Forever After Season 2 (LOVEB...

dekmonika által

49.9K 6.6K 1.3K

Setelah cinta mereka dirajut oleh sebuah ikatan suci pernikahan, maka kebahagiaan yang tak pernah mereka baya... Több

All Cast
LOVEBIRD 1: Pantai Carita
LOVEBIRD 2: Senja dan Kita
LOVEBIRD 3: Night Cuddle
LOVEBIRD 4: Greenwich Village
LOVEBIRD 5: Jourdy & Emily
LOVEBIRD 6: La Vie en Rose
LOVEBIRD 7: Yang Tak Terlupakan
LOVEBIRD 8: Kabar dari Jakarta
LOVEBIRD 9: Pelipur Lara
LOVEBIRD 10: Abang Hakim
LOVEBIRD 11: Welcome Home!
LOVEBIRD 12: Get Well Soon
LOVEBIRD 13: Mengidam?
LOVEBIRD 14: Berita Bahagia
LOVEBIRD 15: Tahu Sumedang
LOVEBIRD 16: Roy & Aurora's Wedding
LOVEBIRD 17: Sisa Rasa
LOVEBIRD 19: Mencari Petunjuk
LOVEBIRD 20: Orang yang Sama
LOVEBIRD 21: Sahabat dan Rahasia
LOVEBIRD 22: Papa
LOVEBIRD 23: Full of Love
LOVEBIRD 24: Bertaruh Nyawa
LOVEBIRD 25: Elzio Sagara
LOVEBIRD 26: Curiga
LOVEBIRD 27: Agen Rahasia
LOVEBIRD 28: Memujamu (21+)
LOVEBIRD 29: Rahasia Kelam
LOVEBIRD 30: Apa Kamu Menyesal?
LOVEBIRD 31: Kepercayaan
LOVEBIRD 32: Sahabat Lama
LOVEBIRD 33: Chaos!
LOVEBIRD 34: Rumah yang Berbeda
LOVEBIRD 35: Supermarket
LOVEBIRD 36: Obsesi
LOVEBIRD 37: Masing-masing
LOVEBIRD 38: Lari dari Masalah?
LOVEBIRD 39: Deep Talk
LOVEBIRD 40: Seperti Dongeng
LOVEBIRD 41: Tipu Daya
LOVEBIRD 42: Dunia Daniel
LOVEBIRD 43: Undercover (18+)
LOVEBIRD 44: Petaka
LOVEBIRD 45: Hilang
LOVEBIRD 46: Bawalah Cintaku

LOVEBIRD 18: Saling Mengerti

1.1K 173 32
dekmonika által

                Setelah beberapa jam terlewati, kini tibalah menuju acara puncak dari resepsi tersebut sekaligus pertanda acara di malam itu akan berakhir. Setelah melakukan pemotongan kue pengantin yang berukuran besar secara bersama-sama, Roy dan Aurora kini akan melakukan prosesi pelemparan bucket bunga yang sedari tadi dibawa oleh Aurora.

Teman-teman mereka mulai berkumpul di depan panggung, terkhusus teman-teman mereka yang belum menikah, beberapa di antaranya para bridesmaid dan groomsman, kecuali Andin dan Aldebaran. Andin tampak berdiri di pinggir menyaksikan keseruan orang-orang itu, sedangkan Aldebaran tak nampak di sana.

"Hei, Andin." Seseorang tiba-tiba menepuk pelan pundak Andin. Andin refleks menoleh.

"Abang balik duluan yee." Orang itu adalah Hakim.

"Kok buru-buru, Bang?"

"Acara dah tamat, kan? Saya merasa sangat penat." Ujar Hakim sambil terkekeh. Andin tertawa.

"Abang nggak mau ikut rebutan bunga? Siapa tahu di sini dapat jodoh." Ledek Andin.

"Kau bergurau je." Hakim tertawa renyah.

"Ayo, Bang, sebelum pulang. Nggak papa seru-seruan aja." Rayu Andin.

"Hei, ini konyol sangat, Andin." Elak Hakim.

Semua sudah siap, ya! Suara MC acara mulai memberikan aba-aba untuk memandu sesi terakhir dari rangkaian acara resepsi tersebut. Di sana teman-teman kedua mempelai sudah tampak berkerumunan dan bersiap. Indah bergabung menuju paling depan sambil menarik tangan Daniel yang tampak sedikit keberatan untuk turut bergabung di prosesi itu.

"Indah, ini khusus buat perempuan. Gue nggak usah ikut, ya." Ujar Daniel.

"Ih, kata siapa? Itu banyak kok cowok-cowok yang ikut. Nggak papa." Balas Indah.

"Ya tapi saya nggak suka ikut yang beginian. Sudah, kamu sendiri saja, ya." Timpal Daniel, lalu melepaskan tangannya dari Indah dan langsung meninggalkan perempuan itu begitu saja di antara kerumunan tersebut.

"Daniel!" Seru Indah. Namun sedetik kemudian, ia biarkan saja pria itu pergi dan ia kembali fokus untuk menyambut lemparan bunga yang sebentar lagi akan dilayangkan.

"Ini permintaan adikmu, Bang." Andin masih berusaha membujuk Hakim untuk ikut dalam sesi lempar bunga tersebut.

"Oh, God!" Lirih Hakim, tak habis pikir dengan permintaan adiknya.

"Kau juga ikut?" Tanya Hakim.

"Ya nggak lah, Bang. Aku kan sudah menikah." Hakim terkekeh lalu menghela nafasnya.

"Baiklah." Hakim pun menuruti keinginan Andin meski dengan terpaksa.

"Nah, ini baru abang aku." Andin tersenyum sumringah, lalu sedikit mendorong tubuh Hakim untuk bergabung dalam kerumunan tersebut. sambil menggeleng-gelengkan kepalanya menatap Andin, Hakim pun bergabung dan mulai bersiap untuk turut menangkap bunga. Andin tertawa melihat raut wajah kakak sambungnya yang agak keberatan tersebut.

Sudah siap? Tiga... dua... satu! Setelah MC menyerukan hitungan mundurnya, Roy dan Aurora langsung melayangkan satu bucket tersebut dengan tubuh yang membelakangi para kerumunan teman-temannya yang sudah bersiap dengan tangan-tangan mereka yang menengadah ke atas.

"Aaaaa!!"

Seruan itu menggema untuk menyambut sebuah bucket itu. Bunga tersebut melayang dan sukses ditangkap oleh satu tangan yang nampak kekar dan sedetik kemudian disusul ditangkap oleh satu tangan lainnya. Tangkapan kedua tangan itu seolah datang bersamaan di antara puluhan tangan lainnya.

"Siapa yang berhasil menangkap?" Suara MC kembali menggema, memastikan.

Semua mata tertuju pada pemilik kedua pemilik tangan yang menangkap bunga itu. Andin pun ikut tertegun melihatnya. Hakim berhasil menangkapnya bersamaan dengan tangan Indah. Kedua orang itu kini saling memandang dengan mematung.

"Langsung tancap pelaminan saja ini, sudah ada mempelai cewek dan cowoknya." Celetuk salah satu orang di antara kerumunan itu saat melihat kedua orang itu memegangi bunga yang sama. Hal itu mengundang ledekan pula dari yang lain.

"Eh, sorry-sorry. Ini buat awak saje." Kata Hakim saat tersadar seraya menyerahkan bunga itu sepenuhnya kepada Indah yang masih nampak cengo.

"Beneran?" Tanya Indah.

"Iya, tak ape." Balas Hakim, tiba-tiba gugup. Pria itu kemudian menjauh, berjalan menuju Andin diiringi dengan tatapan orang-orang, termasuk Indah.

"Maaf, Andin. Abang pulang sekarang, ye."

"Abang kenapa?" Tanya Andin, bingung, melihat perubahan sikap sang kakak.

"Tak pe, tak pe. Abang tiba-tiba merasa tak sihat." Ujar Hakim sedikit tergagap.

"Yaudah, abang hati-hati tapi, ya."

"Iye, maaf ye. Abang pulang duluan."

"Iya."

Hakim langsung pergi begitu saja meninggalkan tatapan bingung dari Andin. Kerumunan itu pun bubar, namun tidak dengan Indah yang masih berdiri di tempatnya sambil menatap punggung Hakim yang perlahan lenyap dari pandangannya. Indah kemudian beralih menatap bunga itu yang kini menjadi miliknya.

"Ehem ehem! Ciyeee..." Indah seketika terbuyar saat Andin tiba-tiba menghampirinya dengan nada yang meledek.

"Ndin..."

"Dapat lemparan bunga tandanya apa, ya?" Goda Andin sambil senyam-senyum.

"Apa?" Tanya Indah, balik, berpura-pura tak mengerti.

"Kok bisa kebetulan barengan sama Bang Hakim?"

"Oh iya, itu kakak lo yang tadi, ya. Pantes mukanya nggak asing banget." Kata Indah, baru teringat kembali.

"Iya."

"Jadi, sama Daniel apa sama yang lain?" Tanya Andin, lagi membuat Indah terkekeh.

"Apaan sih lo. Resmi pacaran sama Daniel saja belum." Jawab Indah, mengulum senyumannya.

"Ya kali aja Daniel gerak cepat langsung melamar."

"Ya ngarepnya sih begitu, Ndin." Ujar Indah, namun malah membuat senyuman di bibir Andin perlahan memudar.

"Lo nggak mau memastikan sendiri gitu ke dia?" Tanya Andin.

"Maksud lo, gue yang nembak dia duluan, gitu?"

"Ya nggak ada salahnya, daripada lo terus-terusan menunggu tanpa ada kepastian begini. Lo juga berhak tahu bagaimana perasaan Daniel yang sebenarnya ke elo. Kalau dia memang cinta sama lo, kalian bisa melanjutkan hubungan kalian dengan baik dan jelas. Tapi kalau ternyata dia nggak ada rasa apa-apa, ya lo tinggalin dia. Buat apa lo terus memperjuangkan orang yang sebenarnya nggak peduli sama perasaan lo." Nasihat Andin membuat Indah terdiam sesaat, berpikir.

"Justru itu yang gue takutkan, Ndin. Gue nggak siap menerima kenyataan kalau nanti ternyata Daniel nggak punya perasaan apa-apa sama gue. Gue nggak mau kehilangan dia. Gue sayang sama Daniel, Ndin." Balas Indah.

"Gue mengerti, Ndah. Lo sayang boleh, tapi jangan jadi bodoh. Gue ngomong begini karena gue nggak mau sahabat gue kecewa. Gue nggak mau sahabat gue disakiti sama sahabat gue yang lain." Ujar Andin, sungguh-sungguh.

"Berat buat gue, Ndin." Adu Indah, bingung.

"Oke, kalau lo nggak bisa, gue yang nanti akan coba bicara sama Daniel." Andin mencoba memberikan solusi.

"Andin, lo jangan nekat."

"Ndah, lo sama Daniel sama-sama sahabat gue. Gue nggak mau kalau kalian nantinya akan saling menyakiti kalau kalian nggak saling jujur. Kalau memang dia nggak cinta sama lo, lo harus mengejar kebahagiaan lo yang lain. Mau sampai kapan lo menghabiskan waktu untuk seseorang yang nggak bisa menegaskan hubungan kalian?" Andin kembali menekankan solusi yang ia tawarkan. Indah menatap sahabatnya itu dengan rasa haru, lalu memeluknya.

"Terima kasih ya, Ndin. Lo sudah peduli sama gue." Ucap Indah, penuh haru.

"Sama-sama, Ndah. Sampai kapanpun lo adalah sahabat gue, jadi gue akan selalu peduli sama lo."

____________________________

Seusai acara, keluarga besar itu menikmati makan malam bersama di restoran hotel itu dengan konsep privat yang sudah direncanakan khusus. Andin yang masih menyimpan rasa kesal pada Aldebaran terlihat lebih banyak berinteraksi dengan Rossa, mama mertuanya. Tidak seperti biasanya. Rossa pun sebenarnya menaruh rasa curiga melihat interaksi kedua sejoli itu yang tak seintens biasa. Namun Rossa mencoba untuk membiarkan saja. Mungkin hanya masalah kecil, nanti juga akan baikan sendiri.

"Andin, jalannya pelan-pelan." Tegur Aldebaran pada istrinya yang berusaha berjalan lebih dulu darinya.

Mereka baru saja usai makan malam bersama keluarga dan kini mereka semua harus kembali ke kamar hotel masing-masing yang sudah dipesankan oleh Roy dan Aurora. Hal itu memang sengaja dilakukan Roy sebab ia tidak mau melewatkan malam istimewanya bersama Aurora di rumah atau di villa sebagaimana Aldebaran dan Andin dulu. Sebab menurut prediksi Roy jika malam pertamanya dilewatkan di tempat privat seperti itu, bisa jadi keluarganya akan menguping sebagaimana malam pertama Aldebaran dan Andin waktu itu. Padahal ia tahu persis, tipe manusia seperti Aldebaran tidak akan mungkin mau melakukan hal konyol seperti itu.

"Kamu lagi hamil." Timpal Aldebaran, berjalan di belakang Andin. Wanita itu lalu memperlambat jalannya saat Aldebaran mengingatkannya kalau ia sedang mengandung. Ya ampun Andin, marah boleh, tapi jangan jadi ceroboh!

"Stop!" Aldebaran kembali berseru membuat langkah Andin terhenti.

"Kenapa highhels-nya masih dipakai?" Aldebaran kembali memberikan teguran. Andin menatap ke arah kakinya dan kembali merutuki dirinya sendiri.

Aldebaran dengan sigap berjongkok dan menyentuh salah satu kaki istrinya itu. Andin tertegun, kaget, melihat Aldebaran yang nampak membantu melepaskan highels tersebut dari kakinya.

"Kalau kamu masih marah sama saya, it's okay. Tapi jangan sampai emosi kamu membahayakan diri kamu dan anak kita." Tutur Aldebaran, lembut, sambil melepaskan sepatu hak dari kaki Andin yang satunya lagi. Diam-diam Andin terenyuh dengan sikap suaminya itu yang sangat me'ratu'kannya.

Aldebaran berdiri sebentar untuk melepaskan sepasang sendal yang ia pakai. Kebetulan saat makan malam bersama tadi pria itu sudah mengganti sepatunya dengan sepasang sendal. Setelah itu Aldebaran kembali berjongkok memberikan sendal tersebut untuk sepasang kaki wanitanya. Tak hanya itu, ia kembali membantu Andin mengenakannya dengan hati-hati. Andin lagi-lagi terpukau dengan sikap manis tersebut.

"Sepatu kamu biar saya yang bawa." Ujar Aldebaran, tersenyum simpul sambil menunjukkan sepasang highels Andin yang berada di tangannya.

"Kamu?" Tanya Andin dengan kening mengerut saat melihat pria itu yang kini menginjak lantai dengan kaki telanjang.

"Yang hamil itu kamu. Kamu yang harus saya utamakan." Ujar Aldebaran. Andin melihat kaki pria itu sekali lagi.

"Saya nggak papa." Tutur Aldebaran, mengerti akan maksud tatapan wanita itu.

"Yuk jalan lagi. Kelelahan hari ini membuat kamu harus banyak istirahat." Kata Aldebaran dengan satu tangan yang menggenggam tangan Andin, sedangkan satu tangannya lagi menenteng sepatu hak milik istrinya.

Sikap manis pria itu nampaknya bisa sedikit meluluhkan hati wanita itu yang sedang merajuk pada suaminya. Namun meskipun begitu, Andin tetap saja awet bicara sepanjang perjalanan mereka menuju kamar hotel. Tak bawel seperti biasa, Andin jadi bersikap dingin pada Aldebaran. Bahkan sampai mereka tiba di dalam kamar itu Andin langsung menuju kamar mandi setelah sebelumnya membersihkan make-up-nya sejenak di depan cermin.

Mendapati sikap dingin istrinya itu membuat Aldebaran lagi-lagi hanya mampu menghela nafasnya, pasrah. Ia tidak ingin terlalu memaksakan Andin untuk mau bicara dengannya sekarang, sebab sepertinya Andin hanya perlu waktu saja untuk meredakan amarah dan egonya atas kesalahpahaman Aldebaran mengenai kejadian tadi. Aldebaran yakin wanitanya itu tidak akan bisa terlalu lama mendiamkannya.

"Ada apa, Tom?" Aldebaran menyambut panggilan telepon sembari melepaskan jasnya dan menggantungnya di salah satu pengait baju.

"Halo, Pak. Maaf saya mengganggu waktu istirahat bapak." Sahut Tommy.

"Tidak apa-apa, Tom. Kenapa?"

"Saya punya informasi penting untuk bapak. Tapi saya tidak bisa menyampaikan ini melalui telepon. Kalau bapak tidak keberatan, saya masih di basement hotel, Pak."

"Hal penting? Soal apa? Kerjaan?" Aldebaran membuka dua kancing teratas kemeja putih yang sejak tadi melekat di tubuhnya sambil mengambil posisi duduk di sisi tempat tidur.

"Lebih dari itu, Pak." Jawab Tommy membuat kening Aldebaran mengerut bingung.

"Oke, kalau begitu sepuluh menit lagi saya akan menyusul kamu ke sana." Ujar Aldebaran.

"Baik, Pak. Saya tunggu bapak di sini."

"Ya."

"Sekali lagi, maafkan saya sudah mengganggu waktu bapak."

"Ya, Tom, nggak papa."

Aldebaran memutar-mutar handphone-nya dalam genggaman jemarinya dengan tatapan lurus ke depan, terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Hal penting apa yang ingin disampaikan asistennya itu hingga harus bertemu? Ia mengurut keningnya yang mengerut, lalu merebahkan dirinya di atas tempat tidur tersebut, merasakan kelelahan yang mendera.

-KLEKK!-

Beberapa menit berselang, kenop pintu kamar mandi berbunyi menandakan seseorang di dalam sana telah selesai dengan aktivitasnya. Aldebaran kembali membuka matanya dan bangkit dari posisi tidurnya. Senyumannya mengembang tatkala melihat Andin yang nampak segar keluar dari kamar mandi tersebut dengan mengenakan kimono handuk putih dengan tali yang terikat di pinggangnya.

Andin berlalu di hadapan pria itu menuju sebuah lemari pakaian tanpa peduli dengan pandangan Aldebaran yang berbinar. Aldebaran hanya bisa terkekeh pelan melihat sikap Andin yang berlagak cuek padanya. Menggemaskan sekali! Aldebaran pun bangkit dari posisinya, perlahan berjalan mendekat pada Andin yang terlihat masih sibuk memilah-milih piyama tidurnya malam ini.

"Mau saya bantu pilihkan?" Tanya Aldebaran dengan memeluk wanita itu dari belakang. Andin sempat tercekat kaget, terlebih saat kedua lengan kekar itu melingkari pinggangnya.

"Nggak perlu." Jawab Andin sekenanya saat merasakan napas pria itu menyisiri kulit lehernya. Aldebaran kembali menyunggingkan senyum.

"Kamu sadar nggak? Kamu itu semakin terlihat cantik setiap habis mandi seperti ini. Saya suka." Ujar Aldebaran dengan suara setengah berbisik, lalu seolah menghirup wangi di antara bahu dan di sela-sela leher mulus Andin.

"Kamu mau apa sih, Mas? Minggir ah, aku mau pakai baju dulu." Balas Andin dengan nada ketus. Namun bukannya menjauh, Aldebaran kian mengeratkan pelukannya dengan tertawa kecil.

"Pakai baju segala mau kemana sih? Nggak perlu, Andin." Goda Aldebaran, lagi. Hal itu sontak membuat kedua pipi Andin memerah. Dengan pergerakan gesitnya, ia mencubit perut suaminya itu.

"Awssh!" Ringis Aldebaran sambil mengusap-usap perutnya yang menjadi sasaran empuk Andin.

"Makanya nggak usah genit!" Andin mengambil salah satu piyama, lalu menutup lemari tersebut.

"Kamu cemberut begini saja sudah cantik, apalagi kalau nggak cemberut." Sahut Aldebaran membuat Andin mendelik tajam. Astaga, suaminya ini benar-benar suka sekali melayangkan gombalan recehnya saat mereka sedang berdua seperti ini.

"Kamu nggak usah sok merayuku deh, Mas. Aku lagi nggak mau ngomong sama kamu." Ujar Andin, tetap dengan nada dinginnya. Ucapan Andin kali ini membuat senyuman Aldebaran memudar.

"Kamu benar-benar masih marah sama saya?" Tanya Aldebaran, serius. Andin tak menjawab.

"Oke, mungkin kamu masih perlu waktu untuk memaklumi kesalahpahaman saya."

Aldebaran mengambil langkah mundur hingga mampu membuat Andin menatapnya. Pria itu kemudian memalingkan tubuhnya dan terlihat berjalan menuju pintu kamar itu.

"Mau kemana?" Tanya Andin, bingung. Aldebaran menjeda langkah kakinya dengan sedikit menoleh.

"Kamu bilang lagi nggak mau ngomong sama saya, kan? Saya ingin memberi kamu waktu untuk itu." Jawab Aldebaran, lalu melenggang keluar dan menutup pintu tersebut seperti semula.

Andin menatap kepergian suaminya dengan tatapan dilema. Kenapa pria itu tidak mengerti juga maksudnya? Ia mengatakan tidak ingin dirayu bukan berarti ia benar-benar tidak mau dirayu. Seharusnya suaminya itu mengerti bahwa inginnya adalah sebaliknya. Ia ingin dirayu. Ia ingin dibujuk sekeras mungkin bukan malah ditinggal begitu saja. Ckk!

_____________________________________

Aldebaran keluar dari sebuah lift pada lantai paling dasar di hotel itu, alias lift yang terdapat pada basement setelah sebelumnya baru saja menutup sambungan telepon dari seseorang yang akan ia temui. Tak jauh ia berjalan, Tommy datang menghampirinya dengan sikap penuh hormat.

"Jadi, informasi penting apa yang mau kamu sampaikan, Tom?" Tanya Aldebaran tanpa berbasa-basi. Sebelum menjawabnya, Tommy terlihat memperhatikan kondisi di sekelilingnya. Hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang di area parkir tersebut, tanpa ada yang mencurigakan.

"Selepas acara tadi, saya tidak sengaja bertemu dengan orang yang hampir mencelakakan bapak atas kejadian sekitar dua tahun lalu." Kata Tommy membuat kening pria itu mengerut.

"Kejadian dua tahun lalu?"

"Bapak ingat saat kita sedang mengadakan pertemuan dengan timnya Pak Bakti di Grandcoffee? Saat itu minuman bapak sengaja diberikan zat adiktif yang kemudian rencana itu digagalkan oleh Bu Andin." Tommy mencoba mengingatkan atasannya tersebut atas kejadian beberapa tahun silam.

"Oh iya, saya ingat!"

"Nah, dulu kan saat kita bertanya dengan Pak Bakti orang yang datang bersamanya itu hanyalah bagian dari tim mereka, bukan sekretaris Pak Bakti. Dan setelah kejadian di Grandcoffe itu Pak Bakti bilang kalau orang tersebut tiba-tiba menghilang begitu saja."

"Terus?"

"Dan saya benar-benar melihatnya di acara Pak Roy tadi, Pak. Saya tidak tahu apakah bapak memang mengenalnya atau tidak." Lanjut Tommy.

"Tidak, Tom. Saya sama sekali tidak mengenal orang itu. Kalau pun saya mengenalnya dan mengetahui keberadaannya, saya pasti sudah memenjarakannya." Kata Aldebaran dengan rahang yang mengetat.

"Lalu, bagaimana dia bisa ada di pesta hari ini ya, Pak?" Tommy bertanya membuat Aldebaran berpikir keras.

"Kalau kamu melihatnya, kenapa tidak kamu cegat?"

"Maaf, Pak. Saya tidak sengaja melihatnya saat acara sudah berakhir. Saya sempat memanggilnya dan mengejarnya, tapi saya kehilangan jejak."

Aldebaran mengusap dagunya yang sedikit ditumbuhi rambut-rambut kecil dengan kedua tangan yang terlipat di dada. Ia kembali berpikir, apa sebenarnya tujuan orang itu? Apa yang menjadi incarannya di dalam keluarganya?

"Andin..." Gumam Aldebaran dalam hati saat mengingat bahwa ia meninggalkan Andin sendiri di kamar hotel tersebut. Bagaimana kalau orang jahat itu telah merencanakan sesuatu yang buruk pada keluarganya, terkhusus pada istrinya?

"Pak." Tegur Tommy saat melihat bosnya itu terpaku.

"Kamu lanjutkan penyelidikan kamu mengenai ini, Tom. Saya harus kembali ke dalam sekarang." Perintah Aldebaran dengan nada buru-buru.

"Baik, Pak."

"Hati-hati di jalan." Timpalnya membuat Tommy menatapnya heran.

"Terima kasih, Pak." Sahut Tommy sambil memandangi kepergian bosnya itu dari hadapannya.

Di kamar hotel itu, Andin sendiri nampak gelisah. Beberapa kali ia mengubah posisi tidurnya, menyamping, telentang, lalu menyamping lagi. Tangannya tak lepas dari handphone yang terus ia pandnagi berharap Aldebaran ada menitipkan sebuah pesan atau memanggilnya. Tega sekali pria itu meninggalkannya di kamar hotel sendiri tanpa diberitahu kemana pria itu pergi. Beberapa kali ia ingin menelepon, tapi selalu ia urungkan karena rasa gengsinya masih tersisa.

"Apa aku cari sendiri ke luar, ya?" Tanya Andin pada dirinya sendiri.

Setelah cukup menimbang-nimbang, Andin pun memutuskan untuk beranjak mencari keberadaan suaminya itu. Ia tidak akan bisa tidur dengan tenang jika Aldebaran tidak jua memberikan kabar. Andin mengambil sebuah jaket yang ia bawa dan mengenakannya untuk melapisi kimono piyama yang ia pakai.

Namun baru saja ia akan membuka pintu kamar itu, tiba-tiba pintu itu lebih dulu terbuka dari luar. Andin mengusap dadanya karena tercekat kaget. Aldebaran muncul dari balik pintu itu dengan nafas yang memburu tak beraturan.

"Mas Al?" Andin menatap Aldebaran terheran-heran. Apa yang membuat suaminya itu seperti dikejar-kejar hantu.

"Andin. Hhhh ... kamuuh nggak papah?" Aldebaran bertanya dengan napas yang terengah-engah. Andin menggelengkan kepalanya dengan masih dengan tatapan shok.

"Aku nggak papa. Kamu yang kenapa? Kamu tadi kemana?"

"Huffftt!! Syukurlah..." Aldebaran bisa bernapas lega sembari mengelus-ngelus dadanya dengan jantung yang masih berdegup cepat.

"Kamu kenapa sih, Mas? Aneh banget." Andin masih tak mengerti dengan pria itu.

"Nggak papa, saya hanya khawatir sama kamu. Maaf ya, saya sudah meninggalkan kamu sendirian di kamar." Ucap Aldebaran sambil mengontrol kembali deru napasnya. Mendengar perkataan itu membuat perasaan Andin terasa luluh. Pria itu selalu mengutamakannya dalam kondisi apapun, sekalipun sebenarnya bisa saja Aldebaran balik marah karena sikap Andin beberapa saat yang lalu. Tetapi tidak, Aldebaran tidak seperti itu.

"Aku yang seharusnya minta maaf, Mas. Aku sudah marah-marah nggak jelas sama kamu." Tutur Andin, merasa bersalah. Ucapan itu tentu saja membuat Aldebaran merasa senang. Pria itu memancarkan senyuman manisnya lagi.

"Jadi, kamu sudah tidak marah sama saya?" Aldebaran ingin memastikan. Andin pun tersenyum.

"Nggak." Jawabnya.

"Berarti kita baikan?" Tanya Aldebaran sekali lagi membuat Andin terkekeh.

"Kita baikan." Ucap Andin.

Dengan rasa senangnya, Aldebaran memeluk tubuh wanitanya itu dengan sepenuh hati. Lega sekali rasanya setelah melihat Andin baik-baik saja ditambah dengan wanita itu yang sudah memaafkannya. Bagi Aldebaran, tak ada yang lebih menenangkan selain bisa terus mendekap tubuh istrinya itu. Selamanya, ia ingin terus bisa seperti itu. Meluruskan kesalahpahaman dengan saling bicara dan mewujudkan kasih sayang dengan saling memeluk mesra.

Hanya denganmu aku berbagi

Hanya dirimu paling mengerti

Kegelisahan dalam hatiku

Yang selama ini tak menentu

Tak ragu dalam hatiku

Pastikan aku jadi cintamu

Seiring waktu yang telah berlalu

Mungkin kau yang terakhir untukku

(Arya-Manda Cover – Kulakukan Semua Untukmu)

"Kamu pakai jaket mau kemana?" Tanya Aldebaran saat baru menyadari bahwa wanita itu memakai sebuah jaket.

"Mau nyari kamu." Sahut Andin dengan nada kesal.

"Nyari saya? Memangnya saya kemana?" Aldebaran balik bertanya dengan bloon.

"Ya mana aku tahu, Mas. Kamu pergi tadi saja nggak bilang-bilang, makanya aku jadi kepikiran. Kamu tadi kemana sih?"

Aldebaran menepuk jidatnya. Ia baru ingat bahwa dirinya tadi pergi tanpa memberitahu tujuannya kepada Andin.

"Tadi saya menemui Tommy di basement."

"Buat apa? Sudah tengah malam begini masih ngomongin kerjaan?"

"Buka urusan kerjaan."

"Lalu?"

"Nanti saya cerita. Untuk sekarang saya mau mandi dulu, supaya bisa cepat-cepat peluk kamu lagi." Ujar Aldebaran dengan tersenyum lebar. Andin tertawa kecil seraya mengelus pipi suaminya itu.

"Yaudah sana mandi. Kalau lama nanti aku tinggal tidur." Ancam Andin.

"Jangan dong."

Sebelum pergi dari hadapan Andin untuk membersihkan diri ke kamar mandi, Aldebaran mennyempatkan menyuri kesempatan mengecup bibir lalu pipi wanita itu. Andin hanya terkekeh memaklumi sifat prianya yang satu itu yang suka sekali menciumi dirinya di setiap kesempatan berdua.

"Tunggu ya." Ucap Aldebaran dengan tersenyum manis.

Akan kulakukan semua untukmu

Akan kuberikan seluruh cintaku

Janganlah engkau berubah

Dalam menyayangi dan memahamiku...

(Arya-Manda Cover – Kulakukan Semua Untukmu)

_____________Bersambung____________

Olvasás folytatása

You'll Also Like

695K 72.3K 27
في وسط دهليز معتم يولد شخصًا قاتم قوي جبارً بارد يوجد بداخل قلبهُ شرارةًُ مُنيرة هل ستصبح الشرارة نارًا تحرق الجميع أم ستبرد وتنطفئ ماذا لو تلون الأ...
3.2M 261K 96
RANKED #1 CUTE #1 COMEDY-ROMANCE #2 YOUNG ADULT #2 BOLLYWOOD #2 LOVE AT FIRST SIGHT #3 PASSION #7 COMEDY-DRAMA #9 LOVE P.S - Do let me know if you...
3.1M 201K 90
What will happen when an innocent girl gets trapped in the clutches of a devil mafia? This is the story of Rishabh and Anokhi. Anokhi's life is as...
3.3M 190K 77
Nobody ever loved him; she was the first who loved him. He did not have a family and then one day she entered into his life and became a world for h...