Unobtainable

By deanadr

65.2K 4K 354

Aldi. Alvaro Maldini. Kasanova terpopuler di SMA Bintang Pelita. Juga kapten tim basket yang di kagumi semua... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Duabelas
Tigabelas
Empatbelas
Limabelas
Enambelas
Tujuhbelas
Delapanbelas
Sembilanbelas
Duapuluh
Duapuluh Satu
Duapuluh Dua

Delapan

2.5K 190 4
By deanadr

Salsha keluar dari ruang guru dan menarik knop pintu hingga tertutup. Lalu, tubuhnya dia sandarkan pada pintu.

Dirinya merasa kini tulang-tulangnya seakan copot. Lemas. Tatapannya nanar. Padahal pak Setya hanya memintanya untuk membantu memperbaiki nilai temannya sendiri.

Tapi, please, Salsha bersedia menjadi tutor siapapun asal bukan laki-laki menyebalkan itu. Sungguh.

Getaran singkat dari ponselnya cukup membuatnya tersentak. Salsha meraih ponselnya yang berada di saku kemeja seragamnya. Terdapat satu pesan LINE dari sahabatnya, Steffi.

Steffi : lo lagi dimana sih? Gue nungguin lo dikantin sejak 20menit yg lalu tau ga. Gue line dr tadi gadibales. Bagus lo ya. Gue balik kelas duluan deh. Betein lo.

"Astaga,"

Salsha menepuk dahinya pelan sesaat setelah membaca pesan singkat dari sahabatnya, lalu melirik jam tangan yang melingkar di tangannya.

Jam istirahat masih tersisa sekitar sepuluh menit lagi. Maka, Salsha memutuskan untuk mampir sebentar ke kantin sekolah, karena panggilan dari perutnya yang tak kunjung mereda sedari tadi.

Gadis itu berjalan menyusuri koridor yang mulai sepi. Namun langkahnya terhenti tepat di depan ruangan yang biasa di sebut gudang.

Pintunya terbuka.

Salsha mengerutkan dahinya. Aneh. Karena biasanya pintu gudang selalu dikunci.

Salsha terdiam sejenak. Mencoba untuk tidak perduli dengan ruangan itu. Namun lagi-lagi langkahnya terhenti karena terdengar suara bising dari dalam. Membuat kekepoannya semakin menjadi-jadi.

Dengan langkah ragu, Salsha berjalan mendekati pintu, lalu mendongak, melihat sekeliling. Gelap.

"Halo? Ada siapa di -aw!"

Entah dorongan dari siapa, hingga membuat gadis itu jatuh tersungkur ke dalam gudang.

Dan saat itu juga pintunya tertutup dengan cepat. Salsha segera bangkit lalu menekan knop pintu, berharap dirinya masih bisa keluar. Tapi ternyata nihil. Pintunya terkunci. Ah tidak...

Lebih tepatnya... di kunci.

Salsha memutar tubuhnya, mencoba melihat keadaan di sekitarnya yang amat sangat gelap. Sesaat setelahnya, matanya ia tutup dengan rapat saat suara sirine ambulan terdengar di seantero ruangan.

Darahnya berdesir. Suara itu belum juga hilang dari pendengarannya.

Suara itu...

Ia takut mendengar suara itu. Ia benci mendengar suara itu...

"Tolong..." gadis itu masih mencoba menekan knop pintu. Berharap masih ada seseorang di luar sana yang akan segera menolongnya meski dia tau, ruangan ini kedap suara.

Semakin lama, suara itu semakin keras. Dan tanpa sadar, tubuhnya merapat ke sudut ruangan. Duduk diam dengan mata tertutup rapat.

Kakinya meluruh. Seluruh tubuhnya seketika lemas. Ia tak bisa menahan lagi, kini tangisnya pecah.

Kakinya yang tertekuk hingga menutupi wajahnya membuat tangisnya menjadi samar terdengar.

"H -help..." ucapnya disela-sela isak tangis.

Tiba-tiba terdengar suara pintu di dobrak dan seperti ada seseorang menghampirinya. Refleks ia langsung memeluk orang itu. Salsha berpikir bahwa orang itu adalah seorang laki-laki. Tapi untuk saat ini, Salsha tidak perduli siapa yang ia peluk sekarang, yang jelas Salsha memeluknya sangat erat.

"Hey, lo kenapa?"

Yap. Benar saja. Dia cowok.

Terdengar jelas dari suaranya yang berat. Salsha tidak tau siapa. Karena matanya kini masih tertutup rapat saking takutnya.

"Gue takut," ucap Salsha lirih, masih dengan tangisnya yang belum mereda hingga akhirnya... lost of sense.

★★★

"Baru tau gue kalo lo phobia ambulan," laki-laki itu terkekeh sambil mengolesi lengan gadis di hadapannya dengan minyak kayu putih.

Di luar sudah mau maghrib, langit juga sudah mulai gelap. Laki-laki itu, Aldi, masih duduk di kursi sebelah ranjang UKS, menunggui seorang perempuan yang terbaring tak berdaya.

"Jam enam belom bangun fix gue tinggal," dumalnya bosan.

Lima menit berlalu, Salsha belum bangun juga. Padahal semua ujung jemarinya sudah ia olesi minyak kayu putih.

"Lima menit lagi jam enam nih."

Tepat setelah Aldi berkata begitu, Salsha membuka matanya perlahan, mengerjap-ngerjapkan matanya mencoba menyesuaikan cahaya lampu yang menusuk matanya.

"Ini dimana.." lirihnya sambil celingukan.

"UKS," sahut Aldi, singkat, jelas, dan dingin. Suaranya membuat Salsha menoleh ke kiri, matanya melotot - agak terkejut.

"Lo yang bawa gue kesini? Terus lo juga yang tadi nolongin gue?"

"Iya. Tadi lo meluk gue kenceng banget tau ga, engap gue," jawab Aldi santai, sama sekali tidak menghiraukan wajah Salsha yang terlihat menyeramkan, bersiap untuk mencubit lengan laki-laki di hadapannya itu.

"Sakit elah," dengusnya sambil mengusap-usap lengannya. "Udah sembuh kan? Gue balik ya," Aldi menarik tasnya, berjalan menuju pintu keluar.

Salsha masih duduk di atas ranjang UKS, otaknya terlalu pening untuk percaya bahwa Aldi yang membawanya kesini.

"Eh -tunggu."

Aldi membuka pintu dan berjalan keluar, tidak menghiraukan panggilan Salsha.

"Ih tai banget malah ninggalin," Salsha menurunkan kakinya. Bulu kuduknya mulai meremang karena suasana di UKS benar-benar sepi, jendela juga sudah menampakkan bahwa di luar sudah mulai gelap.

Saat kaki kanannya menyentuh lantai, tiba-tiba saja pintunya terbuka lebar dengan keras, membuat Salsha reflek memejamkan mata.

"Lo mau pulang gak?"

"GAK USAH BIKIN KAGET ORANG BISA GAK?"

"Ya maap. Udah cepet balik. Gerbang mau di kunci satpam tuh. Duluan ye, dah."

Lalu pintu tertutup kembali.

Sambil berjalan dengan susah payah, Salsha menyumpah serapahi laki-laki itu dalam hati.

★★★

Salsha kini tengah berdiri di depan gerbang. Pandangannya masih kabur, tapi tidak separah tadi. Ia celingak-celinguk mencari kendaraan yang bisa ia tumpangi, biasanya di seberang sekolah ada tukang ojek barang satu dua, tapi entah mengapa hari ini mereka tidak ada disana.

Jangan tanyakan angkutan umum, karena mereka tidak lewat sini.

Terpaksa Salsha harus berjalan kaki dulu sampai ia menemukan jalan raya besar, mana tau disana ada tukang ojek atau bahkan taksi. Itupun kalau ia beruntung.

"Wey, pulang sama gue deh. Gak enak liat cewek jalan sendirian maghrib-maghrib."

Setelah itu terdengar suara motor yang berhenti tepat di sebelahnya. Dari sudut matanya, terlihat orang itu membuka kaca helm. Bukannya berhenti berjalan, Salsha malah memasang headset di telinga.

"Dih, so' jual mahal banget si lo."

Salsha terus berjalan. Dadanya berdebar cepat ketakutan. Dari suaranya Salsha bisa menyimpulkan bahwa orang itu laki-laki.

Itu gak mungkin Aldi. Tadi kan dia udah balik duluan. Lagian dia naik motor, pasti udah jauh perginya.

"Woy! Mau pulang bareng gak?"

Mati gue.

Mati.

Salsha kaget bukan main saat sebuah tangan hinggap di bahu kanannya, menahan tubuhnya agar berhenti dan menoleh ke belakang. Reflek Salsha memeluk tubuhnya sendiri dan memejamkan mata.

"Salsha?" ulang lelaki itu.

"Lo siapa yaampun, please jangan macem-macem!"

"Ck, apaan si. Udah buru ah pulang,"

Salsha membuka matanya perlahan, lalu hadirlah seorang laki-laki bersweater hitam di hadapannya.

Oh my God

★★★★★

Aldi tengah berbaring di atas kasur berukuran besar sambil memejamkan mata.

Ponselnya bergetar singkat tanda ada pesan masuk, membuatnya terpaksa membuka mata kembali.

Katya: kamu dmn, Di? Aku laper. Temenin aku makan di luar yuk, please:(

Aldi menghela napas, biasanya ia akan membalas pesan dari orang tersebut dengan semangat'45, tapi entah mengapa kini ia malas untuk menanggapinya. Jangankan menanggapi, membaca
nya saja ia tidak mood.

Kini bayang-bayang perempuan itu tiba-tiba saja hadir dalam benaknya. Bukan, bukan perempuan yang baru saja mentexting nya, tetapi perempuan itu.

Cara perempuan itu menusuk punggung kanan nya dengan jangka, cara perempuan itu mencolek keningnya sebal, cara perempuan itu memarahinya karena ia menganggap bahwa Aldi adalah pengganggu setia nya, bahkan cara perempuan itu tersenyum padanya.

Aldi tak tau, tapi tiba-tiba saja dia tertawa.

Lalu tanpa membalas -bahkan membaca pesan dari Katya, Aldi langsung saja mencari kontak Salsha di kolom search. Ya, perempuan itu, perempuan yang tiba-tiba saja mucul dalam benaknya, Salsha.

Aldi menarik napas, lalu mengetikkan sesuatu dengan -agak berat hati.

Alvaro: gue bakalan bujuk pak Setya supaya tutor ini di batalin. lo tenang aja.

Di sisi lain, Salsha memasuki kamarnya dengan langkah gontai. Melempar tas nya di lantai kamar, melucuti dasi dan kaus kaki nya, lalu duduk di atas kasur sambil mengutak-atik ponsel nya yang tadi sempat bergetar singkat tanda ada pesan masuk.

Alvaro: gue bakalan bujuk pak Setya supaya tutor ini di batalin. lo tenang aja.

Salsha menghela napas. Ia merasa senang karena jika saja Aldi berhasil membujuk pak Setya untuk membatalkan tutor ini, itu berarti ia terbebas dari Aldi.

Bukankah memang itu yang ia inginkan? Tapi mengapa ada sedikit perasaan -urgh, seperti tidak rela yang mengganjal di hati nya.

Salsha menggeleng, mencoba mengusir jauh-jauh perasaan aneh yang menggerayangi hatinya. Lalu memejamkan mata, hingga dalam sekejap ia larut ke dalam alam mimpi.

★★★★★★★

Akhirnya bisa ngepost chapter ini yang -uh gue tau ini ngaret banget fix. Tp sekali lagi gue bakal bilang gapapa lah ya... uhm, ok, hope u guys like this chapter! xx

Suka?jangan lupa di vote dan comment! Terimakasihhh❤

-25sept'15

Continue Reading

You'll Also Like

885K 6.3K 10
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...
3.3M 209K 45
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
392K 27.8K 26
[JANGAN SALAH LAPAK INI LAPAK BL, HOMOPHOBIA JAUH JAUH SANA] Faren seorang pemuda yang mengalami kecelakaan dan berakhir masuk kedalam buku novel yan...
943K 86.2K 32
Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum layaknya bayi beruang saat ia sedang marah...