Three Words Theory

Galing kay pearsnpearls

3.8K 529 124

Eros, Ludus, Storge. Tahun 1973, seorang psikolog bernama John Lee menyebutkan tiga warna utama dari cinta da... Higit pa

🎞
Ludus - The First Theory
01 - Recontre
02 - Grand-père
03 - Une Âme Brisée
04 - Les Commérages
05 - Compliquée
06 - Avouer Ses Sentiments
07 - La Famille
08 - Roméo et Juliette
Eros - The Second Theory
09 - Vision Trompeuse
10 - Je Ne Vais Pas Lâcher
11 - Maintenant, Je Me Rends
12 - Le Début De Tout
13 - Les Embûches Se Présentent

INFATUATION ‒ the first glance

972 72 22
Galing kay pearsnpearls



in·fat·u·a·tion

/inˌfaCHəˈwāSH(ə)n/

noun

An intense but short-lived passion or admiration for someone or something

---------------------------------------


__________

"𝘍𝘰𝘳 𝘢 𝘩𝘰𝘱𝘦𝘭𝘦𝘴𝘴 𝘳𝘰𝘮𝘢𝘯𝘵𝘪𝘤 𝘭𝘪𝘬𝘦 𝘩𝘪𝘮, 𝘩𝘦 𝘴𝘶𝘳𝘦 𝘥𝘰𝘦𝘴 𝘵𝘢𝘬𝘦 𝘩𝘪𝘴 𝘵𝘪𝘮𝘦."

__________

𝗣𝗿𝗼𝘃𝗲𝗻𝗰𝗲, 𝗙𝗮𝗹𝗹 𝟮𝟬𝟮𝟯

"Mau sampai kapan lo ngintilin gue terus?"

"I am not!"

Percakapan dua pria itu berbaur menyatu dengan vibrasi rendah jalanan kota St-Rémy-de-Provence, yang perlahan mulai penuh dengan pengunjung pasar mingguan yang buka setiap hari Rabu di Place de la République. Pȃtisseries yang sedang mereka sambangi sekarang pun tidak berhenti melayani pelanggan sejak tadi. Berdiri di atas bangunan tua yang masih bertahan arsitekturnya sejak tahun 1800-an dan memiliki salah satu pain au chocolat terlezat di selatan Perancis memang jadi magnet kuat untuk banyak orang, termasuk Jabraan, lelaki yang barusan defensif karena disebut penguntit oleh sahabatnya sendiri.

"You are! I just wanna have a peaceful breakfast, enjoying my long-awaited summer break, having my van gogh moment—who by the way, was born in this city." Tristan, lawan bicara Jabraan, menyangkal tanpa mengalihkan pandangannya dari layar coloring sketch digitalnya yang sudah hampir selesai. Dia terlihat sangat fokus sampai-sampai café au lait-nya tak tersentuh sejak 15 menit yang lalu.

"Dude, lo di sini kerja. Buat gue."

"Sambil liburan. Itu janji lo, makanya gue mau ke sini."

"Sure, if that makes you sleep at night." Jabraan menyeruput segelas kopinya yang hampir habis. "Should order more Americano."

"Café Allongé," koreksi Tristan sambil mengacungkan stylus pen-nya. "When in Rome, do as the Romans do."

Jabraan memutar kedua bola matanya malas. Sepertinya bisa mengoreksi kesalahan orang adalah salah satu bahan bakar hidup Tristan, because he sure loves doing it dan sialnya, dia selalu benar.

"Lagian lo udah dua bulan tinggal di sini, tapi belum terbiasa sama cara hidup orang sini. Daripada tetap nggak berkarakter di mana-mana, mendingan lo di Jakarta. Jangan lupa, lo lagi ninggalin ratusan karyawan tanpa pimpinan."

"Ngasal! Gue tetap hadir, walaupun jarak jauh. I'm not irresponsible! You're triggering me!"

Jabraan memang sensitif kalau disinggung soal kontribusi karena malas di cap sebagai golden spoon yang tidak bisa apa-apa. Lahir di keluarga Aziz yang bisa dibilang penguasa Bandung dan Sadewo yang well, mungkin salah satu penguasa Indonesia, memang bikin lelaki itu punya tanggung jawab dari lahir. Sure, dia adalah salah seorang nepo baby. Tapi, kan, bukan berarti dia bisa seenaknya. Butuh networking, creativity, and strong business instinct untuk bisa mempertahankan dan mengembangkan perusahaan yang disodorkan keluarga. Jabraan kapok mengecewakan kedua orang tua dan kakaknya.

Itu cukup di masa lalu saja.

Malas menanggapi celotehan Tristan yang kayaknya sama sekali tidak menyesal sudah memantik emosi, Jabraan memutuskan untuk masuk ke dalam, kembali memesan kopi dan pastry untuk menyibukkan mulutnya. Daripada ngomel-ngomel, lebih baik makan.

"Ini Jabraan elo?" cemooh Tristan begitu Jabraan kembali ke meja. Dia barusan menunjuk ukiran kecil bertuliskan 'Jabraan Je T'aime' di ujung meja kayu yang sedari tadi mereka tempati. Bukannya menjawab, Jabraan justru tertawa lepas.

"Pasti elo nggak, sih? Najis banget anaknya vandalisme." Tristan lanjut mencibir.

"Lagian, kok, lo lihat aja. Itu, kan, ada di pinggir banget." Jabraan menyeruput es kopinya yang baru datang. "Yang bikin si Bening."

"Lo sama Bening pernah main ke sini?"

"Gue reconstructing château begini, ya, karena gue pernah janji di depan dia dulu pas kami liburan ke sini."

"Lo belum move on dari dia?" Mata Tristan menyipit.

"Gila lo! Kejadiannya, kan, udah lama banget," seru Jabraan seraya terbahak.

"Udah move on apa belum? Itu pertanyaan gue."

"Of course I did, Candrakanta! Menurut lo, apa ribuan dolar yang gue keluarin buat terapi nggak ada manfaatnya?"

Kini ganti Tristan yang tertawa seraya memperhatikan raut wajah Jabraan yang sudah sangat ringan saat membahas yang lampau. Seeing Jabraan like this is such a relief. There was a time when Tristan really thought he'd lose his best friend for life. But thankfully, this big softie is actually a strong human and Tristan could not be more proud.

"Jadi, one summer, gue sama Bening pernah liburan ke sini dan kita lihat banyak banget abandoned château yang sayang banget kalau dibiarin aja buat jadi sarang hantu. Rekonstruksi kayak gini sebenarnya, kan, udah lama jadi target project orang-orang kebanyakan waktu, apalagi makin ke sini demand untuk tempat staycation makin naik. So when I finally kebanyakan waktu kayak sekarang, ya, gue menjalankan lagi hal yang udah jadi janji gue."

"Lo nggak kebanyakan waktu."

"When I finally MERASA kebanyakan waktu," koreksi Jabraan.

"Terus nanti, lo mau mempersembahkan château ini buat dia?"

"Ya nggak lah, château ini dari gue, khusus buat gue. Dari awal gue benar-benar terlibat, sampai akhirnya ikut finishing di sini dua bulan. Kenapa gue harus ngelakuin semua itu kalau ujung-ujungnya gue persembahkan buat orang yang udah nggak ada lagi di kehidupan gue?"

"Kalau dia masih ada di kehidupan lo?"

"Oh, I'll buy the moon and build a château there for her."

Tristan kembali mendengkus. "Mubazir banget a hopeless romantic kayak elo nggak ada target divestasinya. Busuk lama-lama hormon cinta lo."

"That 'hormon cinta' akan kepakai kalau gue ketemu dengan orang yang worth the fight. Sekarang belum aja."

"It's been what? Ten years?" tanya Tristan. Retorikal sebenarnya, lelaki itu sudah tahu pasti jawabannya. "I'm telling you, udah busuk dari lama, Jab."

"Gue punya terlalu banyak cinta, Tristan. Kalaupun ada yang udah busuk, masih banyak cadangan untuk dibagi-bagi. Ke elo, misalnya."

"Gue suruh Alan ke sini lusa aja deh, ya. Lagian yang harusnya love bombing ke gue tuh, dia, bukan elo."

Jabraan terkekeh. "Bebas. Pas banget juga lusa gue udah harus ke Barcelona. Aheng udah neror gue terus. Kalau ada apa-apa reach out Pierre aja, terus yang penting the château masuk listing B&B akhir bulan ini. Need my passive income to start working ASAP."

"Si paling butuh passive income."

"Shit happens, Dude!"

"Yea, yea, yea," tanggap Tristan malas. Dia tahu betul kalau akan butuh kejadian katastrofik yang luar biasa besar dan di luar nalar untuk bisa membuat Jabraan dan keluarganya kehilangan harta. Artinya, hampir tidak mungkin.

Memang kalau dipikir-pikir, istilah dunia dalam genggaman berlaku untuk seorang Tubagus Jabraan Aziz. Ayahnya, Arizal Aziz adalah salah satu pimpinan di Dewan Perwakilan Rakyat. Ibunya, Marla Sadewo, adalah seorang profesor dan dokter spesialis mata yang juga ujung tombak Janitra Medika, salah satu pilar usaha Janitra Group, perusahaan konglomerasi milik Bangun Sadewo—ayah Marla dan salah satu orang terkaya di Indonesia.

Jabraan sendiri saat ini menjadi salah satu petinggi Janitra Live yang membawahi bisnis-bisnis di bidang F&B, lifestyle, dan event organizer. Perannya krusial, karena di bawah kepemimpinan Jabraan, sudah lahir beberapa festival musik besar yang jadi ikon dunia kreatif Indonesia.

Lelaki itu memang hobi menggarap berbagai proyek. Entah karena ingin membuat pikirannya tetap sibuk atau dia memang punya jiwa panitia. Penggarapan château di St-Rémy-de-Provence ini bukan pertama kalinya Jabraan membuat Tristan sibuk dengan berbagai urusan legal.

Tristan adalah anak dari Guntur Candrakanta, pendiri Candrakanta and Partners, firma hukum pegangan keluarga Sadewo. Dia juga mengikuti karir keluarga. He's a very good lawyer. Kliennya berderet mulai dari perseorangan sampai perusahaan-perusahaan besar, jadi sebenarnya sangat tidak mudah untuk mendapatkan jasanya, apalagi cuma untuk mengurus perizinan bangunan. Hanya Jabraan yang bisa membuat Tristan menyisihkan waktunya untuk urusan remeh seperti ini karena sudah kenal dekat bahkan sebelum mereka beranjak dewasa.

"Well, better be safe than sorry, kan?" Jabraan mengedikkan bahunya.

"Promise me lo nggak akan ngomongin soal pentingnya passive income and how you get yours di seminar-seminar entrepreneurship yang sering lo isi itu."

"Ya nggak akan, lah, gue bahas itu! Lagi pula, gue masih butuh menjaga nama baik. Malas, dong, kalau harus dirujak netizen for being one of those privileged tone deaf nepo babies."

"Lo ngikutin beritanya Yurisjman Achjar nggak?" Tristan tiba-tiba mengalihkan topik setelah membaca notifikasi berita di layar tabletnya. "Itu tuh yang sekarang lagi jadi targetnya netizen."

"I know a thing or two, soalnya partainya sama partai bokap gue, kan, ya .... you know." Tristan mengangguk paham.

"Udah terpidana, tuh! Delapan tahun plus denda lima ratus juta."

"Dikit lah, ya, dibanding sama yang dia berhasil ambil." Jabraan tertawa kecil. "Banding, nggak?"

"Belum ada beritanya, sih. Gue yakin banget yang terlibat nggak cuma dia, proyek segitu gedenya. Berarti si Yurisjman, nih, rapet banget mulutnya."

"Ya, dia kan punya keluarga."

"Gue jadi penasaran sama keluarganya."

Tristan langsung memasang wajah serius dan melakukan salah satu keahliannya; online stalking. Namun kali ini sepertinya tidak berhasil.

"Nihil?" tanya Jabraan.

"Nihil. Kayanya keluarganya tipe yang private. Eh, tapi Partai Rakyat itu lagi nggak pahit-pahit amat, lah, namanya. Kan, kemarin habis naikin wagub muda baru, tuh, yang jadi idola masyarakat pecinta pretty boy."

"Bener, sih. Siapa, Tris, namanya? Lupa gue."

"Sandro. Sandro Hilmawan."

"Hafal."

"Ya, orang lucu!" Tristan membuang muka, membuat Jabraan tertawa geli.

"So, what will the château name be?" tanya Tristan setelah berdeham mengembalikan kesadarannya.

"Harus ada, ya?"

"Iya, lah! Branding. You should've known better."

"Tristan, I pay you."

"Buat urusin urusan legal."

"I don't have anything in mind now."

"Tumben. Biasanya lo liat daun jatuh aja bisa jadi inspirasi."

"Nggak tahu, nih. My creative juice is getting dry. Ntar deh, ya, kalau kepikiran sesuatu gue kabarin."

"Kalau nggak ada-ada?"

"You give her the name, I trust you."

_____

Matahari tenggelam lebih cepat hari ini. Udara musim gugur memberikan selimut sejuk untuk Jabraan yang sedang menikmati pemandangan di halaman belakang château miliknya yang sudah hampir seratus persen selesai direstorasi. Hamparan ladang bunga lavender terlihat menari pelan dibelai semilir angin sepoi-sepoi, bertabur kerlip jingga dari senja yang perlahan menggelap. Lelaki itu menghembuskan cerutunya sekali lagi, menikmati waktu pelan-pelan, karena besok sudah harus bertolak ke Barcelona untuk urusan pekerjaan.

Jabraan is good at what he does. Kejutan demi kejutan sering dia keluarkan. Keberangkatannya ke Spanyol besok pun untuk meeting dengan perwakilan Spotmusic, platform streaming musik terbesar di dunia, dan membahas berbagai proyek termasuk festival musik terbesar di Asia Tenggara yang akan dibuka oleh Janitra Live tahun ini. No wonder he made Forbes' 30 under 30 list last year. Ya, walaupun dapatnya saat injury time, di umur 29.

Suatu hari, Vance Sadewo, sepupunya, pernah bertanya, "Lo sengaja beli, ya, mumpung belum 30?"

"Emang bisa?" Jabraan terheran. "Tahu gitu gue beli pas umur 25."

"Bisa, lah! Kay cerita sama gue. Gue yakin, lo dalam hati juga bingung gimana caranya Si Michael Mudjono bisa masuk list. I mean, you know him. How in the world he could be in 30 under 30?"

Jabraan langsung terbahak begitu mendengar nama Kay—Kayleigh Sadewo, adik Vance. Gadis itu memang the real gossip girl of Sadewo.

"Michael? Oh, please ... he bribe the magz you know. His girl got drunk and spilled everything yesterday." Bonus, Vance malah mencoba meniru cara bicara Kay dengan suara yang dibuat-buat.

"Well, post 30 under 30, Si Michael jadi lebih thriving, sih, karirnya, sampai beli tim bola. So in his case I think it's money well spent." Jabraan terkekeh. "Kan tahu gitu, gue beli dari dulu."

Keluarga Mudjono dan Sadewo memang sama-sama masuk dalam golongan top 1% di Indonesia, jadi gosip-gosip soal anggota keluarga itu biasanya akan berputar disitu-situ saja. Apalagi Michael juga teman satu angkatan Vance dulu ketika sekolah di Apta Sadara, sekolah swasta tempat bertumbuh anak-anak super kaya di Indonesia. Sementara Theo, kakak Michael, adalah teman dekat Jordy Sadewo, sepupu Jabraan dan Vance.

"The thing about the 30 under 30 list is that it's full of smart people, but only a handful are smart within the legal boundaries. Jadi masuk list itu, tuh, hasilnya antara dua, karirnya naik atau kalau nggak ya dipenjara karena fraud." Vance tertawa. "I'm praying you will not be the latter."

"Sialan!"

Perkara Jabraan masuk ke dalam list 30 under 30 ini memang jadi sasaran empuk candaan para cucu Sadewo. Chrissia, kakak sepupunya bahkan sekarang sering panggil dia dengan sebutan 'kebanggaan Sadewo'. Belum lagi Narendra, suami Chrissia yang bilang jangan sampai panggilan itu disingkat karena bisa jadi bang-sad.

Tentu saja mereka semua bangga. But hey, relatives are born to tease each other. Apalagi di kesempatan lain, Jabraan memang yang paling sering menggoda saudara-saudaranya.

Lelaki itu menghela napasnya puas seraya memandangi bagian belakang kastil miliknya. Hari sudah mulai gelap, sehingga sinar-sinar lampu dari dalam berpendar dari jendela-jendela kecil yang menghadap ke arah kebun lavender. Proyek château ini sebenarnya hanya salah satu dari sekian banyak renovasi dan restorasi lain yang sering Jabraan kerjakan, tapi kali ini rasanya berbeda. Di sini dia benar-benar terlibat hampir seratus persen dalam setiap detil yang diperlukan, mulai dari memilih wallpaper yang susah payah dicari semirip mungkin dengan wallpaper asli, menghidupkan kembali ruang perapian yang terbengkalai, dan membongkar beberapa bagian yang sudah usang sambil tetap mempertahankan arsitektur european classic.

Château ini awalnya adalah milik keluarga bangsawan Perancis, Jean-Baptiste-Joseph de Fortis dan dibangun di tahun 1751 sampai akhirnya keturunannya yang sekarang kewalahan untuk merawat tempat ini dan memutuskan untuk menjualnya. Bangunan berbentuk kastil ini terdiri dari dua lantai dengan tujuh kamar tidur, ruang makan, dan ruang tengah yang bisa menampung sampai 20 orang.

Di sisi barat hamparan ladang lavender ada taman bunga cantik dengan air mancur mungil di bagian tengah yang memiliki jalan setapak dan tanaman merambat yang berfungsi sebagai pagar. Lalu di sebelah selatan, para koki dan kru dapur yang sudah Jabraan pilih sendiri dengan serius, nantinya akan bisa mendapatkan bahan mentah masakan dari greenhouse yang berisi banyak pohon buah, sayur, dan rempah-rempah.

Selama berada di sini, Jabraan sudah beberapa kali melakukan hal yang jarang dia lakukan; patting himself. Tidak mudah menyelesaikan semuanya di waktu yang cepat, ditambah dia juga masih harus membagi konsentrasinya dengan tanggung jawab sebagai pimpinan perusahaan di Jakarta. Selain diri sendiri, Jabraan juga sebenarnya dalam hati berterima kasih pada Bening, yang saat melewati tempat ini dulu, sudah bisa melihat potensi keindahannya, meski kondisinya masih kurang terawat.

Bening, his young-fiery love. His bittersweet, his life lesson.

_____


Jabraan meluruskan punggungnya setelah memilih tempat duduk di business class lounge Frankfurt Airport. Tinggal setengah jalan lagi dan dia akan tiba di El Prat Airport, Barcelona. Periodenya di Perancis sudah harus selesai, dan kini saatnya dia kembali ke tanggung jawab utamanya sebagai Executive Director dari Janitra Live.


| bos, gue udah sampe el prat. Mau dibungkusin makan ga buat di hotel nanti? Ini gue makan duluan ya soalnya kelamaan kalo nunggu jadwal dinner sama spotmusic nanti :(


Henderiawan, sekretaris Jabraan yang biasa dipanggil Aheng, mengirim pesan. Dia bertugas menemani Jabraan di meeting besok dan baru saja tiba di Barcelona dari Jakarta.


Makan aja duluan, gue udah lunch di sini |

| Oke! Ada pesan-pesan?

Nggak ada, heng. Check in duluan aja, istirahat. See you in a bit! |

| Siap boss!


Jabraan sebenarnya pernah protes ke Aheng karena dirinya tidak suka dipanggil bos. Menurutnya, panggilan itu identik dengan ketua geng penculik di film-film. Tetapi Aheng tetap saja sering keceplosan memanggilnya dengan sebutan itu. Jabraan sekarang sudah pasrah dengan panggilan apapun yang diberikan Aheng. Toh, sekretarisnya itu bekerja dengan baik, jadi kompromi soal panggilan bukan hal yang sulit.

Dibanding dengan sepupu-sepupunya yang juga memimpin anak usaha Janitra seperti Jessica, Chrissia, dan Vance; Jabraan memang paling kasual dengan para karyawannya. Tapi tetap saja dia sengaja memberi jarak aman untuk tidak terlalu dekat dengan bawahan, karena siapapun yang berkecimpung di dunia bisnis tahu bahwa mencampurkan urusan pribadi dan pekerjaan adalah formula kegagalan.

Sambil menunggu waktu boarding ke pesawat, Jabraan memutuskan untuk membaca beberapa artikel berita dan nama seseorang menarik perhatiannya. Nama yang tempo hari sempat dia bahas bersama Tristan, Sandro Hilmawan. Politikus muda itu berasal dari partai yang sudah sejak lama jadi lawan partai Negara, tempat ayah Jabraan jadi petinggi. Menarik, karena setelah Jabraan membaca berita tentang pria itu sekilas, kesimpulan yang bisa diambil adalah sepertinya dia bersih dari tuduhan korupsi besar-besaran yang menimpa partai tempatnya bernaung. Di saat yang bersamaan, muncul juga berita terkait tentang Sandro dan istrinya yang ternyata anak dari ketua umum partai Rakyat. Menurut judul berita, mereka sedang merayakan tiga tahun anniversary sejak mereka pacaran, meski belum ada satu tahun menikah.

Well, namanya juga politik, batin Jabraan sambil menutup beberapa tab website berita di tabletnya. Ada untungnya juga dia tidak mengikuti jejak sang Ayah menjadi wakil rakyat. Sepertinya dia tidak akan siap jika harus mengikuti semua peraturan tidak tertulis untuk mengamankan posisinya sebagai wakil rakyat.

Di tengah lamunannya, tiba-tiba ponsel Jabraan berbunyi. Ada panggilan video yang masuk dari kakaknya, Shaqila.

"Kenapa Nil?" Jabraan menyapa dengan panggilan sayang yang dia buat untuk sang kakak, Onil. Pertama, karena kakaknya jauh lebih mungil dari dirinya, dan yang kedua, dia sering mengubah nama kakaknya jadi Shaqila O'Niel karena Jabraan remaja lumayan gila basket.

"Udah di Barcelona?"

"Masih transit di Frankfurt, sebentar lagi cabut. Kenapa?"

"Ditanya mama."

"Mama mana?"

"Tuh!" Shaqila mengarahkan kamera ponsel ke arah mamanya yang sedang berdiskusi serius dengan seorang perempuan yang masih terlihat sangat rapi dengan rambut blowout-nya yang berkilau walaupun saat ini di Jakarta sudah lewat jam sembilan malam. Jabraan bisa mendengar sayup-sayup obrolan mereka yang sepertinya ada hubungannya dengan rumah sakit, meskipun dia tidak terlalu paham.

"Itu siapa?" tanya Jabraan pelan, takut mengganggu perbincangan.

"Service Director-nya rumah sakit," jawab Shaqila sambil menjauh dari ruang pertemuan rumahnya.

"Kok udah malam masih ada meeting di rumah?"

"Udah dua hari terakhir begini, emang lagi repot itu si mama dan kawan-kawan."

"She looks so smart and capable."

"Who? The Service Director? Well, She is."

"And beautiful."

Shaqila memutar bola matanya, "mulai."

"Am I right, or am I right?"

"Well, you're not wrong."

"Eh, iya! Dek, kamu itu dicariin sama eyang tau! Kemarin aku dari Kertanegara, katanya 'Jabraan mana kok nggak pulang-pulang nanti aku keburu mati.'"

"Harus gitu, ya, ngomongnya?" Jabraan menghela napasnya berat.

"Kayak nggak paham eyang lo aja."

"Another week, and I'm home."

"Ya udah, good luck!"

"Thanks, Nil! Say hi to mom and dad for me."

"Will do!"

_____


©pearsnpearls, june 2023

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

110K 19.9K 15
DRUNK DIAL verb past tense: drunk dialed; past participle: drunk dialed: make a phone call to (someone) while drunk, typically one that is embarrassi...
597K 12K 7
Dalam dunia di mana sebagian manusia adalah mutan yang memiliki belahan jiwa, seorang lelaki menemukan belahan jiwanya dalam sosok perempuan yang men...
376K 49.7K 40
Shimika Bowers once stated, "Do they love you or the mask you put on every day?" Smiles, warmth, and kindness are all traits that both of them must e...
1M 50.5K 37
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...