Forever After Season 2 (LOVEB...

By dekmonika

49.9K 6.6K 1.3K

Setelah cinta mereka dirajut oleh sebuah ikatan suci pernikahan, maka kebahagiaan yang tak pernah mereka baya... More

All Cast
LOVEBIRD 1: Pantai Carita
LOVEBIRD 2: Senja dan Kita
LOVEBIRD 3: Night Cuddle
LOVEBIRD 4: Greenwich Village
LOVEBIRD 5: Jourdy & Emily
LOVEBIRD 6: La Vie en Rose
LOVEBIRD 7: Yang Tak Terlupakan
LOVEBIRD 8: Kabar dari Jakarta
LOVEBIRD 9: Pelipur Lara
LOVEBIRD 10: Abang Hakim
LOVEBIRD 11: Welcome Home!
LOVEBIRD 12: Get Well Soon
LOVEBIRD 13: Mengidam?
LOVEBIRD 14: Berita Bahagia
LOVEBIRD 15: Tahu Sumedang
LOVEBIRD 16: Roy & Aurora's Wedding
LOVEBIRD 17: Sisa Rasa
LOVEBIRD 18: Saling Mengerti
LOVEBIRD 20: Orang yang Sama
LOVEBIRD 21: Sahabat dan Rahasia
LOVEBIRD 22: Papa
LOVEBIRD 23: Full of Love
LOVEBIRD 24: Bertaruh Nyawa
LOVEBIRD 25: Elzio Sagara
LOVEBIRD 26: Curiga
LOVEBIRD 27: Agen Rahasia
LOVEBIRD 28: Memujamu (21+)
LOVEBIRD 29: Rahasia Kelam
LOVEBIRD 30: Apa Kamu Menyesal?
LOVEBIRD 31: Kepercayaan
LOVEBIRD 32: Sahabat Lama
LOVEBIRD 33: Chaos!
LOVEBIRD 34: Rumah yang Berbeda
LOVEBIRD 35: Supermarket
LOVEBIRD 36: Obsesi
LOVEBIRD 37: Masing-masing
LOVEBIRD 38: Lari dari Masalah?
LOVEBIRD 39: Deep Talk
LOVEBIRD 40: Seperti Dongeng
LOVEBIRD 41: Tipu Daya
LOVEBIRD 42: Dunia Daniel
LOVEBIRD 43: Undercover (18+)
LOVEBIRD 44: Petaka
LOVEBIRD 45: Hilang
LOVEBIRD 46: Bawalah Cintaku

LOVEBIRD 19: Mencari Petunjuk

1.1K 172 32
By dekmonika

Jam dinding sudah menunjukkan hampir jam 12 malam, namun sepasang sejoli itu masih terjaga dengan posisi saling berhadapan dan saling memandang. Sebelumnya Andin sempat tertidur sesaat, namun seketika terusik saat Aldebaran telah naik ke atas tempat tidur mereka. Kini dua insan yang saling mencintai itu saling memeluk satu sama lain.

"Kamu mau sampai kapan kita hanya saling lihat-lihatan begini?" Tanya Aldebaran diakhiri kekehan kecilnya.

"Sampai selamanya." Jawab Andin, asal. Kening Aldebaran mengerut.

"Aku mau tatapan kita yang seperti ini nggak akan berubah sampai kapanpun. Dan aku mau tatapan kamu yang seperti ini hanya buat aku, no one else." Tutur Andin membuat Aldebaran mengerti dengan tersenyum. Ia meraih satu tangan Andin yang berada di pipinya, kemudian mengecupnya lembut.

"Itu juga mau saya, Andin. Saya mau tatapan kamu ini akan terus ada sampai nanti, sampai kita sudah menua, sampai kita sudah punya anak-anak yang besar dan cucu-cucu yang lucu." Balas Aldebaran membuat Andin tertawa kecil.

"Raga kita mungkin tidak akan selamanya bersama, tapi saya percaya bahwa ada cinta yang abadi. Cinta yang akan mempertemukan kita lagi di tempat yang jauh lebih indah dari dunia ini. Cinta yang akan membuat kita percaya bahwa happy ending itu memang benar adanya. Saya ingin nanti kita berkumpul kembali di tempat itu, menikmati kebahagiaan yang lebih lama dari selamanya. Forever and after." Timpal Aldebaran membuat tatapan Andin berubah menjadi haru.

"Forever after." Sahut Andin dengan lembut sembari tersenyum.

Andin kembali menyentuh pipi pria itu dengan mengusapnya penuh kelembutan. Aldebaran hanya memandangi wanita yang berbaring di hadapannya dengan tersenyum simpul namun dengan isi kepala yang tampak menyimpan sedikit keresahan.

Informasi yang diberikan Tommy tadi sedikit banyaknya membuat dirinya harus waspada. Orang-orang yang dulu sempat beberapa kali hampir membuatnya celaka ternyata masih berkeliaran di sekitarnya. Kapan saja orang-orang itu ingin melancarkan aksinya kembali, ia mungkin tidak akan tahu. Terlebih sekarang ia tidak sendiri, ada istri dan calon anaknya yang harus ia bentengi.

"Baby..." Panggil Andin, lembut.

"Hem?"

"Kamu lagi mikirin apa?"

"Bukan apa-apa." Aldebaran tersenyum lebar.

"Masa?" Andin mengerut curiga.

"Bener."

"Tadi sama Tommy ngomongin apa?" Tanya Andin, penasaran. Senyuman pria itu pun memudar dengan diam seribu bahasa.

"Mas, kalau ada sesuatu yang mengganjal kamu bisa cerita sama aku. Tadi kamu baru bilang kan, kamu mau terus kita sama-sama sampai tua nanti, sampai selamanya. Untuk bisa selalu bersama, kita harus saling berbagi tentang apapun. Kamu nggak bisa menyembunyikan segala sesuatunya sendiri seumur hidup." Andin mencoba meyakinkan suaminya dan nampaknya hal itu mampu menggugah Aldebaran untuk mulai bercerita.

"Ya, kamu benar." Aldebaran kembali tersenyum simpul seraya mengusap rambut wanita itu.

"Tommy memberitahu saya kalau di pesta tadi dia melihat kehadiran seseorang yang pernah kami temui sekitar dua tahun yang lalu." Ungkap Aldebaran.

"Siapa?"

"Namanya Ganesha kalau saya tidak salah ingat." Jawab Aldebaran sedikit ragu-ragu.

"Klien bisnis atau apa? Ketemunya dimana?"

"Di Ground Coffee. Dia bagian dari timnya Pak Bakti waktu itu."

"Ground Coffee?" Kerutan pada dahi wanita itu semakin bertambah. Bukankah itu kedai kopi milik Daniel yang menjadi tempat ia bekerja?

"Ya. Kamu ingat tidak kejadian saat rekan barista kamu dulu mendapat suruhan untuk memasukkan zat adiktif ke minuman saya?" Andin memutar ingatannya sejenak.

"Iya, aku ingat, Mas. Tapi apa hubungannya dengan orang yang bernama Ganesha itu?"

"Dulu kamu bilang kan kalau kamu sempat melihat teman barista kamu itu sebelum menyajikan minuman ke saya, dia terlihat berbicara sembunyi-sembunyi dengan seseorang yang kemudian memberikannya amplop?"

"He-em." Andin mengangguk. Ia masih ingat persis momen itu.

"Awalnya dulu saya curiga dengan Pak Bakti yang sudah merencanakan niat busuk itu karena anaknya akan bersaing dengan saya di posisi CEO ARTMedia Grup. Tapi setelah saya mendengarkan keterangan dari Pak Bakti langsung saat itu, kecurigaan saya pun beralih ke orang tersebut."

"Tunggu, kamu bilang dia bagian dari timnya Pak Bakti kan? Kenapa kamu nggak ketemu langsung saja dengan orangnya? Atau barangkali kamu bisa mencari tahu informasi orang itu dari kantornya Pak Bakti." Andin bertanya, bingung.

"Tadinya saya juga berharap begitu, Andin. Tapi semuanya terasa aneh. Sehari setelah kejadian di Ground Coffee itu, dia menghilang. Padahal menurut keterangan dari Pak Bakti orang itu baru bergabung di kantornya selama kurang lebih satu minggu. Saya dan Tommy terus mencoba menggali informasi melalui HRD, tapi anehnya semua data-data pribadi mengenai orang tersebut hilang tidak berjejak. Dan kemungkinan besar data-data yang masuk ke kantor itu pun adalah data diri palsu yang dia buat..."

"... Bahkan cctv di ruangan yang dia tempati entah sejak kapan mengalami kerusakan. Hanya ada rekaman cctv saat orang itu kebetulan sedang lewat di beberapa koridor kantor. Semuanya seolah sudah terencana dengan begitu rapi." Jelas Aldebaran dengan serius membuat perasaan Andin jadi mencekam.

"Serius, Mas?" Aldebaran mengangguk, tenang.

"Saat itu saya tidak melibatkan polisi karena saya pikir kondisinya sudah membaik."

"Terus bagaimana dengan kejadian penyerangan di tol malam itu? Apa ada hubungannya juga?" Tanya Andin lagi.

"Saya tidak bisa memastikan, tapi kemungkinan besar iya." Jawab Aldebaran.

"Apa Ganesha itu ada di antara para penyerang?" Aldebaran kembali berpikir kera mengingat-ingat lagi kejadian yang sudah berlalu dua tahun lalu tersebut.

"Saya tidak mengenali satu persatu di antara mereka karena jumlah mereka cukup banyak dengan mengenakan pakaian dan kacamata yang sama. Perawakan mereka pun mirip-mirip. Terlebih lagi saya lupa-lupa ingat dengan wajah pria bernama Ganesha itu. Entahlah, kejanggalan-kejanggalan itu masih belum bisa saya pecahkan sampai sekarang."

"Kalau memang dari semua kejadian itu dilakukan oleh orang yang sama, bagaimana kalau kita cek rekaman cctv yang ada di Ground Coffee saat meeting kalian dua tahun lalu itu?"

"Sudah, Andin. Kami sudah memeriksa semuanya, tapi tidak ada petunjuk apa-apa." Jawab Aldebaran.

"Semuanya?" Tanya Andin, sekali lagi.

"Ya, semuanya."

"Mas, Ground Coffee memang punya banyak cctv. Tapi ada satu yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali aku dan Daniel. Aku yakin orang itu pun tidak tahu." Ujar Andin.

"Kamu serius?"

"Aku serius. Daniel memberitahuku karena dia percaya penuh sama aku. Lusa aku ada agenda sama Daniel dan semua barista di sana, kalau kamu mau kita cek sama-sama ke sana." Usul Andin membuat Aldebaran segera mengangguk setuju.

"Ya, saya ikut ke sana."

Mendengar semua cerita dan penjelasan dari suaminya membuat Andin tiba-tiba menjadi resah. Ia tampak menghela napas beratnya pelan-pelan sambil menatap Aldebaran.

"Apa tidak sebaiknya kamu lapor polisi saja, Mas? Aku takut mereka akan datang kembali dengan berbagai rencana-rencana jahatnya ke kamu."

"Melapor ke polisi atas tuduhan apa, Andin? Saya tidak memiliki bukti apa-apa sekarang. Dulu saja saat penyerangan itu terjadi, Tommy melaporkan semuanya, tapi penyelidikan tidak pernah menemui titik terang dan pada akhirnya tenggelam begitu saja." Sahut Aldebaran membuat Andin terlihat dengan wajah cemasnya.

"Tapi kamu tidak usah takut. Saya janji akan selalu melindungi kamu dan anak kita. Tidak akan saya biarkan satu orang pun berbuat hal buruk pada kalian." Aldebaran tersenyum seraya mengelus perut istrinya.

"Lalu yang melindungi kamu siapa? Aku nggak mau kamu sampai terluka lagi seperti malam itu."

"Saya bisa menjaga diri saya sendiri, Andin. Kamu nggak perlu khawatirkan saya."

"Gimana aku nggak khawatir, Mas, kejadian penyerangan malam itu saja sudah membuatku sangat takut. Sementara orang-orang yang melakukan itu belum juga tertangkap sampai sekarang. Bagaimana kalau ternyata diam-diam mereka sedang mengintai kamu?" Raut kecemasan itu semakin tercetak nyata di wajah Andin, namun Aldebaran tetap menunjukkan senyumannya seakan meyakinkan pada istrinya itu bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Kamu percaya sama saya, kan?"

"Bukan soal percaya nggak percaya, Mas..."

"Saya tanya, kamu percaya sama saya?" Ulang Aldebaran sekali lagi membuat Andin terdiam sesaat, menatap dalam pada kedua mata di hadapannya.

"Aku percaya sama kamu, Mas." Jawab Andin setelah menghela napasnya. Tangan pria itu yang semula mengelus perut Andin, kini beralih ke pipi wanita itu. Andin memejamkan matanya saat merasakan sentuhan penuh kelembutan yang diberikan Aldebaran pada wajahnya.

"Kepercayaan kamu ke saya itu yang paling penting untuk saya menghadapi semuanya nanti, Andin. Saya tidak peduli ada berapa banyak musuh di luar sana yang sedang menghadang saya. Asal kamu selalu percaya sama saya, asal kamu selalu ada di sisi saya, saya yakin akan bisa melaluinya dengan baik." Tutur lembut Aldebaran membuat Andin membuka matanya perlahan. Wanita itu tersenyum dengan perasaan yang lebih tenang dari sebelumnya.

"So sweet." Balas Andin, sedikit berbisik. Aldebaran terkekeh.

"Daripada kita memikirkan hal yang membuat perasaan kita jadi cemas, lebih baik kita membuat diri kita rileks." Cetus Aldebaran membuat Andin menyipitkan matanya, tak mengerti.

"Caranya?" Tanya Andin, polos. Aldebaran tersenyum usil, lalu semakin merapatkan tubuh mereka.

"Sini saya kasih tahu caranya." Jawab Aldebaran.

Aldebaran sedikit bangkit dari posisi rebahannya lalu meraup bibir Andin tanpa permisi. Ia menahan tawanya saat istrinya itu mencubit lengannya karena kaget dengan aksi tersebut. Namun cubitan itu hanya sesaat dan tak berdampak apa-apa bagi Aldebaran yang sudah terjun terlalu dalam pada manisnya bibir Andin. Andin pun dengan perlahan membalas ciuman tersebut, tak kalah lihai.

Aldebaran semakin berada di atas Andin dengan pertahanan kedua lengannya agar tidak menindih tubuh wanita yang sedang mengandung buah hatinya tersebut. Lumatan dari keduanya kian detik kian terasa memburu. Aldebaran beralih mencumbu leher Andin saat wanita itu terlihat mulai kewalahan dengan ciuman mereka. Di saat bibirnya masih asik mencumbu, satu tangannya mulai bergerak maju dengan menarik tali piyama Andin.

"Ahh..." Desah napas Andin mulai terdengar memanas saat dirasanya tangan Aldebaran menyentuh salah satu area sensitifnya.

Aldebaran menjeda cumbuannya dan menatap penuh kekaguman pada tubuh wanitanya yang indah di balik piyama kimono tersebut ditambah dengan perut wanita itu yang sedikit lebih besar dari biasanya sebab ada calon manusia baru di dalam sana. Di balik piyama itu Andin hanya mengenakan sebuah bra hitam dan celana dalam yang senada, terlihat sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih.

Aldebaran mencium perut wanita itu dengan sedikit membisikkan sebuah kalimat manis yang hampir tak terdengar oleh Andin. Setelah memberikan kecupan kasih sayangnya, Aldebaran kembali memandangi paras cantik wanitanya yang tidak pernah pudar di matanya. Ah, wanita ini sudah berhasil membuatnya mabuk kepayang.

"I love you." Tutur Aldebaran.

"I love you too." Balas Andin dengan suara berbisik.

Tangan lihai pria itu pun bergerak menuju punggung lembut Andin, seperti mencari-cari sesuatu. Tak perlu waktu lama, Aldebaran tersenyum saat menemukan sesuatu yang ia cari. Ia melepaskan pengait bra wanitanya dengan satu tangannya, lalu keduanya tenggelam dalam sentuhan dan bahasa cinta yang ditunjukkan satu sama lain. Dua insan itu menyatukan raga mereka demi menuju puncak kebahagiaan di malam itu.

________________________________

Pagi minggu yang cerah disambut oleh keluarga besar yang tengah bersuka cita itu dengan sarapan bersama, masih di hotel diadakannya acara resepsi tadi malam. Menurut rencana, mereka akan menginap di hotel itu satu malam lagi, dan akan pulang esok pagi untuk kembali beraktivitas seperti biasa. Wajah mereka pun terlihat sumringah, terlebih lagi Aldebaran dan Andin yang mengawali pagi dengan nuansa putih-putih. Sedangkan Roy malah terlihat masih mengantuk dengan sesekali menguap.

"Tadi malam tidur jam berapa, Roy? Kok kelihatannya masih mengantuk begitu?" Tanya Rossa berniat menggoda putra bungsunya itu.

"Nggak tahu, Ma. Pokoknya hampir pagi deh." Jawab Roy membuat yang lain terlihat senyum-senyum.

"Loh, bukannya Aurora lagi halangan? Kok kalian tetap begadang?" Timpal seorang wanita yang nampak seumuran dengan Rossa dan Susan. Ya, Susan pun ada di sana bersama Baskara.

"Mama!" Desis Aurora, tajam. Rupanya wanita itu adalah ibu dari Aurora. Roy hanya bisa pasrah saat melihat beberapa pria di keluarganya itu berusaha menahan tawa mereka setelah mendengar ucapan dari mama mertuanya yang terlampau jujur.

"Lalu kalau begitu, apa yang tadi malam kamu lakukan sampai paginya masih mengantuk begini, Roy?" Kali ini giliran Damar yang bertanya, meski disertai dengan tawanya.

"Papa jangan mengejekku begitu." Protes Roy.

"Papa tidak mengejekmu."

"Tadi malam kami lalui dengan buka-buka kado, Pa. Biar pas mau pulang nanti lebih gampang saja bawanya." Jawab Aurora dengan mengulum senyum malu-malu.

"Iya, plus habis itu nemenin Aurora maraton drama korea. Ngerti enggak, ngantuk iya. Mending maraton web series suaminya sendiri kan, Pa?" Timpal Roy.

"Ihh!" Decak Aurora sambil menepuk bisep pria itu.

"Sabar saja ya, Roy. Nanti juga dapat jatahnya." Sahut Aldebaran dengan nada mengejek. Andin terkekeh.

"Mas..." Tegur Andin menepuk paha pria.

"Resek lu!" Umpat Roy, kesal.

"Sudah, sudah. Daripada saling mengejek, papa punya ide yang bagus untuk kita melewati pagi ini dengan semangat." Damar mencoba melerai kedua putranya itu.

"Berenang?" Tanya pria di sebelahnya yang nampak seumuran dengannya. Pria itu adalah ayah dari Aurora.

"Ah, jangan berenang. Aku nggak bisa ikut." Rengek Aurora.

"Bukan. Bukan berenang."

"Main billiard di atas, Om." Sahut Baskara.

"Emmm, kita akan mencoba billiard nanti malam, bukan pagi ini." Jawab Damar, lagi.

"Kulineran!" Timpal Roy.

"Yee! Makan mulu." Celetuk Aldebaran.

"Ini kita sedang makan, Roy."

"Ya tahu, tapi ini bukan kulineran namanya."

"Nggak, nggak. Soal kulineran nanti kamu saja berdua dengan istrimu." Elak Damar.

"Senam pagi?" Tebak Aldebaran, asal. Kali ini membuat Baskara dan Roy tertawa kompak.

"Kalau senam itu jatah lo aja berdua sama Andin, biar jadi suami siaga nemenin istri hamil." Balas Roy membuat beberapa dari mereka hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kakak beradik itu yang tak pernah luput dari perdebatan.

"Kali ini papa setuju sama Roy. Soal senam biar kalian saja berdua, ya." Ujar Damar membuat Roy tertawa penuh kemenangan.

"Ya terus ide papa apa memangnya?" Tanya Aldebaran tidak sabar.

"Aku tahu!" Serobot Andin membuat yang lain menatapnya, menunggu jawaban wanita itu.

"Pasti papa mau ngajak kita semua main golf!" Tebak Andin dengan antusias. Semua nampak terdiam, sedangkan kening Aldebaran mengernyit.

"Excellent! Semua dapat nol, Andin seratus!" Seru Damar membuat Andin berseru gembira. Aldebaran terkekeh melihat keceriaan istrinya itu. Begitu pula yang lain ikut tertawa menyaksikan respon dari wanita yang tengah hamil muda tersebut.

"Jadi, kita main golf, Pa?" Tanya Roy.

"Ya. Nanti yang laki-lakinya kita kan bertanding. Siapa yang kalah harus mengabulkan permintaan yang jadi pemenang. Setuju?" Cetus Damar membuat para lelaki di meja besar itu terdiam beberapa saat.

"Oke, siapa takut! Gampang main golf doang." Celetuk Roy.

"Boleh." Sahut Aldebaran, di susul dengan yang lain.

"Yang menang nanti mintanya jangan mahal-mahal ya. Anak kuliahan cuannya terbatas, Om." Ujar Baskara membuat yang lain tertawa.

"Itu berarti kamu harus bisa menang, Bas." Ujar Damar.

"Yang cowok-cowoknya saja, Pa?" Tanya Andin.

"Iya, Andin. Yang perempuan, kalian cukup mendampingi saja, ya. Kalau kalian mau ikut main tentu saja boleh, tapi untuk pertandingan papa hanya mau para laki-lakinya saja. Apalagi kamu lagi hamil begini."

"Papa benar, Andin." Kata Aldebaran.

"Yaudah deh. Tapi aku tetap ikut ke sana ya."

"Sure." Aldebaran tersenyum manis.

____________________________________

Aldebaran baru saja tiba di lapangan golf yang masih termasuk pada area hotel tersebut. Pria itu duduk pada sebuah kursi yang tersedia di sana sambil memandangi istrinya yang sedang sibuk bersama para mama dan juga Aurora di bawah pohon besar untuk menyajikan berbagai cemilan dan minuman segar. Jauh di hadapannya sana juga ada Roy dan Baskara yang tampak memulai latihan-latihan.

Aldebaran tampil dengan pakaian kasualnya, namun tak mengurangi karismanya. Ia justru terlihat lebih menawan dengan celana chino panjang lengkap bersama gespernya dan poloshirt lengan pendek berwarna putih. Untuk sedikit membantu penglihatannya di bawah matahari yang cukup terik, pria itu juga memakai topi yang senada dengan poloshirt-nya dan juga kacamata kecoklatan.

"Sudah lama, Al?" seseorang menepuk bahunya membuat Aldebaran mendongak.

"Baru kok, Pa." Jawab Aldebaran. Damar pun mengambil tempat duduk di sebelah putranya.

"Papa sudah lama sekali tidak bermain golf. Mumpung keluarga besar kita sedang berkumpul begini, bermain golf pasti akan lebih seru dan menyenangkan." Damar berucap sambil sibuk melihat-lihat tongkat golf-nya.

"Benar, Pa." Sahut Aldebaran. Pria itu kemudian teringat dengan pembicaraannya dengan Tommy tadi malam dan juga dengan diskusinya bersama Andin. Apa ia harus menceritakannya juga dengan sang papa? Aldebaran bertanya dalam hatinya. Jika motif tindakan orang-orang misterius itu berhubungan dengan masa lalunya, papanya pasti akan lebih tahu dan mungkin akan bisa memberikan informasi-informasi baru

"Pa."

"Ya, Al?

"Aku mau bertanya sesuatu sama papa, boleh?"

"Tentu saja boleh." Jawab Damar sambil mengelap tongkat golf yang ada di tangannya.

"Tapi, mungkin ini agak sensitif." Aldebaran meberikan aba-aba yang membuat Damar akhirnya menjeda aktivitasnya.

"Soal apa?" Tanya Damar, serius.

"Soal mantan kepala polisi yang dulu sempat mengurus penyelidikan kecelakaan kami puluhan tahun silam." Titah Aldebaran dengan hati-hati, sebab bagi dirinya sendiri kejadian kelam itu cukup menyakitkan jika harus diingat.

"Kenapa kamu menanyakan hal itu?"

"Barangkali aku memerlukan bantuannya, Pa."

"Bantuan untuk apa?" Aldebaran menghela napasnya dengan berat. Sepertinya memang ia harus menceritakan apa yang terjadi.

"Sepertinya aku masih diintai, Pa."

"Diintai?" Damar mengernyit dengan ekspresi kaget.

"Papa ingat kejadian penyerangan yang aku alami dua tahun lalu? Salah satu penyerang itu mengungkit soal kesalahan papaku di masa lalu." Ungkap Aldebaran membuat Damar terdiam dengan tatapan shok.

"Dua tahun lalu juga minumanku pernah dicampur oleh seseorang dengan zat adiktif. Tapi untungnya saat itu Andin menyelematkanku sehingga aku tidak sempat meminumnya."

"Astaga, kenapa kamu tidak memberitahu papa?"

"Aku tidak mau merepotkan papa dan membuat kalian mengkhawatirkanku lagi."

"Ya Tuhan." Desis Damar.

"Dan tadi malam saat di pesta Roy dan Aurora, Tommy melihat orang yang kami curigai itu ada di sana. Aku tidak mengenal persis orangnya, Pa. Aku hanya pernah bertemu saat dia ikut meeting sebagai bagian dari timnya Pak Bakti dua tahun silam."

"Timnya Pak Bakti?"

"Ya. Seingatku namanya Ganesha."

"Ganesha? Papa tidka pernah mendengar nama itu sebelumnya ada di tim kantor Pak Bakti." Kata Damar, bingung.

"Iya, Pa. Orang itu memang misterius, banyak kejanggalan-kejanggalan tentangnya. Untuk itu, aku perlu petunjuk dari seseorang jika memang ini semua ada kaitannya dengan insiden puluhan tahun lalu. Dan aku rasa, aku bisa memulai mencari tahunya melalui mantan kepala polisi waktu itu." Damar menghela napasnya mendengar cerita dari putranya tersebut.

"Inspektur Pasha namanya." Tutur Damar, memberitahu.

"Papa tidak tahu persis keberadaannya sekarang. Terakhir kami bertemu sekitar lima tahun yang lalu di Singapura. Saat itu Inspektur Pasha mengatakan kalau dia dan keluarganya pindah tempat tinggal ke sana. Setelah itu, kami tidak pernah berhubungan lagi. Tapi menurut papa, kemungkinan besar dia dan kelaurganya masih stay di sana." Terang Damar membuat Aldebaran mengangguk mengerti.

"Ya, baik, Pa. Aku akan mulai mencari tahunya dari sana. Terima kasih, Pa." Balas Aldebaran.

"Ya. Tapi pesan papa, kamu harus ekstra hati-hati. Ingat, sekarang kamu punya istri dan calon anak kalian."

"Pasti, Pa. Aku akan menjaga mereka dengan baik." Damar menepuk pundak Aldebaran, seolah memberikan semangat pada putranya itu.

"Papa, Al! Masih lama nggak ngegosipnya?!" Seruan Roy akhirnya sampai pada mereka berdua.

"Nah, itu Roy sepertinya sudah mengamuk. Ayo kita ke sana. Lupakan hal-hal yang buruk dan saatnya bersenang-senang!" Ajak Damar sambil berdiri. Aldebaran terkekeh, lalu bangkit bersama sang papa guna menghampiri mereka yang sudah siap untuk bertanding.

______________Bersambung________________

Jeng jeng jeng!!

Sampai di sini, silahkan kepada para pembaca untuk membentuk asumsi masing-masing. Tapi jangan lupa di tulis di komentar yaa.

Sepertinya kita akan menempuh perjalanan yang cukup berat di season ini, nggak papa, ya hihii. Iya, soalnya season ini sengaja author buat untuk menyelesaikan cerita yang masih menjadi rahasia di season sebelumnya.

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 263K 96
RANKED #1 CUTE #1 COMEDY-ROMANCE #2 YOUNG ADULT #2 BOLLYWOOD #2 LOVE AT FIRST SIGHT #3 PASSION #7 COMEDY-DRAMA #9 LOVE P.S - Do let me know if you...
591K 50.6K 31
"Excuse me!! How dare you to talk to me like this?? Do you know who I am?" He roared at Vanika in loud voice pointing his index finger towards her. "...
4.2K 90 34
"I am me"was the last thing I wrote before they took me away 17 yr old Eliza (Main character)attending Yonker high Dealing with years of abuse and n...
4.2K 401 17
This Kimchay Fanfic was all about the Grim Reaper who got to encounter this stubborn little soul that he needed to make it cross the bridge to the af...