Dependency ✓ [Sudah Terbit]

By FebbFbrynt

4.9M 462K 20K

17 tahun Leane hidup di ranjang rumah sakit tanpa mengenal dunia luar. Setiap hari, ia hanya tahu rasa sakit... More

Prolog
2. Dependency 🌷
3. Dependency 🌷
4. Dependency 🌷
5. Dependency 🌷
6. Dependency 🌷
7. Dependency 🌷
8. Dependency 🌷
9. Dependency 🌷
10. Dependency 🌷
11. Dependency 🌷
12. Dependency🌷
13. Dependency 🌷
14. Dependency🌷
15. Dependency 🌷
16. Dependency🌷
17. Dependency 🌷
18. Dependency 🌷
19. Dependency 🌷
20. Dependency 🌷
21. Dependency 🌷
23. Dependency 🌷
24. Dependency 🌷
25. Dependency 🌷
26. Dependency 🌷
27. Dependency🌷
28. Dependency🌷
30. Dependency 🌷
32. Dependency 🌷
32. Dependency 🌷
33. Dependency 🌷
Diskusi/saran
34. Dependency 🌷
40. Dependency 🌷
42. Dependency 🌷
43. Dependency 🌷
Visual Cast Tokoh
46. Dependency 🌷
54. Dependency 🌷 [End]
EXTRA PART I
EXTRA PART II
EXTRA PART III (Spesial Mario)
Giveaway Cover
Daftar Paket + tgl PO
Open PO

1. Dependency🌷

149K 14.1K 170
By FebbFbrynt

Happy Reading ❤️

~•~

"Apakah kamu mencoba kabur lagi, Rea?"

Leane membuka mata dengan linglung. Mata kaburnya berangsur-angsur jelas, dan pada saat ini ia melihat tiga orang yang tengah menatapnya tajam dan dingin.

"Kenapa kamu selalu mengacaukan segalanya?! Apakah kamu tidak sayang kepada ayah, ibu atau keluargamu sendiri?!"

Leane mengerjap penuh kebingungan. Ada apa ini? Siapa mereka?

Ini kali pertamanya Leane bertemu orang selain keluarganya, dokter dan para suster. Lalu, beberapa orang pasien sakit lain.

"Jawab, Reane!! Kenapa kamu kabur dari rumah itu?! Jika keluarga mereka tahu, perusahaan ayah kamu akan bangkrut!!"

Orang yang marah-marah itu adalah seorang wanita seusia ibunya. Wajahnya memerah penuh amarah, dan air mata bercucuran di pipinya. Lalu, ada seorang gadis cantik di sisi lain yang hanya diam menatapnya datar, lalu lelaki remaja seusia kakaknya yang membuang muka ke arah lain.

Leane memandang sekeliling. Ini adalah sebuah rumah yang sangat asing. Lalu ia menunduk melihat tubuhnya sendiri, lalu tangan, rambut, ini bukanlah dirinya! Ada apa dengan semua ini?!

"Ada apa dengan wajah bodohmu itu, Reane?! Apakah kamu tuli dan sama sekali tidak mendengar ucapan ibu?!" sergah gadis yang menatapnya tajam.

Leane terkejut dengan nada suaranya yang tinggi. Ia menggeser duduknya mundur sedikit takut, dan ia sama sekali tidak membuka suara. Sepertinya pikiran gadis itu bukan di sini, dia terlihat linglung dan takut.

Ketiganya terkejut melihat reaksi Leane, atau lebih tepatnya 'Reane'.

"Reane? Ada apa denganmu ...?" gumam lelaki remaja itu dengan kecemasan yang tidak bisa di sembunyikan.

Mungkin karena keadaan yang sangat asing dan membingungkannya, Leane menyusut dan menangis memeluk lututnya. "Kak Rion ... Kakak di mana, hiks? Lea takut ...."

"Rion? Siapa Rion?" tanya wanita paruh baya itu dengan amarah yang di gantikan keheranan.

"Dia sangat aneh hari ini. Ada apa dengannya, Ibu?" tanya gadis itu yang sama-sama heran.

Qanita, yang merupakan ibu ketiga anak itu hanya bisa menenangkan diri dan memerintah dingin. "Robin, antar dia ke rumah itu kembali."

"Ibu ...."

"Jangan membantah. Sudah selayaknya dia tinggal di sana. Reane bukan bagian keluarga kita lagi."

Lelaki yang di panggil Robin itu hanya bisa mengangguk sembari menunduk. "Ya, Ibu."

Robin mendekati adiknya dengan langkah pelan, tetapi reaksinya tak terduga seperti sebelumnya. Dia terlihat lebih ketakutan dan menyusut. Robin langsung menghentikan langkahnya.

"Robin, cepat! Ibu tidak mau jika keluarga mereka segera mengetahui ini! Selain itu, jika ayahmu tahu, apa kamu mau adik kamu menanggung resikonya?"

Robin merasakan nafasnya tercekik jika memikirkan itu. Dia buru-buru mengangguk dan melanjutkan langkahnya. Saat Sudah cukup dekat, ia bisa mendengar gumaman suaranya gemetarnya.

"Jangan ... Jangan dekati, Lea, hiks. Kak Rion ... Lea takut, kak Rion di mana ....."

"Ada apa denganmu, Reane?" bisik Robin dengan suara yang hanya bisa di dengar dua orang. "Kamu sangat tidak biasa Hari ini? Apakah terjadi sesuatu di sana? Apakah pria itu telah menyakitimu?"

Seolah tidak mendengar, gadis itu terus menangis dalam diam dengan wajah tenggelam di lututnya. Robin merasa frustrasi karena situasi ini. Ibunya sangat mendesak, dan di sisi lain perubahan Reane tiba-tiba membuatnya sangat bingung.

Robin terpaksa menarik tangannya, tapi yang membuatnya terkejut gadis itu menepisnya dengan ketakutan. Qanita, dan Erisa--gadis yang sedari menyaksikan, sama-sama terkejut. Mereka sangat tahu bahwa Reane selalu berusaha menyenangkan mereka agar dia bisa mendapatkan kasih sayang, tetapi saat ini, Robin sebagai kakaknya serta merupakan orang yang paling ingin Reane dekati, ternyata tangannya dia tepis begitu saja.

"Reane ... ayo cepat kita pergi sebelum Ayah pulang. Kamu bisa menceritakannya kepada kakak nanti tentang apa yang terjadi."

Leane langsung mengangkat kepalanya dengan wajah yang masih bercucuran air mata. Jelas ekspresinya terkejut sembari mengamati wajah Robin. "Kakak? Kamu kakakku?"

"Tentu saja, Rea. Kenapa kamu menanyakan hal bodoh seperti itu?"

"Kamu bukan--"

Brakk!!

Suara pintu terbanting keras mengejutkan keempat orang di itu.

"REANE!! DI MANA DIA?!! BERANI-BERANINYA DIA KABUR!!"

Suara pria penuh amarah berintonasi tinggi terdengar. Dan untuk kedua kalinya membuat mereka terkejut dan panik. Hanya membutuhkan beberapa detik suara langkah kaki datang, lalu terlihatlah seorang pria dewasa dengan setelan jasnya. Penampilannya yang rapi, sangat tidak sesuatu dengan raut wajahnya yang marah menakutkan.

Pria itu terpaku pada gadis yang menyusut di sofa, matanya semakin tajam dan dingin. Ia mendekat dan mendorong Robin yang sempat menghalangi. Lalu ....

Plak!

"Akkhh!!"

Udara hening seketika setelah tamparan dan jeritan kesakitan terdengar nyaring.

"Ayah!!!" Robin meraung. Sedangkan Qanita dana Erisa menutup mulut terkejut.

"Diam kamu!" bentak pria itu kepada putranya. Lalu tatapannya kembali pada putrinya sendiri yang tengah memegang pipinya dengan raut amat terkejut. "Inilah konsekuensi tindakan bodohmu itu, Reane! Sudah hampir lima kali kamu kabur dari sana dan kembali ke rumah ini!! Aku peringatkan sekali lagi! Kamu bukan keluarga kami lagi! Kamu bukan putriku lagi! Kamu bukan anak dari istriku lagi! Dan kamu bukan adik dari Robin lagi! Jika kamu kabur kembali, aku tidak akan segan memutuskan hubungan keluarga denganmu lagi!!"

"Ayah!! Jangan katakan itu!!" teriak marah Robin. Matanya sangat dingin. "Apakah ayah sadar dengan ucapan ayah sendiri?! Mungkin jika bukan karena Reane, kita bahkan tidak bisa makan sehari pun!"

Jersey--pria yang di sebut ayah itu, langsung terdiam mendengar ucapan putranya sendiri. Lagi pula. Ia tidak bisa menyangkal fakta itu.

"Suami Reane adalah pewaris sebenarnya keluarga Helison! Jika ada luka di bagian tubuh Reane karena penganiayaan keluarganya sendiri, apakah ayah akan menjamin keamanan keluarga ini lagi?! Perusahaan keluarga ini tidak hanya akan bangkrut, tapi keluarga ini akan hancur!!" Emosi Robin terlihat menggebu-gebu. Mungkin karena amarahnya yang sejak lama di tahan, ia tidak bisa menanggung lagi.

Robin langsung mendekati Reane. "Jangan takut, Rea. Ini kakak."

Mendengar kata 'kakak" dengan kehangatan yang akrab, akhirnya Leane tidak menolak lagi. Ia berdiri dengan di bantu Robin, lalu ia memeluknya erat membuat Robin cukup terkejut. "Kakak ... Pipi Lea sakit ...."

Suara tangisannya sangat menyedihkan, dan jelas suaranya masih gemetar ketakutan.

"Nanti kakak obati, oke? Sekarang kita harus pergi ...."

Lea mengangguk dengan wajah bersembunyi di pelukan Robin. "Hmm ...."

Keduanya pergi meninggalkan ketiga anggota keluarga itu yang masih diam mematung. Yang membuat Jersey begitu diam tak berkutik bukan hanya ucapan Robin, tapi karena reaksi Reane yang sangat berbeda. Biasanya dia akan memohon-mohon dan meminta maaf untuk tinggal di sini beberapa hari. Selain itu, dia terlihat sangat lemah di bandingkan kekeraskepalaan sebelumnya.

"Ada apa dengan dia ...?"

"Kamu merasakan juga?" Qanita termenung. "Sepertinya sesuatu terjadi pada gadis itu. Dia terlihat sangat ketakutan sedari awal dan tidak pernah mengatakan apa pun ...."

Jersey sempat tenggelam dalam pikirannya. Perasaan cemas sempat menyerang hatinya sebelum lenyap kembali. Ia berkata dingin. "Lupakan. Aku akan menelepon orang di rumah itu untuk memperketat keamanannya agar gadis itu tidak kabur lagi. Jika dia berhasil kabur untuk ke sekian kalinya, maka usahakan jangan sampai masuk ke rumah ini."

Qanita mengangguk setuju, sedangkan Erisa tersenyum sembari mengepalkan tangannya.

***

"Reane ... bangun. Kita sudah sampai."

Leane langsung membuka mata mendengar suara itu. Melihat wajah orang yang tidak di kenalnya, ia langsung menjauh mundur.

Robin merasa sedih dan lucu dengan reaksinya. "Kakak tidak tahu ada apa denganmu saat ini, tapi jangan bereaksi seperti itu lagi. Kakak sangat tidak nyaman."

Leane memberanikan diri bertanya. "Ka-mu ... Kamu siapa sebenarnya ... ?"

Robin tertegun. Lalu ia tersenyum. "Kakak kamu, Reane. Kenapa kamu mengatakan sesuatu yang aneh lagi?"

"Reane?" beo Leane pelan. "Aku Leane, bukan Reane ...."

"Berhentilah bercanda. Apakah pipimu masih sakit?" Robin mengalihkan topik pembicaraan yang hanya membuatnya semakin sesak tanpa sadar.

Leane menyentuh pipinya yang masih tercetak merah . "Tidak ...."

"Kakak sudah mengobatinya saat kamu tidur tadi, baguslah jika tidak sakit lagi." Robin tersenyum lega. "Selama di perjalanan, kamu sangat tidur nyenyak. Apakah kamu lelah?"

"Hmm ..." Leane mengangguk pelan.

Robin tidak tahu apakah perubahan ini baik atau buruk, tapi sikap lembut dan putih Reane sekarang membuat hatinya melunak dan lembut.

"Sekarang kita sudah sampai di rumah kamu. Jadi, jika Reane lelah, Reane bisa tidur nyenyak di dalam."

Leane mengangguk sembari memandang rumah bernuansa gray lewat jendela mobil. Saat tadi, pikirannya sama sekali belum jernih. Tapi, sekarang Leane sedikit mengerti sesuatu.

Nama 'Reane', 'Robin', keluarga 'Helison', dirinya yang 'kabur', lalu di tambah situasi dan keadaan, langsung mengingatkan Leane akan isi buku novel yang pernah di bacanya. Leane percaya dia ber-transmigrasi? Tentu percaya, sangat percaya. Dirinya yang hidup di rumah sakit bertahun-tahun, bukan berarti bodoh dan tidak tahu apa-apa.

Berbagai buku pelajaran, buku novel, ponsel, lewat barang-barang itu Leane tahu tentang dunia luar. Apalagi, ia sering membaca buku tentang perpindahan jiwa atau Rebirt, keadaan ini tidak mustahil menurutnya walaupun masih membuatnya terkejut karena mengalaminya sendiri.

Saat ini, Leane perlu sendiri dan berpikir. Jadi ia hanya bisa menjawab dan mengangguk apa orang di depannya katakan.

Robin menatap rumah itu sebentar dan menghela nafas panjang. Ia menatap adiknya dan berkata serius. "Reane, tolong jangan kabur dan menghindar dari dia lagi. Bukannya kakak ada di pihak mereka, tapi ini untuk kebaikan kamu sendiri. Jika kamu menerima 'orang itu', kemungkinan kehidupan kamu akan lebih baik. Kakak hanya berharap kamu selalu bahagia tanpa keterpurukan atau ketertekanan."

Robin langsung memeluknya membuat Leane terkejut. "Kakak mohon, oke? Jika kamu membutuhkan sesuatu, kamu bisa hubungi kakak. Jika kamu ingin bertemu, kakak akan datang ke sini."

"Hmm ...."

Seperti pelukan Rion yang hangat dan lembut, Leane merasa tidak asing dan membalas pelukannya.

Robin menghela nafas lega merasakan reaksinya yang normal. Ia sempat merasa ketakutan dengan sikap Reane yang aneh dan berubah, merasakan adiknya itu membalas pelukan, batu yang menggantung di hatinya langsung terjatuh. Ia mengusap rambutnya lembut. "Sekarang kamu masuk ke dalam, oke? Jika penjaga bertanya sesuatu, kamu harus menjawab pertanyaan tanpa membuat mereka curiga bahwa kamu kabur."

"Hm."

Robin membukakan mobilnya dan membiarkan adiknya keluar mobil.

Cara berjalannya normal, tubuhnya tidak ada yang sakit, matanya tidak kabur. Kepalanya ringan, semua ini Leane rasakan seolah kebebasan. Ia bisa merasakan kenikmatan tubuh sehat setiap detiknya. Nafasnya tidak sesak lagi, Leane menghirup udara dengan rakus. Penciumannya bukanlah bau rumah sakit atau obat-obatan disinfektan, tapi udara yang segar dan bersih. Apa yang dilihatnya bukan ruangan putih lagi, tapi tanah luas, rumput dan pepohonan hijau, dan sebuah rumah yang elegan. Rasanya Leane ingin menangis penuh syukur akan keadaan ini.

"Reane ...."

Suara itu membuat Leane menoleh. Ia lupa, Robin belum pergi dari sana. Di dalam mobil, Robin terkejut melihat Reane menangis lagi. "Reane ... Jangan menangis ...."

Leane menghapus air matanya dan tersenyum. "Lea bahagia, Kak ...."

Lebar terkejut dengan ucapannya sendiri. Ia langsung menutup mulut dengan mata melebar membuat Robin merasa lucu dan lega. "Apa yang salah? Aku memang kakakmu Rea."

Leane mengangguk dengan kepala menunduk.

"Kakak pergi, ya?"

"Hm."

"Apakah kamu baik-baik saja?"

"Baik ...."

"Hubungi kakak jika terjadi sesuatu."

"Hm."

Robin menghela nafas pelan. "Kamu harus bisa menerima Ray, oke?

"Ray?" gumam Leane dengan pikiran tenggelam.

"Ya, Ray. Suami kamu."

~•~

TBC

___


Minta dukungannya ya dengan vote, komen, atau share juga!

___

05 Juli 2022

Continue Reading

You'll Also Like

3.4M 16.5K 2
DON'T REPOST MY STORY!!! Menjadi selingkuhan Protagonis pria adalah bencana untuk Altheya. Awalnya ia hanya ingin hidup dengan baik namun kedatangan...
5.6K 150 72
Kehadiran seorang hantu perempuan mengubah hidup Devin secara tak terduga. Awalnya frustrasi dan putus asa, kini ia menemukan sinar harapan sejak ber...
9M 1M 60
Air mata terus mengalir deras kala mengingat bagaimana dirinya difitnah dan dipermalukan. Ia telah mengecewakan papanya, dianggap menjijikan oleh sem...
8.8M 1.1M 67
Tidak ada perlawanan ketika tubuhnya dihempaskan ke lautan luas tersebut. Otaknya tidak merespon bahwa ia berada dalam keadaan berbahaya, tidak ada r...