About Everything [END]

Autorstwa fairytls

935K 119K 116K

[PRIVAT, FOLLOW UNTUK BACA LENGKAP] Laluka Lotusia gadis yang menjadi korban bullying di sekolahnya, dia tida... Więcej

P R O L O G U E
1. Angkasa High School
2. Slytherin
3. Pearl Family
4. Fried Rice
5. Unexpected
6. Eating Together
7. Careless
8. School
9. Damn! Meet Again
10. Beginning of Trouble
11. Allergy?
12. Wagering
13. Racing
14. She's a Antagonist
15. Thank You, Bad Boy
16. Scholarship Revoked
17. Cooking For Bad boy
18. Bullying
19. Offering Help
20. Nothing is Free, Little Girl
21. Unclear Gang
22. Bullying Again
23. Deal With The Bad Guy
24. Mrs Mahendra
25. Turn On
26. Axel's Arrival
27. New Student
28. The Jealous
29. First Kiss
30. Love Triangle
31. Blue Sea
32. Problem Is Coming
33. Disappointed
34. Father Or Son
35. Company Party
36. Company Party II
37. Rumors
38. Angkasa's Past
39. Live In Hostel
40. Boyfriends?
41. Kill Yourself Or Be Killed
42. Between Life Or Death
44. She's Alleana Maracle Pearl
45. Mortal Enemy
46. Open Eyes
47. Luka Parents
48. Choose Who?
49. Select All
50. Is It Love?
51. Exam
52. Elang's Secret
53. Foot Candy
54. Last Day Of Exam
55. Take Report
56. School Holidays
57. First Date With Axel
58. Second Date With Angkasa
59. Third Date With Orion
E P I L O G U E

43. They Confess To Luka

11.1K 1.8K 4.2K
Autorstwa fairytls




Jangan lupa vote, happy reading.

.

Keesokan harinya, Luka sudah dipindahkan ke kamar vip sesuai permintaan Angkasa. Wajah Luka tetap cantik meski pun pucat pasi. Gadis itu terpejam dengan ventilator terpasang dihidung serta mulutnya guna membantu Luka bernafas. Layar defibrillator tampak stabil menunjukan detak jantung Luka begitu pun dengan infus yang menetes teratur.

Pintu dibuka dari luar. Angkasa mendekati Luka, ia duduk dikursi samping kasur Luka. Angkasa menatap sendu wajah gadis yang terpejam di depannya.

"Bahkan saat terpejam kamu tetap cantik." Angkasa meraih tangan Luka, ia genggam tangan itu erat.

"Kamu belum memutuskan mau menikah dengan saya atau tidak ... jangan gantung saya seperti ini Luka, kalo lama-lama digantung nanti saya diambil orang."

"Cepatlah sadar, agar saya tau jawabanmu. Setelah kamu pergi dari rumah, saya benar-benar merindukan kamu."

"Cepat sembuh little girl." Angkasa mengecup tangan Luka sambil mengusap sudut matanya. Ia menangis, perasaan takut kehilangan Luka menyeruak ke dalam dadanya.

***

Mobil polisi berhenti di halaman rumah keluarga Pearl. Adel yang sedang membaca majalah di ruang tamu mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya membuat ia segera keluar. Ia melihat ada dua orang polisi di teras rumahnya.

"Selamat siang, Bu," sapa polisi berwajah tegas serta berbadan tegap.

"Iya selamat siang, cari siapa ya, Pak?" tanya Adel.

"Kami dari kepolisian metropolitan ingin bertemu dengan saudari Alexa." Sang Polisi menunjukkan tanda pengenal miliknya ke depan Adel, ia juga menyampaikan maksud kedatangannya. Adel berkernyit bingung, kenapa putrinya dicari oleh pihak kepolisian?

"Ada apa ya, Pak?"

"Silakan masuk dulu," suruh Adel sopan.

Kedua polisi itu duduk di sofa sedangkan Adel duduk di depan mereka. "Begini, Bu. Alexa diduga menjadi tersangka utama atas jatuhnya seorang siswa dari gedung sekolah," ungkap Pak Polisi dengan lugas.

Mommy Alexa melotot kaget sambil menutup mulutnya tidak percaya, bagaimana mungkin Alexa melakukan itu. "Bapak pasti salah orang, putri saya tidak mungkin melakukan itu."

"Itu bisa dijelaskan di kantor nanti, sekarang tolong panggilkan saudari Alexa ... jika tidak, kami akan membawanya dengan paksa." Pak Polisi meletakkan selembar surat ke atas meja sambil menatap Adel.

Adel meraih surat itu, ia membacanya secara singkat. Surat yang ia pegang merupakan surat izin penangkapan terhadap Alexa. Adel linglung sejenak, ia berdiri melangkah cepat menaiki tangga untuk memanggil Alexa di kamarnya.

Tok tok tok

"Sayang, Mommy masuk ya." Saat masuk Alexa terlihat duduk melamun dikursi meja belajarnya, tangan Alexa menggenggam pena dengan mata menatap keluar jendela.

Alexa terlonjak kaget ketika merasakan sentuhan dibahunya, ia menoleh. "Mommy, kenapa Mom?"

"Kamu yang kenapa, kamu ngelamunin apa sih?" tanya Adel menatap heran Axela.

Alexa hanya menggelang sambil tersenyum tipis, ia tidak ingin menjawab pertanyaan dari Mommynya. "Ada yang nyariin kamu di bawah, kamu nggak buat masalah kan sayang?" tanya Adel hati-hati.

"Siapa Mom?"

"Polisi," jawab Adel membuat tubuh Alexa menegang.

Gerak-gerik Alexa tiba-tiba menjadi gelisah ketika Adel menyebutkan kata Polisi. "Ke-kenapa polisi nyari a-aku, Mom?" tanya Alexa gugup.

"Ayo kita turun ke bawah dulu, mungkin polisinya salah orang."

Alexa meremat jemarinya, ada perasaan takut dihati Alexa tanpa sadar membuat tubuhnya gemetar. Perlahan Alexa berdiri. Adel memegang lengan Alexa lembut lalu mengajak Alexa keluar. Alexa bertambah gelisih saat melihat dua orang asing duduk disofa ruang tamu rumahnya.

Kedua polisi itu berdiri saat Alexa sampai di depan mereka. "Saudari Alexa, anda ditangkap." Polisi langsung memborgol kedua tangan Alexa.

"Anda menjadi tersangka utama atas jatuhnya Laluka Lotusia dari gedung sekolah. Anda boleh tetap diam dan anda juga diperbolehkan menyewa pengacara."

"Nggak, bukan gue!" teriak Alexa menggeleng panik.

"Mommy tolongin aku, aku nggak mau dipenjara Mom." Tangan Alexa yang terborgol memegang erat lengan Adel.

"Pak, anak saya nggak mungkin melakukan itu. Ada banyak nama Alexa dikota ini, mungkin Bapak salah orang. Jangan bawa anak saya, Pak." Adel berusaha menghentikan Polisi yang hendak membawa Alexa keluar.

"Jelaskan semuanya di kantor," tegas Pak Polisi. Kedua polisi itu memegang lengan Alexa kemudian membawa Alexa keluar.

"MOM!" teriak Alexa menoleh ke belakang menatap Adel penuh harap. Alexa dimasukkan ke dalam mobil lalu dibawa pergi oleh kedua polisi itu. Adel menatap panik mobil polisi yang membawa Alexa. Bertepatan mobil polisi keluar dari perkarangan rumah Alexa, Ersya serta Aurel baru saja tiba di rumah Alexa. Mereka melihat Alexa dibawa oleh mobil polisi.

"Tante." Aurel segera memegang kedua pundak Adel ketika Adel hampir jatuh.

"Tante baik-baik aja?" tanya Ersya.

"Alexa, Alexa dibawa sama polisi," balas Adel gemetar. Adel berlari masuk ke dalam rumah, ia segera menelpon suaminya yang sedang berada di kantor.

"Tante tenang ya." Ersya mengelus pelan punggung Adel kemudian membawanya duduk di sofa.

"Ersya Aurel, Alexa nggak mungkin mendorong anak itu kan?"

Baik Ersya mau pun Aurel mereka bingung menjawab pertanyaan dari Mommy Alexa, atmosfer disekitar mereka menipis. "Kita nggak tau, Tan," jawab Aurel pelan.

"Tapi Alexa memang sering ngebully anak itu," sambung Aurel.

Adel menggeleng tak percaya. "Kenapa kalian nggak mencegah Alexa kalo memang Alexa membully anak itu, kalian teman Alexa kan? Seharusnya sebagai teman kalian mencegah perbuatan buruk Alexa." Mommy Alexa marah, ia memijat keningnya frustasi sedangkan orang yang dimarahi hanya menunduk.

***

"Om," panggil Axel.

Angkasa mengangkat kepalanya menoleh ke arah Axel, ia tertidur saat menjaga Luka. "Udah sore, om boleh keluar," ucap Axel.

Angkasa berdiri dari duduknya, ia meraih jas di atas sofa. "Jaga Luka," kata Angkasa sebelum keluar dari ruangan Luka.

Angkasa, Orion, serta Axel mereka sepakat menjaga Luka secara bergantian. Dari pagi sampai sore Luka dijaga oleh Angkasa, sore sampai tengah malam Luka akan dijaga oleh Axel, lalu tengah malam sampai keesokkan paginya lagi Luka dijaga oleh Orion.

Axel duduk dikursi yang sebelumnya diduduki oleh Angkasa. Axel menatap wajah damai Luka yang terpejam. Tangan Axel meraih tangan Luka. "Lo kapan sadar? Jangan tidur lama-lama, Ka, gue kesepian. Kita bahkan belum pergi borong permen kaki bareng." Axel terkekeh sendiri setelah menyelesaikan ucapannya.

"Lo bilang lo suka pasar malam, nanti gue bakalan ajak lo ke pasar malam lagi, tapi lo harus bangun." Axel mencium tangan Luka penuh kasih sayang, cowok itu terisak pelan.

"Lo tau, nangis cuma buat cowok lemah, dan sekarang gue lagi lemah." Axel tidak mau kehilangan Luka, cukup sekali ia hancur saat kehilangan Mamanya. Ia tidak sanggup jika harus kehilangan untuk kedua kalinya.

"Cepet bangun ya. Gue kangen liat senyum lo, gue kangen liat mata lo, gue kangen denger suara lo." Axel semakin erat menggenggam tangan Luka.

Axel terus menatap Luka, sesekali ia membenarkan selimut Luka memastikan AC tidak terlalu dingin serta mengecek infus Luka apakah menetes dengan teratur. Meskipun gaya Axel urakan serta tengil namun Axel benar-benar cowok peka serta perhatian atas hal-hal kecil.

Sore berganti malam, pintu terbuka menampakkan sosok Angkasa serta Orion membuat Axel menoleh. "Ngapain Om sama lo ke sini, belum giliran lo," kata Axel menatap Orion.

"Tau ... makan." Orion meletakkan styrofoam berisi makanan ke atas meja, ia tahu pasti Axel belum makan malam karena menjaga Luka. Axel tidak banyak bicara ia mendekati Orion serta Angkasa lalu duduk di depan mereka. Axel meraih makanan yang dibawa oleh Orion kemudian memakannya, kebetulan Axel juga lapar.

Orion melipat tangan ke depan dada, wajah datarnya melihat Luka begitu pun dengan Angkasa ia juga menatap Luka, sementara Axel fokus makan sambil sesekali melihat ke arah Luka. Ketiganya sedang dalam mode kalem, terlihat damai.

Axel sudah selesai makan kini mereka duduk bersama di satu sofa. "Bosen banget," keluh Axel.

"Main game kuy," ajak Axel menatap Orion.

"Ngajak gue?" Orion mengangkat sebelah alisnya membalas tatapan Axel.

"Iya lah, masa ngajak Papa lo. Paling juga nggak ngerti Papa lo main game zaman sekarang," ledek Axel membuat Angkasa berdeham pelan.

Karena memang suasana membosankan akhirnya Orion setuju main game bersama Axel. Orion pindah tempat duduk ke sebelah Axel sehingga Angkasa duduk sendiri.

"Bantuin kampret, itu ada musuh," heboh Axel fokus menatap layar ponselnya.

Angkasa jadi iri melihat Axel serta Orion yang tampak asik mabar. "Saya juga mau main," celetuk Angkasa.

"Om tuh nggak diajak," balas Axel tetap fokus pada handphonenya sementara Orion menahan tawa mendengar ucapan Axel. Angkasa pindah tempat duduk di tengah-tengah kedua remaja itu. "Apaan sih om, ganggu aja," kesal Axel menatap Angkasa.

Angkasa memberikan ponselnya kepada Axel agar Axel mengunduh aplikasi permainan game seperti punya mereka, Axel ogah-ogahan menerima ponsel Angkasa.

"Kuota om habis, nggak bisa download," bohong Axel sengaja ingin mengerjai Angkasa. Axel mengembalikan ponsel yang ia pegang kepada Angkasa.

Angkasa heran, kenapa kuotanya bisa habis? Padahal ia sudah mengisi kuota sekali untuk seumur hidup. Apa tiang towernya sedang bermasalah, pikir Angkasa. "Orion, hotspot in Papa bentar."

Orion mengalihkan pandangannya melihat sang Papa. "Cih, nggak modal," sinis Orion.

Angkasa merebut ponsel Orion membuat Orion menggeram kesal. "Papa bangsat, Balikin hp gue," ketus Orion.

"Mau jadi anak durhaka kamu manggil Papa begitu?"

"Kambing mending diem," ejek Orion.

"Kambing mana ada yang ganteng," balas Angkasa santai tanpa beban.

"Ada, kambingnya pake baju warna putih."

"Anak bangsat," imbuh Angkasa mengejek Orion. Angkasa tidak terima dibilang Papa bangsat kemudian dibilang kambing oleh Orion yang notabene anaknya sendiri.

"Papa lebih bangsat."

"Woii, mau main atau mau berantem nih," timpat Axel merasa terabaikan.

Orion merebut kembali ponselnya dari tangan Angkasa. "Udah gue hidupin hotspotnya, lain kali modal!"

Angkasa mencari hotspot milik Orion. "Apa nama hotspotnya?" tanya Angkasa tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponsel miliknya.

"Apa."

"Nama hotspotnya apa?" Angkasa kembali bertanya.

"Ya apa," kata Orion.

"Papa nanya nama hotspotnya, Orion."

"Ya apa namanya."

"Kenapa kamu malah nanya balik?" tanya Angkasa bingung.

"Punya Papa goblog bener."

Axel dari tadi berusaha menahan tawa akhirnya pecah juga, ia tertawa kencang mendengar percakapan Ayah dan Anak itu hanya perkara nama hotspot.

"Om maksud Orion itu, nama hotspotnya apa. Coba cek dihp Om ada nama hotspot apa nggak, kalo ada nah itu punya Orion," jelas Axel.

Angkasa kembali melihat ponselnya dan betul saja ada nama hotspot apa. Angkasa meringis dalam hati bisa-bisanya ia jadi lemot begini. Angkasa berdeham pelan guna mengusir rasa malu.

"Sudah tersambung kan, Om?" tanya Axel lalu dibalas anggukkan kepala oleh Angkasa.

Axel melihat jam diponselnya. "Gue balik Yon, jagain Luka," imbuh Axel sambil memakai kembali jaketnya.

"Tidak jadi main game?" tanya Angkasa melihat Axel bersiap pergi, padahal ia sudah selesai mengunduh aplikasinya.

"Nggak, Om main aja sendiri," balas Axel setelah itu keluar dari ruangan Luka.

"Papa kenapa masih di sini?" tanya Orion melihat Amgkasa sekilas.

"Kamu ngusir Papa?"

"Kalo ngerasa," balas Orion santai, ia beranjak dari sofa kemudian mendekati kasur Luka. Orion duduk di sana, sekarang adalah waktu Orion untuk menjaga Luka. Karena sudah tengah malam akhirnya Angkasa pun meninggalkan ruangan Luka tanpa pamit kepada Orion.

"Lo kapan berhenti cosplay jadi snow white? Gue kangen." Orion mencium tangan Luka lalu menempelkan tangan Luka ke pipinya.

"Apa gue harus cium bibir lo dulu baru lo bangun?"

"Gue cinta sama lo, lo mau nggak jadi pacar gue?"

"Harus mau ... gue nggak nerima penolakan." Orion mengelus pipi Luka pelan. Ia bangkit dari kursi, perlahan ia mencium kening Luka penuh kasih sayang.

"Cepet bangun pacar Orion." Orion memejamkan mata bibirnya menempel dikening Luka.

Tim Orion spam 🍑→

Tim Angkasa spam 🍊→

Tim Axel spam 🥑→

Spam Next di sini→

2k komen untuk update selanjutnya🔥

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

33.2K 2.9K 23
[CHECK OUT THE TRAILER] ❝Love is an abstact noun, something nebulous. And yet love turns out to be the only part of us is solid, as the world turns u...
327 21 2
Seorang prajurit wanita di markas pelatihan komando pasukan khusus yang...
32.6K 1.6K 60
-Sneek peak- "Vanya" Vanya berdeham untuk menjawab panggilan Reyhan "jangan pernah bersedih" kali ini Vanya melepas pelukannya dan menatap Reyhan...
1.4K 149 9
Aneska Zoya Reveena, gadis yang tidak bisa dipercaya. Ucapannya yang asal ceplos dengan kenyataan yang tidak dia perhatikan. Sungguh dia gadis bodoh...