Hidden

By ohnops

101K 4.6K 94

Radinka dan Rafael. Dua insan yang saling bertolak belakang. Radinka dengan segala ketidak peduliannya. Rafae... More

Prolog
Chapter One : Introduction
Chapter Two : Find
Chapter Three : Plan
Chapter Four : Regret
Chapter Five : Empty
Chapter Seven : Attention
Chapter Eight : Hesitate
Chapter Nine : Impression
Chapter Ten : Friend?
Chapter Eleven : Reason
Chapter Twelve : Problem
Chapter Thirteen : Blushed
Chapter Fourteen : Menace
Chapter Fifteen : Closer
Chapter Sixteen : Interested
Chapter Seventeen : Protect
Chapter Eighteen : Late
Chapter Nineteen : Disappointed
Chapter Twenty : Roomy
Chapter Twenty One : Slowly
Chapter Twenty Two : Separate
Epilogue
Bonus Chapter
Attention
Important

Chapter Six : Sorry

4.1K 181 4
By ohnops

A/N :Hay readers maaf banget baru apdet setelah 3 minggu hilang kabar, soalnya sibuk sama tugas inggris, ya ekskul maklum yaa anak sma biasa pengen keliatan so sibuk bhaak, eh ga deng bercanda. Makasih ya yang masih setia ngebaca cerita aku, doain yaa semoga ga telat apdet yaa aamiin and happy reading guuys

Rafael

Setelah Radinka meninggalkan Rafa, Rafa pun langsung menuju kelasnya, karena bel sudah berdering, yang menandakan jika waktu istirahat telah habis. Rafa pun kembali ke kelasnya dan melanjutkan kegiatan belajarnnya. Selama pelajaran, Rafa hanya bisa melamun. Bukannya belajar, tapi Rafa sibuk dengan pikirannya sendiri. Masih teringat jelas bagaimana ia melihat Radin.

Masih teringat jelas tatapan kosongnya, namun masih tersirat rasa benci kepada Rafa di matanya. Rafa pun masih mengingat bagaimana ia bertemu Radin pagi hari tadi, dengan keadaan yang sangat diluar dugaannya.

Berutung sekali gurunya tidak menyadari Rafa yang masih melamun, namun sahabatnya, Ghazian menyadarinya.

"Heh Rafa?" Tanya Ghazian sambil melambaikan tangannya di depan mata Rafael, tapi Rafa tidak menyahutnya.

"Rafael sadar woy," ucap Ghazian, lagi seraya menampar pipi Rafa, sehingga membuat Rafa tersadar dan meringis kesakitan dengan suara yang cukup keras, dan kontan saja membuat semua orang yang ada di kelas menoleh padanya, tak terkecuali gurunya, Pak Ahmad

"Ada apa Rafael?" Tanya Pak Ahmad

"Hah? Engga Pak tadi kaki saya keinjek hehehe," jawab Rafa dengan bingung, dan Pak Ahmad hanya bisa membalas dengan anggukan.

"Apaan sih Ghaz make acara nampar gue segala," ucap Rafa dengan kesal

"Suruh siapa sih lo ngelamun? Ngelamunin apa emang?" Tanya Ghazian.

"Hah? Gue ga ngelamunin apa-apa Ghaz."

"Halah boong banget sih lo Raf." Dan yang ditanya hanya bisa diam, kontan membuat Ghazian bingung.

"Gue cuman heran aja Ghaz sama anak baru, Radin." Ucap Rafa dengan nada serius

"Emang Radin kenapa?" Tanya Ghazian dengan serius.

"Dia tuh aneh Ghaz, misalnya kemarin waktu gue anterin dia kerumahnya. Biasanya cewe-cewe yang lain pada seneng, atau keliatan so manis di depan gue, tapi dia nolak gue mentah-mentah Ghaz."

"Kemarin? Nganterin? Lo sama Radin udah kenal? Kenapa lo bisa kenal sama dia? Bukannya kemarin kepala lo pusing ya?" Tanya Ghazian dengan wajah kaget, penasaran, dan marah dalam satu waktu. Mungkin terlihat aneh, tapi itulah sifat Ghazian, selalu ekspresif.

Tanpa sadar, Rafa sudah memberitahukan Ghazian misi rahasianya, dan Rafa pun sadar jika tadi ia kelepasan menceritakan pada Ghazian. Rafa memaki dirinya sendiri karena telah keceplosan menceritakannya. Mau tidak mau dia harus menceritakannya kepada Ghazian dan memintanya untuk menutup mulut dari sahabatnya yang lain, Faraz dan Ilona.

"Sssst Ghaz, cuman lo doang yang boleh tau. Janji ya lo gabakal cerita ke Faraz, apalagi Ilona."

"Gue bisa tutup mulut, asal lo cerita ke gue semunya. Inget SEMUANYA," ucap Ghazian dengan penekanan di kata "Semuanya" dan Rafael hanya bisa mengangguk lemah. Tidak terasa jam pelajar telah habis, sehingga murid-murid diizinkan untuk meninggalkan sekolah.

Banyak murid SMA Connolly berbondong-bondong meninggalkan sekolah, namun masih ada juga murid-murid yang betah di sekolah, entah karna urusan ekskul atau hanya ingin bersantai dulu sejenak. Hari ini Rafa harus berlatih basket bersama teman-teman ekskulnya, termasuk Ghazian. Sebelum mereka menuju lapangan basket, Ghazian menepuk pundak Rafa, kontan membuat Rafa menoleh.

"Inget, lo harus cerita semuanya Raf," ucap Ghazian

"Iya iya, lo mau dengerin cerita guenya kapan?" Tanya Rafa dengan sedikit malas

"Udah pulang ekskul aja deh, di rumah lo aja ya gue ga punya duit soalnya hehe," balas Ghazian seraya menyengir seperti kuda. Rafa hanya bisa tersenyum simpul melihat tingkah laku sahabatnya itu.

"Oke tar kita ke rumah gue, tapi inget jangan kasih tau ke yang lain, termasuk Faraz sama Ilona," ucap Rafa dan Ghazianvpun mengganguk.

Radinka

Bel berdering yang menandakan jika waktu istirahat telah selesai. Radinpun kembali ke kelasnya dengan banyak pikiran hingga membuatnya sedikit pusing. Dia masih heran dengan kejadiannya di taman belakang.

Ia merasa aneh dengan tatapan Rafael. Ia melihat kekosongan, kehampaan, rasa sepi dari matanya. Radin bingung bukan kah jika Rafa termasuk orang yang eksis di sekolahnya? Mana mungkin ia merasa kesepian yang sangat mendalam yang terlihat dari matanya. Radin pun tiba di kelasnya, dan melanjutkan kegiatan belajar.

"Oh iya ibu ada tugas, tugasnya buat resensi film, filmnya bebas tapi harus film Indonesia, terus buat dalam bentuk laporan. Dikumpulkan besok lusa, buat bersama teman sebangku kalian," ucap Bu Sophie. Karena Tempat duduk Radin bersebelahan dengan tempatnya Abby, maka ia sekelompok dengan Abby.

"By, mau bikinnya kapan nih?" Tanya Radin.

"Bebas sih, lo bisanya kapan? Sekarang atau besok?"

"Besok gue gatau bisa atau engga, mendingan sekarang aja sih."

"Okay sekarang, tapi di rumah lo gapapa Din? Dirumah gue lagi rusuh, banyak sodara gue yang lagi berkunjung."

"Oke di rumah gue."

Bel sekolah pun berdering kembali, yang menandakan jika kegiatan belajar mengajar sudah selesai, dan murid-muridpun diizinkan untuk meninggakan sekolah. Tak mau menyia-nyiakan waktu, Radin dan Abby pun meninggalkan kelas, dan sebelum pergi

"Eh Din anterin gue bentar yu, gue mau izin sama pelatih basket gue, mau ga?" Tanya Abby dan Radin pun mengangguk, yang menandakan ia mau menemani Abby.
   Setelah sampai di lapangan basket, Abby pun pergi menghampiri pelatihnya, dan Radin hanya menunggu Abby di pinggir lapangan. Radin hanya bisa melamun. Masih terngiang-ngiang jelas di kepalanya tatapan hampa dari mata Rafa. Saking asik dengan lamunannya, ia tidak menyadari jika bola basket datang dan menimpa kepala Radin. Konta, Radin pun tersadar, dan Radin hanya bisa meringis kesakitan.

"Eh maaf maaf gue ga sengaja Din," ucap Rafa sambil mengusap kelapa Radin.

"Lo? Bisa ga sih lo ga ngeganggu hidup gue, sekali aja. Gue cape harus berurusan sama lo lagi," ucap Radin dengan nada kesal. Radin pun mencoba menepis tangan Rafa agar tangan Rafa tidak mengusap kepalanya yang sakit.

"Maaf Dinn gue ga sengaja. Tuh liat kepala lo benjol kan." Ucap Rafa seraya mengusap kepala Radin, namun Radin berhasil menepisnnya.

"Gausah modus deh, udahlah cape gue harus berurusan sama lo," ucap Radin seraya meninggalkan Rafa, namun Rafa menahannya

"Tangan lo masih sakit?" Tanya Rafa dengan nada lembut

"Gue bilang peduli apa sih lo sama gue? Gausah sok sokan perhatian, lembut lah. Semua kata-kata yang keluar dari mulut lo itu basi!" Bentak Radin sambil menunjuk-nunjuk Rafa. Rafa terkejut dengan omongan Radinka, karena dia tidak percaya jika inilah pertama kalinya ia dibentak oleh seorang perempuan, Radinka.

Radinka pun meninggalkan Rafa, dan ia menghampiri Abby yang sedang berjalan ke arahnya.

"Din lo kenapa lagi sama Rafa?" Tanya Abby dengan wajah heran.

"Tar deh dirumah gue ceritain, yuk ah kita pergi sekarang," jawab Radin sambil menarik lengan Abby.

"Radin, Radinka!" Teriak Rafa, namun Radin tidak menyahutnya.

"Radin, Radinka dengerin gue sebentar!" Teriak Rafa kembali, dan Radin tetap tidak menyahutnya, dan ia terus berjalan meninggalkan Rafa

"Din, itu Rafa masih manggil-manggil nama lo," ucap Abby, dan Radin tetap tidak menyahutnya.

"Din dengerin, gue minta maaf udah bikin banyak masalah buat lo, gue cuman mau ngomong itu, semoga lo bisa maafin gue!" Teriak Rafa, dan Rafa pun kembali ke tengah lapangan.   
    Seketika Radin membeku sesaat. Ia tidak percaya dengan omongan Rafa. Ia tidak yakin jika Rafa benar-benar meminta maaf kepadanya. Radinvpun menoleh ke arah Rafa yang sudah fokus bermain basket, dan setelah melihat Rafa, Radin kembali jalan menuju parkiran.

Setelah tiba di parkiran

"Eh By gue kan gabawa kendaraan ke sekolah," ucap Radin.

"Gue bawa motor, santai aja Din," jawab Abby. Abbypun mulai menaiki motornya, disusul dengan Radin yang menaikinya, dan Abbypun mulai mengendarai. Dengan arahan Radin, akhirnya mereka telah tida di rumah Radin.

"Eh By ngerjainnya di sini aja ya, kamar gue belum diberesin berantak banget," ucap Radin.

"Santai aja kali Din," balas Abby dengan santai.

"Eh By maaf banget itu kalau mau minum ambil aja di dapur, terus bawa aja makanan yang ada di meja pantry, gue mau ngambil laptop sama film-film yang gue punya," ucap Radin dan ia pun menuju kamarnya yang ada di lantai dua.

Abby pun menuju dapur untuk mengambil makan dan minuman untuknya dan Radin. Abby membuka pintu kulkas untuk mengambil minuman, lalu ia menuangkan ke dalam gelas yang telah ia siapkan sebelumnya. Setelah menyiapkan minuman, Abby membawa dua gelas minuman untuknya dan Radin.

Ketika ia membalik badannya menuju meja pantry, ia terkejut dengan kehadiran seorang lelaki yang tidak menggunakan baju, hanya menggunakan boxer dan lelaki itu sedang mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Terlebih, jarak diantara mereka sangat dekat, hingga satu sama lain bisa mendengar hembusan nafas satu sama lain.

Abby pun sangat kaget hingga ia teriak, dan lelaki itupun dengan kontan ikut berteriak. Dengan tidak sengaja ia melepaskan kedua gelas minumannya, dan akhirnya pecah. "Lo siapa?" Tanya lelaki itu sambil mengatur nafasnya yang tidak beraturan.

"Emang lo siapa?" Tanya Abby seraya mengambil pecahan-pecahan gelas yang berserakan.

"Ye gue nanya malah balik nanya, eh jangan pake tangan tar tangan lo--" Sebelum meneruskan perkataannya, Abby sudah memotong pembicaran lelaki itu dengan ringisan, kontan lelaki itu pun ikut berlutut untuk mengambil pecahan-pecahan gelas. Tetes-tetes darah membasahi lantai dapur, kontan membuat lelaki itu melihat ke arah Abby, dan ia melihat tangan Abby sudah berlumuran darah yang cukup banyak.

"Kenapa lo gabilang kalau tangan lo kegores?" Bentak lelaki itu, dan Abby hanya bisa terdiam. Lelaki itupun menarik lengan Abby agar Abby mengikutinya menuju wastafel. Lelaki itu pun membersihkan luka Abby, dan terlihat jika goresan yang ada di tangan Abby cukup parah. Abby hanya bisa terdiam dan memperhatikan setiap gerak-gerik lelaki itu.  'Ni cowo siapanya Radin sih? Ganteng banget,' batin Abby.

Lelaki itu masih serius membasuh luka Abby, dan setelah mebasuhnya, ia mengeringkan luka Abby dengan handuk bekas mengeringkan rambutnya. Abby hanya bisa meringis kesakitan karna sentuhan dari handuk dengan lukanya hingga menimbulkan rasa perih.

"Lo duduk sini, gue ambilik kotak p3k dulu," ucap lelaki itu. Lelaki itu kembali membawa kotak p3k, dan ia membuka kotak tersebut. Lelaki itu meneteskan obat merah pada luka Abby, dan Abby hanya bisa meringis kesakitan lebih keras dari sebelumnya karena rasa perihnya lebih terasa.

"Heh bisa ga lo tahan rasa sakit lo? Berisik tau ga!" Ucap lelaki itu dengan ketus, dan Abby pun langsung terdiam. Setelah meneteskan obat merah, lelaki itu membalut luka Abby menggunakan perban.

"Tadi lo belum jawab, lo siapa?" Tanya Lelaki itu dengan ketus

"Gue temennya Radin, nama gue Abby, terus lo siapa?" Jawab Abby dengan ramah.

"Gue ga nanya nama lo," ucap lelaki itu dengan ketus.

"Gue kakanya Radin," ucap lelaki itu dan Abby hanya bisa ber "o" ria.

Keheningan masih menyelimuti mereka. Tidak ada dari mereka yang ingin memulai pembicaraan. Di tengah keheningan, tiba-tiba Radin datang, dan betapa kagetnya ia melihat pemandangan yang ada di depannya

"Kak lo ngapain?" Tanya Radin dengan wajah penasaran.

"Gausah banyak omong deh de, huss sana ngapain juga lo liatin gue." Ucap Lelaki itu

"Iya ka iya iya gue gaakan ngeganggu modusan lo, yaudah gue ke ruang tengah dulu" Ucap Radin sebari meninggalkan Abby dan lelaki itu.

Lelaki itupun selesai membalut luka Abby. Setelah lelaki itu selesai membalut lukanya, Abby pun membuka lemari untuk mengambil gelas, namun pergerakannya ditahan oleh lelaki itu dengan cara menarik lengan Abby dan mengisyaratkannya dengan mata agar Abby diam, dan Abby menuruti isyarat lelaki itu.

"Tar gue bawaain makanan sama minuman lo, sekarang sana lo pergi," usir Lelaki itu. Dengan wajah kesal ia meninggalkan lelaki itu, namun ia berhenti sejenak. Abby pun menoleh ke arah lelaki itu

"Makasih ya, maaf gue ga nyebutin nama lo" ucap Abby seraya meninggalkan lelaki itu.

"Nama gue Ashton," ucap lelaki itu, dan Abby hanya bisa tersenyum, walaupun Ashton tidak bisa melihatnya. Di lain sisi, Ashton hanya bisa tersenyum dan tertawa kecil melihat tingkah laku Abby.

To be Contine

Readers kalau penasaran sama Ashton, liat media aja, ganteng banget yaaa :3

Continue Reading

You'll Also Like

848K 6.3K 11
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...
436K 33.3K 42
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
986K 30.7K 43
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

4.2M 249K 54
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...