RECOGNIZED(END)

By Alfhazza

13.2K 2.4K 435

#URBAN_FANTASY. Waktu dan tempat di persilahkan untuk mengakak. *** RECOGNIZED; Dikenali. Zee itu dikenali se... More

#SAMBUTAN
P r o l o g
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 42
Part 43
Part 44
Part 45
Part 46
Part 47
Part 48
END

Part 41

37 11 0
By Alfhazza

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍Kurang lebih sepuluh menitan Jiwa dan Zee memporak-porandakan isi kamar. Akhirnya Jiwa menemukan sebuah kamera tersembunyi di balik jam beker. Kamera tersebut sepertinya terhubung dengan ponsel hingga orang yang belum diketahui wujudnya itu dapat menyebarluaskan video Zee.

"Biar gue yang urus," ujar Jiwa kemudian membawa kamera tersebut kedalam kamarnya untuk di lacak.

Zee mendesah sambil merebahkan tubuhnya. Memejamkan mata sejenak, gadis itu lalu bangkit untuk mengambil uang recehan didalam laci. Baru setelahnya ia keluar untuk membeli minuman boba supaya meminimalisir rasa panas didalam otaknya.

Setiap kali ia berpapasan dengan anak Kanigara, pasti ada saja cibiran yang menjatuhkannya. Namun, apa pedulinya? Kali ini Zee malas ribut. Jadi ia putuskan untuk menyumpal telinga menggunakan headset.

Gadis itu ikut mengantri di jajaran antrian kedai boba. Sekelompok perempuan yang tengah duduk dekat meja  kayu, saling berbisik lalu bangkit untuk menghampiri Zee.

"Lo cewek yang katanya monster itu, kan? Mending lo keluar aja dari sekolah daripada mencemarkan nama baik," ucapnya sukses membuat Zee berdecih pelan.

"Gue males ribut," sahut Zee santai.

"Gue ngomong baik-baik tapi lo malah nyolot!" desis cewek berambut ombre coklat tersebut.

"Nyolot? Nyolot dari mananya, brader?" Zee masih bersikap santai.

Gadis yang diketahui bernama Venus itu menarik Zee keluar dari jajaran antrian lalu membawanya ke tempat sepi di dekat pohon mahoni.

"Gue cuma minta baik-baik supaya lo keluar dari sekolah. Gue gak mau nama sekolah gue tercemar!"

"Lah, ngatur. Siapa lo? Kenal juga kagak," balas Zee sambil mengeluarkan sebuah permen karet dari saku celana kemudian mengunyahnya dengan kalem.

"Kayaknya lo lebih suka pake cara kasar."

Zee tertawa sinis. "Right. Gue suka cara kasar. Karena hal itu lebih menantang."

Venus mengangkat tangannya, hendak menampar Zee. Namun gadis itu justru lebih dulu memegang tangan Venus lalu memelintirnya hingga gadis berambut ombre itu memekik kesakitan. Bahkan air matanya sedikit turun di ujung kelopak.

"Apa? Sakit? Makannya gak usah sok keras. Cuma gini doang langsung nangis." Zee melepaskan lengan Venus. Detik berikutnya gadis itu berjalan melewati Venus dengan tampang kalem.

Tapi, tiba-tiba saja teman Venus menarik ujung rambutnya hingga Zee mundur beberapa langkah. Bahkan beberapa helai rambut coklat miliknya terlepas dari kulit kepala.

Dua gadis lainnya segera mencekal lengan Zee. "Mental tahu jangan sok keras. Beraninya main keroyokan," sindir Zee.

Venus tersenyum lebar lalu ia melipir menuju got, mengambil lumpur dari sana. Gadis itu lalu mendekat dan mengangkat lumpur tersebut ke depan wajah Zee.

"Mau apa lo? Minggir!" desis Zee bersamaan dengan cairan lengket berwarna coklat tersebut menempel di pipinya.

"Ya Allah bau banget."

Venus semakin gencar, ia mengoleskan lumpur tersebut di pipi, dagu, hidung dan kening.

"Berhenti, sialan! Lo kira gue gak bisa bales apa?! Gue cempulngin juga lo ke palung Mariana!" Ia memberontak tetapi kedua lengannya malah semakin di cekal kuat.

"Kalo besok lo gak ngundurin diri dari sekolah, gue bisa ngelakuin yang lebih dari ini," ancamnya.

"Nyenyenye, gue gak takut!" tantang perempuan itu tanpa rasa takut sedikitpun.

Venus tertawa devil. "Gue tau apa yang bakal bikin lo kapok." Ia kemudian mengapit dagu Zee menggunakan jemarinya hingga mulut Zee dipaksa terbuka, sedang tangan sebelah kanan berayun untuk memasukkan lumpur ke dalam mulut gadis itu.

Zee melotot, berteriak pun kesusahan karena Venus mencekal dagunya begitu kuat. Mata Zee terpejam, menunggu lumpur bau itu masuk melintasi kerongkongan.

"Mau gue kirim video ini ke polisi?" Suara tersebut berhasil menghentikan aksi Venus. Bersamaan dengan kelopak mata Zee yang terbuka.

Diseberang sana, Ganta berdiri dengan sebuah ponsel bertengger di tangannya. "Kalo kalian gak pergi, gue krim sekarang juga videonya," ancam Ganta.

Wajah gadis-gadis itu mendadak pucat. Secepat kilat mereka pergi dari sana.

Zee menatap dingin. Kemudian berkata arogan, "gak lo bantu pun gue bisa kasih pelajaran sama mereka."

Ganta berdecak, lekas berjalan menghampiri Zee.

"Stop! Jaga jarak, gak usah deket-deket!" teriak Zee menuding wajah Ganta.

Ganta mendengus, tetap melanjutkan langkahnya. "Zee, gue cum—" Entah apa dosa yang telah diperbuat oleh Ganta, tiba-tiba saja kakinya tersandung ranting pohon dan sialnya, karena jarak dengan Zee sudah cukup dekat, kedua telapak tangannya malah mendarat di dada Zee dengan estetik.

Mata keduanya melotot. Lantas saja mereka berteriak heboh.

"Sialan, dasar mesum lo!" pekik Zee kemudian menendang bagian bawah milik Ganta hingga pemuda itu terjungkal dan terlentang di atas tanah sambil memegangi miliknya.

Sedangkan Zee langsung menyilangkan kedua lengan didepan dada.

Ganta mengerang tertahan. "Kenapa burung gue selalu jadi sasarannya, Zee?!" teriak pemuda itu.

"Lo tega grepe-grepe sahabat sendiri," celetuk Zee. "Gak habis thinking gue."

"Gue gak sengaja, Zee." Ganta bangkit sesekali meringis pelan.

"Alesan lo! Dasar mesum!" Zee mundur ketika Ganta melangkah maju.

"Gue beneran gak sengaja, Zee," ujar pemuda itu.

"Berhenti atau gue teriak sekarang!" ancam Zee dengan kedua lengan yang masih melindungi dadanya.

Ganta bergerak cepat, membuat Zee sontak membuka mulut. "Tolong! Gue mau di cabul—"

Cowok itu langsung membekap mulut Zee. "Diem lo janda, gak usah teriak-teriak. Sekarang ikut gue." Ganta menarik Zee menuju sebuah bangku kayu. Ia membeli sebungkus tisu dan air mineral lalu menuangkan air tersebut keatas tisu dan mulai mengelap wajah Zee yang dipenuhi lumpur.

"Kayak gembel," sindir Ganta, membuat bibir bawah Zee mencebik kesal.

Setelah selesai membersihkan wajah Zee, Ganta kemudian merapikan rambut sahabat konyolnya yang sedikit berantakan. "Zee," panggil cowok itu, Zee lalu mendongak, menatap dengan kedua alis terangkat

"Ada yang bulat, tapi bukan tekat," celetuk Ganta sambil tersenyum tengil.

Sebuah sendal berwarna biru langsung mendarat di wajahnya. "Diem lo jamet!"

Ganta mendengus. "Bulat, tapi bukan tekat ...." Dia menunjuk sebuah kedai. "Ya tahu bulat lah. Lo kira apa?"

Zee membuang muka, wajahnya sedikit memerah.

"Otak lo gak traveling, kan?" imbuh pemuda itu.

"Berisik!" Zee lantas bangkit, kemudian berjalan ke arah kedai Boba yang sekarang sudah lengang, tidak padat seperti tadi.

Setelah mendapatkan minuman Boba rasa Oreo, gadis itu berjalan sambil menyedot minumannya. Ia melewati Ganta begitu saja, membuat cowok tersebut berdecak kesal. Ganta segera berlari untuk menyusul Zee yang sudah berjalan cukup jauh.

"Zee!"

Gadis itu tak mengindahkan, tetap berjalan sambil menikmati minuman.

"Zee ... kita baikan," ucap Ganta setelah berhasil menggapai bahu Zee.

"Pat, persahabatan kita lucu, ya. Disini gue ngerasa jadi Spongebob tau gak." Zee tertawa untuk menjeda kalimatnya. "Terkadang gue mikir, kita akan bertengkar untuk sesuatu yang bodoh, kemudian memutuskan untuk menjauh."

"Lalu kembali bersatu, karena menyadari kita gak akan bisa apa-apa sendirian, tanpa satu sama lain," tambah Ganta. Keduanya saling pandang. Banyak sekali kalimat yang tersirat dalam mata namun tidak bisa diucapkan lewat kata.

Ganta lalu merangkul bahu Zee. "Mau gue traktir nggak?" tanyanya.

Zee ikut merangkul bahu Ganta. Menjawab, "pake nanya. Jelas mau dong."

***

"Zee, tebak gue gambar hewan apa?" tanya Ganta sembari memeluk kanvas, takut jikalau Zee mengintip hasil gambarnya.

Zee menyipitkan matanya. "Menggonggong? Ia menebak.

"Ya," jawab Ganta.

"Berkaki empat?"

"Ya."

"Jiwa?"

"Benar!" seru Ganta, sontak saja membuat Jiwa yang tengah duduk santai diatas sofa sambil menikmati keripik kentang, mendelik ke arahnya. Ganta kemudian membalikkan lukisannya yang dimana disana terdapat sebuah sketsa anjing.

"Gelud aja yuk, sini! Salah gue apa coba?!" kesal Jiwa. Ia menyimpan kasar toples keripik. Sekarang moodnya mendadak hilang.

"Tahan bang Ji, tahan," ujar Ganta.

"Sekarang tebak gue gambar apa?" Zee menggulung kertas kanvasnya.

"Gambar gue?" Ganta menjawab cepat sambil memasukkan keripik kedalam mulut.

"Bukan."

"Logo Wattpad?"

"Bukan."

"Hewan, tumbuhan, manusia atau benda?"

"Bukan keempatnya."

"Lah, terus apa dong?"

"Gambar ... goib .... tada!" Zee memperlihatkan kertas kanvas yang masih kosong melompong.

"Lah, bangke itu masih kosong."

"Ya kan gue bilang juga gambar goib. Jadi gak keliatan."

Saat Ganta hendak melemparkan tutup toples kepada Zee, Xeanzi tiba-tiba datang dari balik pintu. Dengan setengah hati, Ganta membatalkan aksinya.

Wanita paruh baya itu kepayahan membawa hasil belanjaannya. Seakan menjadi peluang, Ganta secepatnya berdiri kemudian membantu membawakan dua kantong keresek.

"Tante tante, mau mantu kayak saya nggak?" tanyanya. Zee yang tengah menenggak minuman sontak menyemburkan cairan dari mulutnya.

"Tuh cowok bener-bener sinting," dumelnya.

"Tante gak perlu ragu. Saya ini pintar, idaman. Masak, bisa. Nyuci, bisa. Beres-beres rumah, bisa. Ngurus anak, bisa. Semuanya saya bisa. Yang gak bisa itu nyakitin hati anak tante." Ganta mengeluarkan seribu bualan

"Halah bulshit itu bulshit. Buktinya waktu lagi musuhan, omongan lo selalu nyakitin hati adek gue," sambar Jiwa.

"Bang Ji jangan didengerin ya, Tante cantik. Sebenarnya ucapan saya ini always baik, lemah lembut. Tapi kalo mendadak saya ngomong kasar atau nyakitin itu tandanya saya khilaf. Mohon di maklumi ya, Tante."

"Saya butuh bukti bukan sekedar bualan," sahut Xeanzi berjalan menyimpan dompet diatas meja

"Saya siap membuktikan!" seru Ganta dengan semangat.

"Baiklah. Kamu bilang kamu bisa beres-beres rumah? Bisa masak?"

"Bisa, Tante, bisa." Tanpa pikir panjang Ganta menjawab.

"Coba sekarang cuci pakaian Zee, jangan lupa dijemur. Sekalian sikatin wc nya, nanggung. Hm ... Zee suka ayam geprek. Abis itu sekalian buatin ayam geprek nya, ya. Itu bahan-bahan udah ada di kantong keresek." Xeanzi melenggang memasuki kamar.

"Innalilahi." Ganta refleks menjatuhkan dua keresek di tangannya.

Zee dan Jiwa terbahak. Lalu melakukan adu jotos. "Mampus!" celetuk keduanya.

"Zee tolongin gue, Zee. Itu mama mertua kejam bener." Ganta memelas, terlihat sangat memprihatinkan. Padahal, Xeanzi hanya bergurau. Tapi cowo tersebut menganggapnya serius. Lagian, mana mungkin Xeanzi setega itu.

"Itu derita lo," sahut Zee tak acuh.

"Lah iya gue lupa malam ini Gasta ulangtahun." Jiwa menepuk jidat. Merutuki diri mengapa ia bisa lupa dengan hari lahir sahabatnya.

Zee berhenti tertawa, gadis itu mendekat ke arah abangnya. "Ah elah bang, kok gak ngasih tau dari tadi, sih?"

"Ya kan gue khilaf, Zee."

"Cowok kalo ulangtahun kado apa sih yang diharapin dari ceweknya?"

"Nenenin dia seharian pasti seneng," celetuk Ganta keterlaluan.

"Astaghfirullah!" Zee melempar bantal sofa ke wajah Ganta.

"Sesat nih. Yang namanya Ganta jangan dideketin," timpal Jiwa

"Astaghfirullah, maksud gue nemenin. Sumpah tadi mulut gua keseleo."

Zee bersedekap. "Gue serius. Gue bingung mau kasih kado apa?"

Ganta terlihat berfikir sebelum akhirnya menjentikkan jari. "Gue tau."

"Apa?"

"Kita kasih kado kue ulangtahun," sarannya.

"Ide bagus!" Zee lekas bangkit bersama Ganta . Ia pergi ke dapur untuk mengecek bahan-bahan.

Sedangkan Jiwa, pemuda itu pergi keluar untuk mencari kado apa yang akan diberikan? Hm, sepertinya jam tangan tidak buruk, pikirnya.

"Mmm ... mau buat kue yang kayak gimana, ya?" Zee bergumam. Kedua remaja itu saling pandang, menaikturunkan kedua alis lalu terbahak.

Semoga saja mereka tidak membuat kue aneh.

Keduanya memiliki tugas masing-masing.

Lima belas menit terlewatkan. Zee mengangkat wadah berisi adonan kue yang telah di mixer,  sementara Ganta masih membuat krim kue di dekat oven.

"Pat." Ganta menoleh, namun sialnya bertepatan dengan itu, Zee menginjak minyak yang sedikit tumpah di lantai hingga membuat kakinya tergelincir, sontak saja adonan tersebut melayang ke udara dan mendarat tepat di kepala Ganta.

"Innalilahi!" pekik Zee sembari membekap mulut.

"Saqueena Zeenata! Mending kaki lo di potong aja! Heran gue, punya kaki tuh di pake yang bener, bangke!" Ganta berjalan menuju wastafel, langsung mengguyur rambutnya menggunakan air yang terasa begitu dingin.

Zee tertawa, namun juga merasa sedih lantaran harus membuat ulang adonannya. Gadis itu lalu berjalan menuju rak jemuran mini, mengambil handuk kecil dan kembali menghampiri Ganta yang masih misuh-misuh.

"Bangke, rambut gua jadi lengket kayak gini kan!" Zee menjewer telinga Ganta lalu membawanya menuju kursi. Ia kemudian lekas mengeringkan rambut pemuda tersebut.

"Pergi lo! Pergi sono!" usir Ganta dengan jari menunjuk pintu.

"Jiahh, sadar woy ini rumah siapa?" Zee mengeringkan rambut Ganta dengan gerakan kasar.

"Pelan-pelan dong!"

"Tau ah. Nih, keringin sendiri!" Dia melempar handuk ke wajah Ganta. Seterusnya kembali melanjutkan pekerjaannya.

***

Gasta keluar dari kamar sambil mengancingkan dua kancing kemeja teratas yang terbuka. Bel rumahnya terus berbunyi. Dari atas tangga pemuda itu mengedarkan pandangan.

"Bi Ela?" Gasta memanggil beberapa kali namun asistennya itu tak kunjung datang.

Menghela nafas, Gasta akhirnya turun untuk membukakan pintu.

"Dor! Kaget gak?" celetuk Zee begitu pintu terbuka.

Gasta tertegun. Otot wajahnya sedikit menegang. "Kalian? Tumben kesini?" tanyanya kikuk.

"Surprise!" Zee nyelonong masuk lalu menyimpan kotak berisi kue di atas meja. Ganta dan Jiwa ikut masuk. Keempatnya duduk di sofa hitam.

Zee membuka tutup kotaknya, membuat Jiwa spontan beristighfar. "Kue macam apa ini?!"

Tak beda jauh dengan Jiwa, Gasta pun sedikit kaget saat melihat bentuk kue tersebut.

Kuburan.

Ya, kuenya berbentuk kuburan. Terdapat dua buah lilin di sisi kanan dan kirinya sebagai batu nisan. Lalu di tengahnya terdapat untaian kata

Selamat hari lahir. Semakin meningkat usia maka semakin dekat kita untuk kesini.

Jiwa menjambak rambut. "Ya Allah, mentang-mentang bego gratis, jadi di borong semua. Otak kalian ini bener-bener, waras sehari aja bisa nggak?" Jiwa kesal. Bagiamana tidak? Ini adalah hari ulangtahun sahabatnya. Tapi kedua remaja itu ... Ah sudahlah.

"Emang apa salahnya, Bang? Kita berdua ini pinter. Mencoba menyajikan kue ulangtahun yang anti mainstream. Ya gak, Pat?" Zee mengangkat telapak tangannya.

"Yoi dong." Ganta melakukan tos dengan gadis tersebut sebagai apresiasi atas kerjasama mereka.

"Kalian—"

"Udah, Ji. Gak apa-apa, yang penting kue," interupsi Gasta.

"Noh, Alphabet aja gak marah. Tapi kenapa lo yamg misuh-misuh?" Zee mengejek seraya bersedekap.

"Woy, cepet tiup dulu lilinnya. Gak sabar gue mau makan tuh kue. Sekedar informasi tuh kue pasti rasanya mantap karena bikinan gue." Ganta menyugar rambutnya dengan pede.

Gasta memejamkan mata dengan kedua telapak tangan terlipat didepan dada. Lalu setelahnya meniup lilin hingga padam.

"Gas, coba kasih tau gue barusan lo ngedo'a apa? Awas aja kalo lo ngedo'a minta di jodohin sama si Zee," bisik Ganta sambil menoel bahu Gasta.

Pemuda itu menatap tanpa minat, malas menanggapi.

"Selamat ulangtahun semoga happy birthday," celetuk Zee sambil mengacak rambut Gasta dengan gemas.

"Bentar bentar, my otak is ngelag," cetus Ganta.

Ponsel Gasta berdering. Pemuda itu menatap bilah notifikasi yang menampilkan sebuah chat.

Kok lama sih?

"Siapa?" Zee mencoba mengintip, namun Gasta segera memasukkan ponselnya kedalam saku celana. "Bukan siapa-siapa."

"Selamat anda mendapatkan hadiah 175jt. Gue ramal itu pesan pasti dari di souphy, ya? Lo pernah dapetin tuh duit? Sama gue juga nggak." Ganta berceloteh tidak jelas.

Gasta bangkit dari sofa. "Bentar, gue ambil dulu piso." Pemuda itu lekas berjalan menuju dapur.

Mengeluarkan ponsel, lalu membalas chat tersebut.

Lo jangan keluar dari kamar. Sampai gue sendiri yang dateng kesana.

Usai mendapat benda yang dicari, secepatnya Gasta kembali.

"Bismillah, semoga pas di belah dari dalem kue nya gak nyembur api. Takutnya ada azab kubur. Apalagi yang buatnya dua manusia laknat." Jiwa berdoa.

Gasta memotong kue tersebut dan orang pertama yang mengambilnya adalah Ganta. "Bentar, anak sultan gak boleh nyicipin bekas. Makannya harus gue yang pertama."

Pemuda itu meniup-niup kuenya sejenak. "Lahaula ...." Lalu menjejelkan kedalam mulut. Sedetik setelahnya kue tersebut kembali keluar, menyembur ke atas meja. "Asin, goblok!" teriaknya.

"Masa, sih?"

Zee, Gasta, dan Jiwa ikut menyicipi.

"Lah iya kok bisa asin gini, ya?" gumam Zee kebingungan.

"Zee, lo yakin tadi masukin gula, bukan garam?" tanya Ganta.

Perempuan itu menggaruk kepalanya dengan wajah cengo. "Gue gak tau," jawabnya.

"Dahlah, surprise gagal ini mah." Jiwa menyerahkan sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas emas.

"Ini dari gue. Jujur gue malu, gue minta maaf atas nama mereka berdua. Sori gak bisa rayain ulangtahun lo dengan meriah."

Sebenarnya Gasta bisa mengadakan pesta yang meriah dirumahnya. Secara keluarganya adalah orang yang cukup mampu. Akan tetapi, Gasta malas. Menurutnya dirinya sudah bukan akan kecil lagi yang tiap ulangtahun harus dirayakan.

"Santai aja, Ji. Btw, thanks kadonya," sahut Gasta sembari menerima kado tersebut.

Zee menyerahkan sebuah album berwarna biru yang dihiasi pita. "Jaga ya jangan sampe rusak. Itu gue sendiri yang buatnya," pesan Zee. Gasta mendekat lalu mengecup singkat kening Zee. "Makasih."

Ganta ngamuk, langsung menjotos pundak Gasta. "Woi, gak boleh ngelakuin itu didepan jomblo. Pamali!"

Ia kemudian merogoh saku, mengeluarkan segepok uang berwarna merah. "Kado dari gue," ucapnya dengan dagu terangkat bangga.

"Mentang-mentang anak sultan!" Zee menyeletuk.

"Ya udah deh, Gas. Kita cabut dulu," ucap Jiwa. Menggusur Zee dan Ganta untuk keluar dari sana sebelum keduanya kembali membuat keributan.

"Hati-hati." Gasta melambaikan tangan.

Seusai menutup pintu, ia menaiki tangga tergesa kemudian segera memasuki kamarnya. Sosok gadis berambut pendek duduk di tepi ranjang. Pemuda itu memeluk tubuh sosok tersebut dari belakang.

"Tau ah gue ngambek!" ucap gadis tersebut.

"Maaf, tadi temen-temen dateng kesini. Mereka ngasih kado ulangtahun."

Gadis itu tersenyum di balik masker yang menutupi mulutnya. "Apa kado dari gue bikin lo puas? Atau masih kurang?"

Dia mendekat lalu mengusap leher Gasta, membuat pemuda itu memejam sesaat lalu mendorong tubuh sang gadis.

Gasta berdeham. "Gue gak suka lo lakuin itu. Dan untuk kadonya ... iPhone, lumayan. Itu udah bikin gue puas. Makasih."

Gadis itu menyeringai. "Bukan gak suka, lo cuma gak terbiasa," jawabnya. "Ragas, gue mau nginep disini."

Gasta menggeleng.

"Sekali ini aja," pintanya memelas.

"Nggak," jawab Gasta tegas.

"Yaudah gue balik dulu."

Gadis tersebut bangkit. Saat hendak membuka pintu, ia kembali berbalik lalu mendekat ke arah Gasta dan mengecup bibirnya. Sedetik setelahnya segera berlari keluar dari sana.

Meskipun tersekat kain, tetap saja barusan mereka habis melakukan ciuman, dan Gasta benar-benar dibuat tertegun. Ia tidak menyangka kalo gadis itu akan melakukannya.

Gasta mengepalkan kedua telapak tangan di sisi tubuh. Pemuda itu lalu segera memasuki kamar mandi untuk membasuh wajah juga bibirnya.

***

Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 123K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
205K 9.4K 17
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓡𝓲𝓼π“ͺ𝓷�...
316K 23.7K 35
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
185K 17.7K 25
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...