The Billionaire Prison

By Penna1

308K 8.8K 408

[Budayakan VOTE Sebelum Membaca] The Billionaire Prison [Love is Difficult] Sungai Thames, London. 📌 "Bersih... More

Chap 1
Chap 2
Chap 3
Chap 4
Chap 5
Chap 6
Chap 7
Chap 8
Chap 9
Chap 10
Chap 11
Chap 12
Chap 13
Chap 14
Chap 15
Chap 16
Chap 17
Chap 18
Chap 19
Chap 20
Chap 21
Chap 22
Chap 23
Chap 24
Chap 25
Chap 26
Chap 27
Chap 28
Chap 29
Chap 30
Chap 31
Chap 32
Chap 33
Chap 35
Chap 36
Chap 37
Chap 38
Chap 39
Chap 40
Chap 41
Chap 42
Chap 43
Chap 44
Chap 45
Chap 46
Chap 47
Chap 48
Chap 49
Chap 50
Chap 51
Chap 52
Chap 53

Chap 34

3.8K 124 2
By Penna1

"Sepertinya hanya butuh istirahat."

Anna menatap Andrew, dokter yang kini memeriksanya dengan tatapan tak minat.

Anna mengira kalau dirinya akan punya sedikit waktu untuk berpikir sebelum dokter datang, tapi nyatanya dirinya salah. Anna tak tahu kalau Armand memiliki dokter pribadi yang bisa ia telpon dimana pun dan kapan pun. Tak mengherankan, orang-orang seperti Armand yang punya kuasa pasti akan mudah mendatangkan dokter dengan sekali telepon, berbeda dengan orang-orang kelas bawah sepertinya.

"Terima kasih." Ucap Anna lalu kembali menyandar pada sandaran kasur.

Vivian pun segera bergerak membawa Andrew keluar setelah dirinya diperiksa. Tindakan yang cekatan itu mampu membuat membuat Anna bernafas lega. Walaupun tidak benar-benar merasa lega, pasalnya, sejak awal dirinya dikurung di kamar, Anna masih belum menemukan cara agar dirinya bisa keluar dari sini.

Beberapa detik lalu, saat Vivian dan Andrew keluar, tepat sebelum pintu kamarnya ditutup, sekilas dapat Anna lihat ada kalau beberapa penjaga yang ternyata masih berjaga di depan kamarnya. Hal yang cukup mengejutkan lagi, bukan hanya satu, tapi ada tiga penjaga sekaligus. Sungguh gila, untuk apa penjagaan seketat itu? Satu orang saja dia belum tentu bisa melarikan diri, apalagi tiga. Dengan semua tekanan itu, sekarang otaknya benar-benar buntu. Seolah ada batu yang menempel di tengkuk lehernya yang mana membuat kepalanya terasa sangat berat. Anna melihat jam dinding yang menempel ditembok, sudah lebih dari satu jam dia melewatkan pertemuan itu. Sangat tidak mungkin kalau Tom masih menunggunya.

"Bagaimana?"

Suara berat Armand terdengar samar masuk ke gendang telinganya membuat Anna yakin kalau lelaki itu tengah berada di luar, mungkin di depan kamarnya. Karena penasaran, Anna pun bangun dari duduknya dan berjalan mendekati pintu bercat putih itu. Kemudian menempelkan telinganya, berharap bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas.

"Andrew bilang, mam hanya perlu istirahat."

Terdengar suara Vivian menyahut, Anna yakin dialah yang menjadi lawan bicara Armand.

"Kalian pergilah." Titah Armand.

Mendengar itu Anna buru-buru menjauh dari pintu. Tapi bukannya naik ke atas kasur untuk kembali melanjutkan aktingnya, Anna memilih untuk berdiri menghadap pintu, menyambut lelaki itu dengan tangan terbuka. Menurutnya tidak perlu lagi melanjutkan sandiwaranya lagi pula untuk apa, toh sekarang dia juga sudah tidak bisa pergi. Armand sudah benar-benar menggagalkan rencananya. Anna juga tak yakin jika dia bisa pergi sekarang apa dia masih sempat untuk bertemu dengan Tom atau tidak.

"Menjenguk tawananmu?" Anna langsung menyindir lelaki itu tepat sesaat setelah lelaki itu memasuki kamar. Matanya cukup terkejut dengan sambutan yang hangat luar biasa yang Anna berikan, tapi sesaat setelahnya bibirnya langsung membentuk cengiran kecil.

"Tentu saja. Tawananku tidak boleh mati." Jawab Armand dengan nada santai yang mana malah terlihat sangat menyebalkan. Anna mendengkus tak percaya, "Kenapa?"

"Karena hukumannya adalah seumur hidup, bukan kematian."

Anna meneguk ludahnya kelat. Merasa nelangsa akan takdirnya, memikirkan waktu yang akan ia habiskan selama sisa hidupnya.

"Kau tidak bisa melakukan apapun jika Tuhan bekehendak lain."

"Kau ingin cepat mati?"

Anna menatap Armand saat lelaki itu melontarkan pertanyaan. "Dari pada harus terkurung di sini." Tentu saja jawaban yang langsung terpikirkan olehnya dan juga dimaksudkan untuk membuat lelaki di hadapannya ini kesal. Tapi Anna salah, bukannya merasa marah, Armand justru menggeleng pelan lalu kekehan kecil keluar dari bibirnya.

"Kau akan langsung mati jika kau keluar dari rumah ini. Seharusnya berterima kasih karena aku masih memberimu perlindungan, karena seseorang tengah mengintaimu."

Anna cukup terkejut dengan apa yang Armand katakan. Memikirkan teror yang terjadi akhir-akhir ini, tak bisa tak membuatnya langsung berpikir negatif, Anna langsung bisa menyimpulkan sendiri kalau seseorang pasti memang berniat jahat padanya.

Entah benar atau tidak, tapi kata-kata Armand selalu meninggalkan makna dalam baginya. Membuat dirinya tak bisa menghiraukan begitu saja. Tapi bagaimana dengan Tom? Lelaki itu menghubunginya langsung dan meminta bertemu, jika bukan Tom lalu siapa yang berniat jahat padanya?

Anna diam dengan pikiran yang terus berputar. Satu persatu potongan-potongan gambar kembali ke memorinya memaksanya untuk menjadikannya utuh. Armand yang melihat Anna yang terlihat sedang berpikir pun ikut terdiam, sedikit penasaran dengan apa yang ada diotak kecilnya itu hingga muncul kerutan kecil dikeningnya. Kemudian tanpa sadar bibirnya membentuk lekungan kecil, merasa berhasil karena telah membuat wanita di hadapannya menutup mulutnya.

"Aku datang ingin memberitahumu kalau nanti malam akan ada acara di Bail's."

Anna mendongak, menghentikan kesemrawutan pikirannya sejenak, "Acara seperti apa?"

"Hanya makan malam." Ujarnya acuh

"Bukankah kau bilang aku akan mati jika aku keluar?" Pertanyaan yang sebenarnya hanya untuk mempertanyakan soal apa yang Armand sebutkan tadi.

"Tidak akan saat kau bersamaku_____Ku harap kau bisa lebih sedikit bijaksana, dari pada memikirkan bagaimana cara keluar dari kamar ini, lebih baik gunakan waktumu untuk beristirahat. Karena aku tidak mau jika saat di sana kau akan menyusahkan."

Anna melirik Armand tak suka. Armand adalah tipe orang yang tidak bisa untuk memilih mana kata yang lebih baik untuk dikatakan pada orang lain mana yang tidak. Apa dia tidak tahu kalau lawan bicaranya itu mungkin merasa tak suka atau terganggu dengan ke-frontal an itu.

"Kupastikan kau tidak akan kesusahan." Balas Anna dengan nada sewot. Memandang Armand yang langsung mengangguk santai. "Itu bagus."

"Kalau gitu aku akan istirahat agar aku tidak menyusahkan orang." Sebenarnya itu hanyalah alasan semata untuk bisa mengusir Armand dari kamarnya. Dia tidak terpikirkan cara lain yang lebih baik untuk bisa membuat Armand pergi karena terakhir kali malah terjadi pertengkaran.

Kini Anna tahu, sifat buruk dari lelaki itu yang tidak boleh dinggap kecil olehnya atau bahkan siapapun. Armand tidak suka diremehkan. Memang semua orang juga seperti itu, tapi menurut Anna lelaki itu mempunyai harga diri yang tinggi dibanding dengan orang lain hingga dia tak bisa merasakan perasaan dikecilkan atau diremehkan oleh siapapun.

Tetapi menggunakan kata-kata baik untuk menyanjung lelaki itu juga bukanlah cara yang bagus untuk membuat Armand melemah, karena yang ada lelaki itu malah semakin curiga dengan tindakannya.

"Kita berangkat jam 7 malam." Ucap Armand lalu keluar dari kamar. Membuat Anna seketika menghembuskan nafas beratnya. Deolah baru saja selesai lari maraton, entah kenapa bicara dengan Armand membuat dirinya ngos-ngos an seperti ini.

Anna memandang jam yang ada di dinding kamar. Sudah pukul 3 lewat 30 menit. Tiba-tiba saja ponselnya berdenting. Anna pun langsung meraih benda yang saat ini tergeletak dinakas.

Kenapa kau tidak datang Anna?

Satu pesan yang ternyata datang dari Tom. Astaga dia bahkan lupa mengabari lelaki itu kalau dirinya tidak dapat datang.

Maafkan aku. Mendadak Armand pulang dari perjalanan bisnisnya. Bisa kita jadwalkan lagi pertemuan ini?

Bagaimana dengan malam ini?

Kepalanya langsung menggeleng seolah Tom berada tepat dihadapannya dan melihat responnya itu.

Maaf. Malam tidak bisa. Kantor Armand membuat pertemuan. Bagaimana dengan besok? Aku akan berusaha untuk mendapatkan ijin.

Baiklah. Kita bertemu di tempat yang sebelumnya kita janjikan.

Anna membawa ponsel itu kedekapannya. Usai mendapat jawaban dari Tom seketika Anna langsung mendapat semangat. Tak lagi merasa lesu atas rencananya yang gagal, sekarang dia harus memikirkan bagaimana caranya agar dirinya bisa mendapat ijin untuk keluar besok. Apa dia harus mulai berakting lagi? Merubah sikap agar bisa mendapat ijin? tapi itu malah membuatnya seperti penjilat dan lagi membayangkannya saja sudah membuatnya mual apalagi jika dia benar-benar melalukannya?

Baiklah dia hanya akan melakukan semuanya seperti biasa. Tapi mungkin dia harus menjadi sedikit lebih penurut untuk mengantisipasi keadaan yang tak terduga.

_______

-At the Bail's company-

Anna merasa kalau dirinya sungguh bodoh. Anna mengira makan malam yang Armand maksud adalah makan malam biasa yang hanya dihadiri oleh karyawan yang bekerja di perusahaan itu, tapi ternyata dirinya salah. Ini bahkan hampir mirip seperti pesta dari pada hanya sebuah makan malam. Semua teman bisnis Armand hadir diacara ini. Memang terbilang cukup sederhana, karena kali ini tidak ada hiasan-hiasan mewah yang menggantung disetiap sisi. Hanya ada beberapa hiasan yang terlihat pas dan tidak begitu berlebihan.

"Kau bilang hanya makan malam." Ucap Anna setengah berbisik, matanya melirik kesal pda lelaki di sebelahnya.

Armand sedikit menundukkan kepalanya, "Bagiku seperti itu. Kau harus mulai terbiasa."

Anna mendengarkan jawaban Armand dengan seksama, lalu dalam hatinya ikut membenarkan, seperti apa yang lelaki itu katakan, seharusnya dia harus mulai terbiasa. Makan malam mewah setiap hari, pesta, uang, saham, dan segala macam bentuk kekayaan yang baru-baru ini ia rasakan, dia harus mulai terbiasa dengan itu semua. Walaupun dirinya juga berusaha sebisa mungkin untuk menghindar, tapi keadaan terus memaksanya untuk turut andil dalam setiap moment. Anna tahu kalau Armand sudah mewanti-wanti soal tabiat buruk atau katro dirinya. Sebagai seorang wanita yang berasal dari orang kelas bawah, Anna tidak pernah tahu soal apa yang sebenarnya para orang kaya lakukan. Dan sampai beberapa hari lalu Armand menjadwalkan beberapa kelas yang membahas soal semua hal yang biasanya orang kelas atas lakukan. Mulai dari kebiasaan keseharian mereka, cara makan, cara bekerja, berpikir atau bahkan bicara. Anna mendapat pelajaran itu dari tutornya.

Yang pertama, Ken bilang, ada beberapa tipe orang kaya dalam menjalankan hidupnya. Dan Anna lebih memilih untuk tetap menjadi dirinya sendiri. Memang akan sulit, tapi menurutnya akan lebih sulit jika dia harus terus berpura-pura.

"Kau lelah?"

Anna menoleh, lalu mendapati wajah Armand berjarak beberapa senti dari wajahnya seketika tubuhnya mundur beberapa langkah. Jantungnya kembali berdetak kencang.

"Sedikit." Ujarnya lirih. Matanya sibuk mengamati orang-orang dengan kesibukannya masing-masing. Untuk sebuah makan malam, menurutnya ini adalah batas yang bisa ia terima. Dirinya tak begitu suka dengan pesta megah, minuman keras atau suara musik yang berlebih. Sebenarnya saat ini adalah waktu yang bisa sedikit ia nikmati tapi sekarang ia malah merasa terganggu akibat tatapan sinis dan meremehkan dari beberapa tamu atau karyawan yang datang. Walaupun tak begitu jelas mereka tunjukkan tapi Anna tetap bisa merasakan. Apalagi telinga juga sudah gatal akibat beberapa kali mendengar suara samar mereka berbicara soal dirinya di belakang.

"Kita bisa pergi sekarang kau kalau mau." Anna langsung menoleh, apa perubahan wajahnya karena tak nyaman terlihat begitu jelas?

"Dan membiarkan pesta ini berjalan tanpamu?"

"Asal kau tahu, kehadiranku sebenarnya tidak penting di sini. Bahkan mungkin mereka berdoa agar aku bisa cepat pergi."

Anna mengerutkan kening, heran. "Kenapa seperti itu?" Pergi dari sini adalah ide yang bagus. Mata Anna langsung tertuju pada beberapa orang yang tengah sibuk dengan makanannya. Mereka terlihat cukup nyaman, tapi mungkin tidak bisa bebas. Mungkin dengan kepergiaanya mereka bisa lebih bebas bergosip.

"Kehadiranku membuat mereka tidak nyaman."

Anna kembali menatap lelaki di sebelahnya yang kini tersenyum kecil usai menyambut beberapa tamu yang hadir. Anna sedikit takjub dengan kepekaan dan perhatian Armand pada karyawannnya. Sebenarnya bukan hanya karyawannya, melainkan semua orang Anna yakin juga merasa tak nyaman jika berlama-lama dekat dengan lelaki itu.

"Kau Anna?"

Suara panggilan seseorang membuatnya menoleh, dua orang yang Anna tebak adalah sepasang suamu istri mendekat ke arah mereka.

Armand menyambut mereka dengan riang. Hal yang sangat jarang Anna lihat, bahkan pada teman baiknya sekalipun. Lelaki itu terlihat tersenyum lebar, lalu membawa Anna untuk ikut mendekat.

"Mr. Austin perkenalkan... istriku, Anna Bail."

Anna tersenyum kecil lalu mengulurkan tangannya menyambut seorang lelaki paruh baya yang juga mengulurkan tangan padanya. Anna sekilas kembali membawa matanya menatap Armand. Lelaki itu masih tetap tersenyum.

"Sangat cantik." Pujinya.

"Tentu saja. Aku bahkan jatuh berulang kali karena kecantikannya." Jawab Armand. Kemudian dapat Anna rasakan sebuah tangan kini berada di pinggangnya. Anna hampir saja tersedak akibat perkataan dan perlakukan Armand yang mendadak itu.

"Mr. and Mrs. Austin, mereka adalah partner bisnis ayah. Mereka adalah salah satu orang yang juga berjasa untuk perusahaan."

"Senang bisa bertemu kalian." Ujar Anna lalu kembali tersenyum.

"Kami juga nak. Renald adalah orang yang bijaksana, baik dan juga pengertian. Walaupun caranya bekerja sedikit berbeda dengan ayahnya dulu namun hasil dari pekerjaannya sama-sama baik. Dan sekarang itu menurun pada anaknya." Ujar Mr. Austin

"Kau juga mengajariku berbagai hal dan itu sangat membantu." Armand ikut menyanjung.

"Anna, apa kau sudah mengandung." Ujar Mrs. Austin langsung menyentuh perut Anna dengan pelan.

"Kami memutuskan untuk menundanya. Anna masih sangat muda, dia bahkan belum menyelesaikan kuliahnya. Sampai saat dia telah siap, kita bisa membicarakannya lagi." Penjelasan Armand membuat wanita paruh baya itu reflek mengangguk. Anna sedikit bernafas lega karena pembicaraan ini bisa cepat selesai karena kecekatan dan ketegasan lelaki itu.

"Kau mirip seperti ibumu."

Kepala Anna kembali terangkat. Kerut bingung muncul di sana. "Kau mengenal ibuku?"

"Tentu saja, dia teman baik Diana, jadi aku mengenalnya."

Anna tersenyum menanggapi. Dia selalu merasa senang jika ada seseorang yang mengenal orang tuanya.

"Dia wanita yang baik yang sayangnya harus mengalami kematian yang keji seperti itu. Pembunuhan sadis itu harusnya bisa diselidiki dan bisa mendapat pembalasan yang setimpal, tapi mereka berusaha untuk menutup-nutupi. Aku bahkan tidak tega untuk melihat video pembunuhan itu sampai akhir."

"Video pembunuhan?" Anna tak mengerti apa yang Mrs. Austin katakan. Matanya lalu beralih ke arah Armand.

"Mrs. Austin, ku dengar kau suka dengan Chelsea Bun, kami menyediakan hidangan penutup yang luar biasa enak. Matt akan menunjukkan kursi kalian."

Armand memberikan isyarat kilat, membuat Matt dengan sigap mengantar mereka.

"Sampai bertemu nanti Anna." Kedua orang itu langsung berjalan meninggalkan Anna dan Armand berdua.

Anna hanya melihat mereka dengan tatapan bingung. Lalu kakinya melangkah pelan, berniat menyusul "Tunggu___aku ingin bertanya__."

"Diam."

Tangannya ditangan oleh Armand, Anna pun menoleh "Masih ada yang harus kutanyakan pada Mrs. Austin."

"Tidak ada yang perlu kau tanyakan."

"Dia bicara soal video pembunuhan. Apa maksudnya?"

"Apapun yang dia katakan tak perlu kau dengarkan. Dia sudah tua, dan terkadang suka bicara melantur."

"Tidak. Dia berkata dengan sangat jelas dan tidak seperti orang melantur. Pembunuhan sadis? Ibuku? Apa maksudnya? Lepaskan aku."

"Kau tidak lihat kita berada di mana? Semua mata kini akan menatapmu jika sampai kau membuat keributan."

Anna seketika diam. Matanya langsung menatap sekeliling. Ia ingin sekali berontak dan melawan Armand tapi mengingat dirinya yang saat ini tengah berada di depan publik membuat Anna mau menurut. Bisa-bisa mulut para penggosip itu tidak akan berhenti bicara jika benar dirinya membuat keributan. Anna mendesah pelan, rasa penasarannya tidak tersampaikan dan ia takut ia tidak akan bertemu dengan Mrs. Austin.

"Aku akan bertanya padanya jika acara telah selesai."

Anna menatap Armand dengan tatapan penuh harap. "Kau serius?"

"Aku janji."



































Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

16.2K 909 16
Di tengah kontroversi tentang laki-laki yang memiliki rahim, seorang pemuda terkejut saat hasil tes medisnya menunjukkan kondisi langka tersebut. Sem...
29.1K 781 53
Sebelum baca cerita ini lebih baik baca cerita orang tuanya dulu ya, biar gak bingung nanti. Jangan lupa follow, komen dan votenya. See you. JANGAN...
286K 19.8K 34
Disatukan dengan murid-murid ambisius bukanlah keinginan seorang Keyla Zeara. Entah keberuntungan apa yang membuat dia mendapatkan beasiswa hingga bi...
2.1M 104K 70
Seseorang menekan tubuhnya dan menempelkan tubuhnya pada Kimora hingga nafas keduanya memburu saling bersahut. "Kau terlambat, Kim." Suara itu terden...