i alítheia

By jjeeve

192K 20.9K 7.9K

Harry terlempar ke masalalu setelah di gunakan sebagai tameng untuk Dumbledore di menara Astronomi, Draco yan... More

BEGIN
Hogwarts
James, Severus, dan Lily.
Side story'
secuil ingatan Sev
Anxiety
Permintaan maaf
voítheia
julfest
Valentine's Day
pregnant
Ekdíkisi
Pamitan
glykós
Genniménos
the storm
EPISTROFI
stin archikí routína
Daily Routine
plisiázo
affaan tuhh
oikeíos
argía?

Xūwèi

4.3K 502 601
By jjeeve

Haii, Jee rindu sekali, maaf menghilang lama yaaa, gak usah basa basi....💖
Happy Reading gedddd....

Harry menghela nafas malas. Sudah sebulan sejak ia dan kedua orang tuanya ke dunia muggle, yang artinya sudah sebulan pula Severus pergi dan belum kembali. Ayahnya bilang Severus memiliki masalah kecil yang membutuhkan kehadirannya tapi Harry yakin hal tersebut tak sesederhana itu, Terlebih Draco ikut menghilang tanpa pamit seminggu setelah nya, membuat Harry kian merasa tak nyaman.

Kedua sahabatnya saat ini juga sedang menghilang entah pergi kemana. Harry memutuskan untuk berjalan-jalan ke rumah Hagrid, sudah lama sejak remaja itu bertemu Hagrid. Langkah kakinya bergema di lorong kastil Hogwarts, terkadang Harry memandang sekeliling ketika menemukan hal yang tidak biasa. Semakin lama berjalan, tempatnya semakin tidak familiar baginya. Apa Hogwarts sedang mempermainkannya? Harry pernah mendengar rumor bahwa Hogwarts memiliki jiwa dan terkadang menjahili para siswa seperti membuat mereka tersesat atau bahkan menyelamatkan siswa dari Professor. Saat ini, sepertinya rumor itu benar.

"Ginny kau gila?" Seru suara yang familiar di telinga Harry.

"Gila? Kau pikir aku mau mendekatinya?" balas suara gadis yang juga Harry kenal.

Harry menoleh ke sumber suara, memicingkan netranya, Pemuda berambut coklat gelap itu berjalan mendekat. Ia mengintip di celah dinding untuk melihat kedalam ruangan. Tampak sahabatnya Ron Weasley beserta adik perempuannya Ginny.

"Kau sendiri yang mengatakan itu Ginny, bahkan ibu sudah membual kemana mana kalau kau akan menikahi Harry!" Kecam Ron tajam.

"jika bukan karena dia kaya dan satu satunya keturunan Potter, aku tak akan sudi, kau pikir siapa yang mau mendekati anak sok benar dan egois sepertinya? yang di otak nya hanya 'bagaimana memberantas kejahatan' tanpa memikirkan keselamatan teman-temannya yang terseret. Aku berani bertaruh, jika dia bukan seorang Potter, bahkan orang bodoh pun malas berteman dengannya." Balas Ginny jijik.

Ron menatap Ginny tak percaya, Pemuda berambut merah itu mengerutkan kening.

"Sebaiknya kau tak menghalangiku Ronald, kau pikir aku tak tahu motif mu mendekati Harry? Kau hanya ingin terkenal dengan menjadi sahabat 'the choosen one' , Kau bahkan sering menjelek-jelek an Harry dibelakang, bahkan mengatainya anak pembawa sial. Nah, bagaimana jika ku beritahu orang-orang tentang maksud tersembunyi dan Kecemburuanmu terlebih Granger?" ancam Ginny.

"Don't you dare Ginerva Weasley!" Bentak Ron tajam.

Ginny terkekeh. "Then, mind your own business, Jangan menggangguku." ucap Ginny dingin. Gadis itu segera pergi meninggalkan Ron yang masih menatapnya itu tidak suka. Selang beberapa menit, Ron ikut pergi membuat Harry keluar dari tempat persembunyiannya.

Harry terdiam, Ia tak pernah menyangka Ron memiliki seperti itu terhadapnya. Ia kira Ron tulus berteman dengannya, terlebih pemuda itu adalah teman pertamanya di dunia sihir, atau bahkan teman pertamanya dalam hidup ini. Ron adalah salah satu orang yang berharga baginya, ia sudah mengangapnya saudara, sama seperti Hermione dan keluarga Weasley yang lain, tapi ternyata Ron tak menganggapnya sama. Dan Ginny, Harry tak menyangka kata-kata merendahkan seperti itu keluar dari bibirnya. Lagipula ia hanya mengaggap gadis itu adik perempuannya dan tidak bermaksud mengubah pandangannya sampai kapan pun.

Harry berdiam diri di menara astronomi sampai pagi, melamun sendirian ditemani sepi. Rasanya Harry sudah lelah dengan semua pengkhianatan ini, bahkan jika Hermione tiba-tiba mengatakan ia membenci Harry, dia akan mengerti.

Sepertinya dia memang anak pembawa sial seperti yang dikatakan Ginny dan Ron. Buktinya, Orang tuanya berpisah, bahkan ibu kandung nya tak di akui dan malah wanita lain. Sirius hilang dan mungkin sudah mati, Remus mungkin sudah membencinya walau tak pernah mengatakannya secara langsung, dan Severus, ibunya, sudah berapa lama pria itu menderita hanya karena dirinya? apa dia masih bermimpi buruk?

huhh, Harry ingin menangis tapi sebaliknya, senyum lembut terpatri di bilah bibirnya. Mata yang kini sedang tak mengenakan kacamata tak lagi memancarkan binar, hanya kosong. Warna hijau emerald di netranya memudar, tampak seperti kehilangan pesonanya.

_______________________________________________

"Harry! kau dari mana saja?" seru Luna khawatir begitu melihat Harry berjalan linglung di koridor.

"Eh, aku dari menara Astronomi." jawab Harry bingung.

"Oh astaga, kenapa aku tak berfikir kau berada disana." Ucap Luna tersadar.

"Harry, kau harus berhati-hati, mereka tak lagi memiliki kesabaran, jika tidak kita hanya akan menderita. Dan Harry, bersikap sedikit egois tak terlalu buruk."

Harry termenung menatap Luna, remaja Gryffindor itu seakan tersadar selama ini Luna tak pernah menuntut nya sempurna, Luna hanya selalu memintanya untuk menjadi dirinya sendiri, meminta Harry untuk bersikap egois demi kepentingan nya sendiri walau hanya sekali.

"Harry kau dengar?!"

Harry tersenyum lembut. "okay, okay aku dengar. Nah, sekarang apa kita bisa makan malam? aku lapar." bujuk Harry.

Gantian Luna yang tersenyum lembut. "Ayo" ucapnya tanpa basa basi, tangan lentik gadis itu menarik Harry seakan menuntun nya ke Great Hall.

Harry tersenyum geli, bukankan Harry lebih tua dari Luna? Kenapa seakan akan Harry adalah adiknya yang bahkan tak tahu arah ruangan lain, tapi Harry tak mengelak, biarlah ia diperlakukan begini, hanya sedikit orang yang mau memperlakukan Harry dengan hati-hati dan tak menuntutnya sempurna. Jadi jika Harry mendapatkan perlakuan serupa, ia akan memanfaatkan nya sebaik mungkin.

_______________________________________________

"Wah wah apa ini," ucap salah satu dari si kembar, George dengan tertarik.

"Harry, kau akhirnya memilih Luna?" Sahut Fred jahil.

"Aku kira kau akan bersama adik kami, Ginny" sambung George.

Harry merotasikan matanya tapi tetap tersenyum. "Oh ayolah guys, kalian tahu kami tak pernah memandang satu sama lain dengan romantis." Ucap Harry malas.

Si kembar berpura-pura terkejut. "Oh benarkah? Kalau begitu apa aku bisa mendekati Luna?" Ucap Fred.

"Dan aku mendekatimu?" Lanjur George.

"Hei!" Sergah Harry dan Fred tak terima.

Sesaat hening, Harry dan George memandang Fred bingung. Sedang Luna tersenyum simpul

"Kenapa kau juga berteriak?" Tanya George heran yang di angguki Harry dan Luna.

Fred tampak salah tingkah. "Eh, itu kan kita hanya bercanda George kenapa kau bilang ingin mendekati Harry?"

"Kau fikir aku tak bercanda? Tentu saja aku juga bercanda Fred," balas George aneh. Mereka berdua kini bertatapan.

Harry memandang kedua nya dengan menelisik. "Okay okay guys, sebaiknya kita segera menyelesaikan makan kita, cukup candaan ini 'Kay?" Lerai Harry.

"By the way dimana Ron? Aku tak melihatnya pagi ini." Tanya Luna pada si kembar.

"Kami tak tahu."

"Kami tak melihatnya di asrama-"

"Dan di perjalanan kemari."

"Kenapa kau-"

"Mencari adik kami?"

"Yang takut laba-laba"

Sahut-sahut an Fred dan George sembari tertawa di akhir.

"Hanya, biasanya ia menempel pada Harry." Balas Luna lembut. Lalu pandangan gadis pirang itu beralih.

"Kau sudah selesai Harry?" Tanya Luna yang di balas anggukan pemuda itu.

Melihat jawaban Harry, Luna balas mengangguk, "bagus, sekarang ayo kita-"

Luna belum menyelesaikan kalimat nya ketika suhu di great hall mendadak menurun tajam. Aula yang tadinya terang kini gelap suram. Jika tak ada bias cahaya dari matahari yang kini bahkan tertutup awan, bisa di pastikan ruangan akan gelap seperti di malam hari.

Tak lama suara gaduh mulai muncul, disusul banyak orang berpakaian hitam menyerbu masuk. Kekacauan mulai terjadi, banyak siswa mulai panik dan berteriak terlebih angkatan pertama dan kedua. Para prefek segera memandu mereka ke tempat yang aman dibantu angkatan ketiga dan ke empat. Sedangkan angkatan lima keatas melindungi murid-murid yang tak bisa bertarung.

Harry, Luna, Fred serta George juga sigap membantu yang lain, mereka berpencar untuk melawan para Death Eater yang tiba tiba menerobos masuk.

"Protego!, Hei kau tak apa?" Tanya Harry setelah melindungi salah satu siswa Hufflepuff dari serangan Death Eater. Siswa itu mengangguk berterima kasih.

"Cepatlah ke tempat yang amat, lebih baik jika kau bersama seseorang." Peringat Harry lalu pergi.

Harry berkeliling di Hogwarts berusaha mencari teman-temannya hingga seorang siswa Gryffindor yang tak Harry ketahui namanya menghampirinya.

"Harry, Kepala Sekolah memanggilmu ke ruangannya. Katanya ini terkait keluargamu." Ucap anak itu.

"Apa maksudmu?" Tanya Harry memicing.

Siswa Perempuan itu menggeleng sembari mengangkat bahu. "Aku tak tahu Harry, Professor Dumbledore hanya mengatakan itu dan kau disuruh bergegas."

Harry mau tak mau mengangguk.

"Baik aku mengerti, sekarang kau pergi ke tempat yang aman atau jika kau sanggup bertarung, temui Luna atau si kembar Weasley dan bantu mereka." Pesan Harry.

Melihat gadis itu mengangguk mengerti, Harry balas mengangguk. Dan keduanya berpisah arah.

_______________________________________________

Harry memasuki ruang kepala sekolah setelah mengucapkan sandi pada patung Gorgoyle di pintu masuk. Dapat netra hijau itu lihat pemandangan Professor Dumbledore duduk di kursinya dan mengamati sesuatu. Harry mendekat membuat Pria tua itu merasakan kehadirannya.

"Harry my boy! Duduklah nak." Ucap Pria itu lembut.

Harry duduk tanpa sepatah kata pun, pemuda dengan jubah Gryffindor itu memandang sang kepala sekolah dengan tenang. Melihat Harry tak berniat bertanya apapun, Albus Dumbledore memutuskan untuk memulai percakapan.

"Harry anakku, aku harus memberitahumu suatu hal yang berkaitan dengan dirimu." Melihat masih tak ada tanggapan dari anak muda di depannya, Dumbledore mendengus dalam hati sembari melanjutkan. "Tentu kau sudah tahu tentang Ramalan dirimu yang akan membunuh Voldemort yang telah membunuh kedua orang tuamu 16 tahun lalu. Tapi Harry my boy, dunia belum mengetahui kebenaran di balik kejadian 16 tahun lalu. Orang yang memberitahu tentang ramalan dan lokasi persembunyian James dan Lily Potter pada Voldemort."

"Bukankah itu Peter Pettigrew? Salah satu sahabat ayahku?" Potong Harry tajam.

"Tidak anakku, Sirius mungkin mengira ia memberikan kunci pada Peter, tapi Peter bukanlah penjaga kuncinya, Ia juga di jebak. Jika kau ingin mengetahui kebenaran nya," Dumbledore menghentikan ucapannya dan mulai mengekstrak ingatannya ke Pensieve.

Harry mau tak mau melihat kedalamnya, pertama ia melihat pemandangan Dumbledore dan Professor Trelawney yang sedang membicarakan tentang ramalan tesebut. Dibelakang kedua orang itu dapat Harry lihat sosok sang master ramuan, Severus Snape yang tampak mencuri dengat pembicaraan.

"Apa kau yakin anak itu adalah putra James?" Tanya Dumbledore kaget.

"Aku tak tahu Head Master aku hanya mendapat penglihatan sesamar itu, tapi jika Potter Junior adalah satu satunya yang terlahir malam itu, maka dapat di pastikan itu dia." Jelas Professor Trelawney dengan mata kosong.

Dumbledore tampak berfikir sejenak, "Jika yang kau katakan benar, maka putra James-" pria tua itu berhenti sejenak dan melirik ke sudut dimana Severus menyembunyikan dirinya, mungkin pria itu merasa hampir ketahuan, jadi ia beranjak pergi diam-diam.

"Bukan satu-satunya. Ada juga putra Longbottom yang lahir di malam yang sama." Lanjut Dumbledore setelah kepergian Severus.

Mata Harry terbelalak, apa-apaan itu? Ia merasa ada yang salah tapi tempat kejadian sudah berubah. Kali ini ia berada di ruangan kepala sekolah.

Dapat Harry lihat Severus dan Dumbledore tampak berbincang-berdebat tentang sesuatu.

"Kau harus berjanji untuk menyelamatkan nya. Dia adalah muridmu, kau harus melindunginya." Desis Severus panik menyembunyikan getar dalam nadanya.

"Apa yang membuatmu berfikir aku harus menyelamatkan nya Severus? Lily tidak akan berada dalam bahaya. Terlebih ada James disampingnya." Balas Dumbledore.

Tubuh Severus menegang sesaat, ia tetap tidak cukup terbiasa mendengar nama James Potter meski sudah bertahun tahun lewat.

"Karena Dia akan membunuh nya, pangeran kegelapan mengincar putranya, kau harus menyelamatkan Lily kumohon." Ucap Severus lagi. Pria muda itu menatap Dumbledore gelisah.

"Dan apa yang akan kau lakukan jika aku menyelamatkan Lily, Severus?" Tanya Dumbledore lembut.

"Apapun, apapun akan kulakukan! Tapi lindungi dia." Ucap Severus bertekad.

Dumbledore tersenyum. "Baiklah."

Lokasi kembali berubah, kini Harry berada di Godric Hollow, sepertinya saat malam tragedi itu terjadi. Ruangan sekelilingnya sudah cukup berantakan, Harry melihat bayangan hitam melintas didepan nya dan ia berpindah ke kamar di lantai 2.

Dapat Harry lihat miniatur dirinya menatap polos dari ranjang kecil di sisi kamar. Sedangkan seorang pria tampak menangis sembari memeluk tubuh seorang wanita.

"Maafkan aku Lils, maaf aku membunuhmu, ini salahku memberitahu lokasimu pada pangeran kegelapan. Maafkan aku Lils." Pintanya penuh sesal. Dipeluknya erat mayat Lily, hingga matanya bertemu pandang dengan mata hijau Harry kecil.

Perlahan, Severus melepas pelukannya dan menghampiri Harry kecil yang menatapnya polos.

"Maaf, ini semua salahku hingga takdirmu menjadi seperti ini. Maafkan aku karena membunuh orangtua mu, kau boleh membenciku dan menyalahkanku seumur hidupmu meskipun itu tak sebanding dengan apa yang kulakukan kepadamu." Ucap Severus lirih.

Severus mengangkat Harry dengan lembut, Harry kecil juga dengan nyaman bersandar di pelukannya. Severus membawanya turun, dibawah ia bertemu Dumbledore dan memberikan anak itu pada yang lebih tua. Harry kecil yang terpisah dari Severus tiba-tiba menangis keras. Tangan nya menggapai-gapai di udara hendak menjangkau Severus, namun pria itu bergeming.

"Aku harus pergi Severus, lebih cepat Harry berada dalam lindungan darah keluarganya, lebih cepat pula ia aman." Dengan selesainya kalimat itu, Dumbledore pergi dari sana meninggalkan punggung Severus yang selalu terlihat sepi.

Harry ditarik kembali ke ruangan kepala sekolah. Remaja tanggung itu terdiam beberapa saat mencoba mencerna apa yang ia lihat.

"Harry anakku, maaf baru memberitahu mu hal ini. Tapi aku ingin menunggu kau sedikit lebih dewasa baru kemudian memberitahumu di waktu yang tepat, dan sekarang lah saat nya. Aku harap kau dapat menyikapi nya dengan bijak anakku." Ucap Dumbledore lembut penuh kasih.

Harry masih bergeming. Kalimat demi kalimat dari sang kepala sekolah seakan mencuci otak nya. Pikirannya ikut berkecamuk bahkan sihir nya mulai tak stabil.

"Harry anakku tenangkan dirimu, tidak ada gunanya panik sekarang, saat ini kita harus menghentikan Tom dan pengikutnya, Nagini adalah Hocrux terakhir Harry. Dan begitu ular itu terbunuh, kau harus membunuh Tom, karena itu takdir kalian, Tom hanya bisa di bunuh oleh pemilik tongkat yang bersaudara dengan tongkat nya dan itu kau anakku."

Harry keluar ruangan kepala sekolah tanpa sadar, pikirannya kosong. Bahkan saat seorang Death Eater melayangkan mantera kepadanya, pemuda itu tak siap.

"Kau gila? kau hampir terbunuh, apa kau tahu?" suara bentakan dari depannya membuat Harry sadar. Pemuda itu mendongak dan melihat Draco menatapnya penuh emosi. yeah, Draco lah yang menghalang mantera tadi.

Melihat sosok yang jujur saja ia rindukan seminggu terakhir membuat pertahanan Harry runtuh. satu persatu air mata luruh dari manik Emerald yang selalu dikagumi si pirang.

"Hei! kau kenapa? apa aku terlalu keras membentakmu? aku minta maaf, Potter jawab aku!" seru Draco panik ketika Harry bahkan tak mengeluarkan satu suara pun. Menghela nafas, pemuda pirang itu mendekap Harry sembari membawanya kedalam kelas kosong. "Ini bukan saat yang tepat untuk terpuruk kau tahu?" peringat Draco lembut di telinga Harry.

"Apa kau akan meninggalkan ku juga seperti yang lain Dray?" tanya Harry pelan setelah sekian lama.

"Kau bercanda? bahkan aku butuh lima tahun untuk membuatmu menerima jabat tanganku dan kau menyuruhku meninggalkanmu?" tanya Draco retoris.

"Tapi, Ayahku, Ibuku, bahkan sahabat-sahabat-" ucapan Harry terpotong.

"Tidak! aku tidak akan meninggalkanmu! begitupun ayahmu dan ibumu, mereka tidak pernah meninggalkanmu. Ada satu hal yang tidak ku beritahu padamu saat kita di masa lalu Harry, James Potter tidak berniat meninggalkan Severus. Ia di manterai entah apa, yang sampai kita kembali, aku dan ayahku tidak dapat menebaknya. Dan Severus, apapun yang ada difikiranmu saat ini, ingatlah! bahkan dalam keadaannya yang tak mengingatmu sama sekali, Pria itu masih melindungimu dengan nyawanya. juga sahabatmu, jika sahabatmu meninggalkanmu maka orang itu tak pantas kau anggap sahabat." ucap draco panjang lebar.

Harry menatap Draco skeptis. Dipandangnya manik keabuan itu dalam dalam, mencoba mencari setitik kebohongan yang mungkin disembunyikan si pirang. Tapi, yang didapatinya justru tekad dan kepercayaan
Penuh.

"Harry, mari kita selesaikan ini dan kau bisa kembali bersama kedua orang tua mu seperti dulu okay?" Draco menatap Harry lembut.

"Bagaimana kau tahu ayahku masih hidup?" Tanya Harry kaget.

"Di rapat DE terakhir kemarin, ayahmu hadir. Lebih tepatnya menerobos" Draco memutar matanya sinis. "Ia menerobos karena sudah sebulan uncle Snape tidak pulang dan menginap di manor."

Harry menatap Draco tak percaya. Kenapa juga ayahnya se-ceroboh itu?

"Apa Voldemort membunuh-" Harry tak menyelesaikan kalimat nya. Ia bahkan sudah merasa ngeri hanya dengan membayangkannya saja.

"Tidak! Untungnya tidak, pangeran kegelapan bahkan tampak tidak peduli. Padahal ayah bodohmu itu bahkan mengacungkan tongkatnya! Aku masih tak mengerti jalan pikirannya. Untungnya uncle Sev segera mengikatnya dengan mantra dan meminta peri rumah membawa ayahmu ke kamar uncle yang tentunya atas izin pangeran kegelapan." Omel Draco menggebu-gebu.

Harry tertawa kecil. Kegelisahan berkurang banyak untungnya. Yeah, ia harus bekerja keras agar bisa bersatu kembali dengan keluarganya seperti yang selalu ia inginkan. Untuk yang ia lihat di pensieve, Harry akan memikirkan itu nanti.

"Kalau begitu sampai jumpa Dray, aku tahu kita mungkin berbeda pihak, tapi aku harap kau selamat. Tidak! Kau harus selamat Dray! Aku tak mau kehilanganmu seperti aku juga tak mau kehilangan orang tua ku, lagi." Ucap Harry.

"Tentu Potter! Aku tak selemah itu." Balas Draco angkuh sebelum menghilang entah kemana.

Sepeninggal Draco, Harry kembali fokus pada peperangan yang terjadi. Ia melindungi siswa yang tidak bisa bertarung, dan membawa mereka ke tempat yang aman. Tak jarang Harry terkena mantera yang tidak sempat ia tangkis. Seragamnya sudah di penuhi bercak darah, mantera yang para Death Eater itu layangkan merupakan mantera yang dapat melukai kulit hingga berdarah.

"SIAPAPUN YANG BISA MEMBAWA HARRY POTTER KE HUTAN TERLARANG AKAN DI AMPUNI"

"SIAPAPUN YANG BISA MEMBAWA HARRY POTTER KE HUTAN TERLARANG AKAN DI BERI PERLINDUNGAN"

"SIAPAPUN YANG BISA MEMBAWA HARRY POTTER KE HUTAN TERLARANG AKAN DI BERI KEMAKMURAN"

*buset udh kaya Dajjal aja😭😭😭

Harry mematung. Kalimat itu terdengar terus menerus, bergema dalam gelap dan kacau nya malam Hogwarts. Remaja berkacamata itu melirik sekitar, di dapatinya beberapa pasang mata menatapnya penuh keinginan. Harry tersenyum miris, apakah nyawa nya sendiri tidak berarti? Mereka semua rela mengorbankan dia demi hidup mereka pribadi. Parahnya lagi, mereka adalah orang orang yang ia anggap keluarga, pihak yang bahkan sampai saat ini ia bela.

"Maaf Harry, tapi ini demi kebaikan yang lebih besar." Ucap Mrs. Weasley. Entah dari mana wanita itu datang, tiba-tiba saja ia sudah berada di samping Harry. Dan tanpa menunggu apapun lagi, wanita itu memukul tengkuk nya. Membuatnya pingsan.

_

______________________________________________

Hutan terlarang tampak lenggang, suasana yang gelap di tambah orang orang berjubah hitam berkumpul menambah kesan menyeramkan bagi sekelompok orang yang sedang membawa-menggendong seseorang seakan akan untuk persembahan.

Kelompok itu menaruh tubuh remaja laki-laki yang mereka bawa di batu yang cukup datar.

"Kami sudah memberikan yang kau pinta, sekarang jangan ganggu kami lagi." Ucap wanita paruh baya itu dengan lantang, menatap kelompok Death Eater di seberang dengan tajam.

Sedangkan di sisi sebaliknya, di antara kelompok Death Eater tersebut, Narcissa memandang miris pada tubuh Harry yang tergeletak. Di genggamnya erat tangan Lucius di sampingnya, mencoba menahan diri untuk tidak emosi dan melemparkan mantera pembunuh pada siapapun yang rela mengorbankan Harry demi kepentingan pribadi mereka.

Oh Harry, putra sahabat dan adik tersayangnya. Bagaimana jika Severus terlebih James tahu anak mereka di perlakukan sedemikian rupa oleh pihak yang selama ini di pandang baik. Pihak yang sebenarnya tak lebih dari orang orang egois dan munafik.

"Tahan Narcissa, Severus masih berusaha mencari Dumbledore untuk mempertemukan nya dengan dark Lord." Lucius berbisik.

"Lagi pula, dengan Harry berada di sisi kita, ia akan lebih aman." Lanjutnya menenangkan sang istri.

Kali ini Lucius menatap kelompok di depan mereka. Dark Lord memintanya untuk menggantikan selama ia ikut mencari Dumbledore.

"Kalian boleh pergi, apapun yang terjadi selanjutnya tak ada urusan nya dengan kalian." Perintah Lucius dingin. Pria itu menatap tajam ke kelompok mereka terlebih wanita yang sedari tadi berbicara dengan sok. Sungguh wanita yang menyebalkan.

Kelompok itu perlahan mundur, menyisakan 5 siswa Hogwarts dengan 3 warna berbeda. Lucius mengerutkan kening bingung pada siswi berjubah hijau yang menandakan siswi itu berasal dari Slytherin. Ia melepaskan genggaman Narcissa dan maju mendekati mereka.

"Well! Lihat apa yang kita temukan disini. Putri sulung Greengrass? Aku tak menyangka kau memilih sisi putih sedangkan keluarga mu terkenal netral." Cibir Lucius.

"Maaf merusak ekspektasi mu tuan Malfoy, tapi aku disini bukan untuk berdiri di sisi orang orang munafik itu." Balas Daphne Greengrass anggun tapi menusuk.

"Tenanglah Daphne." Bisik gadis pirang di sampingnya dengan lembut.

"Tapi Luna," bantah Daphne.

Luna menggeleng sembari tersenyum lembut pada Daphne, Gadis itu kini menatap Lucius yang masih memandang mereka remeh.

"Mr. Malfoy, kami berlima tidak memihak Voldemort atau bahkan Professor Dumbledore seperti yang anda perkirakan, tapi kami disini, di pihak Harry. Kami akan melawan siapapun yang mencoba mencelakai teman kami, jadi kami harap kalian tidak melakukan apapun terhadap Harry." Balas gadis blonde itu dengan senyum lembut. Walau Lucius tahu, senyumnya hanya untuk menutupi sesuatu entah apa.

"Nah, Malfoy!"
"Karena kau"
"Sudah tahu maksud"
"Kami, bisakah kau"
"Membiarkan kami"
"Membawa Harry kembali?" Kali ini si kembar dari keluarga Weasley yang berbicara.

"Bukankah ibu mu sendiri yang menyerahkan anak itu pada kami Weasley?" Tanya Lucius sinis.

Pria dengan rambut panjang itu menatap penuh minat pada anak-anak di depannya. Apalagi yang akan mereka ucapkan? Terlebih satu orang yang juga termasuk kandidat dalam ramalan juga ada disana dan belum mengucapkan satu kalimat pun.

"Ka-kami tidak ada hubungannya dengan mereka! Bahkan kami sempat melawan tadi. Kami tidak punya pilihan selain menyusup dan mengikuti sampai kesini." Kali ini anak terakhir dalam kelompok mereka yang berbicara. Neville Longbottoms.

"Benarkah?!" Tanya sebuah suara dari kejauhan. Mereka serentak menoleh, menemukan tiga sosok yang berjalan dengan perlahan mendekat.

Lucius memicingkan matanya, ia tahu keduanya adalah Dark Lord dan Severus. Tapi, siapa satunya? Tak lama matanya membelalak.

"Demi Merlin, JAMES POTTER! APA YANG KAU LAKUKAN DISINI IDIOT!" Bentak Lucius kesal. Dan ia juga menyadari suara tadi berasal dari pria idiot ini.

Lucius menghela nafas, kenapa pria itu selalu menyulitkannya sedari dulu? Apa kesalahannya di masa lalu sampai harus berurusan dengan James Potter di masa kini?

Lain Lucius, lain lagi James Potter. Pria itu tampak menahan tawa begitu melihat wajah yang Lucius buat. Pria itu menepuk pundak Lucius sebelum menghampiri sang putra yang tengah tak sadarkan diri.

"Tunggu, kenapa Harry penuh luka?" Tanya James dingin. Pria yang baru saja tersenyum konyol itu kini menatap sekelompok anak yang dia yakini teman anaknya dengan tajam.

Neville menelan ludah, tatapan James Potter lebih menyeramkan daripada tatapan Lucius tadi. Terlebih otak nya masih belum bisa memproses kenapa ada James Potter disini, bukankah pria itu sudah mati?

"Uh, itu- karena Hogwarts di serang Death Eaters, kami melindungi siswa yang tidak bisa bertarung dan akhirnya mendapat kan beberapa mantera yang lolos dari pertahanan kami. Jadi, hal itu membuat luka dan, dan Harry tentu saja juga terkena." Jawab Neville terbata dan terkesan berputar putar.

Mendengar jawaban dari Neville, James kini menatap pria di samping Severus tajam.

"Apa?!" Sentak pria itu kesal.

"ANAK BUAH BODOH MU ITU MELUKAI PUTRAKU IDIOT! dan kau masih bertanya 'apa' padaku? Kau bercanda?!" Bentak James kesal.

Hutan terlarang kembali lenggang selepas bentakan James, kebanyakan terkejut dan tidak terima terlebih para Death Eaters mendengar Lord mereka di bentak manusia macam James Potter. Lain lagi dengan kelima anak Hogwarts yang dari tadi masih disana. Neville terperangah kaget, si kembar menatap takjub dan bersemangat-yah kapan lagi melihat Voldemort di bentak terlebih oleh idola merek, Daphne menatap penuh perhitungan pada keduanya, dan Luna tampak tak terganggu sedikitpun.

"Itu hanya luka luar, jika luka sekecil itu saja tak mampu ia tahan, berarti anak mu lemah!" Cibir Voldemort kesal. Kenapa juga budak Severus itu ikut kegiatan mereka hari ini? Sudah seenaknya, mempermalukan citra dan wibawa yang sudah susah payah ia bangun saja.

"Tentu saja Harry kuat, hei! Anak ku itu gada tandingannya tahu, lihat saja pasti tak lama lagi ia sadar." James malah pamer Harry dan melupakan kekesalannya.

Lucius berdehem tak terima. "Putra ku lebih pintar." Sahutnya ikutan.

James memandang Lucius sinis. "Anak pirang mu tidak di ajak."

Lucius balik menatap sinis. Tak lama lagi mereka pasti akan berdebat.

"Sudahlah kalian berdua, dan anda tuan, jangan menambah nambah, suasananya sedang tidak tepat untuk berdebat." Lerai Severus, Lucius dan James terdiam, Voldemort yang akan bersuara juga ikut diam.

Severus menghela nafas lelah, sejak James datang ke pertemuan Death Eaters, entah kenapa kepribadian Lucius dan pangeran kegelapan jadi ikut tercemar seperti pria itu. Rasanya kepala Severus mau pecah saja. Tak mempedulikan ketiganya, Severus menghampiri Harry yang masih tak sadarkan diri. Di bersihkan nya tubuh penuh luka itu, lalu Severus mengucapkan mantera untuk menutup luka luka kecil yang ada.

Severus mengusap rambut Harry lembut. Severus tidak bisa menjelaskan perilaku nya, ia juga sudah lelah bertanya-tanya. Untuk saat ini Severus hanya akan mengikuti naluri nya saja.

"Ia akan baik baik saja, percaya padaku." Bisik James lembut. Ah, Severus lupa kalau James juga ada di samping Harry.

Lupakan tentang mereka, mari kita lihat kelima teman kita yang sedari tadi menjadi penonton.

"Aku tak tahu Professor Snape bisa selembut itu." Ucap Fred.

"Aku juga tak tahu Professor Snape dan Mr. Potter berteman." Sambung George.

"Ak-aku bahkan tidak tahu Mr. Potter masih hidup." Balas Neville dengan suara bergetar.

"Dan aku baru tahu keluarga Potter memihak gelap, selama ini rumornya mereka berpihak pada cahaya." Kali ini Daphne bersuara.

"Keluarga Potter tidak pernah memihak Daphne, mungkin ada yang terjadi di masa lalu yang membuat James Potter akhirnya memutuskan memihak kegelapan." Kalimat Luna membuat keempatnya menatap gadis itu tak percaya.

Mungkinkah? Pikir mereka.

Pemikiran mereka terhenti ketika mendengar erangan kesakitan dari Harry. Kelimanya buru-buru menghampiri yang bersangkutan melupakan jika di sana masih ada Severus Snape dan James Potter.

"Harry Kau tak apa?"

"Kau baik baik saja?"

"Ada yang terluka Harry?"

"Yow Harry, Luka mu terlihat cukup menyakitkan."

"Senang melihatmu baik baik saja Potter"

Yah kita tahu yang terakhir pasti dari Daphne.

Harry memegang kening nya sakit. Kepalanya sedikit pusing, mungkin pengaruh darah nya yang hilang cukup banyak. Sebotol ramuan terulur padanya yang dengan reflek ia minum.

"Thanks mom." Ucapnya pelan tanpa sadar.

Tangan yang memegang botol ramuan itu sempat kaku sebelum kembali rileks seperti tak terjadi apapun. Untungnya kalimat Harry hanya dapat di dengar oleh Severus Dan James saja jika tidak, Severus tak tahu harus menjelaskan bagaimana.

Karena Harry telah sadar, sang pangeran kegelapan dan orang-orangnya melanjutkan rencana mereka. Pertama-tama kelima teman Harry di tahan oleh Death Eaters, lalu Voldemort meluncurkan sebuah mantera aneh ke arah Harry. Harry menerimanya dengan pasrah, ayahnya telah membisikkan padanya agar patuh, dan berjanji ia tak akan terluka.

James juga berjanji keluarga mereka akan kembali utuh setelah semua ini berakhir. Jadi yang Harry lakukan adalah menutup matanya menghiraukan teriakan tidak terima dan khawatir dari teman temannya di tambah putri Greengrass disana. Mereka berlima memberikan perlawanan yang sia-sia. Apalah yang bisa remaja belasan tahun lakukan terhadap orang dewasa yang menahan tangan dan tongkat mereka? Kelimanya menyaksikan Harry terkena mantera dan kembali tak sadarkan diri. Entah mati atau tidak, yang jelas tubuh ringkih itu terjatuh ke tanah.

Severus memejamkan matanya tak sanggup. Sekali lagi ia merasa jahat karena membiarkan Harry kembali sengsara. Pria itu menunduk menyembunyikan raut wajahnya dengan helaian rambut nya yang agak panjang.

"Dia akan baik-baik saja, kau lihat sendiri dia adalah anak yang kuat Sev." Hibur James yang hanya bisa di dengar oleh mereka berdua.

"Tidak cukup kah ia menderita selama ini?" Bisik Severus getir.

"Maafkan aku, andai aku tak pergi, semua ini tak akan terjadi. Maaf Sev-" sesal James.

"Cukup kalian berdua, sekarang kita harus ke Hogwarts untuk memancing pak tua itu." Potong pangeran kegelapan begitu James ingin kembali melanjutkan kalimatnya membuat sang empu melirik kesal. Hilang sudah suasan penyesalan dan kesedihan tadi.

"Seperti dirinya tidak tua saja." Cibir James keras keras. Membuat Lucius nyaris tertawa kalau saja pangeran kegelapan tidak meliriknya tajam.

Kini Voldemort dan para Death Eaters berjalan bersama menuju Hogwarts, James juga ikut menyamar menjadi Death Eaters, pria itu mengenakan jubah hitam dengan tudung yang ia pakai hingga menutupi wajahnya menyisakan bibir yang terlihat. James berjalan di samping Severus dengan Harry di gendongan nya. Sedangkan Neville Dan Yang lain nya diikat dan giring mengikuti mereka. Raut kelimanya tak bisa menyembunyikan khawatir terhadap sang pahlawan dunia sihir yang kini tak di ketahui nasib nya apakah masih hidup atau tidak.

Perjalanan berlangsung hening hingga mereka sampai di gerbang Hogwarts. Disana sudah berkumpul para Orde of Phoenix dan auror juga kementrian pro cahaya. Juga para murid Hogwarts yang tentu nya melindungi sekolah mereka.

"Harry Potter is dead" ucap pangeran kegelapan memecah keheningan.

Semua orang tersentak, terlebih kelima orang yang sedang terikat. Neville sudah pucat, si kembar Weasley mematung, Luna dan Daphne menitikkan air mata. Mana bisa mereka tidak bersedih ketika teman mereka mati di depan mata? Ketika mereka bahkan tak bisa berbuat apapun?

"YOU LIE! HE'S NOT DEAD, YOU LIE!" Seru sosok pirang dari kejauhan.

"No Draco," lirih Narcissa. Wanita itu tampak sakit hati ketika melihat raut hancur Draco yang sedang menghampiri Harry dalam gendongan James.

"Tidak, ku mohon, katakan padaku ia tidak mati. Harry tak akan mati! Ia berjanji padaku-" Draco di tarik Lucius ketika ia akan meracau lebih, pemuda pirang itu tampak berantakan karena tugasnya lebih berat, membuat kekacauan di Hogwarts sekaligus memastikan tak ada murid yang terluka parah.

"Dray, calm down okay, harry tak apa, ia baik baik saja. Tenanglah son, kau harus menghemat tenagamu karena ini belum selesai. Mengerti?" Bisik Narcissa lembut. Diberikannya pengertian pelan pelan pada sang putra semata wayang. Di usapnya rambut Draco yang tak lagi rapih itu, di bersihkan nya debu yang menempel di wajah sang putra.

"Bersiaplah son, puncak konfliknya akan di mulai sebentar lagi." Peringatan Lucius menyadarkan Draco untuk bersiaga. Ya! Dumbledore belum datang, misi mereka belum selesai.

"Sudah cukup Tom! Sudah cukup kau membunuh orang-orang tak bersalah." Seruan dari dalam Hogwarts menggema.

Voldemort yang di panggil Tom mencibir. Siapa dia memanggil nya dengan nama Muggle nya? Sok dekat sekali.

"Sadarlah Tom! Jangan biarkan keserakahan itu memenuhi hati mu Tom." Lanjut Dumbledore lembut.

Voldemort memandang Dumbledore jengkel, telinganya sakit mendengar kalimat demi kalimat yang kakek tua itu suarakan.

"Berisik pak tua! Jika kau memang ingin menghentikan ku, lebih baik kau membunuhku." Seru nya angkuh.

Tanpa aba-aba, Voldemort melayangkan mantera kepada Dumbledore yang dapat di tangkis dengan mudah. Kedua nya berujung perang mantera, saling serang dan menangkis.

Dengan perhatian yang terfokus pada duel keduanya, tak ada yang memperhatikan Severus yang meninggalkan sisi James. Pria itu bersembunyi di balik dinding reruntuhan dekat duel, bersiap melaksanakan misi nya. Severus melemparkan mantera pembeku pada Dumbledore bersamaan dengan Voldemort yang melemparkan kutukan tak termaafkan, membuat pria tua itu tersungkur. Dua anggota Order of Phoenix segera membantu Dumbledore berdiri.

Dumbledore memuntahkan darah berkat luka dalam yang diterima nya. Mantera itu tak membunuhnya, hanya membuat ia terluka parah. Matanya menatap tak percaya pada Severus yang kini memunculkan diri dari balik dinding.

"Se-Severus, kena-pa kau melawanku?" Terbata, Dumbledore masih berupaya bersikap lembut.

Severus hanya diam, menatap dingin pada Dumbledore yang masih menatap nya penuh kasih. Jika saja Severus naif, mungkin ia akan mengira Dumbledore benar benar pengasih namun, Severus tahu, Dumbledore hanya menggunakannya sebagai alat. Alat untuk di kambing hitamkan jika ada kesalahan dalam rencana yang kakek tua itu buat.

"Severus-" panggil Dumbledore terpotong suara dari belakang Voldemort, sisi gelap.

"Severus, Severus, Severus, tidak bisakah kau panggil ia dengan nama keluarga nya? Telingaku sakit." Protes James kesal.

Yang lain menatap James bingung, tak mengenali sosok James yang tertutup jubah dengan sempurna hanya menyisakan mulutnya saja. Sedang Lucius menepuk kening nya secara imajiner. Benar benar tak habis fikir dengan tingkah laku kepala keluarga Potter itu.

James menyingkap tudung jubah nya menampakkan wajahnya yang rupawan, terdengar beberapa suara terkesiap.

"Aku saja tidak bisa memanggilnya dengan nama depan setiap saat, kau seenaknya memanggil Sev seolah akrab!" Oke ini rasa cemburu yang berbicara. Dasar James tak tahu tempat.

Pria itu menurunkan Harry dari gendongannya. Sang putra sudah sadar, jadi ia tak lagi butuh di gendong. James mengusap kepala Harry lembut sebelum melanjutkan kembali ucapannya.

"Terkejut? Anakku tidak mati, siapa yang berani menyakiti putraku jika aku ada disini? Si botak ular itu juga akan ku lawan kalau rencana nya gagal tadi." Cerocos James malas.

"Hei!" Sergah Voldemort tak terima.

Terdengar sebuah tawa dari sisi gelap, rupanya si kembar Weasley yang tak bisa menahan tawa. Jika ada yang bertanya kenapa mereka tidak bisa menahan diri, jawabannya adalah idola mereka saja berani, untuk apa mereka takut? Lagipula Harry tak kenapa-napa juga tak melawan yang artinya anak itu setuju dengan rencana ayahnya. Jadi si kembar memutuskan untuk tetap mendukung Harry seperti niat mereka sedari awal.

Di sisi lain, terdengar bisik-bisik membicarakan James Potter dan hubungannya dengan sang pangeran kegelapan. James tak peduli, ia memutuskan menghampiri Severus dan mencoba memeluk pinggang itu posesif, yah walau di tolak sang empu. James hanya pasrah, lagi pula mereka masih punya banyak waktu.

"HOLLY SHIT, PRONGS KAU MASIH HIDUP!" seruan itu mengalihkan perhatian James. Dapat pria itu lihat di ujung sana dua sahabatnya berjalan menghampirinya.

James tertawa, mereka berpelukan penuh kerinduan setelah tak bertemu sekian tahun.

"Padfoot! Bukannya kau mati dua tahun lalu?" James menatap sahabatnya yang berasa dalam rangkulan Remus dengan heran. Bukankah kata Severus, Sirius masuk ke selubung yang dibuat oleh Lestrange?

Sirius tertawa. "Kurasa Bella hanya berniat mengirimku pergi jauh dan tidak membunuhku walau akhirnya aku menemukan cara untuk kembali. Kau lihat, aku tak kurang satu apapun." Kelakar Sirius.

Keduanya tertawa.

"Kalian puas? Setidaknya jangan bermain main dengan kematian idiot!" Omel Remus yang sedari tadi diam.

"Jangan malu-malu Moony, aku tahu kau merindukan kamu kan, Atau kau mau kami mati saja?" Canda Sirius hingga mendapat pukulan di kepala nya.

"Jangan main main dengan Moony pads, sekarang dia lebih besar dari mu. Aku bahkan berani bertaruh animagus mu akan kalah jika melawan wolf Moony saat ini." Canda James. Kini ketiga nya tertawa.

"Oh bicara tentang serigala, Moony aku tahu manusia serigala yang bisa mengendalikan insting serigala mereka. Semoga manusia serigala seperti mu juga bisa." Ucap Sirius semangat.

"Itu keren kawan, jika Moony bisa mengendalikan insting serigalanya kita bisa melakukan apapun tanpa cemas." Seru James.

Hah, rasanya mereka kembali ke zaman muda dulu. James harap keluarganya bisa kembali bersatu.

"Hei kawan, aku ingin mengatakan sesuatu tapi berjanjilah untuk tidak bereaksi berlebihan okay," pinta James gugup.

James berniat memberitahukan tentang kebenaran hubungan nya dengan Severus dan Harry. Sirius dan Remus memandang James penasaran. Tak biasanya James seserius dan segugup ini.

"Sebenarnya Harry adalah putraku dengan-"

"DASAR KAU PENGHIANAT!" Teriak Molly Weasley sembari mengarahkan tongkatnya pada Severus.

Kejadiannya benar benar cepat, Severus tak sempat menghindar. Pria itu pasrah menerima mantera denga mata tertutup, namun pelukan yang familiar namun juga tidak familiar ia rasakan.

Nafas Severus tercekat, siapa? Ia membuka mata dengan takut-takut. Pemandangan Harry dengan tubuh bersimbah darah adalah hal terakhir yang tidak ingin ia saksikan. Keadaan kembali ricuh namun, telinga Severus seakan tertutup. Yang bisa ia dengar hanya Hela nafas Harry yang begitu pelan.

"Bodoh, Potter apa yang kau lakukan?" Bentak Severus dengan suara bergetar. Pria itu meletakkan kepala Harry di pangkuannya.

"Kali ini aku tak terlambat mom," ucap Harry terbata. Remaja itu tersenyum lega sembari mencoba menggenggam tangan Severus.

"Bodoh! Kenapa tidak kau biarkan saja aku hah? Kau pikir kau bisa menahan mantera itu?" Kesal Severus. Untuk pertama kali nya pria itu menitikkan air mata di depan umum. Hatinya teramat sakit melihat Harry di pangkuannya dengan darah yang tak berhenti keluar.

Severus mencoba menghentikan pendarahan dan menutup luka nya, tapi luka yang disebabkan mantera itu terus menerus terbuka seakan membiarkan korbannya kehabisan darah.

"Aku bersalah mom. Aku mengunci ingatanmu, akan ku kembalikan sebelum terlambat." Ucap harry pelan.

"Potter! Jangan berbicara!" Bentak Severus yang tak Harry indahkan.

Remaja itu melepaskan genggaman Severus, menggantinya dengan tongkatnya. Melafalkan mantera yang belum pernah Severus dengar, mengarahkannya pada padanya.

Cahaya biru terang mengelilingi mereka, lalu masuk ke kepala Severus membuat pria itu mendapat sakit yang teramat sangat. Berbagai memori berlomba lomba mengisi kepalanya, tentang Helios dan Ethan, Lily, James dan Harry.

"Harry," Panggil Severus tanpa sadar.

Harry yang di panggil tersenyum senang. "Akhirnya kau memanggil namaku mom. Aku disini Mommy, Harry disini, aku sudah pulang." Ucap Harry lembut dengan mata memejam. Nafas nya kian memelan membuat Severus panik.

Tbc.

Wowww, 5.774 kata, maaf guys Jee lama sekali update nya. Jee sudah mencicil dari lama tapi ternyata bab ini susah sekali, Jee agak bingung menggambarkan suasana perang nya. Jee minta maaf kalau bab ini kurang nge-feel atau di bawah espektasi kalian. maaf juga kalau ada typo atau tanda baca tidak sesuai, Jee ngebut buatnya. Nanti Jee benarkan saat sudah tamat saja hehehe.

Oh yaa bagaimana bab kali ini, Jee terbuka untuk kritik dan sarannya, oiya Jee sudah menepati janji mengembalikan ingatan Severus hehe.

Sampai jumpa di bab selanjutnya, salam hangat dari Jee 🫶

Continue Reading

You'll Also Like

3.7M 359K 95
Bercerita tentang Labelina si bocah kematian dan keluarga barunya. ************************************************* Labelina. Atau, sebut dia Lala...
186K 12K 19
Ini dia jadinya kalo gadis bar-bar seperti Joana transmigrasi ke dalam sebuah novel romansa dan menjadi anak perempuan dari protagonis yang digambark...
219K 552 21
21+++ Tentang Rere yang menjadi budak seks keluarga tirinya
2.1M 88K 49
kecelakaan saat balapan yang ternyata sudah di rencana kan sejak awal oleh seseorang, membuat jiwa Elnara terlempar ke dalam tubuh Kinara yang ternya...