Unobtainable

By deanadr

65.2K 4K 354

Aldi. Alvaro Maldini. Kasanova terpopuler di SMA Bintang Pelita. Juga kapten tim basket yang di kagumi semua... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Duabelas
Tigabelas
Empatbelas
Limabelas
Enambelas
Tujuhbelas
Delapanbelas
Sembilanbelas
Duapuluh
Duapuluh Satu
Duapuluh Dua

Tujuh

2.7K 187 0
By deanadr

"Lo masih nungguin dia?" Iqbaal bertanya dengan raut heran.

Aldi menghela napas. "Beberapa hari lalu, gue sempet jemput dia di sekolahnya, nganterin dia pulang ke rumah. Gue gak cuma nunggu, Baal."

Mata pelajaran hari ini sudah berakhir. Mereka kini sedang berada di kantin. Sejenak rehat hanya untuk mengisi perut dan mengobrol santai. Lagi pula jika mereka pulang, tidak ada hal apapun yang mereka kerjakan di rumah. Maka setelah ini pun sepertinya mereka akan melanjutkan acara berkumpul di apartemen Bastian atau rumah Aldi. Mengingat hari ini jawal kegiatan mereka masing-masing free.

"Emang dia udah putus sama cowoknya?" Kiki yang baru saja datang dengan beberapa makanan ringan di pelukan dadanya ikut nimbrung.

"Siapa tuh nama cowoknya?" kali ini Iqbaal yang bertanya.

"Devan," celetuk Bastian

"Nah itu! Dia udah putus sama Devan?" tanya Kiki lagi kali ini.

Aldi merebut salah satu makanan ringan Kiki diatas meja, lalu membukanya, dan menjawab pertanyaan Kiki dengan santai "Belum."

"Itu namanya lo masih nunggu, bego! Nunggu dia putus," ucap Iqbaal tak segan-segan menoyor kening Aldi

"Jangan mau nunggu kelamaan. Inget, ini hati bukan halte." Bastian menepuk-nepuk dada Aldi sambil terkekeh. Di sambut tawa meledak dari dua sahabatnya yang lain.

Aldi berdecak kesal seraya menepis lengan Bastian.

"Katya. Secepatnya bakalan jadi milik gue," Aldi berkata seraya menudingkan telunjuknya pada wajah sahabat-sahabatnya yang kini sedang asik terbahak.

Brak

Hentakkan tangan itu mulus mengagetkan keempat laki-laki yang sedang asik saling meledek ini. Selembar kertas mendarat di atas meja di hadapan mereka.

"Gue udah urus semuanya," ucap gadis yang berdiri di samping Bastian.

"Sayang, gak nyantai banget. Aku sampe kaget," ucap Bastian, membuat gadis itu ingin muntah mendengarnya.

Cih, sayang. Cih, aku-kamu. Hueeek. Umpat Aldi dalam hati.

Entah mengapa setelah mendengar ucapan Bastian, mendadak telinga dan perasaannya menjadi sensitif. Hatinya seperti tercubit.

Aldi meraih kertas tersebut. Karena dia yakin, gadis itu memberikan kertas ini untuknya.

---

LEMBAR NILAI
Alvaro Maldini S. : A
Ttd,
Dr. Setya Ajali. S,Pd.

---

Aldi tercengang, setengah tidak percaya setelah membaca tulisan yang tertera di atas kertas. "Nilai gue A?"

"Hmmm," gadis itu hanya berdehem cuek, lalu meninggalkan keempat mahluk aneh yang masih sibuk dengan makanan mereka.

"Salsha... cantik ya, Di?" Kiki menatap Aldi yang masih fokus pada kertas di hadapannya.

"Iya lah. Cewek gue," sambar Bastian.

"Mmm... dia tipe cewek lo kayaknya, Di," Iqbaal manggut-manggut.

"Ck! Apaan sih!" Bastian lagi-lagi menyambar dengan wajah sewot.

Aldi berdecih sebelum akhirnya berkata, "Santai kali, Bas. Gue gak suka sama cewek pinter. Cenderung ngebosenin! Galak lagi. Apaan banget."

★★★

"Gue bilangin sekali lagi, gue gak suka dan gak akan pernah suka sama Salsha! So, stop ngomporin gue sama cewek galak itu," Aldi memperingatkan ketiga sahabatnya saat mereka sudah sampai dilahan parkir sekolah.

"Tiati loh, benci sama cinta beda tipis," Iqbaal tersenyum miring, begitu juga Kiki. Sementara Bastian, dia malah melengos malas.

"Ck. Apaan sih! Bukan nya pada bantuin gue jadian sama Katya. Kalo aja kalian bisa ngelakuin itu, gue bakalan sujud-sujud sambil ciumin kaki kalian bertiga," ucap Aldi asal.

"Mimpi lo ketinggian!" ucap Bastian seraya memakai helmnya.

"Aldiii!" suara itu terdengar indah di telinga Aldi.

Gadis itu, gadis yang memanggilnya tadi kini sedang tersenyum menatapnya dari jarak 15 meter.

"Gue gak mimpi. Ye kan, Bas?" Aldi tersenyum miring.

Dengan cepat Aldi menancap gas
motor, dan menghampiri gadis itu. Gadis impiannya.

★★★★★

Salsha tengah berada di salah satu Coffee Shop di sebuah pusat perbelanjaan.

Hanya sendiri, tanpa Steffi. Sahabatnya itu mempunyai urusan yang tidak bisa di tinggalkan, bersama pacarnya, Alwan. Steffi memiliki pacar? Yes, of course. Gadis secantik Steffi tidak mungkin ada yang mau melewatkannya begitu saja jika terlihat jomblo.

Tapi, Salsha sudah biasa melakukannya sendiri seperti sekarang. Malah waktu Steffi bersamanya lebih banyak di banding bersama Alwan. Maka, Salsha mengerti jika Alwan sesekali ingin jalan dengan Steffi.

Salsha mengaduk-aduk Frappucino yang baru saja dia pesan.

Tatapannya masih belum mantap. Pikirannya tak menentu. Entah mengapa dirinya terus menerus memikirkan kejadian di luar kelas tadi pagi. Saat Aldi menyeretnya keluar, dan akhirnya mengatakan sesuatu yang kini terus berputar di otaknya.

Gue udah punya cewek yang gue suka. Dan itu bukan lo.

Ya, hanya kata sederhana itu. Namun, saat ini dia merasa hatinya seperti dicubit. Salsha merasa ada sesuatu yang tidak biasa dalam hati dan pikirannya. Dan Salsha tidak tau apa itu.

Tidak hanya masalah itu saja. Dirinya juga sibuk menebak-nebak hukuman apa yang akan di berikan pak Setya padanya besok? Karena tadi dia telah menjelaskan semuanya mengenai ulangan tempo hari. Mengenai nilai Aldi. Namun, pak Setya tidak sempat berbicara hukuman apa yang dia beri untuk Salsha, dia hanya memberi lembar nilai milik Aldi dan pergi dengan terburu-buru.

Salsha menghela napas berat, menyesap minumannya, lalu menarik sebuah novel dari dalam tasnya. Membacanya seolah dalam sekejap, masalah-masalahnya hilang di terpa angin.

Di tempat yang sama, dalam satu atap Coffee Shop namun berbeda meja. Seorang laki-laki dan seorang gadis yang baru saja selesai menonton film di salah satu bioskop di pusat perbelanjaan yang sama tengah menikmati makanan yang baru saja di sajikan di hadapan mereka.

"Jadi... kapan?" tanya laki-laki itu.

Suasana cair dengan tawa yang meledak, tiba-tiba menjadi kaku.

"Secepatnya," jawab gadis itu memegangi tangan laki-laki di hadapannya yang kini terlihat murung.

"Sampe kapan? Nunggu kamu mutusin Devan, dari dulu... itu bukan waktu yang singkat," laki-laki itu kini mengalihkan pandangannya.

"Kamu percaya sama aku kan? Aku sayang sama kamu. Aku janji gak akan lama lagi," sang gadis menenangkan, mengelus lembut punggung tangan laki-laki di hadapannya itu, hingga menciptakan senyuman tipis dari wajah murungnya.

"Semoga aja," laki-laki itu balas meremas lembut telapak tangan gadis di hadapannya.

★★★★★

"Di!" teriak Kiki saat melihat sahabatnya berjalan santai seraya memainkan ponsel di depan sana yang baru saja turun dari mobilnya.

Aldi menoleh, menatap Kiki dan Iqbaal yang kini bergerak mendekat.

"Denger-denger, kemaren ada yang abis nonton nih," ucap Kiki, ekor matanya tertuju pada Aldi yang masih sibuk memainkan ponselnya.

Iqbaal terkekeh. "Kayaknya ada yang udah berenti nunggu nih."

Aldi yang mendengarnya menoleh, sebelum akhirnya tersenyum miring. "Apaan sih. Cuma nonton doang. Gak jadian juga."

"Ha? Serius lo? Gila, lo sabar banget," Iqbaal menyikut lengan Aldi yang kini terlihat murung.

"Eh! Itu Salsha kan?" seru Kiki pada kedua temannya.

"Salsha?"

Aldi menoleh, melihat Salsha yang baru saja keluar dari ruangan guru, membawa selembar kertas yang refleks dilipat ketika melihat kedatangan Aldi.

Aldi setengah berlari menghampiri Salsha, meninggalkan Kiki dan Iqbaal yang kini berbelok ke arah lain.

"Lo abis ngapain?" Aldi memperhatikan kertas yang Salsha selipkan pada saku depan tasnya.

Salsha menggeleng seraya tersenyum. "Gak ngapa-ngapain kok."

Tersenyum? Gadis itu tersenyum menatap Aldi?

Tumben.

Laki-laki itu malah mengerutkan keningnya melihat tingkah manis Salsha yang tidak biasanya.

"Ehem," seorang pria berkacamata terbatuk dan keluar dari dalam ruang guru.

"Pak," Aldi mengangguk sopan. Mendapati sosok guru pria yang minggu kemarin menghantamnya dengan nilai E.H. Siapa? Pak Setya? Tentu saja.

Pria itu membalas senyum Aldi dengan ramah. Rambut putih yang sudah mengkontaminasi rambut hitamnya dan kulit kendurnya, sama sekali tidak mengurangi wibawanya yang amat kuat.

Pak Setya lalu melangkah tergopoh-gopoh membawa tas jinjing di tangan kanannya. Mungkin akan mengajar di kelas lain.

"Eh iya, kemarin lo udah ngomong sama pak Setya ya?" tanya Aldi pada gadis di sebelahnya.

Salsha hanya mengangguk. Tanpa kalimat apapun melangkahkan kakinya meninggalkan Aldi yang masih sibuk dengan kekepoannya.

Aldi bergerak mengikuti Salsha, setengah berlari untuk menyejajari langkah gadis itu. Bertanya hal-hal yang tidak penting untuk mengalihkan perhatian Salsha, basa-basi tentang hal bodoh, sementara tangannya kirinya bergerak licin merogoh saku depan tasnya. Meraih sesuatu yang membuatnya penasaran sedaritadi.

★★★

Mata pelajaran kedua telah berakhir. Bel tanda istirahat baru saja berbunyi.

Selama mata pelajaran berlangsung, Salsha sama sekali tidak mendapati sosok Aldi di hadapannya. Kemana?

Males banget sih tuh anak!

Salsha menggeleng. Baru kali ini Salsha mengenal mahluk secuek itu. Meninggalkan dua mata pelajaran tanpa keterangan yang jelas.

"Taraaa!"

Sosok yang baru saja dia pikirkan tiba-tiba muncul di kursi yang berada di depannya. Ya, Aldi, pemilik kursi itu.

Ketika dua mata pelajaran telah selesai, waktu istirahat telah tiba, laki-laki itu baru memasuki kelas? Tidak ada kata lain yang lebih pantas dari kata bodoh untuknya.

Laki-laki itu membentangkan sebuah kertas tepat di hadapan Salsha. Gadis itu sejenak menyesuaikan pupil matanya untuk melihat tulisan yang tertera pada kertas tersebut.

---

LEMBAR NILAI
Alvaro Maldini S : E
Ttd,
Dr. Setya Ajali. S,Pd.

---

"Maksudnya?" tanya Salsha tidak mengerti.

"Gue tau, tadi pagi lo nemuin pak Setya buat ngambil kertas nilai. Nilai lo E juga kan? Gara-gara lo bilang kalau jawaban waktu ulangan itu sepenuhnya tulisan gue. And then..." Aldi menghela napas sejenak. "Lo gak boleh ikut pelajaran pak Setya sampe akhir semester satu."

Salsha tersenyum hambar mendengar pernyataan laki-laki di hadapannya.

"Dan tadi gue juga bilang sama pak Setya kalo gue googling waktu ulangan. Jadi gue dapet nilai E juga," lanjut Aldi seraya nyengir lebar.

"Oh. Bagus. Pinter ya lo. Susah payah gue belain lo buat dapet nilai A. Dan sekarang lo ancurin lagi nilai lo. Keren," Salsha menempelkan jempolnya pada kening Aldi sambil tersenyum miring.

"Iya dong," tampang menyebalkan Aldi kembali terpajang.

Salsha mendesah, lelah. Benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Aldi. "Banyak mata pelajaran yang gak boleh lo ikutin sampe akhir semester satu, Al. Lo jangan bego kayak gini deh."

"Lo gak tau kan? Sebenernya gue ini genius. Kalo gue belajar dengan serius, kemampuan gue bisa-bisa melebihi kemampuan lo, atau kemampuan cowok culun ituloh, Yanto, si juara kelas. Kadang gue aja ngeri sama kepinteran gue sendiri," jelas Aldi so' cool.

Salsha menggeleng muak. "Suka-suka lo deh."

"Salsha!" teriak seseorang di ambang pintu kelas.

Salsha menoleh ke sumber suara dengan tatapan -ada-apa?-.

"Di panggil pak Setya ke ruang guru sekarang!" teriaknya lagi.

"Pak Setya?"

Seorang siswi itu pun mengangguk, lalu pergi tanpa penjelasan apapun.

Salsha dan Aldi saling lempar pandang. Aldi mengangkat kedua bahunya.

Pak Setya memanggilnya? Ada apa lagi? Apa guru pria itu akan mencabut hukuman yang di berikannya kemarin? Atau, ada masalah lain? Hm, entah lah. Salsha tidak tau.

Gadis itu lalu berjalan keluar kelas meninggalkan Aldi menuju ruang guru. Dengan langkah cepat, Salsha sudah berdiri di depan pintu besar bertuliskan 'teacher's room'. Salsha menghela napas perlahan, lalu masuk dan berjalan menuju meja pak Setya.

Pak Setya yang sadar akan kedatangan Salsha tersenyum, lalu memberi isyarat agar Salsha duduk pada kursi di hadapannya.

Salsha balas tersenyum seraya duduk. "Bapak manggil saya? Ada apa, pak?"

"Ehm. Baru kali ini Alvaro menemui saya untuk mengakui kecurangannya dalam mengerjakan ulangan kemarin. Dia meminta saya untuk memberinya nilai E. Sungguh luar biasa," pak Setya tersenyum miring.

"Saya sudah tau dari awal, nilai kesehariannya saja dibawah rata-rata. Sangat tidak mungkin jika dia mendapat nilai bagus saat ulangan."

Salsha mengerutkan dahinya. Kebingungan dengan penjelasan pak Setya. "Lalu, urusannya dengan saya apa ya, pak?"

"Dengar Salsha, tidak hanya dalam pelajaran saya saja yang nilai kesehariannya buruk. Saya khawatir Alvaro tidak akan lulus. Maka dari itu, saya ingin kamu membantu Alvaro memperbaiki nilai-nilainya. Ya, bisa di bilang, kamu saya tugaskan menjadi tutor Alvaro sampai dia bisa, sampai dia mengerti dan paham. Bagaimana?"

Jeger.

Mungkin sekarang di atas kepala Salsha terdapat awan hitam yang siap mengeluarkan petir untuk menghantam kepalanya.

Ini gila.

Mata gadis itu membulat seketika, wajahnya menampakkan keterkejutan yang luar biasa. "Sa -saya gak bisa, Pak."

Gadis itu menelan ludah dengan susah payah sebelum melanjutkan kalimatnya. "Lagipula, itu kan tugas bapak untuk membantu muridnya supaya bisa lulus. Kenapa jadi saya?"

"Ya, kamu benar. Tapi apa kamu tau? Saya sudah berusaha, tapi anak itu keras kepala, tidak bisa diatur." pak Setya menggelengkan kepalanya. "Dan saya rasa, setelah ada kamu, dia sedikit berubah. Baru kali pertama dia mengakui kesalahannya."

"Saya tidak yakin saya bisa," ucap Salsha menggeleng-gelengkan kepala seraya menggigit bibir bawahnya.

Guru pria itu tersenyum tenang. "Tapi saya yakin. Saya lihat, kalian berdua cocok. Cocok dalam diskusi, debat, begitu juga kerja sama."

Dirinya dan Aldi, cocok? Tidak salah?

Oh, sungguh. Salsha ingin mati saja sekarang.

"Saya yakin, kamu bisa mengalahkan sifat keras kepala Alvaro. Saya yakin kamu bisa membantunya menjadi lebih baik. Tidak hanya lebih baik dalam hal nilai, begitu juga dengan sikap dan kelakuan nya," ucap Pak Setya dengan senyum penuh ketenangan tersungging dibibir nya. "Kita berjuang sama-sama. Bagaimana? Tidak ada salahnya mencoba, bukan?"

Salsha tertegun, menghela napasnya perlahan, lalu mengangguk. Mengangguk terpaksa, sebelum akhirnya berkata, "Saya bersedia."

★★★★★★★

Notes:

Ok, gue tau makin sini makin gaje. So, makasih bgt buat yg udah nyempetin baca cerita abal kayak gini. HUAAA.

Daaan, maaf banget ya ngaret banget updatenya. Taulah yang baru jd anak sma sibuknya kayak gimana. Hu.

Suka sm ceritanya? Boleh di komen&vote:)

-chapter8 soon.

Continue Reading

You'll Also Like

826K 23.3K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
886K 63.7K 62
Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka...
335K 9.6K 41
Alskara Sky Elgailel. Orang-orang tahunya lelaki itu sama sekali tak berminat berurusan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan. Nyatanya, bahkan...
499K 37.5K 44
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...