Blood & Light

By cutestrcoon

8.5K 1.2K 958

⇢ ft. hwang hyunjin, lee know Tidak ada yang abadi di dunia ini, sekalipun vampir mengatakannya ada. Itu kebo... More

01. Him
02. Would You?
03. Archilles Orpheus
04. The Reason
05. Neoma dan Ardenitte
06. Blood, Sweat and Tears
07. Black Pearl
08. The Red Hood
09. Flowers and Little Girl
10. Deep Forest
11. Sweet Like Sugar
12. Bitter Fact
13. WDYW?
14. Exactly, who is 'Rhino'?
15. Hidden Relationship
16. Planned
17. Villain, who?
18. How Are You?
19. The Last Time
20. Responsibility
21. All of Our Days
22. New Fact
23. FT. At EOTD
24. Benjamin Knows
25. Believe Me, Arselin
26. Full Moon
27. Thirsty
28. Help Me!
29. Traitor
30. Two Choices
32. Our Mixtape
33. Hourglass
34. Snowflake
35. Epilog: Blood & Light
Star & Moon

31. Desire

146 33 12
By cutestrcoon

Ada 🔞 tipis-tipis

Tuk. Tuk. Tuk.

Archilles mengetuk perlahan pintu kamar Arselin. Agak lama menunggu, sampai di detik berikutnya pintu akhirnya terbuka dan menunjukkan kehadiran Arselin. Perempuan berbadan dua itu terkejut bukan main dan spontan memeluk Archilles. Archilles langsung membalas pelukan rapuh itu sambil memberi banyaknya kecupan di pipi Arselin.

"Maaf aku datang terlambat."

"Kemana saja kamu, Archilles... apa kamu sudah tidak ingin bertemu dengan aku lagi?"

"Jangan sembarangan berbicara. Sejak kapan aku merasa bosan dengan kehadiran kamu? Aku sama sekali tidak merasa demikian." Archilles sedikit melonggarkan pelukannya. "Bahkan aku selalu haus dengan kehadiran kamu. Aku selalu ingin melihat kamu, kapan pun, dan dimana pun."

"Namun, kemana saja kamu kemarin? Kenapa tidak memberi kabar? Kenapa tidak menjawab panggilan batin Rhino?" balas Arselin sengit.

"Ada sedikit masalah... di Kerajaan." ungkap Archilles jujur mau tidak mau.

"Raja marah karena tahu aku tidak ingin kamu pergi," Archilles segera menggeleng tegas. "Tapi kamu tidak perlu khawatir. Aku akan terus berusaha. Kalian harus terus bersama."

Arselin menatap Archilles sendu. Archilles kira Arselin tidak tahu kebohongan yang ditunjukkan oleh sorot matanya itu. Sangat jelas terlihat, Arselin tidak menyangkal kalau akan ada sesuatu yang buruk terjadi.

Ah, memang akan terjadi. Arselin tidak lupa dengan fakta dimana dirinya akan mati.

"Kamu selalu mengatakan kalau aku dan anakku harus selamat dan bersama. Tapi, mengapa kamu tidak pernah mengatakan kalau kita bertiga harus selamat bersama?"

"Percuma kalau kami selamat tapi tanpa hadirnya kamu. Ini akan lebih menyakitkan, kamu tahu itu?"

"Aku tahu." Archilles mengangguk paham. Tangannya mengusap surai hitam Arselin.

"Tapi begitu tahu ini akan segera terjadi, hal yang paling aku pikirkan adalah kalian berdua. Aku menyayangi kalian, jadi wajar jika rasa khawatirku lebih besar terhadap kalian."

Archilles menghembuskan nafas panjang.

"Sudahlah. Aku tidak mau berdebat denganmu. Aku datang karena rindu, bukan karena ingin mencari masalah."

"Kamu bahkan tahu itu."

"Jadi, saling bertukar rindu saja, bagaimana?"

Arselin tersenyum malu. Kemudian ia mengangguk dan mengajak lelaki berwajah tampan itu untuk masuk ke dalam kamar.

Tunggu sebentar– mengapa saat ini Arselin gugup?! Padahal lelaki tampan di depannya ini adalah suaminya sendiri, sudah sering berduaan di kamar seperti sekarang.

Arselin masih merasakan perasaan berdebar yang sama. Sorot mata Archilles yang selalu menatap dalam membuat Arselin salah tingkah, dibuat malu. Lelaki itu tidak bicara, hanya diam, tapi berhasil membuat Arselin gugup bukan main. Suara dan sentuhannya menghadirkan gairah, tubuh Arselin selalu tersengat listrik kala menerima sentuhan kecil dari Archilles.

Sudah tak terhitung banyaknya kecupan tipis yang Arselin terima. Archilles benar-benar menumpahkan kerinduannya secara perlahan. Ia membiarkan waktu terbuang hanya untuk berpelukan, saling pandang, atau sekedar saling mengendus aroma tubuh masing-masing.

"Kamu semakin cantik." bisik Archilles di sela pelukannya. Archilles jatuhkan kepalanya pada pundak Arselin, lalu setelahnya ia mengecup leher Arselin. Awalnya hanya kecupan tipis, namun lama kelamaan kecupan itu berubah menjadi lumatan lembut.

Arselin semakin berdebar. Tapi dirinya tetap ingin seperti ini. Suasana hangat ini sudah lama tidak Arselin dapatkan bersama Archilles semenjak kehamilan.

Arselin rindu dengan sentuhan suaminya ini. Sudah lama Arselin tidak merasakan lembutnya bibir Archilles. Tekstur bibirnya selalu terbayang di benak Arselin, Arselin tidak bisa lupa dan selalu ingin merasakannya.

"Perlahan." pinta Arselin mengingatkan di sela terhentinya tautan bibir.

Archilles mengangguk dan segera mengubah posisinya menjadi tidur, menghadap Arselin.
Archilles menaikkan kain putih Arselin sampai ke perut, kemudian ia beralih menatap Arselin.

"Jika terlalu kuat, segera beritahu aku, ya?" pinta Archilles juga.

Setelah melihat anggukan tipis itu, Archilles pun bergerak memeluk Arselin sekaligus mengecup keningnya.

Archilles mulai menyatukan dirinya dengan perempuan yang sedang dirinya peluk. Sedikit terdengar erangan, Archilles melirik ragu. Tapi dengan cepat, Arselin menggeleng dan meminta Archilles untuk melanjutkan niatnya.

"Eunghh–"

"Sayang?"

"Aku tidak apa-apa. Lakukan saja..."

Arselin menggeram. Lalu melirik Archilles sambil terkekeh dengan wajah udang rebusnya.

"Bukankah ini normal? Aku mengerang sakit karena kamu memasuki aku..."

"Jika aku tertawa– eungg ini tentu akan mengerikan, bukan?"

"Aku jadi seperti hantu..."

Archilles lantas tertawa. Selain karena guyonan tak terduga Arselin, Archilles juga tertawa karena melihat betapa meronanya wajah Arselin saat ini.

Keduanya sedang saling pandang dan ini membuat Archilles dapat melihat jelas bagaimana wajah Arselin merespon tiap gerakan kecil dari pinggul yang Archilles gerakan.

Karena gemas, Archilles pun kembali menautkan bibirnya dan mengajak Arselin untuk kembali bertukar saliva.

Archilles bergerak selembut mungkin di saat pikirannya sedang bergejolak ingin bergerak cepat. Archilles masih sadar, ia masih sadar jika perempuannya itu sedang mengandung.

Tapi, jika seperti ini terus, kapan semuanya akan berakhir?

"Archilleshh..."

"Mmhh? K-kenapa?"

Arselin panas dingin, ia mengigiti bibirnya.

"Bisa sedikit percepat? Ini agak menyiksaku–"

"Tapi aku takut."

"Tidak apa. Lakukan saja dengan semestinya."

Arselin mengerang sambil meraih genggaman tangan Archilles. Saat lelaki itu menaruh kaki Arselin ke atas pahanya, di detik itu desahan Arselin seketika terdengar nyaring.

Archilles mempercepat gerakannya, ini adalah alasannya.

Tampaknya lelaki itu mulai ingin fokus pada tujuan awalnya.

Desahan keduanya pun mulai mengudara jelas bersahut-sahutan, Archilles mengintenskan permainan, ia melakukan beragam cara, ia ingin segera bertemu dengan puncak itu.

"Aku takut menyakiti kalian."

"Tapi jika tidak begini, aku yang merasa sakit– eungg shhh Arselin–" Archilles memejamkan matanya, lalu mengecup lama kening Arselin.

"Aku mencintaimu."

Ingin kemana Rhino sekarang?

Tidak tahu. Sebetulnya Rhino tidak mempunyai tujuan kemana pun. Dirinya hanya melangkah tanpa tujuan dan memikirkan kemana harus dirinya singgah untuk sesaat.

Apakah Rhino harus menemui Jean? Nama lelaki gempal itu terlintas di benak Rhino saat ini. Lamanya ia tidak berkunjung juga menjadikan alasan Rhino jadi menimang-nimang keputusan untuk bertemu.

Namun ada yang menjadi masalah saat ini, yaitu letak Jean tinggal.

Jean tinggal di dekat pemukiman utama manusia serigala. Dimana di sana akan ada banyak manusia serigala dari berbagai jenis. Dan ini sejujurnya membuat Rhino maju mundur.

Memang ada yang baik dengannya, tapi bukan berarti Rhino tidak memiliki musuh di sana. Banyak, banyak sekali malah. Apalagi sudah lama Rhino tidak menunjukkan diri yang pasti menimbulkan tanda tanya. Rhino takut salah menjawab, dirinya takut salah langkah dan selalu ingin menghindar.

"Tsk. Terserah mereka saja." Setelah bergulat dengan pikiran, akhirnya Rhino memutuskan untuk mengunjungi Jean.

Sekali-sekali Rhino yang bertamu.

Tanpa ingin memperlambat waktu, Rhino pun mengubah wujudnya agar lebih cepat sampai di tempat Jean tinggal.

Saat sudah dekat dengan rumah Jean, Rhino kembali mengubah wujudnya menjadi manusia. Rhino menyadari ada beberapa manusia serigala yang sadar akan kedatangannya. Mereka tidak bertindak, mereka hanya melirik lalu berbisik sebelum melanjutkan langkah.

"Wah! Lihat siapa yang datang!" Suara riang menyambut kedatangan Rhino.

Begitu Rhino menoleh, ia mendapati lelaki berambut gimbal. Rhino spontan tersenyum. "Hai, Zion. Lama tidak bertemu. Apa kabarmu?" sapa Rhino balik sambil menepuk punggung lelaki bernama Zion itu.

"Selalu baik." jawab Zion sambil tersenyum.

"Kau bagaimana? Sudah lama sekali aku tidak tahu kabarmu. Kau habis menjelajahi benua bagian mana?"

"Hahaha. Aku baik." Rhino tertawa renyah.

"Ngomong-ngomong, tumben sekali kau kesini. Ada perlu apa?" tanya Zion penasaran.

"Aku ingin bertemu Jean. Sudah lama ia tidak berkunjung ke rumah. Aku ingin memastikan kalau Jean tidak sedang mengambek karena aku tidak pernah berkunjung ke rumahnya."

"Hahaha. Kau, sih! Jarang sekali berkunjung ke kampung ini!"

Rhino tertawa cukup keras.

"Tidak munafik kalau aku lebih tenang jika tinggal berjauhan dari sebagian kalian."

"Hahaha. Ya, aku tahu itu." Zion mengangguk. "Ya sudah, kalau begitu temuilah Jean. Tadi kulihat lelaki itu sedang mengopi di teras rumahnya."

"Oke. Aku pergi dulu. Sampai jumpa!"

"Sampai jumpa!"

Seusai berpamitan Rhino melanjutkan langkahnya menuju rumah Jean. Rhino sengaja pakai sihirnya sebab malas berjalan di kerumunan serigala lain.

Menghindari kejadian tak mengenakkan.

"Rhino? Wah! Aku tidak salah lihat ini?!" teriak Jean heboh saat melihat kehadiran Rhino di luar halaman rumahnya.

Buru-buru Jean menghampiri Rhino. Lalu tanpa diduga lelaki itu malah menampar pelan pipi Rhino yang membuat Rhino mengerut bingung.

"Mimpi apa kau kesini hah!"

"Kau tidak sedang mengingau, kan?? Hei!"

"Bisa tidak berlebihan? Kau mengundang perhatian yang lain bodoh!"

Jean pun baru sadar. Ia celingak-celinguk memperhatikan sekitar, lalu tanpa aba-aba Jean menarik Rhino masuk ke dalam rumahnya.

"Aku lupa hehe." kekeh Jean tanpa dosa. "Jadi, apa tujuan kau kesini? Maksudku, kau jarang kesini, jadi apakah ada sesuatu yang mendesak?"

"Tidak ada."

"Aku hanya ingin bertamu."

Awalnya ekspresi wajah Jean datar, namun di beberapa detik kemudian, wajah Jean mendadak berubah jadi menggoda Rhino.

Jean mencolek manja lengan Rhino.

"Yakin hanya ingin bertamu? Tidak ada yang lain, huh?"

Rhino mendengus geli sembari menyingkirkan tangan Jean dari lengannya.

"Tidak usah pikir macam-macam!" sergah Rhino yang sebisa mungkin berlagak serius.

"Kenapa saat ini aku berpikir kalau kau sedang menghindari sesuatu, ya?" goda Jean yang tidak hentinya.

"Pangeran Archilles sedang berkunjung?"

Di detik itu wajah Rhino tidak dapat berbohong. Rhino terlihat sekali gugup. Ini membuat Jean makin yakin jika dugaannya benar.

"Jadi benar?" tanya Jean. Tidak ada jawaban. "Wah, kalau benar begitu. Pantas saja kau mengungsi kesini!" seru Jean sok tahu.

"Tapi kalau sampai membuat kau kemari... apakah kedatangan Pangeran Archilles benar-benar menganggu ketenanganmu, huh?"

"Kau tahu apa yang akan terjadi, ya?"

"Bisakah kau diam saja? Aku baru sampai. Bukannya dijamu, malah bertanya hal tidak penting!" cebik Rhino. Wajah Rhino memanas. Rhino menatap Jean dengan penuh kedongkolan.

Melihat wajah jengkel itu, Jean tertawa puas.

"HAHAHAH. Wajah kau tidak bisa bohong."

"Diamlah. Jangan membuatku jengkel."

"Baik-baik, aku akan berhenti, hahaha."

"Tck!"

Setelah mengakhiri sesi menggoda Rhino, Jean pun bergerak menyajikan beberapa minuman dan makanan untuk Rhino.

Diletakkannya semua jamuan itu di depan telivisi. Jean mengisi gelas Rhino dengan minuman soda sebelum akhirnya duduk di samping lelaki berwajah tampan itu.

"Jadi, ada cerita apa? Apakah aku tertinggal banyak cerita saat ini?" tanya Jean sambil meneguk minuman.

"Sepertinya iya." Rhino mengangguk. "Kau tertinggal cerita tentang Arselin–"

"Ah! Benar!" potong Jean cepat.

Jean melirik Rhino dengan tatapan cemas. "Bagaimana kabar Arselin? Aku sampai melupakan hari dimana aku melihat ia meminum darah."

"Soal masalah itu... bisa diatasi. Neoma sudah memberi saran dan menyelamatkan Arselin dan kandungannya. Saat ini, Arselin sudah baik dan tidak melanjutkan keinginan calon anaknya meminum darah."

"Huh... syukurlah kalau Arselin baik-baik saja."

"Perempuan itu baik, sangat disayangkan kalau sampai terluka."

Rhino mengangguk setuju.

Pikirannya seketika terbawa pada kenyataan dimana Arselin akan segera pergi. Ini cukup membuat Rhino kepikiran. Mungkin bisa dibilang sangat.

"Hei." tegur Jean yang sadar akan gelagat Rhino yang mendadak termenung.

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba murung?" tanya Jean penasaran sekaligus khawatir.

"Sebenarnya ada yang membuat aku kepikiran tentang Arselin." ungkap Rhino yang langsung merubah suasana hangat di ruangan itu.

Jean mengerjap cepat, lalu fokus memperhatikan Rhino yang tampaknya ingin mengatakan sesuatu yang serius.

"Kau ingat dengan alasan Archilles yang membawa Arselin ke dunia ini?"

"Tujuan? Aku tid–" Jean terbelalak. Ia terkejut. "Aku baru ingat itu!" seru Jean setelahnya.

"Aku benar-benar lupa karena melihat Pangeran Archilles yang terlihat begitu mencintai Arselin."

Jean menatap Rhino lagi. Jean merasa sedih. "Jadi... karena hal itu kau kepikiran tentang Arselin?" tanya Jean yang langsung mendapat anggukan dari Rhino.

"Aku tidak peduli kau akan berpikiran apa tentang aku setelah aku jujur kalau saat ini aku sangat mengkhawatirkan Arselin. Aku khawatir dengan nasibnya, nasib anakku."

Jean terkejut bukan main selepas mendengar dua kata terakhir di kalimat Rhino.

Jean menatap tak menyangka, ia sempat ingin mengejek Rhino, tapi karena melihat seriusnya Rhino berujar, Jean pun mengurungkan niat.

"Aku... tidak ingin Arselin mati. Tidak– maksudku aku dan Archilles tidak menginginkan itu."

"Kami ingin Arselin tetap hidup dan membesarkan anaknya di sini. Tapi, kami bisa apa? Arselin sudah diperuntukkan sebagai manusia berdarah biru yang sudah dipastikan akan bertukar nyawa untuk dunia ini."

"Bukankah tidak adil?"

Rhino tiba-tiba tertawa. "Sejujurnya aku munafik karena mengatakan ini, apalagi semua kekacauan ini akulah yang menyebabkannya. Aku jadi kewalahan sendiri karena harus mengorbankan manusia tak bersalah seperti Arselin."

"Aku harus bagaimana? Arselin sudah dekat dengan kelahiran juga kematiannya."

"Aku harus menyelamatkan yang mana dulu?"

Jean terdiam. Dirinya terlalu speechless dengan ungkapan hati seorang Rhino.

Jean tidak salah dengar? Jean tidak percaya. Jean benar-benar tidak menduga Rhino akan mengatakan hal seperti tadi. Dan ini menjadi alasan mengapa Jean tidak kunjung mengucapkan sepatah kata pun untuk merespon perkataan Rhino.

Suasana seserius ini tidak pernah terjadi.

"Beberapa hari kemarin Archilles hilang kabar. Baru hari ini ia bisa bertemu Arselin."

"Alasannya? Karena di Kerajaan sedang hangat-hangatnya membahas hari kematian Arselin. Archilles harus lebih berhati-hati dan mengurangi berkunjung."

"Aku tidak menyangka kalau akan jadi seperti ini." kata Jean jujur. Ia akhirnya bersuara.

"Aku pun begitu." Rhino kembali tertawa.

"Aku kira akan mudah mengacuhkan keberadaan Arselin, tapi," Rhino tertawa tipis. "Ternyata aku kesulitan melakukannya."

"Mungkin karena ada tanggung jawabku, makannya aku merasa harus melindunginya."

Jean hanya dapat manggut-manggut paham. Diliriknya teman seperjuangannya itu, Jean tersenyum penuh arti.

Rhino yang Jean kenal sudah banyak berubah. Jean tidak tahu harus senang atau sedih. Tapi yang jelas, Jean senang karena mengetahui bahwa lelaki berhati dingin ini telah menghangat karena seorang perempuan.

"Lakukan saja apa yang ingin hatimu lakukan."

Rhino melirik Jean.

"Dulu aku selalu melarang kau melakukan sesuai kata hatimu, karena aku tahu, itu tidak akan benar. Tapi untuk sekarang–"

"Aku yakin dengan keinginan hatimu itu. Apapun, lakukan saja. Aku tahu niat kau baik."

"Tapi ini menyangkut tentang nasib dunia ini."

Jean menghela nafas jengkel.

"Apa yang kau harapkan dari dunia ini?"

"Bukankah kau memang menginginkan dunia ini hancur?"

Rhino lantas terdiam. Merasa tertampar dengan ucapannya sendiri.

"Bukan begitu. Dulu itu–" Rhino berdecak. "Aishh, aku bingung." eluh Rhino sambil mengusak rambutnya.

"Sekalipun dulu aku sangat ingin, tapi saat ini aku takut melakukannya."

"Ada banyak hal yang menjadi bahan pertimbanganku sekarang."

"Lakukan saja. Kau ingin menyesal huh?"

Rhino menautkan alisnya resah. Ia menatap lama Jean sebelum kembali berujar lirih.

"Kau bagaimana?"

Mendengar suara lirih itu, Jean pun tertawa.

"Jadi kau mengkhawatirkan aku juga? Huh, manis sekali kau, sayang!"

"Tck, aku serius sialan!"

"HAHAHAHA."

Memang kurang ajar. Rhino sudah benar-benar khawatir tadi, tapi dengan tidak berdosanya Jean malah mengodanya lagi.

Hancur sudah suasana serius yang sejak tadi terbangun di antara keduanya.

"Tidak usah pikirkan aku haha." Jean tertawa.

"Dulu aku memang protes, tapi sekarang aku merasa kau harus melakukannya."

"Lagian juga di dunia ini aku tidak punya sesuatu yang berharga selain kau, teman aku di sini."

"Orang tuaku sudah lama pergi. Kerabatku pun juga. Aku benar-benar hidup sendirian. Dan kalau boleh jujur, sebetulnya aku sangat ingin kita tinggal bersama karena kita sama-sama sebatang kara di dunia ini."

"Tapi karena aku menghargai keputusan kau yang ingin tinggal sendiri, jadi yah... aku melupakan keinginan aku."

Pengakuan Jean barusan berhasil membungkam Rhino.

"Maaf, seharusnya aku–"

"Tidak, tidak. Kau tidak perlu minta maaf." sela Jean cepat.

Jean bergerak menepuk pundak Rhino. Jean tersenyum, lalu kembali berujar. "Lakukanlah. Sudah lama juga kau menginginkannya, kan?"

"Diskusikan lebih dulu dengan Pangeran Archilles. Bagaimana hasilnya nanti, kita harus menerima."

"Ini sudah menjadi konsekuensinya."

Setelah cukup puas menghabiskan waktu bersama Jean, Rhino pun pamit pulang. Hari sudah menjelang pagi dan Rhino harus sampai di rumah lebih dulu sebelum Archilles kembali ke Kerajaan.

Rhino jadi lebih waspada semenjak kejadian Arselin hampir mati karena makhluk jadi-jadian itu. Rhino bisa berkali-kali mengecek kondisi rumah untuk memastikan kalau rumah sudah terlindungi sihir.

Tidak tahu mengapa jadi begini tapi Rhino sangat takut—

Rhino mengerutkan alisnya saat tiba di ruang tamu, merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

Rhino lanjutkan langkahnya lalu di ruang tengah ia bertemu dengan Archilles. Rhino terkejut, sebab melihat lelaki itu bertelanjang dada. Rhino lantas mengintip ke dalam kamar, kemudian matanya terbelalak.

"Kau habis bercinta dengan Arselin??"

Pertanyaan tak terduga Rhino berhasil menghentikan gerakan tangan Archilles meraih jubahnya. Ditegakkannya punggung, Archilles membalas tatapan Rhino dengan ekspresi dingin.

"Kami suami istri, apa salahnya?" balas Archilles enteng.

"Bukan seperti itu!" bentak Rhino tiba-tiba. Rhino mengintip lagi ke dalam kamar, memastikan Arselin masih tertidur. Kemudian setelah itu, Rhino kembali menatap Archilles.

"Tidak salah memang, tapi kau tidak lihat situasi sekarang hah? Arselin sedang–"

"Mengandung? Aku tahu itu."

"Lagian umur kandungannya sudah matang dan tidak muda lagi, kan? Jadi berhenti bersikap berlebihan."

Rhino mengusap kasar wajahnya. Pikiran Archilles benar-benar pendek. Ini menjengkelkan bagi Rhino.

"Iya kau memang sangat benar. Kandungan Arselin sudah matang yang artinya apa? Ia sudah dekat dengan kelahiran. Kontraksi sudah mulai akan terlihat, dan sekarang, kau bercinta dengannya. Kau pikir ini tidak akan menyebabkan kontraksi dan mempercepat kelahiran??! Masalah akan datang lebih cepat, bodoh!" Rhino mengamuk. Benar-benar marah.

Bukan karena apa yang pasutri itu lakukan, tapi karena Archilles yang ternyata tidak berpikir panjang sebelum berbuat. Apalagi ia tahu keadaan sedang terdesak dan diujung tanduk.

Ia sendiri yang mengatakan kalau ingin Arselin selamat. Tapi apa sekarang? Ia malah melakukan hal ceroboh.

"Berdoalah agar tidak terjadi apa-apa besok." seru Rhino sebelum mendaratkan bokongnya ke atas sofa. Rhino menghembuskan nafas kesal, ia memegangi kepalanya yang mendadak terasa berdenyut-denyut.

Archilles yang langsung sadar akan perbuatannya lantas terdiam, hanya rasa bersalah yang berbicara di dalam batinnya. Archilles tidak bisa menahan dirinya... perasaan rindu itu terlalu membludak saat bertemu dengan Arselin.

"Maafkan aku." Archilles hanya dapat meminta maaf. Memang sudah seharusnya. Ini memang kesalahannya yang tidak sadar dengan situasi.

"Kita berdoa saja agar tidak terjadi apa-apa pada Arselin."

"Ya, semoga saja."

Archilles kembali melirik Rhino secara diam-diam. Archilles mengulum bibirnya, merasa ragu untuk mengatakan sesuatu.

"Soal saran kau kemarin..."

Rhino lantas menoleh. Archilles jadi gugup.

"Aku rasa kau memang harus membawa Arselin dulu ke dunianya."

Mendengar itu Rhino pun mengerjap tak menyangka. Dipandangnya lelaki yang lebih tinggi darinya itu dengan serius.

"Aku tahu aku tidak boleh egois. Jadi, bawalah dulu Arselin ke dunianya agar dapat selamat selama melahirkan."

"Lalu? Setelah melahiran bagaimana? Maksudku apakah aku harus membawa mereka lagi kesini?"

Archilles kembali diam. Entah sejak kapan pandangannya menjadi tertunduk. Tak membalas tatapan Rhino.

"Sebentar– aku ingin tahu dulu, kapan sebenarnya pengambilan abu tubuh itu?" tanya Rhino mendadak.

"Jika kita tahu kapan harinya, mungkin akan mudah untuk memindahkan Arselin. Aku hanya takut harinya akan lebih cepat dari hari dimana Arselin melahirkan."

Rhino melirik Archilles.

"Kau tahu kapan?" tanya Rhino lagi.

Archilles tak menjawab, masih diam sejak tadi. Diamnya tampak tak menunjukkan ujung, hening dan sunyi di ruangan itu. Hanya suara hewan malamlah yang menjadi pengisi kekosongan di antara Archilles dan Rhino.

Archilles meneguk ludahnya selepas diam seperkian menit. Kemudian setelahnya ia tersenyum sambil menggeleng sebagai jawaban.

"Tidak tahu. Akan aku cari tahu dulu."

😔😔😔😔😔😔jean😔😔😔😔😔😔😔

Continue Reading

You'll Also Like

19.5K 2.2K 20
[D1] Hari ini gue ngeliat kak Soonyoung lagi. Astaga makin ganteng aja. Gakuku aku tu diginiin kak. Hari pertama sekolah udah cuci mata aja. [D2] Woi...
8.6K 1.7K 34
Choi Nari melakukan sebuah pertukaran dengan 𝔦𝔟𝔩𝔦𝔰 yang ia temui pada suatu malam dingin nan bersalju. Apakah ketergesaannya mengambil keputusan...
83.9K 11.2K 23
Semuanya berawal dari mengirim sticky notes.
5.9K 950 31
"I love a criminal" ʙᴜᴋᴀɴ ʙxʙ•