ᴇʟᴇᴜᴛʜᴇʀᴏᴍᴀɴɪᴀ [M] ✓

proudofjjkabs द्वारा

56.8K 5.9K 1K

[EBOOK BISA DIBELI KAPAN SAJA] Son Jiyeon berada di antara dua perasaan yang saling mengekangnya. Antara bers... अधिक

bagian satu
bagian dua
bagian tiga
bagian empat
bagian lima
bagian enam
bagian tujuh
bagian delapan
bagian sepuluh
bagian sebelas
bagian dua belas
bagian tiga belas
bagian empat belas
bagian lima belas
Eleutheromania e-book ver is coming!
SPOILER ALERT!

bagian sembilan

1.1K 144 32
proudofjjkabs द्वारा

Apdetnya kemalaman mulu aku tuh :(

***

Hidup berdampingan dengan konflik bukanlah opsi yang Jiyeon inginkan ketika lahir.

Apakah kebahagiaan adalah sesuatu yang ia inginkan?

Sudah jelas. Semua orang pasti menginginkan hal serupa. Tak ayal dengan presensinya.

Sebuah pilihan sederhana yang sebetulnya mungkin terjadi. Tapi, Jiyeon memberikan penyangkalan.

Dalam lingkup hidupnya hingga tumbuh menjadi seorang gadis remaja, persoalannya selalu dikerubungi oleh sekumpulan kontradiksi yang ruwet. Argumen yang kerapkali dikatakan bersifat idealis dan bisa diterapkan oleh semua orang, maksudnya—bukti nyata saat ini adalah Jiyeon tidak pernah menjejaki diri pada kehidupan makmur seperti orang-orang.

Mengeluh bukan menjadi hakikat atau hal dasar sebagai jawaban atas kondisi yang menimpanya. Sekalipun berdebat dengan berkontemplasi pun tidak akan merubah apapun termasuk kehidupan yang dilakoninya.

Semerbak dari aroma nasi goreng kimchi yang ia sajikan menari-nari di rongga penciuman disela ia sibuk berperang dalam diam.

Pandangan irisnya kosong pada permukaan wajan.

Yang perlu Jiyeon lakukan sekarang adalah menjalani semua jenis hubungan yang rumit dan terjerat di dalamnya. Menghabiskan hari tanpa beban—pft, terdengar seperti lelucon pria tua yang nyaris diambang batas kehidupannya.

Ah, Jiyeon masih ingat frasa Jungkook yang membuatnya ingin meludah saat itu ditengah mereka berdialog dengan serius.

"Bukan dunia yang rumit, Ji. Tapi kaulah yang membuat dunia ini rumit."

Jika memang itu kehendaknya, Jiyeon tidak akan mengeluhkan setiap peristiwa yang menimpanya. Aksara itu seperti bualan semata untuk Jiyeon yang ia tanggapi kelewat acuh.

Jiyeon lantas inisatif menambahkan beberapa sayuran untuk ia sajikan di dalam bekal makanan berwarna maroon, pun tidak lupa dengan membawa sekotak susu pisang kesukaan sang kekasih.

Setelah sentuhan terakhir, pun Jiyeon menepuk tangan satu kali dengan sudut-sudut bibirnya yang tertarik tipis. Satu tangannya lantas bergerak menyeka keringat di dahi, pun ia mulai mengemasi semuanya dan bersiap ke kantor Jungkook.

Sembari melepas celemek, Jiyeon mencoba menghubungi pria itu. Ada dering yang cukup lama sebelum terdengar suara berat sang kekasih yang menyapa pendengaran.

"Honey?" Itu Jungkook.

Mendengar nada berat prianya, Jiyeon lantas tersenyum simpul. "Kau dimana?"

"Aku? Tentu saja di kantor, Sayang. Kenapa?"

Figurnya melangkah menaiki anak tangga menuju ke kamar untuk bersiap-siap.

Jiyeon lantas berujar saat ia menutup akses pintu masuk kamarnya. "Baiklah, kalau begitu. Selamat bekerja."

Sepertinya Jiyeon tidak perlu memberitahukan niatnya untuk datang berkunjung ke sana.

Pun Jungkook ikut dibuat heran. "Babe? Are you okay?"

"Ya, aku baik. Kenapa?"

Untuk beberapa detik semua hening sebelum suara Jungkook kembali terdengar, "Tidak biasanya kau menelepon tanpa percakapan yang jelas seperti ini," jelasnya.

Lantas Jiyeon terkekeh kecil dan membenarkan kalimatnya. Perempuan itu lekas bergerak membuka kancing kemejanya setelah mengaktifkan loud speaker. Pun berujar, "Aku membenarkan hal itu. Tapi, sejujurnya aku ingin mendengar suaramu."

"Baru saja semalaman kita bersama sampai pagi, lalu kemudian saling canggung. Gosh! Jujur saja aku benci suasana itu."

Gagasan yang sangat Jiyeon setujui.

"Kau pikir aku tidak membencinya?" Jiyeon membuka lemari pakaiannya, mengambil satu set pakaian baru sederhana yang akan ia kenakan. Lantas ia berujar lagi setelah membasahi bibirnya yang kering, "Shin, aku ... aku benar-benar minta ma—"

"Lupakan, Sayang. Aku yang salah karena minta yang aneh-aneh saat kita sedang asik bercengkrama." Helaan napas pria itu masuk ke pendengaran Jiyeon yang membeku di posisinya. Pun Jungkook menambahkan, "Seharusnya aku yang minta maaf. Maafkan aku, Ji."

Kedua manik cokelat terangnya saling terpejam dengan satu tangannya yang semakin erat mencengkram pakaian yang masih dalam genggaman.

Sifat Jungkook yang selalu mengalah kendati ia adalah pihak yang paling bersalah karena sudah membohongi sang kekasih, membuat hati Jiyeon dilanda perih. Ia menggigit bibirnya tanpa memberikan balasan lagi. Sebab, Jiyeon seakan kehilangan aksara untuk menanggapi frasanya.

Ia takut gelagapan tatkala akan merespons, karena Jiyeon tidak bisa berlama-lama sembunyi dari realitas yang sudah menimpanya. Seperti bencana, yang bahkan ingatan Jiyeon hanya berfokus ke arah sana karena insiden itu terjadi diluar keinginannya.

"Hei? Kau masih disana, 'kan?"

Panggilan itu menyentaknya, Jiyeon lantas mengedip cepat dan menggelengkan kepala demi menepis bayangan buruk yang baru saja melintas dalam benak.

"Ya? Ah, okay." Perempuan itu kehilangan kata, ia meringis kecil seraya melangkah ke arah kasur dan duduk di tepiannya. Meraih ponsel yang semula tergeletak disana, pun menukas pelan, "Intinya aku minta maaf. Tidak peduli siapapun yang salah disini, aku hanya ingin menyampaikan permohonan maaf ku."

"Kenapa—"

"Katakan saja, kau memaafkanku atau tidak?" sela Jiyeon cepat. Tutur kalimatnya kelewat ambigu, sebab perempuan itu tengah menyampaikan rasa bersalahnya karena sudah—

Ah, sial! Mau disesalkan sampai kapanpun, kehormatan Jiyeon tidak akan pernah kembali.

"Fine, Sayang. Aku memaafkan mu walaupun aku tidak paham maksudnya. Jika kau meminta maaf untuk kejadian tadi malam, aku sudah bilang kalau itu murni kesalahanku sendiri."

Bibirnya membingkai senyum asimetris, lantas Jiyeon mengangguk mengerti. "Terima kasih."

Senyap lagi-lagi hadir disela obrolan mereka. Jiyeon yang merangkai kata, dan Jungkook yang bingung akan berungkap apa adalah penyebabnya.

Beberapa kali Jiyeon kedapatan menggigit bibir bawahnya resah sambil menggulirkan iris untuk menjelajahi seisi ruangan kamar. Lalu, ia pun memutuskan untuk segera mengenakan pakaiannya tanpa memutuskan sambungan telepon dengan Jungkook.

"Omong-omong, apa kegiatanmu hari ini?" Adalah Jungkook yang memecah keheningan. Pria itu baru saja selesai memeriksa dokumen kegiatan harian pegawai kantornya.

"Tidak ada," kilah Jiyeon di depan cermin. Ia memperhatikan refleksi dirinya di depan sana seraya menyisir helai demi helai surainya dengan jemari. "Aku mungkin akan tidur seharian penuh di dalam kamar."

"Mereka belum kembali?"

"Tadi aku lihat Ibu sarapan sendirian. Kami sempat bersapa dan dia juga menanyaiku kemana tadi malam. Hm, tumben sekali."

"Bagaimana dengan Ayahmu?"

Jiyeon menarik napas panjang, respirasinya berubah sesak saat mengetahui fakta baru yang diberitahukan Seulhee lewat pesan pagi-pagi buta.

"Aku dengar dari Seulhee kalau Ayah sedang menjalani hubungan serius dengan sekretarisnya."

"Fuck! Really?! Darimana dia ta—"

"Kau tau 'kan, dunia memang sesempit itu. Sekretaris Ayah adalah adik dari Ibu Seulhee, Shin."

"Mengerikan."

"Ya," Jiyeon memolesi bibirnya dengan lip balm dan meratakannya dengan beberapakali mengatupkan bibir, ia lantas meraih kunci mobil di atas meja rias dan mengambil ponselnya. Berujar lagi, "Aku ingin istirahat sekarang. Sampai ketemu lagi."

"Oh, benarkah? Ya sudah kalau begitu. Jangan lupa makan, ya."

"Mm, aku tutup."

Panggilan di putus cepat oleh Jiyeon. Sial. Sebetulnya Jiyeon ingin menanyakan perihal tentang perilaku Jungkook yang kelewat janggal tadi malam.

Bagaimana dengan tingkahnya yang begitu mendadak meminta Jiyeon untuk melepaskan birahinya. Lantas, apa yang membuat Jungkook demikian?

Pun Jiyeon tidak sempat menanyakan hal itu di sambungan tadinya. Ah, rasanya tidak etis sekali. Memang seharusnya ia tanyakan saat berjumpa nanti di kantor.

***

"Waw. Dunia memang sempit, ya."

Ekspresi Choi Taehyung saat ini tampak sangat menyebalkan di mata Jiyeon. Pria itu berdiri pongah di depannya dengan kedua tangan yang sengaja ia masukkan ke dalam pocket celana dasar yang ia kenakan. Lalu Jiyeon tidak sengaja menjumpai dua kancing bagian atas kemejanya dibiarkan terbuka begitu saja hingga mempertontonkan seperempat bagian dada bidang porselen yang pria Choi itu miliki.

Dan Taehyung datang bersama Seulhee?!

"Membeli apa, Ji?" Seulhee, perempuan Ahn dengan surai ikal pirang itu bertanya setelah keluar dari supermarket seraya menenteng belanjaannya.

Ah, mereka benar-benar dipertemukan oleh keadaan yang terjadi diluar dugaan.

"Aku berencana mampir untuk membeli beberapa snack sebelum ke kantor Jungkook," ujar Jiyeon. Tatapan matanya menghunus Choi Taehyung yang saat ini sedang menjilati bibir bawah bervolume miliknya. Apa-apaan itu?!

"Uw, mengunjungi Jungkook, hm?" Senyum miring Seulhee terpatri apik dengan isyarat menggoda.

"Siapa Jungkook?"

"Bukan urusanmu!" tukas Jiyeon cepat dalam merespons pertanyaan Taehyung barusan. Perempuan itu memberikan tatapan tajam dengan sepasang alis yang menukik pada figur Taehyung sebelum berujar dengan aksen kesal, "Omong-omong, Seulhee, siapa dia?! Kenapa aku melihatmu bersamanya hari ini?"

"Ugh, ini cerita yang sedikit rumit," tukas Seulhee sambil menatap Taehyung lewat ekor matanya. "Tapi intinya, Taehyung adalah teman Kakakku. Dia sekarang mengantarkan ku membeli makanan untuk Kak Seokjin."

Teman Ahn Seokjin, Kakaknya Seulhee? Waw.

Semesta memang sedang berencana untuk mempermainkan entitasnya. Pun Jiyeon tidak dapat menyembunyikan ekspresi keterkejutan diselingi penuh teror dalam garis wajah rupawan itu.

Benar, dunia memang tidak seluas yang ia duga. Dan ini katanya yang 'sederhana'?! Omong kosong!

"Kak Seokjin sudah kembali?" tanyanya. Ia pun mencoba apatis dengan kelakuan Choi Taehyung yang sengaja mencoba menarik perhatian.

Seperti mengusap dagu beberapa kali seraya menatap lamat tubuh Jiyeon dari atas hingga ke bawah. Sungguh lancang sekali. Perempuan itu merasa tengah ditelanjangi oleh tatapannya yang gelap.

Abaikan, Ji. Abaikan saja. Semakin diladeni, maka tingkahnya juga akan semakin menjadi.

"Ya, kemarin," jawab Seulhee. Gadis Ahn itu menyelipkan anak rambutnya yang beterbangan, lalu berungkap, "Dia sudah selesai dengan kuliah bisnisnya di California. Dan sekarang dengan seenaknya saja menyuruhku membelikan makanan bersama Taehyung," katanya sambil menunjuk Taehyung lewat gerakan kepala.

Jiyeon lantas mengangguk mengerti. Mengulum bibir sejemang, sebelum bertanya lagi, "Kalian sudah kenal?"

"Yah ... kenal begitu-begitu saja karena Taehyung sempat datang ke rumah mengunjungi Kak Seokjin waktu itu," tutur Seulhee sambil mengedikkan bahu.

"Oh, begitu rupanya."

"Dan kau sendiri, Ji ... kenapa bisa kenal dengan Taehyung?" Seulhee lantas menunjuk Jiyeon seraya melemparkan pertanyaan lewat tatapan matanya.

"Ah," pun Jiyeon mendadak kalut, bingung ingin berungkap seperti apa sebab pertemuan pertama mereka bukanlah peristiwa yang patut untuk dikenang. Ia mengusap kepala belakangnya, "Itu ... kami bertemu—"

"Kami bertemu di club malam," potong Taehyung cepat.

What the fuck?!

Pun Jiyeon total stagnan. Napasnya berhenti untuk sesaat dengan mata yang saling memelototi Choi Taehyung.

Lantas Taehyung menanggapi dengan santai, memberikan senyuman jenaka sebagai balasan dan kedikan bahu acuh.

"Apa?! Club malam?" Seulhee menilik keduanya bergantian. Pun menunggu pernyataan Jiyeon lebih lanjut sebab perempuan itu hanya mengatupkan bibir tanpa bersuara.

"Mm," Taehyung lekas mengangguk pasti. "Dia membantuku yang sedang mabuk saat itu," balasnya.

H-hei ...

Mendadak Jiyeon merubah ekspresinya sedikit melunak. Karena Taehyung baru saja berbohong dan sedikit merubah fakta apa yang terjadi diantara mereka berdua?

"Serius?!" Seulhee nyaris terpekik. Lalu kemudian tatapan mata perempuan itu tampak marah menghadap Jiyeon. "Ji! Sejak kapan kau menginjakkan kakimu ke club, hah?! Ingin ku beritahu Jungkook?!"

Sial.

"Tidak. Tidak, Seul." Jiyeon lantas mendekat. Berusaha membujuk persuasif. "Jangan kasih tau dia, ya."

Seulhee lekas melengos. "Sudah kukatakan bukan kalau ada apa-apa datang saja ke rumahku untuk cerita! Paham!"

"Seulhee, aku ... malam itu, aku—"

"Kalau terjadi apa-apa padamu bagaimana?! Jadi, berhentilah bersikap sembrono, Jiyeon. Aku begini karena khawatir padamu."

Dan dari kejadian ini, Taehyung menyadari hal kecil yang membuatnya tidak menyahuti apa-apa selang beberapa menit.

Adalah Jiyeon yang entitasnya tampak rapuh daripada yang ia duga. Perempuan itu ... sepertinya kehidupannya sedang tidak baik-baik saja. Terlihat dari irisnya yang sedikit bergetar saat menerima amarah Seulhee.

Maka, hal yang tepat Taehyung lakukan setelah itu adalah membungkuk kepada Seulhee begitu saja. Membuat konversasi kedua perempuan itu terhenti atas sikapnya.

"Ini sepenuhnya salahku. Jadi, Seulhee, kumohon berhenti memarahi Jiyeon." []

-gookakoola
29 Mei 2022

Kalian tim Taehyung atau Jungkook, nih? ㅋㅋㅋㅋ
Jujur aja, aku bingung mau pilih tim mana :( huhu.

Gimana sampe chapter ini? Asik, gak? Kalau asik dilanjutin, kalo enggak-um ... dilanjutin juga, hehe.

Btw ada yang rindu scene "uhuk🌚" gak? :D

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

8.4K 1.9K 50
kisah suzy dan si hantu tampan penghuni kamar asrama yg dia tempati 🎭 "aku pikir perasaan sederhana ini adalah segalanya bagiku."~{Suzy} Genre : Hor...
194K 16.6K 87
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
1.4M 19.5K 48
ON GOING SAMBIL DI REVISI PELAN-PELAN. Start 18 November 2023. End? Cerita bertema 🔞, Kalau gak cocok bisa cari cerita yang lain terimakasih. Mars...
HYPIUM Peace V. P. द्वारा

फैनफिक्शन

85.7K 7.9K 26
Jeon Jungkook Dia benar, aku yang memulai semuanya. Aku yang mengencarkan segala hal untuk menuntut keadilan adikku. Tapi urusan jatuh cinta yang kam...