punya ide gila. Dengan bukti peta ini tersimpan di dalam kamarnya, tampaknya Tristan sudah pernah berusaha mencari makam tersebut. Kalau begitu, mungkinkah semua kesialan mereka juga berawal dari mengganggu makam leluhur ini?!

Juan membanting peta itu di atas meja dan berkata pada Darsana, "Bisakah Anda melihat apa yang sebenarnya ada di dalam makam ini? Apakah itu benar-benar ada hubungannya dengan masalah yang menimpa kami?"

Darsana memeriksa peta itu sejenak, sebelum kemudian melakukan serangkaian gerakan aneh dan memejamkan mata cukup lama. Ketika dia bangun dari meditasi, Darsana bertanya, "Apakah ini benar-benar milik keluarga Anda?"

"Ya."

Darsana mengernyit. Apa yang ia lihat melalui tabir mengenai tempat ini hanyalah lapisan demi lapisan kegelapan. Itu tampak seperti malam yang pekat, tapi itu juga membawa rasa takut pada orang lain.

"Aku pikir, itu mungkin semacam karma buruk," ujar Darsana.

Wajah Juan berubah serius. "Karma buruk? Apa maksud Anda?!"

"Aku tidak yakin bagaimana mengatakannya, karena itu tidak bisa ditembus seluruhnya, tapi dari apa yang aku lihat sekilas, tempat itu berbahaya." Darsana berpikir sejenak, sebelum kemudian berkata, "Oh, aku pernah merasakan hal ini, pantas saja aku pikir itu tidak asing."

"Di mana Anda merasakannya?" desak Juan.

"Pada anak bungsumu itu, yang sudah kalian usir," jawab Darsana.

Juan merasa kakinya lemah, jika bukan karena ia sudah duduk di sofa, Juan mungkin akan jatuh ke lantai. Pada Kahliya? Apa artinya itu karma buruk yang sama dengan yang ada pada Kahliya?

Menatap ke arah peta itu sekali lagi, Juan tiba-tiba memahami satu hal tanpa diduga. Makam itu, mungkinkah menjadi tempat sebenarnya dari semua karma yang harus ditanggung oleh keluarga Hansa?!

Di masa lalu, Handiko pernah berkata bahwa pemimpin keluarga Hansa sebelumnya telah menyebutkan bahwa asal mula karma itu ditempatkan di suatu lokasi yang tidak mungkin ditemukan. Petunjuk menuju ke sana telah dihapuskan sepenuhnya, sehingga itu akan menghindari orang-orang yang berniat ingin merusaknya.

Sementara metode pemanggul karma diwariskan secara lisan kepada pewaris, hal lainnya tidak pernah disebutkan lagi. Siapa yang bisa menebak jika peta makam yang hanya disebutkan sekilas ini sebenarnya sangat penting, yaitu peta menuju tempat dari pemilik karma bersemayam!

Jika makam itu sebenarnya telah disentuh dan siapa yang tahu apa yang terjadi di sana, bukankah itu artinya keluarga Hansa sudah berakhir sekarang?

Dengan gemetar Juan merobek peta itu. Jika Tristan dan Sienna ada di depannya sekarang, dia pasti akan menampar keduanya sampai mati! Karena ulah mereka, karena keserakahan mereka, keluarga ini hancur!

"Tuan Darsana, lakukan sesuatu!" teriak Juan panik. "Makam itu, bisakah Anda menguncinya?!"

Darsana mundur saat melihat tatapan tajam Juan. "Aku, aku tidak yakin," katanya. "Itu penuh dengan karma buruk, jika aku salah melakukan sesuatu, konsekuensinya akan fatal."

Juan membanting asbak di meja dengan kesal. "Tidak berguna! Dasar dukun!" makinya.

Ini salah Handiko juga karena sengaja memilih paranormal yang biasa saja agar mereka tidak bisa mendeteksi kelainan pada keluarga Hansa. Akibatnya sekarang, di saat yang paling penting, paranormal ini sangat tidak bisa diandalkan.

Darsana merasa tersinggung karena ucapan Juan. Ia berdiri dan balas berkata, "Siapa yang kamu sebut tidak berguna?! Apakah kamu tahu apa balasannya jika bermain dengan karma buruk? Tidakkah kamu melihat anak bungsumu itu?! Kapan hidupnya pernah tenang! Siapa yang mau menanggung nasib seperti itu?!"

Justru karena Juan tahu seperti apa kehidupan Kahliya selama ini sehingga dia ketakutan. Bahkan dekat dengan Kahliya bisa membawa masalah dan ketidakberuntungan, apalagi jika kini kemungkinan besar makam itu telah diusik dan sumpah sebelumnya gagal. Keluarga Hansa yang akan menanggung semua karma itu, bukan lagi Kahliya! Mereka akan tamat!

Juan memaksa, tapi Darsana terus menolak. Keduanya terlibat perkelahian, sampai kemudian mereka mencium aroma terbakar yang kuat. Keduanya terkejut, sebelum kemudian bergegas keluar. Apa yang mereka lihat selanjutnya adalah api sudah menjalar sampai ke dapur. Seorang pelayan menarik kasar seorang wanita yang berteriak gila, Juan mengenali itu sebagai ibu dari Tristan.

"Tuan, cepat keluar!" Pelayan itu berteriak. "Wanita ini menerobos masuk dan membakar rumah!"

Karena masalah yang muncul di keluarga Hansa belakangan ini, banyak staf telah lama mundur dari pekerjaan mereka. Saat ini hanya ada satu pelayan dan satu sopir yang tinggal, jadi bukannya tidak mungkin wanita itu bisa menerobos masuk.

"Lepaskan aku! Biarkan aku menghabisi kalian semua! Kalian telah membunuh anakku, jadi kalian juga harus mati!" Wanita itu berteriak histeris sambil menggigit tangan pelayan tersebut.

Naesa sedang pergi bersama Ulia untuk mengantar Henky ke rumah sakit, yang ditemani oleh sopir mereka. Dwiyon sedang keluar untuk mengurusi beberapa hal dan belum kembali. Jadi hanya ada dirinya dan pelayan di sini, bersama Darsana yang datang karena dipanggil.

Melihat Darsana berusaha menerobos api, Juan tidak langsung menyusul. Keluarga mereka sudah kehilangan banyak sebelumnya, jadi dia harus menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan. Jadi Juan kembali ke ruang kerja dan membuka brankasnya. Ada sebuah brankas kecil lain di sana, yang berisi sertifikat dan juga akta dari properti yang tertinggal.

Semua jendela kaca di rumah itu adalah tipe tempered sehingga sulit untuk dipecahkan, Jadi Juan hanya bisa dengan susah payah mengangkat brankas tersebut dan berjalan melewati api. Sensor panas di rumah itu entah bagaimana tidak berfungsi, yang mengakibatkan api dengan cepat melahap isinya.

Juan melihat Darsana sudah hampir sampai ke pintu, jadi dia berusaha menyusul. Namun, saat itu, lampu gantung besar di ruang tengah tiba-tiba jatuh dan menimpanya. Darsana mungkin mendengar suara itu sehingga dia berbalik, tapi alih-alih menolong, pria itu ketakutan melihat apa yang terjadi dan berlari semakin kencang.

Teriakan Juan bergema di tengah deru api yang membakar, tapi sayangnya tidak ada yang datang menyelamatkannya.

Sementara itu, Darsana yang melihat jalan keluar hanya beberapa meter darinya sangat lega. Sedikit lagi, dan ia akan selamat. Tepat saat Darsana akan sampai, pintu besar tersebut tiba-tiba tertutup.

Darsana berusaha menariknya sekuat tenaga, tapi itu tidak mau terbuka. Dia sangat panik dan berusaha berteriak melalui jendela kaca, tapi hanya melihat pelayan dan wanita gila itu di sana. "Tolong! Tolong aku!" teriak Darsana.

Sayangnya baik Darsana maupun Juan, keduanya tidak memperhatikan jika di bawah pintu dan rantai lampu gantung, ada kabut hitam yang bergerak.

Saat Naesa kembali bersama menantu dan cucunya, yang mereka lihat adalah rumah dengan api yang masih menyala-nyala, di mana empat mobil pemadam yang berusaha menyemprotkan air ke sumber api diparkir di depan rumah mereka.

Naesa berteriak histeris. Dia mencari-cari Juan, tapi pelayan itu mengatakan bahwa Juan sepertinya tidak sempat keluar karena dia masuk ke ruang kerja untuk mengambil sesuatu, . Memikirkan bahwa Juan mungkin sudah mati terbakar di dalam sana, Naesa segera kehilangan kekuatannya dan pingsan.

Saat Dwiyon tiba setelah mendengar kabar itu, yang ia lihat hanyalah istri dan anaknya yang menangis di satu sudut, sementara ibunya sedang ditangani di dalam ambulans.

Di bawah bayangan pohon yang tak dihiraukan oleh siapa pun, Dikta berdiri menatap api yang masih mengamuk dengan asap hitam yang membubung tinggi. Mulutnya bergerak untuk berbicara, tapi suara yang keluar bukanlah miliknya.

"Seperti inilah nasib mereka yang merusak takdir," bisik suara itu tanpa ampun.

* * * * *

Ketika Kahliya mendengar tentang kecelakaan di keluarga Hansa, dia sedang berada di studio bersama Ametys dan yang lainnya. Menatap layar televisi yang menayangkan siaran langsung dari tempat kejadian, orang-orang di sana terkejut.

"Aku merasa keluarga Hansa sangat sial belakangan ini," kata salah satu karyawan Sendrakara.

"Benar, mulai dari kasus penculikan anak-anak, perusahaan yang bangkrut dan sekarang bahkan rumah mereka pun terbakar," komentar yang lain. "Apakah menurut kalian ini disengaja?"

"Jika itu perbuatan seseorang, maka orang itu pasti sangat kejam."

"Atau bisa jadi orang itu membalas dendam."

Sementara mereka berbicara, Ametys memperhatikan jika ekspresi Kahliya yang tenang sedikit redup. Orang-orang ini memang tidak tahu mengenai hubungan Kahliya dengan keluarga Hansa, jadi mereka bisa berbicara begitu bebas.

"Kalian lanjutkan makan, aku akan mengurus sesuatu sebentar," kata Kahliya sebelum meninggalkan yang lain dan masuk ke ruangannya.

Ametys yang melihat itu juga meletakkan sendoknya dan menyusul. Melihat keduanya bertindak demikian, yang lain saling pandang dan masing-masing memberikan tatapan penuh arti.

"Katakan, apakah menurut kalian Bos sedang menjalin hubungan dengan Ametys?" tanya seseorang.

Di studio, orang-orang lama memang lebih suka memanggil Kahliya 'bos' daripada 'pak', jadi bercontoh pada Rinan yang sering dengan sengaja memanggil Kahliya seperti itu, para anak baru juga mengikutinya.

"Kamu masih perlu bertanya? Bukankah itu sudah jelas?"

"Kenapa kamu sangat yakin? Aku pikir mereka masih belum sampai ke sana," ujar seorang pria.

Melihat orang-orang itu berbalas pemikiran masing-masing, Rinan yang duduk di sudut sambil memakan hidangan sehatnya mencebik. Apa yang orang-orang awam ini ketahui?

Salah satu karyawan paling muda kemudian berkata, "Aku pernah melihat mereka berpelukan di dalam ruang kerja Bos."

Rinan tersedak, sementara yang lain memasang wajah tercengang.

Sementara itu di dalam ruangan, Kahliya berdiri di depan jendela dan memandang keluar. Mendengar suara pintu yang didorong, ia tiba-tiba bertanya, "Apakah menurutmu aku kejam karena tidak melakukan apa pun?"

"Jika kejam begitu mudah disematkan pada orang lain hanya karena mereka diam melihat ada yang kesulitan, berapa banyak orang kejam di dunia ini?"

Kahliya terdiam, kemudian berbalik dan menyandarkan punggungnya pada kaca jendela. Menatap Ametys yang berdiri di depan sana, Kahliya berkata, "Lalu, apakah aku bodoh jika aku membantu mereka setelah diperlakukan seperti ini?"

Ametys berkedip, menjawab, "Jika seseorang dikatakan bodoh karena membantu orang lain, maka tidak ada lagi yang berani menjadi baik di dunia ini."

Sudut bibir pria itu melengkung lebih tinggi, berkata, "Aku mengerti."

Keduanya tetap di tempat itu selama beberapa saat, ketika ponsel Ametys tiba-tiba berbunyi. Dengan cepat dia mengangkat, "Egret?"

Kahliya menyadari jika ekspresi Ametys menjadi kesal, jadi ia tidak mengganggu.

"Aku mengerti. Jemput aku, tidak, aku akan mengirimkan alamatnya," ujar Ametys.

Melihatnya meraih ransel yang ada di sofa, Kahliya bertanya, "Ada apa?"

"Tanissa melarikan diri," kata Ametys.

"Target terakhir itu?"

"Ya." Memastikan jika tidak ada yang tinggal, Ametys bergumam, "Setidaknya ini masih di awal malam."

Kahliya menahan senyum saat mendengar ucapan gadis itu. Melihatnya bergegas, Kahliya mengingatkan, "Hati-hati."

Ametys mengangguk, kemudian berlari keluar untuk menunggu jemputan.

* * * * *

Ketika Ametys naik ke mobil, yang mengemudi adalah Paris sendiri. Pria itu mengebut sepanjang jalan saat dia menjelaskan apa yang terjadi.

Karena selama tinggal di markas Tanissa baik-baik saja, dia percaya bahwa Dikta tidak akan datang dalam waktu dekat. Jadi ketika Tanissa kemudian mendapat kabar bahwa pengunduran dirinya telah selesai, dia meminta pada Viper untuk mengirimnya ke luar negeri.

Tentu saja AMAN tidak akan setuju. Tanissa adalah terget terakhir Dikta dan hanya wanita ini juga yang bisa menuntun mereka ke makam itu. Jika Tanissa dilepaskan, siapa yang tahu apa yang akan terjadi.

Kemudian, Tanissa yang tidak sabar menunggu akhirnya nekat pergi. Dia telah memesan tiket penerbangan dan tidak lagi peduli pada rumahnya yang belum dijual, hanya mengambil kopernya dan kabur.

Pantas saja Tanissa membawa kopernya saat pertama kali dibawa ke markas AMAN, karena kemungkinan besar dia sudah punya ide ini sejak lama.

"Bagaimana dia bisa kabur?" tanya Ametys heran.

"Markas bukan penjara, mudah baginya untuk keluar masuk," jawab Paris. "Adapun bagaimana dia melarikan diri, dia memukul seorang eksorsis pemula di tempat parkir dan mencuri mobilnya."

Ametys merasa Tanissa pasti sudah kehilangan akal. Bagaimana jika sebelum dia sempat naik pesawat, polisi sudah menangkapnya karena mencuri mobil? Bukankah ini hanya menambah masalah?

"Jadi ke mana tujuan kita sekarang?"

"'Ayin menangkap energi dari itu, yang menuju ke arah Tanissa pergi."

"Apa? Bagaimana mungkin?" tanya Ametys tak percaya.

Jika energi belis bisa terdeteksi dari dulu, mereka tidak akan selelah ini. Justru karena belis itu tidak ditemukan, mereka hanya bisa mengandalkan 'ayin untuk menangkap energi yang sudah berpindah ke objek lain―seperti mayat dari korbannya selama ini. Setidaknya dengan upaya ini, meskipun belis itu tidak bisa ditangkap, korban yang jatuh akibat energi yang tersebar akan lebih mudah dikendalikan.

"Itulah yang aneh," kata Paris. Ia menunjuk ke monitor yang terpasang di mobil, berkata, "Lihatlah ini."

Ada warna abu-abu yang terus mengikuti satu titik hijau yang tampaknya merupakan mobil yang dikendarai Tanissa. Di belakang mereka, beberapa titik hijau lagi tampak mengejar, mungkin agen AMAN yang ditugaskan menangkap wanita itu.

Paris melihat ke monitor sebentar, sebelum kemudian berbelok dan mengambil jalan-jalan yang tidak terduga. Ametys awalnya khawatir mereka akan bertemu jalan buntu, tapi untungnya Paris lebih berpengalaman dalam hal ini dan mereka kembali ke jalan raya dengan cepat.

Melihat empat mobil yang melesat mengejar satu mobil yang baru saja lewat, Ametys melirik ke arah monitor dan menyadari jika saat ini mereka sudah ada di dekat titik hijau lainnya.

Paris menginjak gas seperti sedang menginjak musuhnya, mobil itu melaju cepat sampai bayangan di luar menjadi kabur. Ametys berpikir, bahkan jika dia tidak mabuk darat, dia masih bisa memuntahkan makan malam barusan jika mereka terus berkendara seperti ini.

Di mobil yang paling depat, Tanissa menyadari jika orang-orang dari Departemen Urusan Khusus sedang mengejarnya. Tapi dia tidak peduli, dia harus melarikan diri sekarang.

Awalnya ketika tinggal di AMAN, semuanya baik-baik saja. Tapi entah kenapa belakangan ini Tanissa sering memimpikan Dikta, dengan cara yang paling menyeramkan. Alhasil, dia ketakutan setiap hari dan tidak tahu harus bagaimana. Karena itu, saat ada pemberitahuan jika pengunduran dirinya sudah selesai, Tanissa tidak ingin menunggu lebih lama.

Sepertinya Dikta memang mengejarnya, tapi alih-alih langsung membunuhnya, pria itu justru menerornya dengan kejam. Tanissa berpikir, selama dia pergi dari tempat ini, Dikta tidak akan pernah bisa menemukannya lagi. Dia pasti akan baik-baik saja, bahkan tanpa batuan orang-orang itu!

"Itu energi yang kuat!" Ametys berseru saat melihat melalui jendela depan, posisi mereka sudah dekat dengan mobil Tanissa. Setelah beberapa saat mengamati, Ametys tiba-tiba tersentak dan berkata, "Jangan kejar! Hentikan mobilnya! Egret, hentikan mobilnya!"

"Ada apa?" Paris kaget dan hampir membanting setir.

"Energi itu bukan sekadar mengikutinya! Cepat hentikan mobilnya, suruh yang lain juga berhenti!" desak Ametys.

Paris masih mendengarkan ucapan Ametys dan segera berbicara pada orang-orang yang mengemudikan empat mobil lainnya. Pria itu mengernyit mendengar balasan dari seberang, dan akhirnya berteriak, "Ini perintah!" yang tidak hanya mengejutkan Ametys, tapi juga agen AMAN di dalam mobil lainnya.

Mobil yang mereka tumpangi segera mengurangi kecepatan dan menepi, kemudian diikuti oleh yang lain. Tapi satu yang sudah berada di belakang mobil Tanissa agak terlambat, sehingga tepat ketika dia baru saja akan mengurangi kecepatan, mobilnya terhempas karena ledakan keras.

Tanissa tidak tahu apa yang terjadi saat suhu di dalam mobil tiba-tiba naik drastis. Ketika dia merasa ada yang salah dan hendak menginjak rem, ledakan keras sudah terjadi. Tanissa tidak menyadari untuk sesaat, sampai kemudian di tengah rasa sakit itu, dia memperhatikan jika langit telah terbalik.

Permohonan tolong tidak bisa keluar dari mulutnya yang penuh darah, dan melalui matanya yang kabur, sesosok bayangan berdiri di balik api. Itu tidak jelas, tapi entah bagaimana Tanissa merasa sosok itu sedang menatapnya. Sayang sekali, dia tidak bisa memastikan, karena yang selanjutnya terlihat hanya merah yang mengamuk, sebelum segalanya menjadi hitam.

Paris segera menghubungi tim lain, sebelum kemudian berlari turun bersama Ametys. Untungnya, meskipun mobil yang berada di depan itu terhempar beberapa meter, penumpangnya hanya terluka kecil dan saat ini sedang dibantu oleh agen AMAN yang lain.

Ametys menepuk jantungnya. Untung saja dia melihat itu dengan segera atau mereka semua akan benar-benar terkena ledakan barusan. Akan tetapi, melihat mobil yang hangus terbakar itu, semua orang yakin bahwa Tanissa tidak mungkin selamat.

Ametys berpikir, entah Dikta ini paling membenci atau paling mengistimewakan Tanissa, sehingga dia memilih membunuhnya dengan cara ini. Bagaimanapun, setelah energi jahat barusan membuat mobil itu meledak, tidak ada yang tersisa di sana dan tidak akan ada orang yang terjerat karenanya.

* * * * *

Setelah semua orang pulang, Kahliya mengunci studionya dan kembali ke rumah. Pria itu pergi mandi dan mengganti pakaiannya, sebelum akhirnya naik ke atas ranjang.

Memeriksa ponselnya, belum ada balasan dari Ametys yang membuat Kahliya merasa cemas. Ametys pergi sangat terburu-buru sebelumnya, dan tampaknya masalah ini sangat serius.

Tepat saat Kahliya akan pergi tidur, ponselnya berbunyi. Itu adalah balasan dari Ametys yang mengatakan jika dia sudah pulang dan tidak ada masalahnya. Hanya saja, Tanissa mati dalam ledakan mobil dan mereka harus menangani mayatnya.

Kahliya akhirnya memutuskan untuk menghubungi yang lain dan panggilan itu dengan cepat diangkat. "Ametys―"

Suara kahliya berhenti saat ia tiba-tiba merasakan angin dingin yang aneh bertiup entah dari mana. Ada sesuatu di kamarnya, jadi Kahliya menoleh dan terkejut saat melihat seseorang berdiri di sudut yang gelap.

"Siapa?!" Kahliya bangun dari ranjang, masih dengan ponsel tergenggam di tangannya.

Sosok itu melangkah dari kegelapan, tapi wajahnya tetap terhalang bayangan.

Kahliya tiba-tiba tersentak, dan bertanya dengan ragu, "Dikta?" Tidak, itu bukan dia. "Kamu ... adalah pemilik karma itu?"

Sebuah suara kuno terdengar seolah itu datang dari kejauhan, menjawab, "Kita akhirnya bertemu, pemanggul karma."

Kepalan tangan Kahliya mengencang. "Apa yang kamu inginkan?"

Sosok itu behenti melangkah, tapi kabut hitam di bawah kakinya semakin dekat ke arah Kahliya. "Aku akan menunjukkan padamu apa yang aku inginkan," katanya.

Kahliya tidak sempat mengelak saat kabut itu menyerbunya. Matanya penuh kegelapan dan apa yang ia rasakan adalah sakit yang mengerikan. Tubuh pria itu jatuh keras ke lantai, dengan panggilan yang masih tersambung, mentransmisikan suara Ametys yang cemas.

...ooOoo...

Skia
Senin, 8 Agustus 2023

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

1.4M 55.8K 71
Marvel itu cowok yang terbilang nakal. Kerjaannya membolos, ngerokok dan kenakalan lainnya. Bahkan ia mempunyai geng motor yang di ketuai olehnya. Te...
11.1K 769 21
GENRE : ROMANTIC KOMEDY HORROR True Story - Seutas cerita - Singkat nya, semua telah diatas tebing. Semuanya kembali berjalan, menuju Puncak Bayangan...
1.6M 166K 74
Lima tahun berlalu setelah tragedi Polong Mayit. Pertumpahan darah menyisakan bangkai yang harus mereka timbun untuk menutup bau busuknya. Adalah De...
24.9K 865 64
Mencinta tanpa kata tidaklah seharusnya. Mengukir senyum saat sebenernya tak ingin ada. Melayangkan tanya yang tak pernah terjawab. Bukan.. Rasa...